Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 11 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Budi Santosa
Abstrak :
Pajak Bumi dan Bangunan di Indonesia merupakan suatu pajak properti yang merupakan pajak objektif , yaitu pengenaannya didasarkan pada nilai objek pajak. Penetapan nilai ini dilakukan oleh fiskus berdasarkan data-data dan teknik tertentu yang tidak dapat terlepas dari unsur subjektif penilai, sehingga sering terjadi nilai yang ditetapkan oleh fiskus tidak sesuai dengan harga pasar yang sebenarnya. Penetapan yang terlalu tinggi dapat menimbulkan rasa ketidakadilan bagi wajib pajak, dan sebaliknya penetapan yang terlalu rendah dapat menyebabkan berkurangnya penerimaan pajak. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis penetapan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), sehingga diketahui apakah penetapan tersebut telah sama dengan harga pasar wajar, overassessment atau underassessment. Selain itu juga untuk menguji secara empiris apakah penetapan NJOP tersebut sudah mencerminkan aspek keadilan baik keadilan vertikal maupun horizontal. Penelitian dilakukan di wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Bogor (KPPBB Bogor) dengan membandingkan antara NJOP yang ditetapkan oleh KPPBB Bogor dengan Nilai Jual (Harga Pasar Wajar) yang data-datanya diperoleh dari Laporan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) di wilayah Bogor. Dari hasil analisis statistika yang sederhana ternyata bahwa penetapan NJOP di wilayah Bogor cenderung masih underassessment, sehingga penerimaan PBB masih mempunyai potensi untuk ditingkatkan. Berdasarkan ukuran Coefficient of Dispersion (COD) dan Coefficient of Variation (COV), diketahui bahwa terjadi adanya ketidakseragaman rasio penilaian atau gejala ketidakadilan horisontal. Dari hasil analisis regresi diketahui bahwa di beberapa wilayah telah terjadi ketidakadilan vertikal baik dengan pola regresif maupun progresif. Hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan bagi KPPBB Bogor untuk melakukan penelitian lebih lanjut yang dapat digunakan baik untuk penerimaan pajak maupun untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dengan menciptakan keadilan yang lebih baik.
2001
T7453
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Santosa
Abstrak :
Perkembangan industri mobil di Indonesia tak dapat dipisahkan dengan disain industrialisasi substitusi impor yang telah dicanangkan sejak tahun 1950-an. Begitu pentingnya industri ini maka berbagai kebijakan diterapkan kepadanya dengan maksud untuk melindunginya. Akan tetapi nuansa kebijakan yang diberlakukan tampaknya amat berlebihan sehingga industri ini tumbuh dalam bentuk struktur yang terfragmentasi sehingga hanya sedikit perusahaan saja yang bisa berproduksi mendekati skala efisiensi minimum. Dengan bertolak dari hipotesis bahwa struktur pasar industri mobil di Indonesia selama lima tahun terakhir (1997-2001) dikuasai oleh beberapa perusahaan saja yang menjadi pemain utama dalam pasar tersebut; persaingan dalam pasar mobil Indonesia semakin tidak kompetitif; terdapat sejumlah hambatan yang ketat dalam pasar industri mobil Indonesia sehingga menghalangi para pendatang baru untuk memasuki pasar tersebut. Oleh karenanya studi ini bertujuan untuk mengetahui tingkat konsentrasi yang terjadi, mengidentifikasi jumlah pemain utama dalam industri mobil di Indonesia, dan mendeteksi sejumlah hambatan yang menghalangi pendatang baru untuk masuk sebagai pemain utama tersebut. Alat analisis yang digunakan untuk keperluan tersebut adalah formula untuk menghitung tingkat konsentrasi yakni Concentration Ratio 4 (CR4) perusahaan mobil dengan pangsa pasar terbesar dan Indeks Linda. Formula pertama untuk mengetahui perkembangan tingkat konsentrasi sedangkan Indeks Linda untuk menentukan jumlah perusahaan dalam jajaran pemain utama dalam pasar. Studi ini menemukan bahwa struktur pasar industri otomotif di Indonesia bercorak oligopoli. Hal ini ditunjukkan oleh adanya sedikit pelaku utama (7-11 