Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 22 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Djamaluddin
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh parameter las terhadap sifat mekanik dari sambungan las pada fabrikasi bejana tekan. Dalam penelitian ini dipelajari arus pengelasan terhadap sifat mekanis ( sifat tarik, kekerasan, ketangguhan ) dan struktur mikro pada pengelasan baja paduan rendah SA-516 Gr 70 yaitu material yang banyak digunakan untuk pembuatan bejana tekan. Pengelasan menggunakan proses las busur rendam dengan Voltase dan kecepatan pengelasan tetap, sehingga panas masuk (heat input) yang diberikan hanya tergantung pada arus listrik. Penelitian dilakukan dengan pengelasan menggunakan arus listrik 400 A, 500 A dan 600 A. Pelat baja yang telah dilas selanjuLnya diuji untuk menentukan sifat tarik,. kekera--san, ketangguhan dan struktur mikro. Dari penelitian ini diperoleh bahwa besarnya arus pengelasan yang ideal untuk mendapatkan nilai kuat tarik dan kuat pukul (harga impact) maksimal adalah dengan menggunakan arus pengelasan, sebesar 400 A.
1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Idham Djamaluddin
Abstrak :
Negara - negara ASEAN yang secara georafis berada di daerah Asia tenggara merupakan daerah tujuan wisatawan baru yang berkembang pesat. Pada sisi kesediaan ada faktor warisan/pusaka yang mempunyai nilai sejarah, keanekaragaman alam, seperti sinar matahari yang cukup, pemandangan alarn seperti pantai, hutan wisata, taman taut, yang dapat dijadikan potensi besar untuk menarik wisatawan asing untuk berkunjung ke wilayah ini. Dalam studi ini menggunakan gravity model yang diaplikasikan dalam sektor pariwisata dengan tujuan untuk melihat permintaan wisatawan asing di ASEAN-5 dengan menganalisis kedatangan wisatawan asing dari 16 negara asal dengan data panel. Variabel yang digunakan adalali GDP, harga di daerah tujuan, harga di daerah pesaing, biaya transportasi, penggunaan internet dan jumlah populasi usia 16-64 tahun di negara asal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa permintaan wisatawan asing ke ASEAN-5 secara umum dipengaruhi oleh GDP daerah tujuan, seperti halnya Malaysia dan Singapura, sedangkan di Indonesia, Thailand dan Philipina mempunyai hubungan yang berlawanan. GDP di negara asal secara signifikan berpengaruh terhadap permintaan wisatawan di negara Malaysia, Thailand dan Philipina, sedangkan di Indonesia dan ASEAN-5 secara umum, mempunyai pengaruh yang berlawanan. Permintaan wisatawan sangat sensitif akan perubahan harga, baik itu harga domestik maupun harga di daerah pesaing. Perubahan harga domestik berpengaruh secara signifikan di Thailand, Philipina dan Singapura, sedangkan di ASEAN-5 secara umum mempunyai arah yang berlawanan. Perubahan harga di daerah pasaing secara signifikan mempengaruhi kinjungan wisatawan ke ASEAN-5. Penggunaan Internet dan jumlah populasi di negara asal mempunyai pengaruh yang berbeda-beda. Sedangkan transportation cost tidak mempunyai pengaruh terhadap kunjungan wisatawan asing ASEAN-5.
