Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 33 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Djoko Marihandono
"Herman Willem Daendels, French Governor General who controlled the Netherlands colony of East Indie between 1808 and 1811, planned to integrate the highway from the west corner of Java to the east corner. This plan was finished only for one year. He decided to realize his plan on May 5th, 1808, and was planned to be finished one year later. During this construction, he decided to function this highway as a post service. Therefore, he workedout a modern post system administratively. To obtain this goal, he regulated a modern post system in Java, for the sake of public and administrative functions. Under VOC, there was no regular post communication, or the post was regulated badly. Daendels considered post service as an important way for fast communication matter. Therefore, he prepared to avail all crucial infrastructures for post correspondence necessities. Some facilities that he realized were post official corps, horses, carriages, the exact schedule for sending of package, lodging for postmen, etc. This system progressed under the British control. Thomas Stamford Raffles, British Lieutenant Governor of Java, developed the system and facilities of the post service that Daendels had prepared, as an institution for communication, This condition continued to the turning of century as the post serfice was controlled by the public railway company."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2008
JKWE-4-3-2008-67
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Djoko Marihandono
"Sejak usia muda, Sultan Hamengku Buwono II (HB II) telah menunjukkan pribadinya sebagai bangsawan Yogyakarta yang menjaga integritas dan kekuasaan Kesultanan Yogyakarta. Ia menjadi musuh utama Belanda yang dianggap telah melakukan intervensi terlalu jauh dalam kehidupan kraton Yogyakarta yang menurunkan wibawa raja-raja Jawa. Setelah memegang tampuk pemerintahan tahun 1792, ia tetap menunjukkan tekadnya untuk menjunjung tinggi kebesaran tradisi dan kewibawaan Kesultanan Yogyakarta. Hal ini mengakibatkan terjadinya benturan dengan tuntutan dan kepentingan para penguasa kolonial yang ingin memaksakan kehendaknya kepada raja-raja Jawa. Atas dasar itu, Sultan HB II selalu melawan tekanan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial. Sebagai akibat dari sikapnya itu, pemerintah kolonial menggunakan berbagai alasan untuk menurunkan tahtanya. Selama hidupnya, Sultan HB II mengalami dua kali penurunan tahta (tahun 1811 oleh Daendels dan 1812 oleh Raffles), bahkan dibuang sebanyak tiga kali sebagai hukuman yang dijatuhkan kepadanya (Penang 1812, Ambon 1817, dan Surabaya 1825). Pemerintah kolonial akhirnya harus mengakui kewibawaan Sultan HB II yang terdesak sebagai akibat dari pecahnya perang Diponegoro. Ia dibebaskan dari pembuangannya dan dilantik kembali menjadi raja di Yogyakarta. Sampai akhir hayatnya Sultan HB II tidak pernah mau bekerja sama dengan Belanda apalagi untuk menangkap Diponegoro atau menghentikan perlawanannya. Hingga kini masih banyak karya peninggalan Sultan HB II yang mengingatkan pada watak dan masa pemerintahannya. Baik karya sastra, karya seni maupun bangunan fisik mengingatkan pada kebijakan, tindakan dan watak Sultan HB II semasa hidupnya.

Since his younger age, Sultan Hamengku Buwono II indicated that he always refused the Dutch intervention in the sultanate?s palace of Yogyakarta. He became rival of the Dutch governments because of his opinion that the Dutch had intervented too much in the cultural and noble life?s sultanate of Yogyakarta. After his coronation as a sultan in Yogyakarta in 1792, he kept his mind to guard the Java?s glorious tradition and the traditional power of the Sultan. This condition caused a great conflict between the Sultan and the Dutch government. Sultan HB II tried to refuse all the intervention of Dutch Government. As consequences of his character, the colonial government proposed to replace the Sultan with the crown prince. During his life, he accepted twice decoronation (in 1811 by Gouvernor General Daendels and in 1812 by Leutnant General Raflles) and he was exiled three times (Penang in 1812, Ambon in 1817 and Surabaya in 1825). Finally, the Dutch Government recalled him to be a sultan in Yogyakarta to persuade all princes who supported Prince Diponegoro?s revolt. Unfortunately, till his death, he still refused to cooperate with the colonial government. To the present, there are many works of this sultan as: literary works, philosophy, arts dan physical buildings, which describes his characters toward the colonial government.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2008
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Immaculatus Djoko Marihandono
"Penelitian ini membahas Perkembangan Tematis Syair Lagu Anak-Anak dekade tahun 70-an hingga 90-an. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan psikologis, seperti Masa Pertumbuhan Anak, Perkembangan Kognisi Anak.
Tema syair lagu anak-anak pada dekade tahun 1990-an lebih kaya bila dibandingkan dengan tema dua dekade sebelumnya. Namun dilihat dari segi kualitasnya perkembangan tema lagu tahun 1990-an lebih rumit bila dibandingkan dengan periode sebelumnya. Sebagai orang tua yang ingin mencari lagu anak-anak, diperlukan kewaspadaan agar anak tidak terjerumus pada hal-hal yang tidak diinginkan dalam perkembangan kepribadiannya.
