Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bayu Agung Alamsyah
Abstrak :
Latar Belakang: Chronic limb threatening ischemia (CLTI) merupakan bentuk paling parah dari peripheral arterial disease (PAD). Sebanyak 25% pasien CLTI memiliki risiko amputasi tungkai mayor dan 25% lainnya akan meninggal karena penyakit kardiovaskular dalam 1 tahun. Risiko amputasi ini dapat diprediksi menggunakan sistem skoring Wound, Ischemia, and foot Infection (WIfI). Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan profil amputasi menggunakan skor Wound, Ischemia, foot Infection pada subjek chronic limb threatening ischemia di Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM). Metode: Pengambilan data retrospektif dari data registrasi divisi bedah vaskular dan rekam medis pada subjek dengan CLTI di RSCM berupa profil subjek, skor WIfI, dan status amputasi mayor dalam 1 tahun pasca diagnosis CLTI ditegakkan. Data selanjutnya dimasukkan ke program SPSS, dan dilakukan analisa data. Hasil analisa lalu dipaparkan dalam bentuk narasi dan tabel. Hasil: Pada penelitian ini usia rerata subjek adalah 58,1 ± 12,9 tahun dengan predominasi jenis kelamin laki-laki (58,3%). Komorbid pada subjek dari yang tersering adalah diabetes (82,1%), hipertensi (67,9%), gagal ginjal kronis (51,3%), dan penyakit jantung (33%). Derajat skor WIfI dengan derajat sangat rendah, rendah, sedang, dan tinggi secara berurutan adalah 6,4%, 9,6%, 35,9%, dan 48,1%. Angka amputasi mayor yang sesungguhnya pada subjek CLTI di RSCM untuk skor WIfI derajat sangat rendah, rendah, sedang, dan tinggi adalah 5%, 7%, 35%, dan 70%, sedangkan pada kepustakaan adalah 3%, 8%, 25%, dan 50%. ......Background: Chronic limb threatening ischemia (CLTI) is the most severe form of peripheral arterial disease (PAD). As many as 25% of CLTI patients have a risk of major limb amputations and 25% will die due to cardiovascular event within 1 year. The risk of this major amputation can be predicted using the Wound, Ischemia, and foot Infection (WIfI) scoring system. This study aims to compare the amputation profile using Wound, Ischemia, foot Infection scores in chronic limb threatening ischemia patients at the RSCM. Methods: Retrospective data collection from registry in vascular surgery division and medical records for patients with CLTI in RSCM were take, that is a patient profile, the comorbid disease, WIfI score, and the patient's major amputation status within 1 year after diagnosis of CLTI was established. The data then inputed to the SPSS program, and data analysis is performed. The results of the analysis are then presented in the form of narratives and tables. Result: The mean age of the subjects in this study was 58,1 ± 12,9 years with male as gender predominance (58,3%). The comorbids in the subjects were diabetes (82,1%), hypertension (67,9%), chronic kidney failure (51,3%), heart disease (33%). The WIfI scores with very low, low, medium, and high degrees are 6,4%, 9,6%, 35,9%, and 48,1% respectively. The major amputation rates in for WIfI scores with very low, low, medium, and high degrees are 5%, 7%, 35%, and 70%, while in the literature are 3%, 8%, 25%, and 50%.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T58708
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bayu Agung Alamsyah
Abstrak :
Latar Belakang: Deep Vein Thrombosis (DVT) adalah salah satu penyakit penyebab mortalitas jangka pendek dan morbiditas jangka panjang. Kasus DVT akan meningkat seiring bertambahnya usia. Pada pasien dengan keganasan, risiko DVT meningkat hingga 4,1 kali lipat karena kondisi hiperkoagulasi. Penatalaksanaan DVT antara lain pemberian antikoagulan dan kompresi eksterna. Penelitian ini bertujuan membandingkan luaran antropometrik tungkai pasien DVT dengan keganasan dan non-keganasan yang diterapi heparin. Metode: Kohort retrospektif menggunakan rekam medis di RS Cipto Mangunkusumo. Variabel bebas adalah status keganasan pada pasien DVT sedangkan variabel terikatnya adalah pengukuran antropometrik lingkar tungkai sebelum terapi heparin, 4 hari, dan 7 hari. Analisis statistik menggunakan SPSS versi 25, nilai p<0,05 menunjukkan kemaknaan secara statistik. Hasil: Sebanyak 63 subjek penelitian, didapatkan subjek DVT dengan keganasan sebanyak 33 subjek (52,4%) dan DVT non keganasan sebanyak 30 subjek (47,6%). Pada awal terapi, tidak terdapat perbedaan ukuran antropometrik antara DVT keganasan dan non keganasan. Pada hari ke-4 dan ke-7 terapi, terdapat perbedaan perbaikan ukuran antropometrik di mid femur, distal femur, dan mid cruris, dimana perbaikan klinis lebih tampak pada DVT non keganasan (p<0,05). Subjek DVT keganasan memiliki dosis heparin maintenance teraputik yang lebih tinggi (p=0,000), dan mencapai waktu kadar APTT terapeutik yang lebih lama (p=0,000). Kesimpulan: Subjek DVT keganasan menunjukkan perbaikan klinis yang lebih kecil dibandingkan DVT non keganasan. Selain itu, memerlukan dosis heparin maintenance terapeutik yang lebih tinggi, dan mencapai waktu kadar APTT terapeutik yang lebih lama. ......Background: Deep Vein Thrombosis (DVT) is a disease that causes short-term mortality and long-term morbidity. DVT cases will increase with age. In patients with malignancy, the risk of DVT increases up to 4.1-fold due to the hypercoagulable state. Treatment for DVT includes anticoagulants and external compression. This study aims to compare the anthropometric outcomes of the limbs of DVT patients with malignancy and non-malignancy treated with heparin. Method: Retrospective cohort study using medical records at Cipto Mangunkusumo Hospital. The independent variable is malignancy status in DVT patients while the dependent variable is anthropometric measurements of leg circumference at first day, 4 days and 7 days heparin therapy. Statistical analysis using SPSS version 25, p<0.05 showed statistical significance. Results: Of the 63 study subjects, 33 subjects (52.4%) had DVT with malignancy and 30 subjects (47.6%) had non-malignant DVT. At the start of therapy, there was no difference in anthropometric measures between malignant and non-malignant DVT. On the fourth and seventh days of therapy, there were differences in anthropometric size improvement in the mid femur, distal femur, and mid cruris, whereas clinical improvement was more evident in nonmalignant DVT (p<0.05). Malignant DVT subjects had higher therapeutic maintenance heparin doses (p=0.000), and achieved longer therapeutic APTT levels (p=0.000). Conclusion: Malignant DVT subjects showed less clinical improvement than non-malignant DVT. In addition, it requires higher therapeutic maintenance heparin doses, and achieves a longer therapeutic APTT level time.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library