merek) yang bermain dalam pasar ini baik pada kategori mobil niaga maupun sedan. Corak ini semakin diperkuat oleh adanya temuan bahwa tingkat konsentrasi 4 perusahaan dengan pangsa pasar terbesar (CR4) sangat tinggi yakni berkisar antara 80-84 persen untuk kategori mobil niaga dan 50-80 persen untuk mobil sedan. Dengan begitu dapat dikatakan pula bahwa struktur pasar industri mobil niaga lebih terkonsentrasi dibandingkan dengan mobil sedan. Mencermati perkembangan (perubahan) tingkat konsentrasi tersebut dan jumlah pelaku utama yang bermain dalam pasar mobil kedua kategori tersebut antara tahun 1997-2001 dapat disimpulkan bahwa struktur pasar industri mobil niaga memberikan prasyarat bagi tingkat persaingan yang cenderung semakin kompetitif. Hal ini ditunjukkan adanya kecenderungan semakin menurunnya angka CR4 dan meningkatnya jumlah pelaku utama yang bermain di pasar ini. Sebaliknya jika dicermati hal yang sama pada kasus pasar industri mobil sedan tampak bahwa kecenderungannya semakin tidak kompetitif. Hal ini ditunjukkan adanya peningkatan angka CR4 dan menurunnya jumlah pelaku utama yang bermain di pasar ini selama kurun waktu 1997-2001. Mencermati perkembangan jumlah pelaku utama yang bermain dalam pasar industri otomotif baik niaga maupun sedan tampak bahwa dalam kurun waktu pengamatan pelaku utama industri ini didominasi oleh merek-merek mobil buatan Jepang seperti Toyota, Mitsubishi, Suzuki, Daihatsu, Isuzu dan Honda. Kuatnya posisi merek-merek tersebut pada jajaran pelaku utama menyebabkan terjadinya hambatan (barrier to entry) bagi perusahaanperusahaan lainnya untuk masuk dalam jajaran tersebut. Akan tetapi, masuknya mobil-mobil buatan Korea yang menawarkan harga yang bersaing dengan model yang inovatif tampak menjadi substitusi yang hampir sempurna bagi mobil-mobil Jepang. Fenomena ini amat menarik untuk dicermati karena serta merta telah terbukti merebut hati konsumen mobil Indonesia yang secara psikologis mendambakan harga mobil yang relatif murah. Terdapat beberapa hambatan yang ditemukan dalam studi ini yang menyebabkan hal tersebut di atas yaitu skala ekonomi yang besar, diferensiasi produk yang tinggi dan kebutuhan investasi yang besar. Berbagai hambatan tersebut ditunjukkan dengan adanya kapasitas produksi yang besar, jumlah model dan varian yang banyak dan investasi yang besar pada perusahaan-perusahaan dominan tersebut. Terdapat tiga hal yang memberikan kontribusi pada tingginya harga mobil di Indonesia, yakni inefisiensi industri, struktur pasar, dan pajak serta tarif yang tinggi. Masalah tersebut tidak mudah diatasi mengingat selama ini kebijakan pemerintah tidak efektif dalam pencapaian tujuannya. Beberapa hal yang menyebabkannya adalah konsistensi kebijakan itu sendiri yang kurang dan respon para produsen otomotif yang kurang baik. Dalam hal ini para produsen cenderung untuk mempertahankan kedudukannya di pasar untuk memperoleh margin keuntungan yang tinggi. Oleh karena itu pertentangan antara pemerintah dan pihak produsen sering terjadi dalam setiap kebijakan yang dihasilkan. Mengingat bahwa struktur pasar yang oligopolis merupakan akibat dari kebijakan pemerintah untuk memiliki mobil nasional, pengenaan tarif yang tinggi dan hak perakitan yang hanya diberikan kepada agen tunggal tertentu yang disukai pemerintah sehingga menyebabkan tingkat efisiensi produksi yang rendah dan harga jual yang sangat mahal, maka perlu dilakukan reorientasi kebijakan pemerintah untuk memecah struktur oligopolis tersebut dengan kebijakan yang tak lagi berorientasi pada pemilikan mobil nasional, penurunan tarif secara bertahap dan mendorong tumbuh berkembangnya industri komponen. Mengingat bahwa terdapat kecenderungan bagi mobil kelompok sedan semakin tidak kompetitif maka kebijakan persaingan perlu diterapkan untuk jenis mobil ini terutama meningkatkan persaingan dengan produk impor. Sementara kecenderungan pasar industri mobil niaga yang sudah bergerak ke arah yang kompetitif perlu terus didorong agar tercipta efisiensi pada produksinya. Perlu