Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Didik Pradjoko
"ABSTRAK
Wali Sanga: kang ingsun tresnani, ja wadi ja sumelang, anindakna Kuran Ian Kadise, tindak nabi miwah para ngalim tindakna kang kemit nyebaraken agami Islam kang mancorong, agamane para nabi kabeh, miwah para ratu-ratu Jawi dumugi semangkin, Islam kang den enut.
Wali Sanga: yang saya cintai , jangan takut, jangan khawatir. menjalankan perintah Qur'an dan Hadist, tindakan para nabi bersama orang-orang alim. jalankan dengan kesadaran ... menyebarkan agama Islam yang bersinar-sinar, agamanya semua nabi, jugs para raja-raja Jawa sampai sekarang, Islam yang di anut...
Judul utama tulisan ini diilhami oleh isi makalah Nancy K. Fiorida yang dipresentasikan dalam Simposium Tradisi Tulis Indonesia beberapa bulan yang lalu. Dalam makalahnya Nancy menyitir sebuah roman karya Louis Couperus yaitu Kekuatan yang Tak Tampak (De Stilfle Krachf), yang melukiskan gambaran tentang Islam dalam masa kolonial, di mana Islam dipandang sebagai hantu yang membayangi kekuasaan kolonial. Dalam roman Couperus tersebut, kekuatan Islam digambarkan dengan pemunculan figur haji misterius yang bagai hantu sekali-kali menampakkan diri pada saat-saat kritis dan juga pada roh 'fanatisme' yang dikhawatirkan akan tertularkan pada khalayak ramai. Makalah Nancy secara khusus melihat pengaruh tradisi santri dalam dunia Kepujanggaan di Keraton Surakarta, yang selama ini tidak tampak karena secara sengaja filologi kolonial telah mengembangkan "ke-tidak-penglihatan" pengaruh Islam atas manusia Jawa yang hidup dalam kekuasaan kolonial.
Apa yang ingin diungkapkan oleh Nancy juga menjadi pokok bahasan penulis, meski kurun dan subjeknya berbeda. Di sini penulis ingin mengkaji suatu dinamik Islam pada awal abad ke-20, di wilayah? "
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1996
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Didik Pradjoko
"Penelitian dalam tesis ini berusaha untuk merekonstruksi dinamika sejarah pelayaran,perdagangan dan perebutan kekuatan politik dan ekonomi yang terjadi di kawasan Laut Sawu, Nusa Tenggara Timur. Kajian sejarah maritim ini diharapkan dapat merekonstruksi sejarah dari masyarakat di Nusantara yang hidup mengarungi lautan. Kajian sejarah maritim sering diabaikan oleh para sejarawan Indonesia karena mereka lebih suka merekonstruksi sejarah yang terjadi di daratan saja, kawasan laut malah dianggap tidak penting. ketimpangan terjadi karena sejarah Indonesia tidak ditulis utuh dalam pengertian sejarah tanah air. padahal dua pertiga wilayah Indonesia adalah kawasan laut yang justru menjadi media integrasi pulau-pulau sekitarnya.
Banyak penduduk Indonesia yang hidup dari perdagangan, pelayaran dan kegiatan mengolah laut. Banyak dari budaya masyarakat kita yang temyata menjadikan laut, perahu dan pelayaran menjadi bagian dari legenda, sistem mata pencarian, sistem nilai dan asal-usul, termasuk masyarakat yang ada di kawasan laut sawu.