ASEAN countries, located geographically within South-East Asia, are currently popular tourism destinations. In terms of attractions they have inherited factors which have highly historical values and natural mixture such as a long period of sun, nature view (beach, forest tourism, and maritime tourism). These attractions have a significant potential to be a magnet for foreign tourist to visit the regions. The study is based on gravity model in tourism practices. This dissertation is essentially aimed to determine a foreign tourists demand within ASEAN-5 by analyze foreign tourists arrivals from 16 different originated countries using panel data. Variable are GDP, price in the destinations, and price in the competitor destinations, transportation cost, and internet access and population range from 16-64 year old in the originated countries. The analysis revealed that foreign. Tourist demand to ASEAN-5 mostly influences by destinations' GDP, in cases like Malaysia and Singapore; however in Indonesia, Thailand, and Philippine has the opposite result. GDP in the originated countries are significantly influenced to tourist demand in Malaysia, Thailand, and Philippine, on the other hand, the influences doesn't affect to Indonesia and ASEAN-5. Tourist demand is very sensitive to prices fluctuation, whether in domestic prices and competitor regions. Domestic prices fluctuation are considerably influenced to Thailand, Philippine and Singapore, yet in ASEAN-5 doesn't have any affect what so ever. The price fluctuation in competitor regions are considerably influenced tourist visit to ASEAN-5. Internet access and population in the originated countries are varied in their consequences. Then, transportation cost doesn't have any influence to foreign tourists visit to ASEAN-5.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T17198
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dasman Djamaluddin
Abstrak :
Temuan kajian ini adalah bahwa Harlan Merdeka, salah satu surat kabar perjuangan, yang khusus berbicara mengenai politik dan lahir pada tanggal 1 Oktober 1945, sangat konsisten melaksanakan garis politiknya hingga pendirinya B.M.Diah meninggal dunia pada tanggal 10 Juni 1996. Pada awal tahun 1950-an, muncul istilah Personal Journalism, sebuah corak jumalistik yang berkembang setelah penyerahan kedaulatan dari Belanda. Istilah ini begitu lekat pads Harian Merdeka, sehingga nama Harlan Merdeka tidak dapat dilepaskan dari nama pendirinya B.M.Diah. Sebaliknya, nama B.M.Diah tidak dapat dilepaskan pula dari nama Harlan Merdeka yang didirikan dan dipimpinnya. Yang menjadi ciri khas di Harian Merdeka adalah munculnya istilah personal journalism tidak didahului oleh subyektifitas B.M.Diah, tetapi lebih terkait dengan sikap B.M.Diah yang konsekuen melaksanakan garis politik yang telah digariskannya, baik dalam berita-berita, editorial, gagasan atau pikiran-pikiran di surat kabar yang dipimpinnya. Ini pula yang menjadi salah satu faktor mengapa Harian Merdeka mampu bertahan lama bila dibandingkan dengan surat kabar lain di masa perjuangan. Jika pada akhirnya muncul istilah Kerajaan B.M.Diah dan Keluarga Besar B.M.Diah, hal itu adalah aki.bat dari sikap konsekuennya tersebut. Pada waktu itu, berdasarkan kenyataan di lapangan, hanya B.M.Diah yang mampu memahami ke arah mana surat kabarya berjalan. Inilah ciri khas dari Harian Merdeka yang tidak dapat ditemukan di surat kabar-surat kabar perjuangan semasanya. Bagi masyarakat pers, tentu bisa melihat kelebihan-kelebihan dan kelemahan kelemahan dari personal journalism yang diterapkan di Harian Merdeka sejak 1945-1996 tersebut. Kelebihan dan kelemahan ini sudah tentu dapat dijadikan masukan berharga bagi perkembangan pers Indonesia di masa mendatang. Boleh jadi istilah personal journalism pada masa sekarang bisa saja muncul, baik di media cetak maupun elektronik, karena kelebihan-kelebihan seorang figur di dalam menata dan mengendalikan medianya tidak dapat dikesampingkan begitu saja. Hanya personal journalism yang diterapkan sekarang sudah tentu berbeda dengan personal journalism yang berkembang di masa perjuangan. Untuk itu perlu diberi pemaknaan baru tentang istilah personal journalism