diterapkan kemudahan investasi baru untuk mobil-mobil non Jepang sehingga tidak tercipta hambatan non-tarif seperti skala ekonomi dan diferensiasi produk oleh produkproduk tersebut yang nota bene sudah mapan di pasar mobil Indonesia. Kebijakan pembukaan kran impor mobil perlu diperluas agar persaingan pada pasar industri ini semakin kompetitif. Setiap kebijakan pemerintah yang dihasilkan untuk meregulasi industri otomotif harus dilakukan secara konsisten antara instrumen dan tujuan yang ingin dicapai. Ketegasan pemerintah dan pemerintahan yang bersih dan berwibawa sangat penting bagi keberhasilan kebijakan di bidang ini. Terutama untuk menghadapi tekanan dari pihak produsen yang ingin selalu diuntungkan dalam setiap kebijakan.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2002
T10776
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Santosa
Abstrak :
Perlindungan terhadap Petani bawang merah dari bahaya pestisida merupakan suatu tantangan bagi dinas- dinas yang terkait di Kabupaten Brebes. Data hasil uji Cholinesterase darah yang dilakukan Dinas Kesehatan Brebes, dari 1764 sampel darah petani menunjukkan dan 1181 orang ( 66,9 %) masuk kategori normal sedangkan 583 orang ( 33 %) masuk kategori ringan sampai berat. Thesis ini meneliti faktor-faktor yang berpengaruh terhadap persepsi petani bawang merah yaitu : kepemilikan lahan, pengetahuan tentang pestisida, masa kerja dan pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3 ). Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1 dari 4 faktor yang diteliti, hanya 1 faktor yang mempengaruhi persepsi petani bawang merah yaitu pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja ( K3 ). Bila dilihat lebih jauh, pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja ( K3) adalah faktor eksternal yang dapat diintervensi.
Influencing Factors on the Perception Onion Farmer of Pesticide Used at the Brebes ResidenceOnion farmer protection from dangerous pesticides is a big challenge for the institutions at Brebes residence. Health services was reporting a set of data blood cholinesterase test from 1764 blood sample of onion farmer show that 1181 sample (66,%) is normal and 583 sample ( 33% ) are light, middle, and weight. In this Thesis the writer was doing a research to find out the relationship between a set of factors with onion farmer perception of pesticide used. Those factor are : period of work, the owner of land, knowledge of pesticide, and safety training. The result of this research show that 1 of 4 factors are significantly influencing onion farmer perception, that is safety and occupational health training. When we look deeper , safety and occupational health training is a external factors that is something intervened able.
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T13179
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Budi Santosa
Abstrak :
Latar Belakang Dalam periode 1950-an sampai dengan 1960-an, istilah ekonomi yang sering digunakan untuk menjelaskan tentang pembangunan adalah, pertama kemampuan dari suatu negara untuk meningkatkan kapasitas ekonominya yang diukur dari pertumbuhan pendapatan nasional kotor (GNP) dan GNP perkapita. Kedua, adanya perubahan dari struktur produksi dan penyerapan tenaga kerja dari sektor pertanian kesektor industri dan jasa. Pada masa itu Sjahrir menyebutnya sebagai masa "orientasi pada GNP". Sedangkan masa setelah itu disebut dengan masa "pasca GNP", dimana persoalan tentang kesempatan kerja, pemerataan pendapatan dan kebutuhan pokok digunakan sebagai indikator pembangunan yang penting disamping GNP atau GNP perkapita. Dimasa orientasi pada GNP, teori-teori pertumbuhan ekonomi seperti model Harrod-Domar, Rostow dan Lewis menjadi sangat popular dan digandrungi oleh para ahli pembangunan yang mana teori-teori tersebut mefokuskan perhatian pada kemampuan untuk memobilisasi tabungan agar dapat memenuhi kebutuhan investasi yang cukup untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi. Diakhir masa orientasi pada