Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 1 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Eka Harjanto Setiawan
Abstrak :
ABSTRAK


lndustri Real Estat mengalami fluktuasi yang hebat antara tahur1 1993- 1999. Semaraknya industri ini dimulai pada tahun 1993 yang ditandai dengan banyaknya pameran-pameran real estat di Jakarta yang menawarkan berbagai macam produk properti seperti kawasan perumahan, kondominium, komplek perkantoran, kawasan wisata, kawasan agrowisata dan juga resort terpadu. Namun kondisi booming ini tidak bertahan lama, dengan terjadinya kelesuan pada tahun 1996 hingga tahun 1997 dimana mulai terjadi krisis ekonomi di Indonesia. Dan akhirnya terjadilah yang dinamakan property crash di tahun 1998, dim ana hampir seluruh pengembang mencatat kerugian.

Krisis industri real estat di tahun 1998 diawali oleh krisis likuiditas akibat turunnya permintaan, kemudian diperparah dengan meningkatnya jumlah hutang, kenaikan tingkat suku bunga dalam negeri, dan depresiasi nilai rupiah terhadap dollar AS yang terus berfluktuasi. Dengan hilangnya kepercayaan investor dan spekulan terhadap prospek investasi merupakan faktor yang menambah semakin memburuknya pasar modal di Indonesia. Hal ini kemudian menjalar langsung pada krisis permodalan yang dihadapi oleh pihak perbankan. Walaupun Bank Indonesia (BI) telah mengeluarkan pedoman restrukturisasi kredit, namun hingga saat ini belum tampak dengan jelas bagaimana mekanisme yang akan ditempuh oleh perbankan dalam menyelesaikan hutang para pengembang nasional.

Kondisi krisis pada industri real estattersebut tidak akan berlangsung terus menerus, dengan total penduduk Indonesia yang mencapai kurang lebih 210 juta jiwa, kebutuhan akan real estat akan terus ada. Dengan serangkaian program reformasi yang telah dilakukan oleh pemerintah yang baru untuk memulihkan kepercayaan investor, seperti penyehatan sektor perbankan, kebijakan moneter dan berbagai deregulasi di sektor riil, diharapkan kondisi perekonomian Indonesia akan kembali membaik, dan juga industri real estat pun akan kembali meningkat.

Adapun tujuan penulisan karya tulis ini adalah melihat trend yang terjadi pada bisnis real estate selama tahun 1994-1999, yang diikuti dengan penilaian pasar modal Indonesia terhadap fluktuasi yang terjadi di industri real estat melalui penerapan Arbitrage Pricing Theory (APT) dan kemudian menentukan faktorfaktor apa saja yang mempengaruhi pembelian saham di sektor real estat oleh investor yang rasional.

Secara teoritis, Arbitrage Pricing Theory (APT) menggunakan pemikiran yang menyatakan bahwa dua kesempatan investasi yang mempunyai karakteristik yang identik tidaklah bisa dijual dengan harga berbeda. Konsep yang digunakan adalah hukum satu harga (the law of one price). Apabila aktiva yang berkarakteristik sama tersebut dijual dengan harga yang berbeda, maka akan terdapat kesempatan untuk melakukan arbitrage dengan membeli aktiva dengan harga yang lebih tinggi di tempat lain sehingga memperoleh laba tanpa resiko.

Dan penggunaan Arbitrage Pricing Theory (APT) ini akan sangat bermanfaat kalau kita bisa mengidentifikasikan tidak terlalu banyak faktor-faktor makro ekonomi, mengukur expected return masing-masing faktor tersebut dan juga mengukur kepekaan masing-masing saham terhadap faktor-faktor tersebut.

Dalam penelitian ini, juga akan diteliti faktor-faktor yang mendasari investor yang rasional dalam membeli suatu saham. Secara umum keputusan pembelian saham oleh seorang investor yang rasional, akan mempertimbangkan berbagai aspek ekonomi perusahaan (faktor-faktor fundamental), antara lain : kemampuan perusahaan untuk mendapatkan laba di masa yang akan datang, rasio-rasio keuangan perusahaan, kondisi ekonomi nasional (seperti tingkat suku bunga dan tingkat inflasi), kebijakan-kebijakan pemerintah dan juga kebijakan direksi perusahaan.

Setelah melalui proses pengumpulan sejumlah data-data sekunder dari berbagai sumber, yang dilanjutkan dengan perhitungan rasio-rasio keuangan yang diperlukan, dan akhirnya dengan penggunaan software statistik SPSS 9.0 didapatkan hasil seperti berikut ini.