This study discovers that the Merdeka Daily, one of the newspapers of struggle, which especially speaks about politics and was established on 1 October 1945, was very consistent in implementing its political line until the founder B.M.Diah passed away on 10 June 1996. In the early 1950s, a terminology Personal Journalism emerged a journalistic form, which developed after the transfer of sovereignty from the Dutch. This terminology sticks to the Merdeka Daily. Thereby, the name Harian Merdeka (Merdeka Daily) could not be separated from the founder B.M.Diah. Conversely the name B.M.Diah cold not be separated from the name Harian Merdeka, which he established and led. But, what has become the special characteristics in the Merdeka Daily, was that the emergence of the personal journalism terminology was unpreceded by the subjectivity of B.M.Diah, but more related to the behaviour of B.M.Diah who consistently implemented the political line which he had outlined either in the news, in the editorials, in a concept or in his thoughts, in the newspaper he led. It was this, which became one of the factors why was the Merdeka Daily able to survive longer compared to other newspapers in the time of struggle. If eventually the term B.M.Diah Kingdom and B.M.Diah Extended Family, emerged, it was owing to his being consistent. At that time only B.M.Diah who was capable of understanding in which direction is his newspaper going. This was special feature of the Merdeka Daily unlikely to be found in other newspapers of struggle in its period. The press community would have certainly observed the superiorities and weaknesses of personal journalism applied in the Merdeka Daily from 1945 to 1996. The superiority and the weakness could surely be made as invaluable input for the development of the future Indonesian press. It is probable that the personal journalism terminology may emerge at the present time, either in the printed as well as electronic media, because the superiority of a figure in arranging and leading his media cannot be ignored. Only that the personal journalism applied nowadays of course differ from the personal journalism which developed during the time of struggle. Therefore, it needs to be given a new meaning regarding the personal journalism terminology.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2006
T17228
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sartika Djamaluddin
Abstrak :
Sektor produksi dan rumahtangga adalah dua entitas ekonomi yang saling berhubungan. Sektor produksi memegang peranan penting dalam melakukan proses produksi dan menghasilkan barang dan jasa. Adapun rumahtangga berperan penting sebagai penyedia faktor produksi seperti tenaga kerja, modal, tanah atau kewirausahaan. Dalam hat ini maka kedua unit ekonomi tersebut berinteraksi. Hubungan ini tergambar pula dalam perekonomian Jakarta. Metodologi sekaligus basis data yang digunakan dalam studi ini adalah SNSI DKI Jakarta 2000. Analisis pengganda neraca yang diperoleh dari hasil pengolahan data menunjukkan bahwa jika dikembangkan maka seluruh- sektor produksi akan memberikan kenaikan pendapatan terhadap seluruh golongan rumahtangga. Kenaikan pendapatan tertinggi akan dinikmati oleh rumahtangga golongan 10 (kaya), disusul oleh rumahtangga golongan 9 dan seterusnya hingga rumahtangga golongan 1 (miskin) memperoleh kenaikan pendapatan terkecil. Pengaruh terbesar yang diterima oleh rumahtangga miskin (Gol.1) berasal dari sektor angkutan jalan raya (no.39) dengan pengganda neraca sebesar 0,0134.5. Artinya jika terjadi kenaikan pennintaan akhir (omset penjualan) sebesar Rp 100.000 disetiap sektor produksi maka sektor yang memberikan kenaikan pendapatan tertinggi terhadap rumahtangga miskin adalah sektor angku tan jalan raya (no. 39) yaitu sebesar Rp 1.345, disusul kemudian oleh sektor perdagangan besar dan eceran (no. 36), sektor Industri bahan bakar, minyak dan gas (no.31) dan sektor pertanian (no. 22, 23, 24, 25). Adapun sektor produksi yang memberikan kenaikan pendapatan terbesar kepada rumahtangga kaya adalah sektor jasa yang meliputi jasa pemerintahan umum (no. 45) yang memberikan kenaikan sebesar Rp 38.217, jasa sosial kernasyarakatan dan hiburan (no. 46) sebesar Rp 37.014, disusul kemudian oleh jasa bank dan lembaga keuangan non bank (no. 43) sebesar Rp 35.526, sektor perdagangan besar dan eceran (no.36) sebesar Rp 33.278, sektor hotel (no.37) sebesar Rp 32.640 dan sektor industri bahan bakar, minyak dan gas (no. 31) sebesar Rp 32.449. Hal lain yang juga ditemukan dalam studi ini adalah adanya kontribusi scktor produksi di bcrbagai lapangan usaha lcrhadap ketinipangan distrihusi pendapatan rumahtangga di Jakarta. Dengan membandingkan pendapatan disposabe] per rumahtangga antara