GNP, para ahli ekonomi mulai meragukan tentang manfaat pertumbuhan GNP dalam pembangunan ekonomi, sebab di Negara berkembang menujukkan gejala adanya kemiskinan absolut, ketimpangan pembagian pendapatan dan pengangguran yang cenderung semakin meningkat, walaupun pertumbuhan GNP bertambah secara stabil. Hasil penyelidikan empiris dari Kusnets tentang pola kurva U yang terbalik dari hubungan antara pertumbuhan dengan pemerataan telah membarikan wawasan baru kepada para ahli ekonomi pembangunan tentang apa yang sesungguhnya terjadi, tetapi tidak tentang apa yang mungkin terjadi atau yang harus terjadi di negara-negara berkembang. Bahkan menurut Todaro masalah kemiskinan dan ketimpangan pembagian pendapatan bukan hanya merupakan hasil dari proses pertumbuhan ekonomi semata, tetapi lebih dari itu tergantung pada karakteristik dari pertumbuhan ekonomi, politik dan kelembagaan 'yang berlaku dalam membagikan hasil pertumbuhan ,pada masing-masing kelompok penduduk.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Santosa
Abstrak :
Limbah konstruksi dihasilkan dalam setiap proyek konstruksi baik yang merupakan proyek pembangunan maupun yang merupakan proyek pembongkaran. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan dalam beberapa penelitian, kontribusi industri konstruksi terhadap timbulan sampah semakin meningkat. Di Jakarta, upaya pengelolaan yang umum dilakukan terhadap limbah ini adalah dengan cara membuang dan menggunakannya kembali. Penggunaan kembali utamanya bertujuan untuk mengurangi biaya konstruksi. Namun banyak faktor yang berpengaruh untuk mencapai hal yang dimaksud, oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian ini untuk mengidentifikasikan faktor-faktor berpengaruh yang menyebabkan terjadinya material limbah konstruksi di Jakarta. Pendekatan yang dilakukan adalah secara kualitatif melalui wawancara dan survey questioner. Penelitian ini diharapkan akan meningkatkan pemahaman akan upaya pengelolaan limbah konstruksi, karakteristik segmen industri konstruksi yang menggunakannya, dan bahan bangunan terdaur ulang (recycled material) dalam konsep sustainable construction.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2004
T14801
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Santosa
Abstrak :
Kampanye pemilihan presiden dan wakil presiden merupakan peristiwa yang pertamakalinya bagi bangsa Indonesia. Dalam kampanye itu aktor politik berupaya untuk menciptakan citra dan opini yang posisif dimasyarakat melalui media massa, TVRI merupakan salah satu aiternatif media yang dapat dipergunakan sebagai media dalam pemberitaan kampanye. Pembentukan ctra itu sangat penting sebab tidak ada tindakan tanpa didasari citra. Citra merupakan unsur-penentu dalam tindakan (Nimmo, 2001: 4-5); Dengan demikian; persoalan penelitian ini adalah, sebagai apakah bangun citra kandidat presiden Susilo Bambang Yudhoyono dikonstruksikan oleh TVRI? Sesuai dengan permasalahan tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah mengetahui bangunan citra kandidat presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam pemberita.an TVRI selama mass kampanye pemilihan presiden putaran pertama Sesuai dengan metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Analisis framing yang mengadopsi model Gamson dan Modigliani (1989:2) maka paradigma penelitian ini konstruktivisme. Sesuai dengan tema yang diangkat pasangan calon presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan calon wakil presiden Jusuf KalIa yaitu: menciptakan Indonesia yang aman, adil dan sejahtera. Bagi masyarakat Jawa, kondisi itu hanya bisa dicapai jika penguasa sejati, dimana memiliki kekuatan batin yang tangguh, memiliki sifat alus (halus). Halus dalam tutur kata, mampu mengendalikan emosi, selalu sopan. Penguasa demikian ini dalam mitologi jawa, dijuluk Satrio Piningit. