Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 47 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Basri
"Masalah perkawinan antar pemeluk agama atau perkawinan beda agama merupakan masalah yang sangat rumit, Sebelum berlakunya Undang-undang Perkawinan, yang mengatur mengenai perkawinan beda agama ialah Regeling op de Regemengde Huwelijken, 5. 1898 No. 158 (SHR) namun ketentuan-dari GHR ataupun dari Ordornansi perkawinan Indonesia, Kristen {S.1933 No. 74 tidak mungkin dapat dipakai karena terdapat perbedaan prinsip maupun falsafah yang amat lebar dengan Undang-undang Perkawinan, jika diteliti pasal-pasal dalam Undang-undang perkawinan tidak akan ditemukan satu pasal pun yang yang mengatur secara jelas dan tegas, hal ini menimbulkan perbedaan dalam penafsirannya, bagi sebagian menganggap perkawinan beda agama adalah dilarang, bagi yang lain membolehkan, Pasal 2 Undang-undang perkawinan menentukan bahwa, (1)Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu. (2)Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bagi yang beragama Islam pencatatan Perkawinan dilaksanakan di Kantor Urusan Agama, sedangkan yang beragama selain Islam dilaksanakan di Kantor Catacan Sipil. Hal tersehut mengharuskan perkawinan dilakukan menurut Negara dan tanpa mengabaikan agamanya akan membingungkan jika perkawinan dilakukan oleh pasangan yang berbeda agama, pasal ini berlaku untuk perkawinan pasangan yang seagama, sehingga dapat dikatakan bahwa pada hakekatnya Undang-undang Perkawinan melarang perkawinan beda agama.
Dalam penelitian yuridis normatif ini, analisis yang digunakan ialah dengan cara mengumpulkan data untuk kemudian diolah dan dianalisa sesuai dengan sifat data yang terkumpul, untuk selanjutnya disajikan secara evaluatif analis. Terutama mengenai alasan mengapa Mahkamah Agung dapat mengijinkan perkawinan yang jelas-jelas dilarang oleh agama. Sehingga walau perkawinan dapat dialaksanakan, namun bagaimana dengan keabsahannya. Dengan kata lain perkawinan perkawinan tersebut memenuhi syarat perkawinan perdata, namun belum memenuhi syarat perkawinan agama, seperti yang dimaksud Pasal 2 Undang-undang Perkawinan."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16523
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Faisal Basri
Jakarta: Erlangga, 2002
330.959 8 FAI p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Faisal Basri
Jakarta: Kompas, 2004
338.9 FAI k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Faisal Basri
Jakarta: Kompas, 2005
338.9 FAI k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Asdi Basri
"Perencanaan kesehatan adalah salah satu fungsi yang dilaksanakan terlebih dahulu sebelum pelaksanaan fungsi-fungsi lainnya dalam manajemen. Rendahnya kualitas usulan .perencanaan kesehatan dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Untuk mendapatkan gambaran tentang faktor-faktor tersebut perlu dilakukan penelitian,
Penelitian ini dilaksanakan di Dinas Kesehatan Kota Padang Panjang yang diadakan selama bulan Oktober 2000 dengan menggunakan metode kualitatif memakai teknik wawancara mendalam dan diskusi kelompok terarah.
Secara umum, penelitian ini menemukan adanya berbagai faktor yang diduga
bahwa usulan perencanaan kesehatan tahunan di Dinas Kesehatan Kota Padang Panjang masih jauh dari sempurna. Dan dibuat oleh satu orang saja yakni Kepala Sub Bagian Tata Usaha. Hal ini disebabkan usulan perencanaan yang dibuat hanya bersifat lembaran
kerja, tanpa mempunyai tujuan yang jelas, tidak berkesinambungan dan dibuat oleh tenaga perencana yang belum terlatih serta tidak memperkirakan faktor penghambat atau pendorong pada waktu pelaksanaan dan tidak dapat menyesuaikan keadaan oleh sangat jarangnya dilakukan bimbingan teknis tentang perencanaan, tidak adanya pendelegasian wewenang secara tertulis, kurangnya koordinasi lintas program dan lintas sektor, tidak terlibatnya staf secara penuh, pengetahuan dan kemampuan para perencana tentang proses perencanaan yang masih kurang serta tidak adanya supervisi tentang proses perencanaan.