rumahtangga miskin dan kaya (rasio ketimpangan kayamiskin) maka ketimpangan pendapatan di DKI Jakarta pada tahun 2000 adalah 1 29,38. Berdasarkan fakta ketimpangan tersebut, penulis mengidentifikasi terdapat 16 sektor produksi, dart 26 sektor produksi, yang menghasilkan rasio ketimpangan kaya-miskin kurang dari 29,38. Dengan kata lain ada 16 sektor, yang jika dikembangkan, memberikan pengaruh kecil terhadap ketimpangan distribusi pendapatan. Sektor-sektor ini bergerak dalam aktivitas pertanian, industri, perdagangan, restoran, angkutan dan bangunan. Sektor produksi yang dianggap paling kecil pengaruhnya terhadap distribusi pendapatan atau yang dianggap paling mampu mengurangi ketimpangan pendapatan rumahtangga di Jakarta adalah sektor angkutan jalan raya. Sektor ini ternyata menghasilkan rasio ketimpangan kaya-miskin scbesar 18,73. Melalui pengamatan jalur strukturalnya, sektor angku tan jalan raya ternyata banyak mcnyerap tenaga kerja dan rumahtangga golongan bawah yang bekerja sebagai tenaga kerja produksi, operator alat angkutan, manual (buruh kasar) baik penerima upah dna gaji maupun bukan penerima upah dan gaji. Sementara itu sektor yang dianggap paling besar kontribusinya terhadap ketimpangan distribusi pendapatan adaolah sektor jasa sosial kemasyarakatan dan hiburan. Hasil temuan ini memberikan informasi yang sangat panting kepada pemerintah daerah Jakarta agar berhati-hati dalam menerapkan kebijakan ekonomi di sektor produksi mengingat setiap sektor produksi memiliki kontribusi terhadap ketimpangan distribusi pendapatan rumahtangga. Oleh karena itu guna mengurangi ketimpangan pendapatan di Jakarta maka disarankan pcngcmbangan sektor angkutan jalan raya mendapat prioritas utama, selain sektor-sektor produksi lainnya.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T20372
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dasman Djamaluddin
Abstrak :
Temuan kajian ini adalah bahwa Harian Merdeka, salah satu surat kabar perjuangan, yang khusus berbicara mengenai politik dan lahir pada tanggal 1 Oktober 1945, sangat konsisten melaksanakan garis politiknya hingga pendirinya B.M. Diah meninggal dunia pada tanggal 10 Juni 1996. Pada awal tahun 1950-an, muncul istilah Personal Journalism, sebuah corak jurnalistik yang berkembang setelah penyerahan kedaulatan dari Belanda. Istilah ini begitu lekat pada Harlan Merdeka, sehingga nama Harlan Merdeka tidak dapat dilepaskan dari nama pendirinya B.M. Diah. Sebaliknya, nama B.M. Diah tidak dapat dilepaskan pula dari nama Harlan Merdeka yang didirikan dan dipimpinnya. Yang menjadi ciri khas di Harian Merdeka adalah munculnya istilah personal journalism tidak didahului oleh subyektifitas B.M. Diah, tetapi lebih terkait dengan sikap B.M. Diah yang konsekuen melaksanakan garis politik yang telah digariskannya, baik dalam berita-berita, editorial, gagasan atau pikiran-pikiran di surat kabar yang dipimpinnya. Ini pula yang menjadi salah satu faktor mengapa Harian Merdeka mampu bertahan lama bila dibandingkan dengan surat kabar lain di masa perjuangan. Jika pada akhirnya muncul istilah "Kerajaan B.M. Diah" dan "Keluarga Besar B.M. Diah", hal itu adalah akibat dari sikap konsekuennya tersebut. Pada waktu itu, berdasarkan kenyataan di lapangan, hanya B.M. Diah yang mampu memahami ke arah mana surat kabarnya berjalan. Inilah ciri khas dari Harlan Merdeka yang tidak dapat ditemukan di surat kabar-surat kabar perjuangan semasanya. Bagi masyarakat pers, tentu bisa melihat kelebihan-kelebihan dan kelemahan-kelemahan dari personal journalism yang diterapkan di Harlan Merdeka sejak 1945-1996 tersebut. Kelebihan dan kelemahan ini sudah tentu dapat dijadikan masukan berharga bagi perkembangan pers Indonesia di masa mendatang. Boleh jadi istilah personal journalism pads masa sekarang bisa saja muncul, baik di media cetak maupun elektronik, karena kelebihan-kelebihan seorang figur di dalam menata dan mengendalikan medianya tidak dapat dikesampingkan begitu saja. Hanya personal journalism yang diterapkan sekarang sudah tentu berbeda dengan personal journalism yang berkembang di masa perjuangan. Untuk itu perlu diberi pemaknaan baru tentang istilah personal journalism". ......This study discovers that the Merdeka Daily, one of the newspapers of struggle which especially speaks about politics and was established on 1 October 1945, was very consistent in implementing its political line until the founder B.M. Diah passed away on 10 June 1996. In the early 1950s, a terminology