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa bangun citra kandidat presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam pemeberitaan TVRI adalah Satrio Piningit. Package Satrio Piningit terbentuk dari berbagai elemen yang membentuk bingkai ini tersebut. Beberapa diantaranya dapat disebutkan disini, yaitu ketika kandidat presiden SBY berdialog dengan seorang pedagang, ia menggunakan bahasa jawa halus (kromo inggil). Dan ketika menanggapi issu negatif yang dialamatkan kepadanya, ia tetap sopan dan toleran. Kesediaan kandidat SBY menjenguk pasien di rumah sakit yang menderita akibat terkena ledakan balon gas, mengesankan bahwa kandidat ini memiliki sikap empati. Dengan demikian bagi kandidat Presiders SBY, hubungan antar manusia bersifat inter subyektif, orang lain tidak dianggap sebagai sarana untuk mencapai tujuannya. Sifat hubungan demikian merupakan hubungan manusiawi. Secara akademis, khususnya bagi media televisi dalam pembingkaian berita perlu disesuaikan dengan praksis sosial budaya yang berlaku dimana pesan hendak disampaikan. Selain itu, perlu mendapatkan perhatian dalam pengajaran pengambilan gambar untuk mendapatkan kesan tertentu.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T22657
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Santosa
Abstrak :
1. Pada masa kini kegiatan perusahaan distribusi yang dilakukan oleh perusahaan besar dan perusahaan kecil semakin tumbuh dan berkembang. Hal ini dapat dilihat dari sumbangan sektor pedagang besar dan eceran kepada produk domestik brute yang menunjukkan trend kenaikan yang cukup pesat. Pada tahun 1980 sampai dengan 1990 sumbangan sektor pedagang besar dan kecil ini sekitar 13 s/d 16 persen dari total Produk Domestik Bruto Indonesia. 2. Diperkirakan dimasa mendatang persaingan diantara sesama perusahaan distribusi akan semakin ketat. Hal ini merupakan tantangan berat yang harus dihadapi oleh kegiatan usaha yang bergerak dibidang ini. 3. Dalam menghadapi persaingan yang ketat, suatu perusahaan distribusi sebagai perusahaan pemasar produk dituntut untuk meningkatkan produktivitas assetnya. Hal ini dapat ditanggulangi melalui manajemen persediaan dan piutang serta improvisasi dalam keputusan stratejik seperti dalam hal penentuan target market, assortimen produk, harga, lokasi cabang dan sebagainya. Selain dari itu keberhasilan perusahaan distribusi sebenarnya tergantung pada kemampuannya membina jaringan kerja. Suatu jaringan kerja perusahaan distribusi yang berupa cabang, berfungsi sebagai penyalur dari produk yang dijual, penghasil pendapatan perusahaan atau sebagai strategic business Unit (SBU) bagi perusahaan distribusi. 4. Permasalahan yang penting bagi strategi pengembangan SBU pada perusahaan distribusi, adalah : (a). Bagaimana mengevaluasi secara tepat tentang posisi bisnis ( Business Positioning ) tiap-tiap SBU pada perusahaan distribusi. (b). Bagaimana memilih arah yang tepat pada tiap-tiap SBU, dengan melihat faktor kondisi intern dan kondisi ekstern di wilayahnya. 5. Model Portfolio General Electric dapat dijelaskan dengan mempergunakan matrik 2 sumbu, masing-masing sumbu untuk faktor internal perusahaan dan sumbu untuk faktor eksternal. Pada tiap-tiap sumbu terdiri dari beberapa unsur variabel yang diperhitungkan. Tiap-tiap sumbu terbagi dalam 3 kolom terdiri dari rendab, sedang dan tinggi, sebingga matrik terbagi dalam 9 cell. Untuk tiap-tiap portfolio dibitung pada masing-masing sumbunya, kemudian diletakan dikwadrannya ( dalam cell ). Bertitik tolak pada posisi portfolio dalam cellnya dapat diambil berbagai alternatif arab pengembangan portfolio tersebut. 6. Konsep analisa portfolio General Electric, dapat dijadikan acuan dalam melibat " business positioning cabang dengan melakukan beberapa modifikasi pada faktor-faktor yang dinilai sesuai dengan kegiatan usaba perdagangan. Penetapan faktor yang dinilai, penentuan bobot faktor serta pemberian rating dapat disesuaikan dengan kebutuban melalui pertimbangan perseorangan ( personal judgement ). 