Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
Dita Okta Sesia
Abstrak :
Tindak Pidana Pencucian Uang yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 adalah tindak pidana yang mempunyai karakteristik sebagai tindak pidana yang white collor crime, hal ini berhubungan dengan pelaku yang mempunyai kekuatan ekonomi ataupun kekuatan politik, subjek atau pelaku tindak pidana individu sebagai manusia dan juga dapat sebuah korporasi yang berbentuk organitation crimes dengan lalu lintas batas wilayah Negara atau transnasional. Dalam hal ini terdapat satu kasus yang berkaitan dengan hal tersebut yaitu kasus L/C fiktif Bank BNI berdasarkan putusan Nomor: 1982/PID.B/2004/PN.Jak.Sel) dengan terdakwa Adrian Herling Waworuntu. Pokok permasalahan yang timbul sehubungan dengan kasus L/C fiktif Bank BNI, yaitu dalam hal bagaimana ketentuan mengenai pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang yang berlaku di Indonesia serta bagaimana penggunaan L/C dalam perdagangan ekspor impor dapat dipakai sebagai upaya pencucian uang. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kepustakaan dan metode wawancara.
The criminal act of money laundering as governed by Law Number 15 of 2002 on the Money Laundering Criminal Act as amended by Law Number 25 of 2003 is by character a criminal act that can be considered as a white collar crime. This takes the consideration of the actor of the crime which has the economical and political power, in addition to the subject or the perpetrator of the crime which can be both natural person and corporation such as crime organization acting in transnational and crossborder sphere. That being said, there is a relevant case, being the fraud L/C case of BNI Bank pursuant to court decision Number 1982/PID.B/2004/PN.Jak.Sel with Adrian Herling Waworuntu as the defendant. The main issue with regard to this case is how the regulations concerning the eradication of money laundering crime which prevails in Indonesia and L/C regulations for international trade (export-import) can be applied as a method of money laundering. The methodology for this research is literature study and interview.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T27936
UI - Tesis Open Universitas Indonesia Library
Dita Okta Sesia
Abstrak :
Perkembangan dunia usaha mengakibatkan adanya perkembangan
pula dalam pembuatan perjanjian yang mengandung klausulaklausula
yang dianggap memenuhi keinginan para pihak dalam
berkontrak. Di dalam perjanjian untuk mengantisipasi halhal
yang mungkin timbul di kemudian hari, maka para pihak
di dalam suatu perjanjian mencantumkan Klausula Keadaan
Darurat. Keadaan Darurat yang biasa dikenal dengan istilah
Force Majeure diartikan sebagai suatu kejadian yang terjadi
di luar kekuasaan para pihak, dimana pihak tersebut tidak
dapat menduga kejadian tersebut pada waktu perjanjian
dibuat atau tidak dapat menghindari atau mengatasi
akibatnya. Penulis menyoroti permasalahan mengenai
perumusan klausula Keadaan Darurat di dalam suatu
perjanjian serta risiko yang harus ditanggung oleh para
pihak dalam hal terjadi peristiwa Keadaan Darurat,
sedangkan metode penelitian yang digunakan dalam penulisan
skripsi ini adalah metode penelitian hukum normatif dan
metide penelitian deskriptif analisis. Dalam penelitian ini,
penulis akan memperbandingkan Klausula Keadaan Darurat
antara Perjanjian Graha Sucofindo dengan Perjanjian Direct
Contract. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan
dilatarbelakangi oleh Kedua perjanjian yang mencantumkan
Klausula Keadaan Darurat, maka Perjanjian Graha Sucofindo
dan Perjanjian Direct Contract memiliki perbedaan dan
persamaan dari segi definisi, teori, risiko, dan bentuk
Keadaan Darurat dalam hal pencantuman Klausula Keadaan
Darurat. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Force
Majeure diatur di dalam Pasal 1244 KUHPerdata dan 1245
KUHPerdata. Kedua pasal ini terdapat di dalam bagian yang
mengatur tentang ganti rugi. Pasal 1244 KUHPerdata dan
pasal 1245 KUHPerdata mengatur suatu hal yang sama, yaitu
dibebaskannya si debitur dari kewajiban mengganti kerugian,
karena suatu kejadian yang dinamakan Keadaan Darurat dalam
perjanjian. Klausula tentang overmacht atau force majeure
atau biasa disebut Keadaan Memaksa merupakan suatu klausula
yang penting. Oleh karena itu, sebaiknya klausula Keadaan
Darurat selalu dicantumkan dalam perjanjian untuk melakukan antisipasi yang mungkin timbul di kemudian hari dan berakibat langsung terhadap pelaksanaan perjanjian.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
S21380
UI - Skripsi Open Universitas Indonesia Library