Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Endah Hayuni Wulandari
Abstrak :
Sejarah Indonesia bisa dikatakan bercorak androcentric, narasi tentang masa lalu di Indonesia hanya berpusat di sekitar kegiatan laki-laki. Sementara itu, studi tentang perempuan masih terbatas dan didominasi dengan tema pemberdayaan perempuan atau gender mainstreaming bukan women history yang lebih mengutamakan perspektif feminisnya daripada gender. Maka dari itu, penelitian ini akan membahas tentang pemberdayaan perempuan pada masa Pendudukan Jepang melalui Fujinkai. Masalah yang dibahas adalah bagaimana negara mengubah Fujinkai menjadi mesin politik dalam memobilisasi kekuatan rakyat selama masa perang dengan menggunakan ideologi negara pada feminis Jepang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan perspektif baru tentang Fujinkai yang berbeda dengan penelitian sebelumnya, yaitu cara otoritas selama pendudukan Jepang menggunakan ideologi. Dalam kasus ini, ideologi negara tentang feminisme Jepang diinternalisasi dan diimplementasikan ke Fujinkai untuk membangun kekuatan masyarakat di daerah pendudukan di Jawa untuk mendapatkan kemenangan dalam Perang Asia Timur Raya. Teori yang digunakan dalam memahami isu penelitian ini adalah teori ideologi dari Franz Schurmann. Sebagai ideologi praktis, penelitian ini juga menggunakan teori gender oleh Abbot, Moore, dan Suryakusuma. Bahkan, penelitian ini menggunakan pendekatan teori komparatif sebagai alat analisis dalam mengungkapkan permasalahan.
Indonesia history can be considered as having androcentric pattern since it rsquo s past narrations in Indonesia occured and centered solely on the men activity. The women, both as an object and a discourse in history are one of the missing elements in Indonesia history. Therefore, this study will discuss about the empowerment of women during the Japanese Occupation through Fujinkai. The main issue discussed in this research is the way the state altered Fujinkai to political machine in mobilizing people power during war time by employing the state ideology on Japanese feminity. The objective of this research is to get a new perpective on Fujinkai which differed from previous researches, i.e.the way the authority during Japanese occupation used ideology. In this case, the state ideology on Japanese femininity internalized and implemented into Fujinkai to build people power in occupation area in Java to gain victory in Greater East Asia War. The theory used in understanding the issue of the research is the ideology theory by Franz Schurmann. As practical ideology, this research also used theory of gender by Abbot, Moore, and Suryakusuma. Moreover, this research used comparative theory approach as analysis tool in revealing the issue.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2016
D2526
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endah Hayuni Wulandari
Abstrak :
Restorasi Meiji pada tahun 1868 adalah saat dimana Kaisar untuk pertama kalinya memegang kekuasannya kembali, setelah lebih dari 250 tahun berada di tangan keluarga Tokugawa dengan pemerintahan Bakufunya. Tumbangnya regim Tokugawa dicapai dengan perjuangan bersenjata samurai-samurai muda dari kedaimyoan yang berada di sebelah Barat Daya, yang memiliki patriotisme, dedikasi serta loyalitas pada Kaisar. Kaisar pada dasarnya adalah simbol dari perwujudan bangsa Jepang. Oleh karna itu perjuangan untuk membela Kaisar adalah sama dengan perjuangan membela bangsa Jepang. Restorasi Meiji adalah salah satu dari revolusi agung yang gemanya masih ada sampai saat ini, juga ketika Jepang mengalami frustasi hebat sebagai akibat dari beberapa krisis intern dan ekstern pada tahun-tahun setelah Perang Dunia I. Dalam tahun-tahun yang penuh krisis muncul berbagai