Sebagai orang tua yang ingin mencari lagu anak-anak, diperlukan kewaspadaan agar anak tidak terjerumus pada hal-hal yang tidak diinginkan dalam perkembangan kepribadiannya."
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 1998
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Immaculatus Djoko Marihandono
"Pendahuluan
Manusia adalah mahluk sosial yang tidak dapat hidup dan memenuhi semua kebutuhannya sendiri sehingga dalam aspek kehidupannya, manusia selalu berhubungan dengan sesamanya. Dalam berkomunikasi dengan sesama manusia, bahasa memegang peranan yang sangat penting karena fungsi bahasa yang paling utama adalah sebagai alat komunikasi. (Martinet: 1979:9).
Vanoye (1973:13) dalam bukunya Expression Communication menyebutkan bahwa dalam setiap komunikasi selalu terdapat dua pihak yang terlibat dalam komunikasi tersebut. Kedua belah pihak tersebut adalah: yang pertama pengirim berita, dan yang kedua adalah penerima berita.
Dalam penyampaiannya, komunikasi bahasa disampaikan melalui dua cara, yaitu penyampaian bahasa secara lisan dan penyampaian bahasa secara tertulis. Dalam penyampaian bahasa secara lisan, pembicara berhadapan dengan kawan bicara. Dalam penyampaian bahasa seperti ini, mimik, gerakan tangan serta intonasi dapat membantu pemahaman berkomunikasi. Lain halnya dengan penyampaian bahasa secara tertulis. Penyampaian komunikasi melalui bahasa tulis merupakan realisasi dari pengungkapan grafis dari bahasa lisan."
Depok: Fakultas Ilmu Pengatahuan Budaya Universitas Indonesia, 1994
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Immaculatus Djoko Marihandono
"Sejak VOC menguasai wilayah Hindia Timur, banyak masalah tidak pernah ditangani secara tuntas oleh pemerintah. Masalah-masalah itu antara lain pemberantasan korupsi, penyuapan kepada penguasa dengan dalih pemberian hadiah, atau penyelewengan lain yang merugikan pemerintah. Masalah itu seakan telah mengakar dan "membudaya", sehingga sulit untuk diatasi. Upaya mengatasi penyelewengan itu pernah dilakukan. Namun, sejak kapan upaya untuk mengatasi masalah-masalah itu pernah dilakukan, merupakan pertanyaan yang dapat dijawab oleh sejarawan, khususnya yang mempelajari sejarah kolonial.
Berkaitan dengan upaya menertibkan sistem administrasi pemerintahan pada masa kolonial, diketahui bahwa pembenahan itu pernah dilakukan dan dimulai pertama kali oleh Gubemur Jenderal Herman Willem Daendels (selanjutnya disebut Daendels) yang menjabat Gubernur Jenderal di wilayah koloni Hindia Timur dari tanggal 14 Januari 1808 hingga 16 Mei 1811 (3 tahun 4 bulan). Daendels melakukan upaya itu dalam rangka melaksanakan perintah yang diberikan oleh Napoleon Bonaparte kepadanya, yang saat itu menguasai Belanda.
Daendels disebut sebagai "orang asing" oleh orang Eropa yang bertugas di Batavia. Hal ini disebabkan karena sebelum kedatangannya di Jawa, ia belum pemah bekerja atau bahkan belum pernah mengunjungi wilayah koloni ini. Daendels tidak memiliki pengalaman karir kolonial. Padahal, telah menjadi kebiasaan di koloni Hindia Timur, yang menjadi Gubernur Jenderal di Hindia Timur adalah para pejabat Eropa yang telah bertugas di wilayah ini, khususnya kelompok penguasa di Batavia. Mereka itu biasanya menjadi sumber bakal calon Gubernur Jenderal dan Gubernur.
Selain disebut sebagai "orang asing", Daendels juga disebut sebagai seorang "revolusioner" oleh para sejarawan. Sebutan itu diberikan kepadanya karena sebelum ditugaskan menjadi Gubernur Jenderal, ia menjadi bagian dari penganut paham Revolusi Prancis yang sangat dikaguminya. Ia adalah pemimpin patriot, bahkan bersama dengan pasukan Prancis, ia menyerbu Belanda dan berhasil menggulingkan Republik Belanda Bersatu (Republiek der Verenigde Nederlanden) yang dianggap bersekutu dengan pihak Inggris dan Prusia Daendels juga membantu upaya Prancis dalam mendirikan Republik Bataf di Belanda (Ong Hok Ham 1991:107)
Ong Hok Ham juga menyatakan bahwa Republik Bataf memiliki ciri pemerintahan yang sentralistis dan birokratis. Dikatakan sentralistis karena semua hal yang berkaitan dengan kenegaraan diatur oleh pusat, sementara disebut birokratis karena pemerintahan dijalankan oleh pegawai pemerintah yang memiliki hirarki dan jenjang jabatan. Dengan pemerintahan seperti ini, Belanda dan Prancis dianggap sebagai dua negara pertama di Eropa yang menerapkan birokrasi modern. Belanda meniru Republik Prancis yang baru, khususnya setelah kemenangan kelompok Unitaris, yang menggunakan sistem pemerintahan yang sentralistis dan demokratis.