Berdasarkan hasil-hasil yang sudah dikemukakan di atas maka kualitas usulan tahunan kesehatan relatif rendah, disarankan agar Dinas Kesehatan Kota Padang Panjang melakukan pembenahan terhadap manajemen perencanaan kesehatan dengan menempatkan urusan perencanaan ke dalam struktur yang ada, meningkatkan Pembinaan tentang perencanaan, meningkatkan pengetahuan dan kemampuan perencanaan melalui pelatihan dan pendidikan. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah perlunya pendelegasian wewenang secara tertulis, melibatkan staf secara penuh dan meningkatkan kerja lama. lintas program dan lintas sektor.

The Analysis of Factors Expected to Correlase to Low Quality of Proposed Annual Health Planning at Health Department of Padang Panjang District, 1999/2000Health planning is the first function which has to be done before doing the other management functions. Low quality of proposed annual health planning can be caused by many factors.
This study was carried out at Dinas Kesehatan Kota Padang Panjang in October 2000. Data were collected through in depth interview, focus group discussion and observation.
In general, this study found that the proposed annual health planning at Dinas Kesehatan Kota Padang Panjang is still low in quality. It was correlated with the form of proposed document which was made only in working sheet only, without clear direction, no continuation, no prediction to the strenght and weakness is in time of action, inability to adapt to the situation caused by poor technical guide in the process of health planning, no written delegation of authority, poor coordination and cooperation between program holders and correlated sectors, poor staff who involves fully in the health planning process, poor knowledge and skill in health planning, and no supervision about health planning. It seemed that the proposed was made by contrained worker.
Based on the results above the the quality proposed annual health planting was low. It is suggested Dinas Kesehatan Kota Padang Panjang to look into health management by increasing the technical guide of health planning including knowledge and skill through training. Besides that, it is important to restrict the delegation of authority, to involve staffs fully in the health planning process and to increase the coordination and cooperation between program holders and other correlated sectors."
Depok: Universitas Indonesia, 2000
T1002
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Barkis Basri
"Permasalahan pokok penelitian ini meliputi tiga hal. Pertama, bagaimana keikutsertaan wanita dalam industri kerajinan batu aji. Kedua, bagaimana pembagian kerja antara pria dan wanita dalam rumah tangga dan pada pengolahan batu aji yang menyebabkan perubahan nilai gender tradisional. Ketiga, bagaimana perubahan peran wanita dalam industri kerajinan dapat menjelaskan kemandirian wanita.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif berperspektif wanita, khususnya studi kasus wanita pengrajin batu aji di Kelurahan Keraton, Kabupaten Banjar. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara terstruktur dengan 34 orang responden. Kemudian, tujuh di antaranya dipilih untuk wawancara mendalam. Selain itu, dilakukan juga pengamatan dan pengumpulan data sekunder dari dokumen yang ada di Kantor Dinas Perindustrian dan Kantor Kelurahan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kebanyakan wanita pengrajin batu aji hanya lulusan SD. Sebagian kecil lulusan SLTP dan SLTA. Yang terakhir ini bukan penduduk asli Kelurahan Keraton, namun merupakan pengrajin batu aji terbaik. Mengenai komposisi keluarga, kebanyakan berbentuk keluarga batih.
Keikutsertaan wanita dalam industri batu aji disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, mereka ingin dan memutuskan sendiri untuk menjadi pengrajin batu aji. Kedua, mereka memiliki keterampilan yang diperoleh dari orang tua karena usaha itu turun-temurun. Ketiga, mereka menikah dengan pengrajin batu aji lalu mengikuti langkah suami. Keempat, mereka diajak suami yang berasal dari keluarga pengrajin batu aji untuk pindah ke Kelurahan Keraton dan menjadi pengrajin batu aji. Kelima, adanya inisiatif wanita itu sendiri untuk mengajak suaminya menjadi pengrajin batu aji.
