Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Desy Putriana
Abstrak :
Tesis ini membahas mengenai studi kasus dari PT. Bukti Samudera Perkasa (PT. BSP) terkait dengan peran dan tanggung jawab notaris dalam pengajuan permohonan Perubahan Anggaran Dasar (AD) dan Data kepada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) melalui Sistem Administrasi Badan Hukum (SABH). Adapun permasalahan di dalam tesis ini adalah mengenai peran dan tanggungjawab notaris dalam pengajuan permohonan Perubahan AD dan Data PT. BSP serta akibat hukum dari Akta Pernyataan Keputusan Rapat PT. BSP (Akta PKR) yang permohonan perubahannya tidak diajukan oleh notaris ke Kemenkumham melalui SABH. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah yuridis normatif dengan tipologi penelitian deskriptif analitis. Hasil dari penelitian ini adalah peran notaris dalam pembuatan akta telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan UUJN, sedangkan pengaksesan SABH tidak dilaksanakan. Apabila notaris terbukti melakukan kesalahan dapat dimintakan pertanggungjawaban, namun apabila alasan tidak diaksesnya SABH berada diluar kendalinya maka tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban. Kemudian untuk akibat hukumnya, Perubahan Data tetap terjadi, sedangkan Perubahan AD tidak terjadi sehingga tidak diketahui oleh pihak ketiga dan berlaku ketentuan Pasal 56 ayat (4) dan Pasal 94 ayat (8) jo Pasal 111 ayat (8) UUPT 2007. Saran dari Penulis adalah direksi harus memberi kuasa secara rinci kepada notaris untuk pengajuan permohonan Perubahan AD dan Data, notaris harus menjalankan kewenangan serta tidak lalai, dan apabila notaris terbukti melakukan kesalahan harus dilaporkan kepada Kemenkumham melalui Tim Investigasi.
This thesis discusses a case study on PT. Bukit Samudera Perkasa (PT. BSP) in relation to the roles and responsibilities of notary in submitting request for amendment to AoA and Change in Data to the Ministry of Law and Human Rights through the Sistem Administrasi Badan Hukum (SABH). The roles and responsibilities of a notary in the event of change in data are preparing the deed and accessing the SABH. The problem that this thesis is attempting to solve concerns the roles and responsibilities of the notary in submitting a request for amendment to AoA and change in data of PT. BSP and the legal consequences of the PKR Deed of PT. BSP, the request for amendment of which was not submitted by the notary to the Ministry of Law and Human Rights through SABH. The research method applied in this writing is judicial- normative with descriptive-analytical typology method. The result of this research is that the roles and responsibilities of notary had been carried out in accordance with the provisions of the Notary Position Law. Meanwhile, in regard to the role of accessing SABH, the notary did not carry out his role and therefore, the notary may be held accountable in the event that he is deemed to have committed a fault. However, if the reason for failing to access the SABH is beyond the control of the notary, he will not be held accountable. As with the legal consequences, Change in Data still occurs but no amendment occurs to the AoA, therefore not acknowledged by any third party, and the provision of Article 56 paragraph (4) of the 2007 LLC Law of 2007 applies accordingly, as does the provision of Article 94 paragraph (8) jo. Article 111 paragraph (8) of the 2007 LLC Law. The writer recommends, that the Board of Directors grants more detailed power in powers of attorney, urging the notary to exercise his authority and avoid negligence, and ensuring that if the notary is proven to have committed a fault, he must be reported to the Ministry of Law and Human Rights through the Investigation Team.
