Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Benavita Aprilia Kurnia
Abstrak :
Notaris dalam menjalankan tugas dan jabatannya memiliki keharusan untuk melakukan penandatanganan akta di wilayah jabatannya. Namun, dapat saja terjadi permasalahan dimana pihak penghadap sedang memiliki masalah hukum seperti sedang menjalankan masa tahanan di rumah tahanan. Selain itu, pedoman maupun penelitian terhadap pelaksanaan penandatanganan dan pembacaan akta yang dilakukan di rumah tahanan masih sangat minim walaupun tiap tahunnya banyak terjadi kasus yang mengharuskan dilakukannya perbuatan hukum di rumah tahanan. Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah pengaturan penandatanganan akta dalam rumah tahanan dan akibat hukum penandatangan akta yang penjualnya sedang ditahan dalam rumah tahanan berdasarkan perjanjian pengikatan jual beli dan kuasa menjual. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan mengkaji ketentuan peraturan perundang-undangan yang didukung dengan hasil wawancara dan tipe penelitian bersifat eksplanatoris analitis. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa penandatanganan akta di dalam rumah tahanan dapat dilakukan dengan memperhatikan tindak pidana yang dilakukan tahanan ini akan membuatnya kehilangan kemerdekaan untuk melakukan perbuatan hukum atau tidak serta apakah tahanan cakap untuk melakukan perbuatan hukum. Tahanan dengan kasus narkoba dan berstatus sebagai pemakai tetap memiliki hak untuk melakukan tindakan hukum di bidang keperdataan sebagaimana diatur dalam Pasal 3 KUHPerdata. Dengan tetap memperhatikan ketentuan yang berlaku, pelaksanaan penandatangan akta yang dilakukan di luar wilayah kerja notaris dapat dilakukan dengan menggunakan akta kuasa jual maupun perjanjian pengikatan jual beli. Namun, Perjanjian Pengikatan Jual Beli adalah pilihan yang paling tepat karena lebih aman karena memiliki risiko yang lebih kecil untuk terjadinya sengketa. ......Notaries in carrying out their duties and positions have the obligation to sign the deed in their area of ​​office. However, problems may occur where the appearer is having legal problems, such as serving a period of detention in a detention center. In addition, guidelines and research on the implementation of signing and reading of deeds carried out in detention centers are still very minimal, although every year there are many cases that require legal actions to be carried out in detention centers. The problems discussed in this study are the arrangements for signing the deed in the detention house and the legal consequences of signing the deed where the seller is being detained in a detention house based on a binding sale and purchase agreement and the power to sell. The research method used is normative juridical by reviewing the provisions of the legislation supported by the results of interviews and the type of research is explanatory and analytical. Based on the results of the study, it is known that the signing of the deed in the detention house can be done by taking into account the criminal acts committed by the prisoner will make him lose his freedom to carry out legal actions or not and whether the prisoner is capable of carrying out legal actions. Detainees with drug cases and status as users still have the right to take legal action in the civil sector as regulated in Article 3 of the Civil Code. By taking into account the applicable provisions, the execution of the signing of the deed carried out outside the notary's work area can be carried out using a deed of power of sale or a binding sale and purchase agreement. However, the Sale and Purchase Binding Agreement is the most appropriate choice because it is safer because it has less risk for disputes to occur.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Benavita Aprilia Kurnia
Abstrak :
Gun Jumping merupakan suatu istilah yang menggambarkan aktivitas pelaku usaha yang seolah-olah transaksi merger yang dilakukannya sudah berlaku secara sah dan efektif di mata hukum walaupun pada kenyataannya merger tersebut belum disetujui oleh otoritas persaingan usaha karena masih dalam proses peninjauan notifikasi merger. Gun Jumping merupakan suatu pelanggaran yang hanya terjadi pada negara yang menganut sistem notifikasi pra-merger atau pra-notifikasi seperti Amerika Serikat dan Uni Eropa. Di Indonesia, tidak dikenal istilah Gun Jumping karena sistem notifikasi yang berlaku saat ini ialah pasca-notifikasi atau post-notifikasi. Pada perkembangan saat ini, pasca-notifikasi dipandang sebagai sistem notifikasi yang sudah tidak kontekstual dengan perkembangan zaman dan memiliki banyak kekurangan. Dengan adanya rencana untuk melakukan amandemen UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat maka diharapkan terjadi perubahan pada sistem notifikasi Indonesia dari pasca-merger notifikasi menjadi pra-merger notifikasi. Usulan perubahan ini merupakan hal yang wajar karena dapat memberikan kepastian hukum terutama bagi pelaku usaha. Apabila nantinya amandemen UU No. 5 Tahun 1999 telah disetujui, maka Gun Jumping akan menjadi salah satu permasalahan yang mungkin akan terjadi sebagai pelanggaran yang dilakukan pelaku merger sebelum merger disetujui oleh otoritas persaingan usaha. Selanjutnya, berhubungan dengan metode pada penelitian ini menggunakan metode yuridis-normatif dan kepustakaan. Serta saran yang penulis berikan terhadap penelitian ini adalah dengan secara konsisten mematuhi dan menjalankan setiap prosedural yang berkaitan dengan ketentuan gun jumping.
Gun Jumping is a term that describes the activity of merging parties as if their merger transaction has been valid and effective on law provision, in fact the merger has not approved by the competition commission because it is still in the process of reviewing merger notification. Gun Jumping is a violation that only occurs in countries that have a pre-merger notification system, for example United States of America and European Union. In Indonesia with its post-notification system, the term of Gun Jumping is not familiar. Post-notification system in these era is considered out of context and has many shortcomings. With the plan to amend Law of The Republic of Indonesia No. 5 of 1999 concerning The Ban on Monopolistic Practices and Unfair Business Competition, it is expected that there will be a change in Indonesia notification system from post-merger notification to pre-merger notification. This change is a reasonable because it can provide legal security, especially for merging parties. If the amendments of Law of The Republic of Indonesia No. 5 of 1999 has been approved, gun jumping is one of the problems that may occur as a violation that committed by the merging parties before the merger is approved by the competition commission. Futhermore, the method that author used for this research is juridical-normative and literature. For recommendation that author used for gun jumping problems is to consistently obey every procedure and rules that related to gun jumping provision.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library