Personal Journalism, emerged. a journalistic form which developed after the transfer of sovereignty from the Dutch. This terminology sticks to the Merdeka Daily. Thereby, the name Harian Merdeka (Merdeka Daily) could not be separated from the founder B.M. Diah. Conversely the name B.M. Diah cold not be separated from the name Harian Merdeka , which he established and led. But, what has become the special characteristics in the Merdeka Daily, was that the emergence of the personal journalism terminology was unpreceded by the subjectivity of B.M. Diah,'' but more related to the behaviour of B.M. Diah who consistently implemented the political line which he had outlined either in the news, in the editorials, in a concept or in his thoughts, in the newspaper he led. It was this which became one of the factors why was the Merdeka Daily able to survive longer compared to other newspapers in the time of struggle. If eventually the term " B.M. Diah Kingdom" and "B.M. Diah Extended Family," emerged, it was owing to his being consistent. At that time only B.M. Diah who was capable of understanding in which direction is his newspaper going. This was special feature of the Merdeka Daily unlikely to be found in other newspapers of struggle in its period. The press community would have certainly observed the superiorities and weaknesses of personal journalism applied in the Merdeka Daily from 1945 to 1996. The superiority and the weakness could surely be made as invaluable input for the development of the future Indonesian press. It is probable that the personal journalism terminology may emerge at the present time, either in the printed as well as electronic media, because the superiority of a figure in arranging and leading his media cannot be ignored. Only that the personal journalism applied nowadays of course differ from the personal journalism which developed during the time of struggle. Therefore, it needs to be given a new meaning regarding the personal journalism terminology";"This study discovers that the Merdeka Daily, one of the newspapers of struggle which especially speaks about politics and was established on 1 October 1945, was very consistent in implementing its political line until the founder B.M. Diah passed away on 10 June 1996. In the early 1950s, a terminology Personal Journalism, emerged. a journalistic form which developed after the transfer of sovereignty from the Dutch. This terminology sticks to the Merdeka Daily. Thereby, the name Harian Merdeka (Merdeka Daily) could not be separated from the founder B.M. Diah. Conversely the name B.M. Diah cold not be separated from the name Harian Merdeka , which he established and led. But, what has become the special characteristics in the Merdeka Daily, was that the emergence of the personal journalism terminology was unpreceded by the subjectivity of B.M. Diah,'' but more related to the behaviour of B.M. Diah who consistently implemented the political line which he had outlined either in the news, in the editorials, in a concept or in his thoughts, in the newspaper he led. It was this which became one of the factors why was the Merdeka Daily able to survive longer compared to other newspapers in the time of struggle. If eventually the term " B.M. Diah Kingdom" and "B.M. Diah Extended Family," emerged, it was owing to his being consistent. At that time only B.M. Diah who was capable of understanding in which direction is his newspaper going. This was special feature of the Merdeka Daily unlikely to be found in other newspapers of struggle in its period. The press community would have certainly observed the superiorities and weaknesses of personal journalism applied in the Merdeka Daily from 1945 to 1996. The superiority and the weakness could surely be made as invaluable input for the development of the future Indonesian press. It is probable that the personal journalism terminology may emerge at the present time, either in the printed as well as electronic media, because the superiority of a figure in arranging and leading his media cannot be ignored. Only that the personal journalism applied nowadays of course differ from the personal journalism which developed during the time of struggle. Therefore, it needs to be given a new meaning regarding the personal journalism terminology.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2007
T38593
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sartika Djamaluddin
Abstrak :