Keterlibatan wanita dalam industri kerajinan batu aji tidak mengubah pembagian kerja antara pria dan wanita di sektor rumah tangga: pada umumnya hanya wanita yang mengerjakan tugas reproduktif. Sebaliknya, pada sektor industri kerajinan, wanita dan pria sama-sama terlibat. Dengan demikian, waktu yang dipergunakan untuk bekerja di rumah tangga dan industri kerajinan lebih banyak wanita dibanding pria. Meskipun demikian, peran mereka di sektor publik mempengaruhi kemandirian mereka, terutama dalam hal pengambilan keputusan di bidang ekonomi, kemasyarakatan, dan politik.

The independence of Agate Craftswomen (Case Study in Keraton Village, Banjar Regency, South Kalimantan Province).This research discusses about three main topics. First, how women participation in agate handicraft industry. Second, how job allotment between men and women in the family and in the agate fabrication which can cause a change in traditional gender value. Third, how the change of women role in the handicraft industry can describe on women independence.
This research applies women perspective qualitative method, especially in the case study on agate craftswomen in Keraton Village of Banjar Regency. Data collection was carried out through structured interview on thirty four respondents. Subsequently, of thirty four respondents, seven were selected to carry out a more detailed interview. In addition, it was also performed an observation and secondary data collection based on the documents available at the Regional Office of Industry Department and Village Office.
The result of this research reveals that most of agate craftswomen graduate from elementary school. Some of them graduate from junior high school and senior high school. The latter are not the indigenous people of Keraton Village, but they belong to the best agate craftsmen. Regarding the family composition, most of them are nuclear families.
The women participation in the agate industry are motivated by some causes. First, they wish and decide by their own to become agate craftsmen. Second, they possess a competency obtained from their parents because the industry is hereditary in nature. Third, they follow the step taken by their husbands because they marry to agate craftsmen. Fourth, they are asked by their husbands who come from agate craftsmen families to move to Keraton Village and become agate craftsmen there.
The women involvement in agate handicraft industry does not change the job allotment between men and women in the family sector. Generally, the reproductive duties are only performed by women. On the contrary, in handicraft industry sector, both women and men are involved. Therefore, total time used by women for working in the family and in the industry is longer than men. Nevertheless, women's role in public sector can influence their independence, especially in decision making relating to the economy, community and politics.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2001
T916
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rd. Hasan Basri S.
"Masyarakat Suku Anak Dalam merupakan bagian dari kelompok masyarakat terasing yang berada di wilayah Propinsi Jambi dengan populasi seluruhnya 2.951 kepala keluarga atau 12.909 jiwa yang tersebar di tiga kabupaten yaitu Kabupaten Batang Hari, Kabupaten Bungo Tebo dan Kabupaten Sarolangun Bangko. Mereka ini hidupnya terpencil, terisolasi, tertinggal di bidang ekonomi, pendidikan, kesehatan, sosial, politik dan agama. Untuk memenuhi kebutuhan hidup kesehariannya dilakukan dengan cara mengumpulkan hasil hutan dan berburu binatang.
Dalam menangani masyarakat terasing ini, pemerintah [Departemen Sosial] telah mengeluarkan suatu kebijakan yang secara yuridis formal tertuang dalam Keputusan Menteri Sosial RI Nomor 5/HUK/1994 tanggal 25 Januari 1994 tentang Program Pembinaan Kesejahteraan Sosial Masyarakat Terasing [PKSMT]. Pertimbangan dikeluarkannya kebijakan tersebut adalah bahwa masyarakat terasing bagian dari masyarakat Indonesia, memiliki berbagai masalah sosial yang perlu memperoleh pembinaan secara sistematik untuk meningkatkan taraf hidup mereka.
Program PKSMT ini mempunyai tujuan terentasnya masyarakat terasing dari ketertinggalan dan terbelakangan di berbagai bidang dan dapat beradaptasi dengan lingkungan sosial serta hidup sejajar dengan masyarakat lain yang lebih maju dan pada akhirnya menjadi masyarakat mandiri. Secara teknis program ini dilaksanakan melalui pola pendekatan Sistem Pemukiman Sosial [SPS] dengan empat tipe pemukiman yaitu: (1) tipe pemukiman di tempat asal atau insitu development (2) tipe pemukiman di tempat baru atau exsitu development (3) tipe stimulus pengembangan masyarakat, dan (4) tipe kesepakatan dan rujukan.