Padahal dalam kajian ilmuwan asing dan sumber arsip Portugis dan Belanda, wilayah.ini memiliki dinamika pelayaran dan perdagangan maritim yang;-amai pada abad-abad yang lampau. Seperti halnya ramainya pelayaran kapal-kapal Bugis dan makasar yang berdagang dan jugs mencari tripang ke Australia utara (marege) dengan menjadikan wilayah Laut Sawu sebagai pangkalan armada dan perekrutan tenaga penyelam. Bahkan jugs kehadiran kapal-kapal Portugis, Cina, Belanda, Inggris dan Amerika selama abad-ke-19 dan awal abad ke-20 untuk mencari kayu cendana, lilin, gala lontar dan kuda. Portugis dan Belanda merupakan dua bangsa yang kemudian berebut hegemoni politik dan ekonomi di wilayah kawasan Laut Sawu ini."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T19220
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Didik Pradjoko
"Konsep pemasaran sudah banyak diterapkan di bidang jasa informasi. Istilah pemasaran yang dimaksud mengacu pada kegiatan menganalisa, merencana, mengimplementasikan dan mengawasi segala kegiatan guna mencapai tingkat pemasaran sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan oleh suatu organisasi. Daur hidup produk merupakan salah satu metode yang digunakan untuk menentukan strategi pemasaran yang tepat berdasarkan posisi produk yang dihasilkan oleh suatu unit usaha dalam kurva daur hidup produknya. Gagasan umum dari daur hidup produk adalah bahwa suatu jasa pelayanan mempunyai karakteristik kehidupan normal yang mengikuti tahap-tahap perkenalan, pertumbuhan, kedewasaan, penurunan dan pada akhirnya menyelesaikan daur hidupnya atau keluar dari pasar. Pada penelitian ini, Yang diteliti adalah produk jasa Kesiagaan Informasi di PDII-LIPI. Data yang diambil dibatasi hanya pada Jasa Informasi Kilat, Buletin Informasi Kilat dan Paket Kesiagaan Informasi Teknologi Industri. Data dianalisa berdasarkan prosentasi perubahan penjualan riil dari beberapa tahun periode pengamatan. Prosentasi perubahan penjualan tersebut merupakan variabel kontinyu yang digambarkan sebagai suatu kurva distribusi normal dengan nilai rata-rata sama dengan nol, dengan menggunakan parameter nilai rata-rata dan standar deviasi."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1999
S12298
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Didik Pradjoko
Jakarta: Direktorat Sejarah, Direktorat Jendral Kebudayaan, Kementrian Pendidikan Dan Kebudayaan, 2018
959.8 DID s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Didik Pradjoko
"ABSTRAK
Peristiwa krisis nasional yang terjadi di Indonesia pada tahun 1965 merupakan salah satu Iembaran kelam dalam sejarah Indonesia. Oleh pemerintah Orde Baru, lembaran kelam tersebut dikenal dengan Peristiwa G30S/PKI, mengapa demikian? Karena Pemerintahan Soeharto yang mewakili bagian dari Angkatan Darat (AD) yang pada waktu itu 1960-1965 merupakan musuh politik dari Partai Komunis Indonesia yang justru mengalami masa puncaknya dan berhasil membuat Presiden Soekarno memuji PKI sebagai kekuatan revolusi anti neokolonialisme yang didengung-dengungkan Soekarno. Pihak AD sebagai musuh politik PKI dan pada akhirnya juga menjadikan Soekarno sebagai target yang harus diganti karena dianggap terlalu melindungi PKI. PKI sebagai partai komunis terbesar ketiga di dunia setelah Partai Komunis Uni Soviet dan Partai Komunis Cina, PKI memiliki basis massa yang cukup besar di Indonesia.
Peristiwa Krisis Nasional 1965 menempatkan PKI dan juga pendukungnya sebagai pihak yang kemudian mengalami penghancuran baik oleh pihak aparat keamanan yang mendukung pihak AD dan juga dari musuh-musuh politik PKI di kalangan organisasi Islam yang selama tahun 1960-an mengalami penggayangan oleh PKI. Akibatnya banyak anggota dan simpatisan PKI yang terbunuh dalam konflik vertikal dan horizontal tersebut.
Peristiwa tersebut kemudian dijadikan oleh para sastrawan Indonesia yang mengalami sendiri jaman itu menuliskannya secara imajinatif dalam tulisan cerita-cerita pendek mereka yang dimuat dalam majalah Sastra dan Horizon antara tahun 1966-1974. Dengan demikian peristiwa­-peristiwa kemanusiaan yang muncul sebagai akibat peristiwa krisis nasional 1965 dijadikan sebagai latarbelakang dalam penulisan karya kreatif mereka. Dengan caranya sendiri mereka para sastrawan tersebut membuat jalinan kisah-kisah kemanusiaan yang kadang dapat dibaca sebagai 'kenyataan' yang membuat para pembaca mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam tentang kehidupan dan kemanusiaan terkait dengan lembaran kelam yang pernah terjadi dalam sejarah Indonesia.
