Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dwi Anita Suryandari
"ABSTRAK
Ruang lingkup dan cara penelitian : Ekspresi suatu gen di dalam bakteri dapat diubah melalui proses mutasi dengan cara menyisipkan gen lain ke dalam gen tersebut. Mutasi yang terjadi dapat diketahui dengan adanya gen penanda Salah satu diantaranya adalah gen pembentuk inti es yaitu gen iceC. Gen ini memiiiki sensitivitas yang cukup tinggi, mudah diamati pada lembaran aluminium, dapat diukur secara kuantitatif dengan uji tetes beku, tidak membutuhkan pemrosesan lain kecuali pengenceran dan hasilnya akan diperoleh hanya dalam beberapa menit. Sebagai bahan mutagen dan sekaligus sebagai pembawa gen iceC digunakan transposon 916 karena transposon ini menyisip secara tunggal, tidak membuat duplikasi, penyisipan terjadi secara acak, relatif stabil dan tidak mudah terjadi transposisi. Tujuan penelitian ini adalah merancang alat genetik yang dapat digunakan untuk menginduksi mutagenesis gen di dalam bakteri dengan melihat pembentukan inti es. Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah menggabungkan gen iceC dengan (pAM120::Tn916)-.HindIII menggunakan enzim ligase kemudian ditransformasi ke dalam E coli S17-1. Selanjutnya dilakukan studi pendahuluan di dalam bakteri golongan mikoplasmayaitu Urealiasma urealytcum.
Hasil dan kesimpulan : Penggabungan gen iceC (9kb) dengan (pAM120::Tn916)-HindIII(23,3 kb) dengan menggunakan enzim ligase membentuk fragmen DNA berukuran 32,3 kb yang dinamakan pUL Hasil uji aktivitas pembentukan inti espada E coli DH5α(pJL1703::iceC), E. coli S17-1 (pUI::iceC) dsn Ureaplasma urealyticum relatif sama. Pembentukan inti es mulai aktif pada suhu -7°C. Terbentuknya inti es pada E. cali S17-1 dan Ureaplasma urealyticum karena adanya transformasi transposon916 yang membawa gen iceC."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Anita Suryandari
"Ruang Lingkup dan Cara Penelitian :
Respon wanita usia reproduktif yang mengikuti program reproduksi berbantuan sangat benrariasi mulai dari tidak ada respon, respon Iemah sampai menyebabkan sindrom hiperstimuiasi. Hiperstimulasi dapat menyebabkan kompiikasi serius seperti terjadinya pembesaran ovarium, ekstravasasi cairan pada rongga perut sehingga teriadi ascites, hypovolemia dan hemoconcentration. Saat ini diketahui ada dua polimorfisme pada gen FSHR posisi 307 (Alanin atau Threonin) dan posisi 680 (Serin atau Asparagin). Studi pada wanita Jerman yang mengikuti program fertilisasi in vitro memperlihatkan bahwa polimorfisme gen FSHR membentuk 2 alel yaitu Threonin-Asparagin (TN) dan Alanin Serin (AS) sehingga membentuk 3 variasi alel FSHR. Studi tersebut juga memperlihatkan bahwa genotip FSHR merupakan salah satu faktor yang dapat menentukan respon ovarium wanita Jerman terhadap stimulasi FSH. Tuiuan peneiitian ini adalah untuk mengetahui : a). distribusi variasi alel FSHR pada wanita indonesia dan wanita dan populasi Arab, Suriname, Beianda, dan Asia Tenggara kecuali Indonesia b). perbedaan distribusi genotip FSHR pada wanita normal dengan wanita anovulasi normogonadotropik (WHO tipe-2), c). distribusi genotip dan frekuensi alel FSHR pada wanita Indonesia yang mengikuti program ICSI, d). hubungan antara genotip FSHR dengan kadar basal FSH dan dosis FSH eksogen yang dibutuhkan untuk memicu superovulasi pada wanita Indonesia dan e). perbedaan aktivitas cAMP secara in vitro pada sel granulosa dengan genotip FSHR (posisi 680) yang berbeda setelah distimulasi FSH eksogen. Penelitian dilakukan di Institute of Reproductive of Muenster University, Germany. di Departemen Biologi Kedokteran FKUI dan di NAMRU-2 Jakarta. Analisis gen FSHR dilakukan dengan teknik PCR-RFLP dan PCR-SSCP.