Sejak awal tahun 1995 sampai dengan pertengahan tahun 1998, telah terjadi trend menurun pada harga saham di sektor real estat dan juga terdapat bukti parsial mengenai kemungkinan ketidakefisienan pasar saham sektor properti.

Variabel Laba didapatkan mempengaruhi harga saham real estat secara signifikan dan berkorelasi positif. Hal ini menunjukkan pengelolaan secara baik perusahaan real estat oleh pihak manajemen akan tercermin pada tingkat laba yang tinggi sehingga mendorong investor yang rasional untuk melakukan investasi dan tercermin pada peningkatan harga saham yang tinggi juga. Didapatkan juga variabel Return On Investment (ROI) mempengaruhi return saham secara signifikan dan berkorelasi positif. Dengan tingginya nilai ROI ini menunjukkan seberapa efektif pihak manajemen perusahaan real estat dalam memanfaatkan sumber ekonomi yang ada (aktiva perusahaan) untuk menciptakan laba yang kemudian tercermin pada return saham yang tinggi pula. Sehingga kedua variabel tersebut sangat memegang peranan penting bagi investor dalam melakukan investasi di bidang real estat.

Dengan melakukan penelitian lanjutan didapatkan juga variabel Earning Per Share memberikan hasil yang signifikan dan berkarelasi pasitif dalam mempengaruhi harga saham perusahaan real estat. Dengan nilai Earning Per Share yang tinggi menunjukkan earning yang didapatkan aleh pemegang saham untuk setiap lembar saham yang dimilikinya tinggi juga dan menandakan kemampuan perusahaan yang lebih besar dalam menghasilkan keuntungan bersih dari setiap lembar sahamnya yang kemudian tercermin dari tinggi tingkat harga saham. Dari penelitian lanjutan ini didapatkan pula return saham dipengaruhi secara signifikan aleh variabel Price Earning Ratio yang berkarelasi secara positif. Semakin tinggi nilai PER berarti harga pasar dari setiap lembar saham akan semakin baik.

Adapun hasil pengujian karelasi rasia-rasio keuangan perusahaan real estat sebagian besar memberikan hasil sesuai dengan hipatesis. Rasia likuiditas memberikan karelasi yang pasitif terhadap harga dan return saham yang menunjukkan bahwa semakin baik kemampuan perusahaan dalam menyelesaikan kewajiban jangka pendeknya maka semakin tinggi pula harga dan return saham perusahaan tersebut. Rasia hutang memberikan karelasi yang negatif terhadap harga dan return saham yang menunjukkan perusahaan yang mempunyai rasia leverage yang rendah akan mempunyai risika kerugian lebih kecil ketika keadaan ekonomi merosot, dan mempunyai kesempatan memperoleh laba lebih rendah ketika ekanami melanjak menjadi baik. Sebaliknya, perusahaan yang mempunyai leverage tinggi, mempunyai risika menanggung rugi besar ketika keadaan ekanami merasat tetapi mempunyai kesempatan memperaleh laba besar ketika keadaan ekanami membaik. Rasia aktivitas memberikan karelasi yang aditif terhadap harga dan return saham, sehingga semakin efektif operasi perusahaan dalam memanfaatkan sumber-sumber dana yang ada maka semakin tinggi harga dan return saham perusahaan tersebut. Rasia profitabilitas dan market ratio memberikan korelasi yang positif terhadap harga dan return saham, sehingga scmakin efektif operasi perusahaan dalam menghasilkan keuntungan maka akan memberikan peningkatan pada harga saham dan return saham.

Adapun kenaikan bunga dan tingkat inflasi memberikan pengaruh yang negatifterhadap perkembangan harga saham dan return saham di sektor real estat. Pengaruh negatif dalam hal kenaikan bunga adalah sesuai dengan hipotesis scmula. Tingkat bunga adalah ukuran keuntungan investasi yang dapat diperoleh oleh investor dan juga merupakan ukuran biaya modal yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk menggunakan dana dari investor. Semakin tinggi tingkat bunga perbankan, akan menyebabkan investor mengalihkan investasinya pada investasi di perbankan, dan menyebabkan penurunan harga & return saham. Sedangkan pengaruh negatif untuk tingkat inflasi memberikan hasil yang berlawanan dengan hipotesis semula.
2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library