Untuk melihat bagaimana hubungan peristiwa Sejarah seperti krisis nasional pada 1965 dikaitkan dengan penciptaan karya sastra, dalam hal ini adalah penciptaan karya pendek maka perlu disampaikan pandangan seorang Sejarawan dalam melihat hubungan sastra dan sejarah. Menurut Prof. Dr. Taufik Abdulllah, sangat penting melihat hubungan timbal balik diantara keduanya. Karena banyak sejarawan atau sastrawan yang melupakan aspek-aspek bahwa karya sastra tidak hanya sebagai pengungkapan dirinya (an sich), tetapi karya sastra juga merupakan hasil dari masanya atau jamannya. Seperti halnya periode balai Pustaka tahun 1920-an, periode Pujangga baru tahun 1930-an, Angkatan '45, "Angkatan '66" dan seterusnya. Banyak dari para penulis sastra Indonesia modern yang melihat rentetan peristiwa tersebut hanya mewakili peristiwa sastra dan belum dilihat dalam kaitan timbal baliknya dengan seluruh situasi sejarah. Hal ini berarti bahwa sebuah karya sastra tidak dapat dipahami selengkapnya apabila dipisahkan dengan lingkungan atau kebudayaan yang telah menghasilkannya, karena pada dasarnya setiap karya sastra adalah hasil pengaruh yang rumit dari faktor-faktor sosial dan kultural dan ini berarti karya sastra bukanlah gejala yang berdiri sendiri. ("Sastra dan Ilmu Sejarah di Indonesia", Budaya Jaya, No. 102, Nopember 1976, hal. 653)"
Fakultas Ilmu Pengatahuan Budaya Universitas Indonesia, 2009
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Didik Pradjoko
"Disertasi ini menunjukkan dinamika politik lokal di Kawasan Flores Timur, Kepulauan Solor dan Timor Barat sebagai akibat dari kebijakan politik kolonial Belanda antara 1851-1915. Fokus kajian disertasi ini adalah menganalisis sikap Kerajaan Larantuka terhadap kebijakan politik kolonial Belanda, Misi Katolik Belanda, penduduk negeri pegunungan, dan kerajaan lokal sekitarnya.Kerajaan Larantuka yang dipimpin oleh raja-rajanya melakukan strategi politik sekutu dan seteru dalam mempertahankan kedaulatannya menghadapi kekuatan-kekuatan yang mengancamnya. Selama Abad ke-17 hingga abad ke-18, Kerajaan Larantuka bersekutu dengan Portugis dan para Kapiten Mayor dari keluarga Portugis Hitam, keluarga da Hornay dan da Costa untuk menghadapi kekuatan Belanda VOC dan Kerajaan Muslim Lima Pantai Solor Watan Lema. Pada abad ke-19, Kerajaan Larantuka dipaksa menerima hasil perjanjian Portugal dan Belanda yang dimulai sejak 1851 dan disetujui pada 20 April 1859. Perjanjian tersebut berisi penyerahan wilayah Flores dan Kepulauan Solor-Alor kepada Belanda. Sejak saat itu, Kerajaan Larantuka menjadi kerajaan bawahan Pemerintah Hindia Belanda. Belanda kemudian mengikat kontrak dengan Kerajaan Larantuka pada 28 Juni 1861, namun Korte Verklaring tersebut masih memberikan keleluasaan Kerajaan Larantuka untuk menjalankan pemerintahan secara otonom/zelfbesturende.Raja-raja Larantuka sejak 1851 melakukan perubahan strategi politik sekutu dan seterunya sebagai upaya tetap mempertahankan kedaulatannya. Perubahan kebijakan politik sekutu dan seteru yang dilakukan oleh Kerajaan Larantuka itu berbeda dengan periode pada abad ke-17 hingga abad ke-18. Kerajaan Larantuka pada periode 1851-1915, menjalankan politik sekutu dan seterunya dengan tidak menetap. Kerajaan Larantuka bersekutu dengan penguasa lokal Belanda, dengan meminta bantuan Residen Timor dan daerah Taklukannya untuk menghadapi seterunya, yaitu Kerajaan Lima Pantai. Kebijakan bersekutu dengan Belanda juga dilakukan oleh Kerajaan Larantuka ketika menghadapi pemberontakan negeri-negeri bawahannya di pegunungan yang mengancam wilayah inti kerajaan di sekitar Larantuka. Dalam beberapa kasus yang lain Kerajaan Larantuka justru bersekutu dengan Kerajaan Muslim Lima Pantai untuk menghadapi pemberontakan negeri-negeri bawahannya sendiri, di Solor dan Adonara. Dalam menghadapi kebijakan politik kolonial Belanda yang menjadi seteru karena masalah intervensi Residen dan pejabat sipil Belanda di Larantuka, Raja Larantuka bersekutu dan bekerjasama dengan pihak misi Katolik Belanda di Larantuka, meskipun dalam kasus lain Raja dan pihak misi Katolik berseteru terutama tentang masalah poligami raja dan perilaku raja yang masih menjalankan kepercayaan-kepercayaan nenek moyang yang dianggap lsquo;kafir rsquo; oleh misi Katolik Larantuka. Secara umum persekutuan antara raja Larantuka dan para pastor Katolik Belanda pada akhirnya menunjukkan persekutuan yang lsquo;abadi rsquo; sampai diasingkannya Raja Don Lorenzo II DVG pada tahun 1904, yang dianggap membangkang terhadap kebijakan kolonial Belanda. Strategi sekutu dan seteru juga dipengaruhi oleh mitos konflik Demon-Paji, konflik dua bersaudara di jaman dahulu akibat bermacam sebab, tetapi terutama karena konflik memperebutkan istri, sehingga muncul istilah ldquo;Perang Tikar Bantal rdquo;. Demon menurunkan penduduk Kerajaan Larantuka yang beragama Katolik sedangkan Paji menurunkan penduduk Kerajaan Lima Pantai yang beragama Islam. Kedaulatan kerajaan-kerajaan di kawasan Flores dan Kepulauan Solor berakhir dengan adanya penataan wilayah yang dilakukan Belanda dengan mengintegrasikannya ke dalam Keresidenan Timor dan daerah Taklukannya pada tahun 1915.