Depok: Universitas Indonesia, 2019
T53594
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Desy Putriana
Abstrak :
Pertanggungjawaban dalam hukum perdata dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu pertama pertanggungjawaban kontraktual dan kedua pertanggungjawaban perbuatan melawan hukum. Pertanggungjawaban perbuatan melawan hukum diatur di dalam Pasal 1365 sampai dengan Pasal 1380 Kitab Undang-Undang hukum Perdata (KUHPerdata). Pertanggungjawaban pemilik hewan termasuk sebagai pertanggungjawaban perbuatan melawan hukum, yang secara khusus diatur di dalam Pasal 1368 KUHPerdata. Skripsi ini mengangkat permasalahan mengenai konsep dan penerapannya suatu pertanggungjawaban perdata pemilik hewan terkait dengan kerugian yang disebabkan oleh hewan peliharaannya selain itu, akan dibahas pula bagaimana mekanisme ganti kerugiannya jika ditinjau dari KUHPerdata. Pokok permasalahan tersebut dijawab dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan tipe penelitian deskriptif analitis terhadap Putusan Nomor 2/PDT/2016/PT.MND jo Putusan Nomor 236/Pdt.G/2014/PN.Mnd., yang menghasilkan kesimpulan bahwa pada konsepnya, pertanggungjawaban perdata pemilik hewan terkait dengan kerugian yang disebabkan oleh hewan peliharaannya yang didasarkan pada Pasal 1368 KUHPerdata menganut prinisp strict liability yang artinya unsur kesalahan dari Tergugat tidak perlu dibuktikan, sedangkan pada penerapannya sebagaimana di dalam pertimbangan hakim dalam putusan tersebut, Majelis Hakim saat menggunakan Pasal 1368 KUHPerdata tetap membuktikan unsur kesalahan, namun hal tersebut bukanlah suatu keharusan. Lalu terkait ganti kerugian, di dalam Putusan Nomor 2/PDT/2016/PT.MND jo Putusan Nomor 236/Pdt.G/2014/PN.Mnd., Majelis Hakim mengabulkan baik permohonan penggantian kerugian materil maupun immaterial, dimana untuk ganti rugi materil sejumlah Rp 42.988.645,- dan kerugian immaterial sejumlah Rp5.000.000,- . Dimana agar nantinya ganti kerugian materiil dapat dikabulkan semaksimal mungkin sesuai dengan permintaan dalam gugatan, haruslah dijelaskan secara jelas dan rinci, yang tidak lain tujuannya adalah agar hakim dapat menilai apakah tuntutan ganti rugi materiil tersebut logis atau tidak, dan bagaimana perhitungan jumlah ganti rugi tersebut dilakukan. Sedangkan untuk pengabulan permohonan kerugian immateril, di dalam pertimbangannya, Majelis Hakim memperhatikan kedudukan, kemampuan, dan menurut keadaan kedua belah pihak yang didasarkan pada Pasal 1371 KUHPerdata. Dengan adanya penelitian ini, disarankan kepada pembuat undang-undang untuk membentuk hukum acara nasional mengenai strict liability untuk menghindari multi tafsir bagi para hakim. Selain itu, disarankan pula agar Majelis Hakim ketika terdapat permohonan ganti kerugian materiil, perlu melakukan penghitungan kembali dengan menyesuaikan dengan bukti-bukti yang ada, dan untuk ganti kerugian immaterial tetap perlu disesuaikan dengan kedudukan, kemampuan dan menurut keadaan kedua belah pihak. ......Liability in civil law can be identified in two categories, namely contractual liability and unlawful act liability. Unlawful act liability is governed in Articles 1365 through 1380 of the Indonesian Civil Code (KUHPerdata). Liability of pet guardians is included as an unlawful act liability, which is specifically governed in Article 1368 of KUHPerdata. This thesis raises an issue on how the concept and implementation of civil liability of pet guardians relates to the losses caused by their pet. In addition, this thesis will also discuss the indemnity mechanism from the perspective of KUHPerdata. These issues will be addressed by applying the juridical-normative research method with descriptive-analytical research type against Decision Number 2/PDT/2016/PT.MND jo Decision Number 236/Pdt.G/2014/PN.Mnd. to arrive at a conclusion that in concept, civil liability of pet guardians in relation to the losses caused by their pets under Article 1368 of KUHPerdata adopts the principle of strict liability, which means that the fault element of the Defendant requires no proof, while in practice, such as in judicial consideration of the decision, the Panel of Judges when applying Article 1368 of KUHPerdata still proves the fault element, although not required. Furthermore, with regard to indemnity, Decision Number 2/PDT/2016/PT.MND jo Decision Number 236/Pdt.G/2014/PN.Mnd., the Panel of Judges granted both the request for indemnity against material loss amounting Rp42,988,645.- and immaterial loss amounting Rp5,000,000.- . In this case, for the material indemnity to be granted to the maximum possible extent to satisfy the request in the legal claim, clear and detailed explanation must be provided for the sole purpose of enabling the judge in assessing whether or not the material indemnity is logical and how such indemnity would be calculated. Meanwhile, with regard to the granting of request for immaterial indemnity, in their consideration, the Panel of Judges took into consideration the position, ability and condition of both parties based on Article 1371 of KUHPerdata. Through this research, legislators are recommended to establish a national procedure law on strict liability in order to prevent multi-interpretation by judges. In addition, it is also recommended that the Panel of Judges, when encountering a request for material indemnity, recalculate the amount by taking into account all evidence available to ensure that it commensurates with the loss suffered. Meanwhile, in regard to immaterial indemnity, it still needs to be calculated according to the position, ability and condition of both parties.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S68706
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library