Dalam konteks ini maka pada tahun 1993/1994, Pemerintah Daerah Propinsi Jambi, Kanwil Departemen Sosial Propinsi Jambi dan instansi terkait telah melakukan pembinaan/bimbingan sosial kepada masyarakat Suku Anak Dalam khususnya yang berada di Desa Jebak Kecamatan Muara Tembesi Kabupaten Batang Hari. Pembinaan ini telah berhasil menetapkan masyarakat Suku Anak Dalam pada lokasi pemukiman menetap sebanyak 85 kepala keluarga atau 358 jiwa.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, tipe permukiman di tempat asal [insitu development/ cukup berpengaruh terhadap penataan wilayah di tempat asal masyarakat Suku Anak Dalam. Adanya sarana umum/sarana sosial yang tersedia di lokasi pemukiman disertai pula dengan bantuan stimulus berupa kebutuhan hidup sehari-hari selama 24 bulan serta bantuan peralatan kerja merupakan bagian yang terpenting dalam merubah dan membentuk perilaku sosial masyarakat Suku Anak Dalam sebagaimana yang dikehendaki.
Mereka telah mengenal pola bertani secara menetap, berkebun karet, memakan hasil pertanian dan memasarkannya pada masyarakat desa, dan pasar-pasar tradisional [green market] dan telah dapat mengembangkan rumah menjadi rumah permanen. Di bidang pendidikan mereka telah dapat membaca, menulis, berhitung dan menyekolahkan anak-anak pada sekolah dasar, dibidang agama mereka telah memeluk salah satu agama [lslam] dan menjalankan perintah agama, di bidang kesehatan mcreka telah memanfaatkan sarana kesehatan [Puskesmas].
Walaupun di satu sisi program PKSMT telah menunjukkan hasil ke arah pencapaian sasaran yang dikehendaki, pada sisi lain akan dapat terjadi kecenderungan dampak negatif [social attitude negative] dalam kehidupan masyarakat Suku Anak Dalam yaitu hilangnya sebagian budaya seperti ritus acara perkawinan yang sebenarnya dapat dipertahankan sebagai momentum pengembangan wisata budaya yang dikombinasikan dengan wisata alam setempat. Potensi produk wisata ini akan dapat menjadi nilai tambah tersendiri untuk menarik minat peningkatan jumlah kunjungan wisatawan ke lokasi setempat. Semua perubahan-perubahan sosial (fisik dan non fisik) pada masyarakat Suku Anak Dalam di lokasi penelitian, kami sajikan secara keseluruhan dalam tesis ini."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T919
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agustine Sukarlan Basri
"Penelitian ini mernpakan pengkajian mengenai ciri-ciri/karakteristik dan faktor-faktor dari kearifan menurut pandangan tiga kelompok usia yaitu dewasa muda, dewasa madya dan lansia. Kemudian dilanjutkan dengan pengkajian mengenai manifestasi ciri dan faktor kearifan yang telah diperoleh kedalam kehidupan tokoh-tokoh lansia yang dipandang arif.
Minat untuk melakukan penelitian ini bermula dari kenyataan masih langkanya penelitian di Indonesia yang menyoroti kehidupan lansia yang berhasil menjalani proses menuanya secara sukses. Sementara itu, berdasarkan hasil Sensus Penduduk 1971 dan 1990,jumlah penduduk lansia meningkat dua kali lipat dan pada tahun 2025 nanti diproyeksikan akan mencapai 13.2% dari populasi penduduk.
Sampai sekarang di lingkungan masyarakat masih cukup banyak gambaran negatif yang dikaitkan dengan periode usia lanjut ini, karena asumsi yang muncul adalah bahwa perkembangan diarahkan pada tujuan mencapai kematangan, sedangkan proses menua diarahkan pada tujuan kematian.
Sementara dari penelitian gerontologi mutakhir, diperoleh keterangan bahwa proses menua yang sukses, bukanlah sesuatu yang berhubungan dengan penyesuaian terhadap kehilangan-kehilangan karena usia, tetapi lebih pada pengembangan kapasitas-kapasitas baru, tubuh kita mungkin menua, namun kapasitas mental spiritual akan meningkat. Di samping itu, terdapat pula pandangan yang menyatakan bahwa aspek kearifan diharapkan menjadi lebih kuat dengan bertambahnya umur dan karenanya paling mungkin ditemukan pada kelompok lansia.