The dissertation discusses the dynamic of local politics in East Flores region, Solor Islands and West Timor as a result of Dutch Colonial political policies between 1851 1915. The focus of dissertation is to analyze the response of Larantuka Kingdom about the policy of Dutch colonial politics, Dutch Catholic Mission, the people of Mountain country and surrounding local kingdom.The Kingdom of Larantuka that led by several kings conducted allied and enemy political strategy to defense the kingdom in fighting againts other powers that threatened their sovereignty. During the 17th until 18th century, the Kingdom of Larantuka allied with Portuguese and a couple of local commanders from black Portuguese family, da Hornay and da Costa to fight againts the VOC and Kingdom of Lima Pantai Solor Watan Lema. In 19th century, Kingdom of Larantuka was forced to accept the result of Portuguese and Dutch agreement which was started since 1851 and was ratified on April 20, 1859. The agreement was about the transfer of Flores region and Solor Alor Islands from Portuguese to the Dutch. Since the ratification of the agreement, the Kingdom of Larantuka became one of Dutch colonial government conquered areas. Subsequently, the colonial government binded a political contract with the Kingdom of Larantuka on June 28, 1861, however, the contract or Korte Verklaring still provided discretion to the kingdom to run autonomous administration or zelfbesturende. Since 1851, the Kings of Larantuka Kingdom conducted some changes of their allied and enemy political strategy as efforts to maintain the kingdom sovereignty. The change of the strategy was different with the policies which were taken by the kingdom in 17th and 18th centuries. During 1851 1915, the Kingdom of Larantuka applied temporary allied and enemy political strategy. The Kingdom of Larantuka allied with local Dutch rulers and asked for Resident of Timor and with their conqured areas to fight againts their enemies, Kingdoms of Lima Pantai. The allied policy with the Dutch was also conducted with the Kingdom of Larantuka when they overcame the rebellion of their vassals in mountain that threatened the center of the kingdom area around Larantuka. However, later in some cases, precisely the Kingdom of Larantuka allied with Kingdoms of Lima Pantai to fight against the rebellion of their vassals in Solor and Adonara. To response the Dutch colonial political policies that became the enemy because of Resident and Dutch civil officers intervention in Larantuka, the King of Larantuka allied and cooperated with Dutch Catholic Mission party in Larantuka although in other case the king and Catholic Mission had different opinion especially about the king poligamy and the king behavior who still practised their achestor beliefs that were considered lsquo heathen rsquo by Larantuka Catholic Mission. In general, the ally between the King of Larantuka and Dutch Catholic priests finally showed forever ally until the excile of the King Don Lorenzo II DVG in 1904 who was considered to resist to Dutch colonial policy. The strategy of allied and enemy was also influenced by myth of Demon Paji conflict. The conflict was about the two brothers in ancient time because of various causes, especially the rivalry to get wife that rose the term of lsquo the war of sleeping met and pillow rsquo. Demon desecended Catholic people of Larantuka Kingdom and Paji descended Islamic people of the Lima Pantai Kingdoms. The sovereignty of kingdoms in Flores region and Solor Islands came to end with the existence of the region structuring that was conducted by the Dutch colonial government by integrating the areas into the Residency of Timor and its conqured areas in 1915.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2017
D2355
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Didik Pradjoko
Jakarta: Wedatama Widya Sastra., 2014
958.802 1 DID p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library