gerakan baik sipil maupun militer, yang kesemuanya mempunyai motivasi memperbaiki keadaan. Gerakan dalam tubuh militer khususnya yang dilakukan oleh Para Perwira Muda memiliki fenomena merindukan kejayaan masa lalu yaitu suksesnya perjuangan merobohkan regim Bakufu yang disusul dengan Restorasi Meiji. Oleh karena itu ciri-ciri yang ditunjukan oleh Gerakan Perwira Muda hampir mempunyai kesamaan dengan gerakan yang menjatuhkan regim Bakufu. Tidak bisa dilepaskan di sini adalah peranan anak-anak muda yang merupakan sebagian besar anggota gerakan. Anak-anak muda yang dikenal memiliki idealisme tinggi dan menggelora banyak mempunyai pengaruh terhadap gerakan. Peranan tokoh-tokoh tertentu dengan berbagai aliran pemikiran modern banyak memberikan wama pada Gerakan Perwira Muda. Namun seperti layaknya anak-anak muda lain sikap mereka yang kurang hati-hati dan kurang pengalaman menyebabkan mereka terjebak dalam pertarungan politik tingkat tinggi yang pada akhirnya menghancurkan diri mereka sendiri. Adalah sangat menarik untuk meneliti proses tentang munculnya serta perkembangan gerakan perwira muda, sampai dengan pecahnya Kudeta 26 Februari 1936 yang merupakan suatu klimaks bagi Gerakan Perwira Muda.
1987
S13585
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endah Hayuni Wulandari
Abstrak :
Nasionalisme adalah sebuah paham yang berkaitan dengan rasa cinta atau setia seseorang terhadap bangsa dan negara di setiap negara, perkembangan nasionalisme berbeda akibat faktor latar belakang setiap negara yang berbeda-beda. Umumnya, ada faktor-faktor tertentu yang dominan yang mempengaruhi tumbuhnya nasionalisme di kalangan masyarakatnya, selain faktor ancaman dari luar, yang secara umum berlaku sebagai pendorong tumbuhnya nasionalisme. Jepang adalah salah satu contoh dimana masyarakatnya memiliki rasa nasionalisme yang sangat besar, atau boleh dikatakan berlebihan. Gerakan nasionalisme jepang yang mulai tumbuh pada sekitar abad ke 16 ketika kapal-kapal amerika yang dipimpin oleh komodor perry mulai memasuki jepang, telah berkembang pesat dan mencapai puncaknya pada tahun 1945. Faktor utama pendorong berkembangnya nasionalisme tersebut memang adalah kehadiran bangsa asing. Oleh karena itu seorang sejarawan, Hans Kohn, sangat yakin bahwa faktor paling utama tumbuhnya nasionalisme adalah kehadiran bangsa asing tersebut. Teori Kohn tersebut rupanya tidak berlaku dalam masyarakat jepang. Shinto sebagai agama dan kepercayaan tradisional jepang ternyata adalah faktor utama timbulnya nasionalisme jepang. Dengan ideologi Tennoseinya, shinto menjadi kekuatan yang sangat dahsyat guna membangkitkan rasa nasionalisme bangsa Jepang. Secara tradisi kuil-kuil shinto dipakai sebagai pusat kegiatan para samurai, yang dalam kenyataannya kelas ini merupakan kelas yang paling gigih dalam membela kasiar. Oleh karena itu maka ketika bangsa asing (amerika) mulai memasuki jepang, peristiwa ini hanya merupakan pemicu bangkitnya nasionalisme jepang. Yang terutama tetap saja keyakinan tradisionil shinto. Tetapi akibat rasa cinta yang mendalam terhadap kaisar melalui ideologi Tennosei tersebut, perkembangan nasionalisme jepang seperti tidak dapat dikendalikan lagi. Akibatnya ketika akum ultra nasionalis melakukan kudeta akibat merasa bahwa jepang telah mengikuti jalan barat dan gagal, maka yang timbul adalah Fasisme, seperti yang diungkapkan oleh Barrington Moore.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1994
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Endah Hayuni Wulandari
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1992
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Endah Hayuni Wulandari
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1996
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library