Studi ini bertujuan untuk mengukur nilai kualitas hidup kota berdasarkan besarnya kompensasi yang bersedia dibayarkan rumah tangga terhadap kenyamanan fasilitas publik kota. Pengukuran kenyamanan dilakukan dengan menggunakan model Hedonik Berger-Blomquist-Hoehn yang dikembangkan. Hasil pengukuran tersebut digunakan untuk Menganalisis perkembangan nilai kualitas hidup kota, mengidentifikasi sektor-sektor publik yang menjadi sumber perubahan kenyamanan kota serta menganalisis variasi kenyamanan antar kota. Pengukuran dilakukan terhadap 28 kota di Pulau Jawa tahun 2002 dan 2005. Pengukuran indeks kualitas hidup menggunakan basis data Survei Ekonomi Nasional (susenas) core dan Potensi Desa (podes). Jumlah total individu yang libatkan pada estimasi model hedonik upah adalaha sebesar 30.007 individu tahun 2002 dan 34.760 individu tahun 2005. Adapun otal rumah tangga ang dilibatkan adalah sebesar 21.439 rumah tangga pada tahun 2002 da 24.530 rumah tangga pada tahun 2005. Hasil pengukuran IKH menunjukkan bahwa kualitas hidup kota di Pulau Jawa pada tahun 2002 dan tahun 2005 sangat bervariasi. Beberapa kota mengalami peningkatan kualitas hidup seperti Kota Tangerang, Magelang, Surakarta, Salatiga dan Semarang. Penurunan kualitas hidup hampir terjadi di semua kota besar diantaranya kota-kota di DKI Jakarta, Surabaya, Yogyakarta, Bandung, dan Malang mengalami penurunan kualitas hidup. Perbedaan kualitas hidup antar kota berpotensi mendorong terjadinya migrasi. Rumah tangga cenderung pindah menuju kota yang kualitas hidupnya tinggi. Guna membatasi masuknya migran, pemerintah kota dapat mengenakan kebijakan (sejenis pajak) kepada migran maksimum senilai perbedaan kualitas hidup antar kota tujuan dan asal migrasi. Sebaliknya jika beniat mendorong masuknya migran, pemerintah dapat mengenakan kebijakan (sejenis subsidi), minimun sebesar perbedaan kualitas hidup antar kota tujuan dan asal migrasi. Selain mengetahui nilai kenyamanan kota secara total, analisis dekomposisi memungkinkan pemerintah mengidentifikasi sektor-sektor apa saja yang memberikan kontribusi signifikan terhadap perubahan kualitas hidup suatu kota, baik secara menyeluruh maupun parsial. Analisis tersebut juga mampu menunjukkan pergeseran peranan masing-masing sektor publik antara waktu. Sebagai studi aplikasi pertama yang mengukur nilai kualitas hidup atau kenyamana kota di Indonesia, penulis berharap studi-studi lanjutan dapat dikembangkan di masa akan datang guna menganalisis hubungan antara kualitas hidup dengan variabel-variabel ekonomi lainnya, seperti migrasi, investasi daerah, pertumbuhan kota. ......The objective of the study is to measure the quality of life according to the amount a household is willing to pay as a compensation for the public facilities in their cities. The level of amenities is measured by using Hedonic Model developed by Berger-Blomquist-Hoehn. The result will be used in analyzing the progress of the quality of life in each town, identifying certain public sectors which drive changes in amenities level as well as analyzing the amenities variation among the cities. The study, which measures the quality of life of 28 cities in Java during 2002 and 2005, is making use of data from National Social Economic Survey (susenas) and Village Potential Statistics (podes). In total, thc number of individual observation involved in hedonic wage model estimation was 30,007 in 2002 and 34,760 in 2005. ln addition, the number of households being involved in 2002 and 2005 amounted to 21,439 and 24,530 households respectively. The result of the quality of life index measurement shows that quality of life in cities in Java both in 2002 and 2005 quite vary. Among the cities which experienced an improved quality of life including Tangerang, Magelang, Surakarta, Salatiga and Semarang. In the contrary, a decrease in quality of life almost took place in all other big cities such as Surabaya, Yogyakarta, Bandung, Malang and all cities in Jakarta Provinces. In fact, the difference level of quality of life among the cities may potentially drive migration in which people tend to move to other city with higher quality of life. ln order to restrict migration to their town, the local government CBI) apply certain policy (such as tax) to the migrants as much as maximum the quality of life?s difference between the migrants? city and the destination city. However if local government wants to attract migrants coming to their towns, they can apply a favorable