7. Dari hasil perbitungan yang mempergunakan konsep General electric. Evaluasi terhadap 29 cabang perusabaan P.T.Dharma Niaga . Dengan mempergunakan 8 faktor untuk faktor internal dan 7 faktor untuk faktor eksternal diperoleh posisi bisnis masing- masing cabang dan alternatif penetapan arab pengembangannya, sebagai berikut : (a). Sebuah cabang , dalam kondisi yang Rendah , pada faktor internnya, namun kondisi ekternalnya masih dalam kondisi tinggi . Dalam kondisi demikian arah pengembangan sebaiknya lebih memperhatikan kekuransa.n dala.m aspek kondisi intern cabang yang bersifat controlable. Selain itu perlu memanfaatkan peluang yang ada secara selektif sejalan dengan kekuatan yang ada di cabang. (b). Untuk kondisi intern yang sedans namun mempunyai daya tarik pasar yang tinggi, terdapat 9 cabang. Dalam kondisi yang demikian cabang dapat diharapkan untuk dapat tumbuh, namun dalam pemilihan kegiatan usahanya harus secara selektif sesuai dengan kekuatan yang dipunyai cabang. (c). Pada kondisi kekuatan internal yang tinggi dan kondisi eksternal yang tinggi terdapat 6 cabang. Dalam kondisi ini manajemen dapat mengharapkan suatu hasil yang lebih. baik untuk meningkatkan pertumbuhan cabang melalui investasi tambahan. Cabang dalam kondisi ini umumnya dapat diharapkan sebagai cabans andalan perusahaan dalam hal perolehan pendapatan. (d). Dalam kondisi internal yang rendah dan kondisi eksternal yang sedans terdapat 2 cabang. Cabans dalam kondisi ini sulit diharapkan akan dapat tumbuh baik. Manajemen diharapkan dapat menemukan peluang-peluang baru, disampins membina berbagai kekurangan faktor internalnya. Untuk itu apabila kondisi cabang yang bersanskutan sudah begitu sulit diperbaiki, sebaiknya manajemen hila perlu meng hentikan kegiatannya (melikuidasi). (e). Cabang dalam kondisi internal sedang dan kondisi eksternal sedang terdapat 10 cabang. Dalam kondisi ini manajemen perlu lebih selektif dalam berbagai kegiatan yang dilakukan cabang, terutama dalam hal pengembangan kegiatan-kegiatan baru. Manajemen sebaiknya bersifat memelihara kegiatan yang sudah ada saja. (f). Sebuah cabang pada posisi internal yang tinggi dan kondisi eksternal yang sedang. Untuk itu dengan kekuatan internal yang tinggi sebaiknya dimanfaatkan semaksimal mungkin dengan mengadakan diversifikasi kegiatan yang membutuhkan investasi tambahan. 8. Dari berbagai kondisi ( business positioning ) cabang, - pada umumnya faktor Posisi eksternalnya masih cukup tinggi 16 cabang ( 55% ) dan sedang 13 cabang (45%). Namun hanya faktor internalnya saja yang begitu variatif dari tinggi 7 cabang (24,1 %), sedang 19 cabang (65,6 %) dan rendah 3 cabang (10,3 %). Hal ini menujukkan bahwa masih terbuka peluang usaha yang cukup baik bagi P.T. Dharma Niaga untuk memperluas/memperbesar kegiatannya. Namun pada beberapa cabang dirasa masih memerlukan pembinaaan yang intensif untuk meraih peluang usaha yang masih terbuka.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Santosa
Abstrak :
Partal Keadilan Sejahtera (PKS) adalah kelanjutan dari Partai Keadilan (PK). Partai Keadilan bermula dari gerakan tarbiyah yang dipelopori oleh aktifis dakwah kampus yang terbangun selama bertahun-tahun di mushala-mushala dan masjid-masjid di beberapa universitas yang dengan ter jadinya gejolak reformasi 1998 kemudian bertransfonnasi menjadi gerakan politik. Fakta mengalakan bahwa kamudian partai ini menjadi sebuah fenomena karena pada tahun PEMILU 2004 berhasil memperoleh dukungan yang cukup signifikan dan dengan perolehan 45 kursi DPR, PKS menjadi sebuah kekuatan yang diperhitungkan. Salah satu daya tarik yang menonjol yang diusung oleh PKS adalab label "partai dakwah", yang memberikan sebuah pernyataan bahwa politik bagi PKS bukan sekedar upaya untuk meraih kekuasaan namun memakainya sebegai kendaraan dakwah. lsu ini menjadi sebuah magnet utama para pemilih karena pada awal-awal gerakannya telah berhasil disajikan dengan baik oleh para kader PKS dengan tampilnya mereka sebagai sosok-sosok idealis dan memperlihatkan gaya tersendiri sebagai politisi-politisi berpenampilan sederhana jauh dari kemewahan, yang secara demonstrative dimotori oleh pemimpinnya yaitu DR. Hidayat Nur Wahid (Presiden PKS yang