Penelusuran telaah pustaka mengenai kearifan, dimulai dari perkembangan sejarahnya sejak masa tradisi sekuler dan mass tradisi filosofis, yang disebut-sebut sebagai masa kejayaan kearifan. Kemudian meliwati mass keruntuhan yang ditandai dengan terjadinya serentetan `bencana intelektual' karena munculnya paham kapitalis dan aliran positivisme, hingga sampai pada masa restorasi yang ditandai dengan perjuangan berat untuk memperbaiki konsep tentang pengetahuan serta meningkatkan pemahaman tentang proses mencapai kearifan. Kini, setelah cukup lama iimu psikologi terumuskan secara akademis, dirasakan perlunya menggali kembali serta mengembangkan penelitian tentang kearifan dari sudut pandang ilmu psikologi.
Secara garis besar teori tentang kearifan dibagi ke dalam (1) teori implisit, (2) teori kognitif den (3) teori integratif. Dari masing-masing pandangan ditemukan berbagai hasil dan kesimpulan, baik mengenai arti, proses, ciri dan faktor penentu, manifestasi perilaku, maupun produk kearifan.
Penelitian ini ingin menggali pandangan masyarakat awam mengenai berbagai ciri kearifan dan faktor-faktor yang mempengaru inya. Kemudian juga ingin melihat manifestasi ciri dan faktor tersebut dalam kehidupan para tokoh lansia yang dipandang arif oleh tiga kelompok usia di daerah Jakarta dan sekitannya.
Penelitian dilakukan secara bertahap, diawali dengan pendekatan kuantitatif, kemudian dilanjutkan dengan pendekatan kualitatif. Pads pendekatan pertama, mula-mula dilakukan elisitasi jawaban mengenai ciri-ciri kearifan, kemudian penyebaran kuesioner yang berisi ciri-ciri yang telah disepakati. Pada pendekatan kualitatif, dilakukan wawancara mendalana terhadap 3 tokoh lansia yang terpilih sebagai orang arif oleh tiga kelompok usia tadi.
Dengan menggunakan uji statistik Analisis Faktor dan Analisis Varian Sat' Arah dengan mencari nilai uji F, diperoleh hasil berikut ini. Dari 43 ciri kearifan yang diperoleh, ditemukan 5 faktor yang mempengaruhi kearifan, masing-masing bernama: (1) Kondisi Spiritual-Moral, (2) Kemampuan Hubungan Antar Manusia, (3) Kemampuan Menilai dan Mengambil Keputusan, (4) Kondisi Personal, (5) Kemampuan Khususflstimewa. Faktor Spiritual-Moral merupakan faktor yang diperoleh dari penelitian ini, yang belum ditemukan dalam studi-studi sebelumnya. Faktor ini juga disepakati oleh para responder sebagai faktor yang memberikan kontribusi terbesar untuk menggambarkan kearifan.
Selain itu ditemukan lebih banyak kesamaan pandangan antara tiga kelompok usia mengenai ciri-ciri kearifan. Faktor yang dipandang berbeda secara bermakna oleh tiga kelompok usia adalah Kemampuan Hubungan Antar Manusia, Kemampuan Menilai dan Mengambil Keputusan serta Kemampuan Khusus/lstimewa. Sedangkan Faktor Spiritual-Moral dan Faktor Personal dipandang sama dalam menggambarkan kearifan.
Data kualitatif dari 3 tokoh lansia yang dipandang arif, menunjukkan kesepakatan dalam mengartikan konsep kearifan. Kearifan adalah kemampuan menanggapi, memutuskan dan menyelesaikcan permasalahan dengan cara yang tidak menyinggung pihak-pihak yang terlibat dan dapat diterima oleh semua pihak, sehingga keputusan yang diambil adalah hasil dari penilaian yang adil dan seimbang. Persoalan yang dimaksud, bukan saja yang memerlukan penanganan secara rasional dan intelektual, tetapi yang lebih mengandung segi-segi yang bersifat afektif dan moral, dimana hati nurani ikut "berbicara".
