Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dwi Defiantoro
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas shelf registration sebagai cara alternatif untuk melakukan penawaran umum saham. Beberapa penelitian empiris menunjukkan shelf registration dapat mengurangi biaya kepatuhan terhadap peraturan penawaran umum saham dan biaya modal. Penelitian ini membahas bagaimana aspek hukum praktek shelf registration di Amerika Serikat dan Jepang serta apakah peraturan tentang Penawaran Umum Berlanjut Obligasi atau Sukuk (Peraturan Bapepam No. IX.A.15) di Indonesia cukup mengakomodasi penerapan metode shelf registration saham ataukah Otoritas Jasa Keuangan perlu membuat regulasi baru. Penelitian yuridis normatif ini mengunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan perbandingan. Berdasarkan hasil penelitian penulis berpendapat bahwa metode shelf registration perlu diterapkan di pasar modal Indonesia untuk meningkatkan efisiensi dan fleksibilitas dalam rangka pelaksanaan penawaran umum yang dilakukan Emiten. Penulis juga merekomendasikan bagaimana ketentuan mekanisme shelf registration saham yang seharusnya.

ABSTRACT
This undergraduate thesis discusses shelf registration as an alternative method for stock offering. Several empirical studies indicated shelf registration can reduce compilance cost and capital cost. The purpose of this study is to understand the law aspect of United States' and Japan's shelf registration practice and whether existing regulation about Continuous Offering of Bond or Sukuk (Bapepam Rule IX.A.15) in Indonesia is sufficient to accommodate shelf offering of stock or Financial Service Authority need to make a brand new regulation. This juridical normative study use statutory approach and comparative approach. Based on study result, researcher suggest that shelf registration method should be implemented in Indonesian capital market to gain greater efficiency and flexibility in issuer's public offering. Researcher also suggest how the regulation of shelf registration mechanism of stock should be.
"
2014
S53544
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Defiantoro
"Whistleblowing di sektor publik, walaupun berisiko, sangat krusial bagi akuntabilitas karena meningkatkan persepsi risiko terdeteksi bagi pelaku pelanggaran. Studi ini menyelidiki faktor-faktor penentu yang mempengaruhi niat whistleblowing, peran moderasi dari dukungan organisasi, dan pendekatan kelembagaan potensial untuk meningkatkan sistem whistleblowing. Kami membangun model PLS-SEM yang menggabungkan faktor-faktor situasional, individual, dan kultural tertentu untuk mengevaluasi niat whistleblowing. Faktor-faktor yang diperiksa meliputi keseriusan pelanggaran, posisi kuasa pelaku pelanggaran, locus of control, persepsi individualisme-kolektivisme, kecenderungan untuk melaporkan pelanggaran, persepsi kompleksitas sosial, dan persepsi keketatan budaya. Temuan kami mengungkapkan bahwa efek langsung dari keseriusan pelanggaran, kompleksitas sosial, keketatan budaya, dan kolektivisme terhadap niat whistleblowing tidak signifikan. Namun, semua faktor yang diperiksa menunjukkan efek total yang signifikan (p<0,05), dengan hasil f-test R² sebesar 0,555 untuk pelaporan internal dan 0,500 untuk pelaporan eksternal, dengan dukungan organisasi berperan sebagai moderator yang signifikan.
Untuk meningkatkan efektivitas whistleblowing di Indonesia, otoritas disarankan untuk mereformasi secara komprehensif agar memperkuat dukungan hukum, administratif, finansial, dan kultural, memastikan perlindungan dan insentif yang kuat bagi whistleblower. Mengembangkan kerangka institusional dan mengombinasikan regulasi formal dengan praktik budaya kerja, dengan menetapkan standar yang jelas, adaptif, dan dapat ditegakkan akan melindungi whistleblower dan mendorong pelaporan yang etis. Kerangka ini harus menyeimbangkan kerangka hukum dengan dinamika budaya, menciptakan lingkungan yang memprioritaskan transparansi, akuntabilitas, dan integritas. Kepemimpinan etis menjadi aspek kunci dalam mempromosikan kebijakan yang mendorong perilaku etis dan mengintegrasikan whistleblowing sebagai aspek sentral dari integritas sektor publik. Pendekatan ini tidak hanya meningkatkan efektivitas organisasi tetapi juga memastikan integritas etis dan transparansi, mendorong komitmen terhadap praktik etis di berbagai konteks budaya.

Whistleblowing in the public sector, while risky, is crucial for accountability as it heightens a wrongdoer's perceived risk of detection. This study investigates the determinant factors influencing whistleblowing intention, the moderating role of organizational support, and potential institutional approaches to enhance whistleblowing systems. We constructed a PLS-SEM model incorporating selected situational, individual, and cultural factors to evaluate whistleblowing intention. The factors examined include seriousness of wrongdoing, wrongdoer's power status, locus of control, perceived individualism-collectivism, propensity to blow the whistle, perceived social complexity, and perceived cultural tightness. Our findings reveal that the direct effects of seriousness of wrongdoing, social complexity, cultural tightness, and collectivism on whistleblowing intentions are insignificant. However, all examined factors demonstrated significant total effects (p<0.05), with an f-test result of R² of 0.555 for internal reporting and 0.500 for external reporting, with the organizational support serving as a significant moderator.
To enhance whistleblowing efficacy in Indonesia, authorities should implement comprehensive reforms strengthening legal, administrative, financial, and cultural supports, ensuring robust whistleblower protection and incentives. Developing institutional frameworks that merge formal regulations with cultural practices is crucial, establishing clear, adaptable, and enforceable standards that safeguard whistleblowers and encourage ethical reporting. These frameworks should balance legal mandates with cultural dynamics, fostering an environment that prioritizes transparency, accountability, and integrity. Ethical leadership is key in promoting policies that encourage ethical behaviors and integrate whistleblowing as a central aspect of public sector integrity. This approach not only enhances organizational effectiveness but also ensures ethical integrity and transparency, fostering a commitment to ethical practices across diverse cultural contexts.
"
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library