kemudian berhasil menduduki jabatan sebegni Ketua MPR) dengan menolak fasilitas-fasilitas yang berlebihan layaknya pejabat negara. Namun dalam dinamika yang berjalan, dengan makin memudarnya politik aliran serta menyeruaknya pragmatisme dalam masyarakat sendiri, yang kemudian secara massif menjadi sebuah keniscayaan bahwa terjun dalam politik ujungnya adalah pencapaian target-target kuantitatif berupa perolehan suara dalam pemilu, perolehan kursi di parlemen dan keberhasilan merebut jabatan-jabatan kepala daerah baik tingkat kabupaten, provinsi maupun nasional, hal tersebut tak pelak memberikan pengaruh kepada PKS sebagai sebuah entittas yang menjadi begian darinya. Terlihat kemudian PKS mulai mengakomondir ide-ide pramatis sebagai sarana mencapai target, dengan melansir isu-isu yang pada saat-saat sebelumnya niscaya menjadi hal-hal yang dihindari. Tesis ini berusaha mengupas produk-produk kebijakan PKS yang bisa digolongkan sebagai kebijakan pragmatis terutama dalam usahanya mencapai target perolehan suara sebesar 20% pada PEMILU Legislatif 2009, dan dampak-dampaknya bagi PKS sondiri serta kontradiksi-kontradiksi jika dilawankan dengan label yang disandang sebagai partal dakwah. ......Partai Keadilan Sejahtera (The Prosperous Justice Party, or PKS) was a continuation from Partai Keadilan (The Justice Party, or PK). The Justice Party began as a religious movement which was pioneered by university campus activists who built religious gatherings for several years in prayer rooms and mosques in numerous universities. With the rise of the reform movement in l998, this movement later transformed into a political organization. The facts show that titis party became a phenomenon in the 2004 national elections by winning a significant amount of support, and after obtaining 45 seats in the national parliament (the DPR), PKS became a force to be reckoned with. One of the definitive attractions which was created by PKS was the label of a "dakwah party" (or propagation party), which made the statement that polities for PKS was not just an effort to gain power but was rather a vehicle for dakwah (propagation of lslam). This issue became the prbeacy magnet for voters because from the very beginning of the movement, the party had succeeded in presenting this intention in a clear way. This was done through the use of PKS cadres who appeared as idealists and demonstrated their own style as politicians, who favored a simple appearance thai was far from a luxurious lifestyle. The active demonstartion of their intentions was pioneered by Dr. Hidayat Nur Wahid (the first President of PKS who later became the head of the MPR, the People's Consultative Assembly). Dr. Hidayat Nur Wahid actively rejected the excessive facilities that came with his high-level government position. However, with the dynamic nature of the situation at the moment, where the impact of polities is decreasing and society is becoming more pragmstic, it has become clear that any groups entering politics are simply interested in achieving quantitative targets based on the number of votes in the election, the number of seats in parliament, and the eventual quarreling over political appointments at the regional and national levels. The reality of this situation has in turn made an impact on PKS, as this party is also an entity which is currently engaging in the political process in Indonesia. It then became clear thai PKS started to accommodate more pragmatic ideas as a method for achieving their targets, by socializing ideas which in the previous period would have been avoided. This thesis will attempt to analyze those political policies of PKS which can be categorized as pragmatic policies and ideas, especially those which are aimed at achieving their target of 20% of votes in the 2009 Legislative Election. This thesis will also examine the effect on PKS itself as well as the contradictions which might arise if these polices are compared with the parties label as a propagation (dakwah) party.