policy such as certain subsidy to the migrants at least as much as the quality of life?s difference between the migrants? city and the destination city. Through decomposition analysis, the government may not only able to know the city?s quality of life in total but also able to identify each sector?s contribution to the quality of life?s changes within the city. The analysis can show any changes in each public sector's role every year. As the first study which measures quality of life index in Indonesia, the author is expecting some relevant studies which take in to account other variables such as migration, regional investment and city?s growth to be done in the near fiiture.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2009
D969
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sartika Djamaluddin
Abstrak :
Tujuan utama skripsi ini adalah menyelidiki tingkat mobilitas modal Indonesia. Bagi Otoritas moneter, tingkat mobilitas modal dapat dijadikan sebagai salah satu bahan evaluasi untuk melihat efektivitas kebijakan makroekonominya -fiskal dan moneter- terhadap peningkatan output perekonomian. Pengukuran tingkat mobilitas modal Indonesia saya lakukan dengan menggunakan model Peter Montiel dan Nadeem U. Hague (1989). Model ini saya olah dengan menggunakan metode OLS (ordinary Least Square). Hasil pengukuran tersebut adalah tingkat mobilitas modal Indonesia dalam periode ini ternyata tinggi, yaitu dengan indeks 0.73 dalam kisaran o (nol) hingga 1 (satu). Implikasinya, menurut Mundell-Fleming (1963), dalam jangka pendek kebijakan moneter efektif untuk meningkatkan output perekonomian tetapi dalam jangka panjang kebijakan moneter harus didukung oleh kebijakan fiskal yang eskspansif. Tingkat mobilitas modal yang tinggi merupakan sinyal yang penting bagi sektor swasta untuk berhati-hati terhadap pinjaman luar negerinya. Tingkat mobilitas modal yang tinggi mencerminkan semakin besarnya potensi terjadinya capital inflow dan capital outflow yang. nantinya akan sangat mempengaruhi kondisi stabilitas makroekonomi.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2000
S19257
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurlaila Djamaluddin
Abstrak :
Masalah adopsi atau pengangkatan anak ini bukan suatu masalah baru lagi karena masalah adopsi atau pengangkatan anak ini sudah ada sejak dulu. Dalam perkembangan masyarakat dewasa ini tujuan utama dari pengangkatan anak telah bergeser, kalau pada waktu tujuan utama dari pengangkatan anak adalah untuk meneruskan keturunan dan yang boleh diangkat adalah anak laki-laki. Tapi, untuk masa sekarang ini tujuan dari pengangkatan anak untuk menolong anak-anak yang terlantar dan memberikan kepada mereka kesejahteraan lahir dan batin. Pengangkatan anak atau adopsi dilakukan dengan motif yang berbeda-beda salah satunya adalah mengangkat anak sebagai pancingan yang berarti bahwa dengan mengangkat anak maka pasangan suami-isteri ini akan memperoleh anak sendiri. Hal ini merupakan suatu kepercayaan yang masih tumbuh dalam masyarakat. Selain itu motif mengangkat anak yang lain adalah karena merasa iba atau kasihan terhadap anak miskin atau yang terlantar. Dan motif mengangkat anak harus mengutamakan kepentingan si anak bukan untuk memenuhi kepentingan orangtua yang mengangkatnya. Sehingga dalam hal ini muncul Lembaga Pengangkatan Anak yang bertujuan untuk membantu masyarakat atau keluarga yang ingin mengangkat anak dan juga untuk melindungi kepentingan si anak. Lembaga Pengangkatan Anak ini sangat membantu sekali dan mempunyai peranan yang sangat penting dalam masyarakat. Dan dalam perkembangan masyarakat dewasa ini peraturan yang mengatur tentang adopsi atau pengangkatan anak ini masih dianggap memadai selama menunggu dibuatkan suatu undang-undang yang khusus mengatur tentang adopsi. Tapi, kepentingan masyarakat semakin banyak dan hubungan antara bangsa yang satu dengan yang lain juga semakin luas maka sangat diperlukan suatu undang-undang yang khusus mengatur tentang adopsi karena adopsi itu sendiri tidak hanya terjadi pada warganegara Indonesia tetapi juga terjadi pada warganegara Asing yang mengangkat anak Indonesia.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1997
S20698
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dasman Djamaluddin
Jakarta: Grasindo , 1998
920 DAS j
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Dasman Djamaluddin
Jakarta: Pustaka Merdeka, 1992
920.5 DAS b
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>