Hasil :
Penelitian memperlihatkan bahwa pada wanita Indonesia dan wanita dari populasi lain (Arab, suriname, Belanda dan Asia Tenggara kecuali Indonesia), gen FSHR membentuk 4 alel FSHR yaitu TN, AS, TS dan AN sehingga terbentuk 9 kombinasi alel gen FSHR. Terdapat perbedaan kadar basal FSH dengan polimorlisme gen FSHR pada wanita anovulasi (posisi 680) namun tidak ditemukan perbedaan dosis FSH eksogen yang diperlukan untuk induksi ovulasi pada wanita anovulasi tersebut. Pada populasi wanita Indonesia yang mengikuti program ICSI tidak ditemukan adanya perbedaan kadar FSH basal dan dosis FSH eksogen yang diperlukan untuk memicu superovulasi bila wanita tersebut dikelompokkan berdasarkan genotip FSHR pada posisi 307 (p> 0,05 Kruskal Wallis test). Terdapat perbedaan kadar FSH basal dan dosis FSH eksogen yang diperlukan untuk memicu superovulasi bila wanita tersebut dikelompokkan berdasarkan genotip FSHR pada posisi 680 (p< 0,05, Kruskal Wallis test). Dengan demikian genotip FSHR pada posisi 680 dapat dijadikan sebagai faktor prediksi yang dapat dipertimbangkan dalam menentukan dosis FSH eksogen untuk superovulasi selain faktor umur dan kadar FSH basal. Terdapat perbedaan aktivitas CAMP pada sei granulosa dengan genotip'FSHR (posisi 680) yang berbeda setelah distimulasi dengan FSH eksogen. Hal ini diperlihatkan dengan adanya nilai absorban cAMP yang lebih rendah pada genotip SS dibandingkan pada genotip SN dan NN.
Kesimpulan :
a). Polimorlisme gen FSHR pada populasi wanita Indonesia dan populasi Arab, Suriname, Belanda dan Asia Tenggara kecuali Indonesia membentuk 9 kombinasi alel gen FSHR. b).terdapat perbedaan distribusi genotip FSHR pada wanita normal (kontrol) dan wanita anovulasi normogonadotropik. c). terdapat hubungan antara genotip FSHR (680) dengan kadar FSH basal dan dosis FSH eksogen yang diperlukan untuk induksi superovulasi pada wanita Indonesia yang mengikuti program lCSl. d) terdapat perbedaan aktivitas cAMP secara in vitro pada sel granulosa dengan genotip FSHR (posisi 680) yang berbeda setelah distimulasi dengan FSH eksogen.

Back Ground and Method :
It has been known that the response to FSH stimulation varies broadly among women undergoing assisted reproduction. The variations of response range from no response! extremely low response to one leading to hyperstimulation syndrome. Hyperstimulation may lead to serious complication manifested in ovarian enlargment and extravasation of fluid to the abdominal cavity resulting in ascites, hypovolemia and hemoconcentration. Recently, two polymorphism of the FSH receptor gene have been identified in position 307 (Alanin or Threonin) and position 680 (Serin or Asparagin). The polymorphisms of FSHR have been known so far where the sensitivity of FSHR is determined by the allelic combination involved. Previous study indicated that the FSHR genotype is one of the critical factors for ovarian response to FSH stimulation. ln this study, we analysed a). frequency distribution of the two FSHR polymorphism in women of different ethnic origin (Arabian, Suriname and Netherland and South of Asia except Indonesian), b). frequency distribution of the two FSH receptor polymorphism in normoovulatory controls and normogonadotropik anovulatory women, c). correlation between the observe FSHR genotype and the response to exogenous FSH for superovulasi inducbon in women undergoing assisted reproduction, d) differences mediated cAMP in granulose cells that stimulated exogenous FSH. Analysed of FSHR gene polymorphism by PCR-RFLP and PCR-SSCP in institute of Reproductive of Muenster University, German, Department of Medical Bioiogy, University of indonesia and Naval Medical Research Unit.