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2008
T 25437
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Catur Budi Santosa
Abstrak :
Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah merupakan Direktorat Jenderal pengelola dana terbesar di Indonesia. Dana Dekonsentrasi yang dikelolanya juga paling besar, tersebar di 33 propinsi. Di dalam Undang-undang nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, diatur bahwa dana dekonsentrasi untuk kegiatan non fisik tetapi fakta yang terjadi adalah : sebagian besar dipergunakan untuk kegiatan berbentuk fisik. Akibat dari kesalahan penggunaan dana dekonsentrasi tersebut, Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga tidak bisa tersaji secara wajar. Sejak pembuatan laporan keuangan tahun 2005 sampai 2007 Departemen Pendidikan Nasional mendapat opini Disclaimer. Penggunaan dana dekonsentrasi yang menghasilkan aset tetap sebenarnya sudah tidak sesuai dengan undang-undang, tetapi akan lebih bermasalah lagi jika pengelolaannya tidak menggunakan manajemen aset yang benar. Pemerintah sebagai pihak eksekutif yang paling bertanggung jawab di dalam pelaksanaan pemerintahan, perlu meningkatkan pelaksanaan unsur-unsur good governance secara konsisten. Unsur-unsur tata kelola tersebut antara lain adanya: Transparansi, yaitu pelaksanaan pemerintahan yang terbuka sehingga rakyat dapat mengetahui dengan jelas pelaksanaan pemerintah dan Akuntabilitas pelaksanaan kegiatan pemerintah maupun pengelola pemerintahan harus dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan prinsip-prinsip yang berlaku secara umum (besi practices). Sebelum tahun 2004 di bidang akuntansi dan pelaporan keuangan, pemerintah Republik Indonesia belum dapat menghasilkan laporan keuangan sebagai bentuk pertangungjawaban pengelolaan keuangan negara yang transparan dan akuntabel, yang sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi dan pelaporan keuangan yang berlaku umum. Salah satu buktinya adalah pemerintah belum dapat menghasilkan neraca, yang berisikan aset, hutang dan ekuitas dana pemerintah. Demikian juga manajemen aset tetap pemerintah masih memprihatinkan.Salah satu bukti kelemahannya manajemen aset tetap pemerintah adalah lemahnya perlindungan aset tetap pemerintah sehingga banyak aset tetap pemerintah hilang, rusak, dll. Penyebab lemahnya manajemen aset tetap pemerintah antara lain disebabkan belum adanya laporan keuangan maupun laporan aset tetap pemerintah yang digunakan untuk manajemen aset tetap yang baik. SAP merupakan prinsip-prinsip akuntansi sebagai dasar dalam penyusunan dan pelaporan keuangan pemerintah. Disamping SAP pemerintah pusat juga mengembangkan dan mengimplimentasikan Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Barang Milik Negara (SIMAK-BMN) yang menghasilkan neraca dan laporan-laporan BMN. Studi ini menganalisis, sejauh manakah manajemen aset tetap telah di lakukan pada Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah. Manajemen aset tetap yang dimaksud meliputi penilaian resiko aset tetap (kerugian, pemborosan, dan penyalahgunaan aset tetap), perlindungan aset tetap (kebijakan-kebijakan dan perlindungan aset tetap organisasi pengendali aset tetap, catatan-catatan aset tetap, akuntabilitas aset tetap, inventarisasi secara periodik dan asuransi aset tetap), pemeliharaan aset tetap dan penilaian kinerja aset tetap. Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian berupa studi literatur dan studi lapangan. Studi literatur akan dilakukan penulis dengan mempelajari buku-buku teks artikel publikasi, literatur, undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan menteri, peraturan dirjen, dan peraturan pendukung lainnya untuk kemudian di hubungkan dengan permasalahan yang ada. Penelitian lapangan dilakukan pada instansi Ditjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah dan instansi lain yang terkait dengan permasalahan agar memperoleh gambaran mengenai kondisi kantor serta bagaimana pelaksanaan manajemen pengelolaan aset tetap dana dekonsentrasi sehingga akan berpengaruh terhadap akuntabilitas dan transparansi keuangan. Untuk itu penulis melakukan wawancara, pengamatan/penelaahan serta menganalisa data-data terkait dengan pokok bahasan untuk mendapat jawaban dari permasalahan, Sejauh manakah manajemen aset tetap telah di lakukan, upaya-upaya yang dilakukan dalam mewujudan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan aset tetap, hambatan yang dialami didalam mengelola aset, dan ketaatan terhadap peraturan perundangan dalam mengelola aset tetap pada Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah. Keterbatasan penelitian ini adalah terkait pada regulasi dan peraturan perundang-undangan yang belum sinkron, karena pihak-pihak yang berkepentingan belum duduk bersama dalam satu forum untuk membuat solusi permasalahan. Sehingga yang terjadi adanya tarik menarik kepentingan akibatnya sering terjadi pelanggaran terhadap peraturan yang ada.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2008
T26117
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Purbayu Budi Santosa
Jakarta: Erlangga, 2007
519.53 PUR s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>