Pada tahun 1806, Republik Bataf dibubarkan. Sebagai gantinya, didirikan pemerintahan kerajaan di bawah kekuasaan Raja Belanda Louis Napoleon, adik kandung Napoleon Bonaparte. Ia menjadi Raja Belanda dari tahun 1806 hingga 1810. Setelah penandatangan kesepakatan Rembouillet (Juli 1810), negara Belanda dijadikan bagian dari kekaisaran Prancis di bawah kekuasaan Napoleon Bonaparte.
Konflik antara Prancis dan Inggris tidak dapat dilepaskan dari sejarah kedua bangsa Eropa itu. Konflik yang sering diikuti dengan perang bermula dari abad XIV, sejak Prancis diperintah oleh raja Charles VII (1403-1461). Konflik antardua negara ini terus berlangsung sarnpai masa Napoleon Bonaparte berkuasa. Bahkan hingga akhir abad XX, hubungan kedua negara itu masih sering menemui kendala. Oleh karena itu, untuk memahami pembenahan yang dilakukan oleh Daendels dan kebijakannya di Hindia Timur dari tahun 1808-1811 hal itu hanya bisa dipahami dalam konteks sejarah Eropa pada awal abad MX."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2005
D544
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Immaculatus Djoko Marihandono
"Napoleon Bornaparte was great French Emperor. Based on the constitution of 22 Frimaire I'an VII (December 13, 1799) Napoleon Bornaparte took place the directory governance as first consul (Primier consul) together with combacerres as second consul and lebrun as third consul. As first consul, Napoleon Bonaparte had a special right that the others. He took role as chief of state. In this constitution, it was written that Bonaparte was pointed as first consul. It means that the constitution was made for him. Based on the amandement of the constitution in 1892, dated 16 thermidor 1 'An X I August 4 1802), the constitution mentioned Napoleon as the long life consul. This condition brought out many consequences, especially in all over French Metropolitan. Napoleon became a dictator. He had right to gover alon without consulting with other highest principal institution.After murder trial to Napoleon, Frech people send a petition to the parliament to change the form state into a Kingdom State. Therefore,based on the Constitution of 28 Floreal I'An XII (May 18,1804) the French state became a French Kingdom. Napoleon Bonaparte was pointed as French Emperor. He received full executive power. He arranged all the country as a modern state and built transnational roads connecting Paris with 25 other countries in Europe.Napoleon brought French Nation to be great country and the integrated many countries under his authority."
2007
JKWE-III-1-2007-55
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Immaculatus Djoko Marihandono
"During dutch colonization, Java island was not only famous as one of the island in East India Archipelago which produced spices but also prepared workers who had a good endurance to fulfill the needs of colonial exploitation. This situation lasted since the beginning of VOC until Daendels 'arrival, new Governor General in 1808. As a new holder of the highest power in Java , he had received two basic orders from Napoleon Bonaparte, French Emperor,who controlled Dutch at this moment i.e.to defend Java against the attack of British naval fleet, and to improve Dutch colonial administration in Java.During his governance, Deandels tried to apply well operation's instruction that given by louis Napoleon, Emperor Napoleon Bonaparte's brother who had been installed as King of Holland. In terms of the Rembouillet Treaty in 1810, the Emperor decided to govern himself Holland because it had a geographically strategic position vis-a-vis British naval strengh in defending Europe. The governmental change in Holland brought out many consequences, especially in all Dutch colonies included Java. After receiving instruction from the Minister of Marine and Colony, Dandels stated that Java was a territory under France Emperor's protection. The commander in chief of British admiralty in Port Loui ordered to Lord Minto, British Governor General in Madras, India for preparing a grand design to subdue Java. After Deandels' statement that Java was an inseparable part of French's global influence sphere, British admiralty took an important decision that Java had to be invaded and controlled.So British government in London agreed the admiralty's plan to mobilize all naval strength in South Africa and Ceylon for attack preparation againts to combined French-Dutch army in Java. According the decision, the attack would be launched in August, 1811. This great event changed Java's strategically value from a spice island to be a strategically central point for the European colonial politic constilation."
2006
JKWE-II-2-2006-51
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Immaculatus Djoko Marihandono
Bandung: Kereta Api Indonesia (Perseso), 2016
385 DJO d
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Immaculatus Djoko Marihandono
Yogyakarta: Banjar Aji, 2008
959.8 MAR s
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Immaculatus Djoko Marihandono
Jakarta: UI-Press, 2010
PGB 0252
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>