Results :
Polymorphism the FSHR gene in Indonesian women and different population origin (Arabian, Suriname, Netherland and South of Asia except Indonesian) given 9 variation of FSH receptor alel. There were statistically significant differences among patients with different subtypes of FSHR variants for the polymorphism at position 307 and 680 in the FSH basal levels and there were no statistically significant differences among patients with different subtypes of FSHR variants for the polymorphism at position 307 and 680 in the temt of FSH doses to stimulate ovulation. There were no statistically significant differences among patients with different subtypes of FSHR variants for the polymorphism at position 307 in the FSH basal levels and FSH doses to stimulate superovulation in Indonesian women that undergoing assisted reproduction (p> 0,05, Kruskal-Wallis test). There were statistically significant differences among patients with different subtypes of FSHR variants for the polymorphism at position 680 in the FSH basal levels and FSH doses to stimulated superovulation in Indonesian women that undergoing assisted reproduction (p< 0,05, Kruskal-Wallis test). This study indicated that the polymorphism of FSHR gene in position 680 can determinated FSH doses to stimulate superovulation beside age and FSH basal levels. There were differences activity of the cAMP in different FSH genotype in granulosa cells after stimulation of FSH exogenous. The SS genotype has cAMP less than SN and NN genotypes.
Conclutions :
a) FSHR gene polymorphism in Indonesian, Caucasian, Arabian, Suriname and South of Asian women except Indonesian giving rise nine FSHR alel. b) The distribution of both polymorphisms differed significantly between anovulatory patients and nomio-ovulatory controls. c). The distribution of FSHR polymorphisms in position 30? and 680 differed significantly in Indonesian women undergoing ICSI programme in Bunda Hospital, Jakarta. d). The FSH receptor polymorphisms combination SS was associated with higher basal FSH levels and the amount of exogenous FSH needed to induce super ovulation compared SN and NN variants. e). There were differences activity of the CAMP in different FSH genotype in granulose cells after stimulation of FSH exogenous. The SS genotype has cAMP less than SN and NN genotypes.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
D614
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Anita Suryandari
"Penelitian ini bertujuan mengetahui frekuensi mikrodelesi kromosom Y pada pria azoospermia di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode PCR dengan lima STS untuk melihat delesi yang timbul pada tiga subregio (AZFa, AZFb, dan AZFc) dan satu STS untuk mengamplifikasi gen SRY yang merupakan kontrol internal. Dari 35 sampel pria dengan azoospermia terdeteksi dua orang (5,7%) yang mengalami mikrodelesi pada kromosom Y (Yq). Mikrodelesi yang terdeteksi dengan enam STS adalah satu orang mengalami delesi pada sY84 (subregio AZFa) dan RBMY1 (subregio AZFb), dan satu orang mengalami delesi pada sY254 dan sY255 (subregio AZFc). Pemeriksaan delesi kromosom Y sangat dianjurkan pada pria azoospermia yang ingin mengikuti program ICSI untuk menghindarkan kelainan genetik pada keturunannya.

Analysis of Y Chromosome Microdeletion in Indonesian Males. The aim of this study is to find out Y chromosome microdeletion in Indonesian azoospermic men. This study used the PCR method with five STS to locate deletion on three different subregions (AZFa, AZFb, and AZFc) of azoospermic men and one STS to amplify SRY gen which act as an internal control. In this study we detected two of 35 (5,7%) azoospermic men had microdeletion Yq. One had microdeletion on subregion AZFa (sY84) and AZFb (RBMY1) and the other one on subregion AZFc (sY254 and sY255). Therefore microdeletion of the Y chromosome in Indonesian azoospermic men excist. Examination of microdeletion of Y chromosomes in azoospermic men is important if they are going to participate in the Intra Cytoplasmic Infection Program to avoid genetic disorders of their descendants."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library