Berbagai ciri dan faktor kearifan, termanifestasikan pada para tokoh lansia dari cara mereka menghadapi permasalahan-permasalahan serta cara mempertimbangkan dampak keputusan yang diambilnya terhadap orang-orang yang terlibat. Pada dasarnya dapat ditarik kesamaan manifestasi terhadap setiap faktor kearifan, namun isi pengalaman don persoalannya tampak unik dan bervariasi.
Pendalaman penelitian melalui 'case-history' atau studi longitudinal, tampaknya diperlukan untuk menjawab pertanyaan mengenai proses berlangsungnya kearifan itu. Selain itu, program pelatihan bagi anak (seperti Program Biaa Keluarga Balita) maupun bagi generasi muda dan madya yang dapat meningkatkan perolehan tantangan-tantangan di berbagai bidang, dapat dilakukan sebagai saran intervensi untuk memunculkan kearifan dalam kehidupan lebih lanjut. Tidak lupa, program pelatihan bagi pare lansia itu sendiri dengan tujuan dapat mengaktualisasikan kearifan yang dimiliki semaksimal mungkin, sehingga potensi-potensi dan gambaran positif tentang lansia makin tampil."
2001
T10877
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Augustine Sukarlan Basri
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran yang lebih lengkap mengenai pengalaman perempuan sebagai pejuang selama perang kemerdekaan dans setelah indonesia merdeka berdasarkan penurunan dari pelaku sejarah itu sendiri. Penelitian ini didasarkan pada asumsi bahwa masih banyak hal-hal mengenai pengalaman perempuan yang tidak terkemand dalam buku-buku sejarah indonesia. Dua hal yang diduga dapat menerangkan hal ini adalah kurangnya tradisi menulis dan kurangnya minat para sejarawan terhadap pengalaman-pengalaman perempuan sebagai pelaku sejarah. Oleh karena itu diperlukan suatu penelitian yang akan menggali lebih banyak mengenai pengalaman perempuan dari pelaku sejarah itu sendiri. Penelitian ini memilih tiga orang perempuan pejuang yang telah dikenal sepak terjangnya dalam lingkungan organisasi perempuan. Metode yang digunakan adalah wawancara mendalam.
Penelitian ini menemukan bahwa ada beberapa pengalaman dan kepedulian yang kurang lebih sama yang dimiliki oleh tiga pejuang ini. Pertama, dalam perjuangannya perempuan pejuang ini sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai yang ditanamkan oleh orang tuanya. Kedua, mereka peduli terhadap isu perempuan, terutama masalah hak perempuan dalam perkawinan dan kesejahteraan ibu dan anak. Ketiga, sifat perjuangan mereka juga dipengaruhi oleh konsep perempuan sebagai ibu abgnsa. Keempat, oleh karena perjuangan mereka sangat diwarnai oleh konsep tersebut, mereka tetap menempatkan identitas mereka sebagai ibu rumah tangga walaupun pada saat bersamaan mereka adalah tokoh publik. Penelitian ini juga menampilkan pengalaman khas perempuan baik sebagai pejuang maupun sebagai istri pejuang. Dalam penelitian ini juga terungkap bagaimana perempuan ini menyikapi kelanjutan perjuangan mereka dalam masa sekarang.

ABSTRACT
This study was conducted to obtain a more complete description about women's experience during Indonesian Independence movement and thereafter based on personal life story. This study was based on the assumption that there are still lots more to say about women experience than those we can find in history books. Lack of written tradition and of historians' concerns on women's experience as actor in history are likely to be the reasons behind all this missing information. Therefore, it is necessary to conduct a study which will explore more about women's experience based on the actors' own experience. The method employed in this study is in-depth interviews and three women who are well-known among members of women's organizations, were selected as informants.
This study has identified some common experiences and concerns shared by three women who come from different backgrounds. First, have been greatly influenced by their parents and their families in their struggle. Second, they all concern about women's issues especially on women's right in marriage, mother's and children's welfare. Third, the nature of their struggle are greatly influenced by the concept of women as "ibu bangsa" (mother nation). Fourth, therefore, eventhough they have invaded "public" space successfully, they still retain their niches in "domestic sphere." This study also recaptures and reveals women's unique experience both as fighters and wives of fighters. Some concerns on women's situation in particular and the nation present Indonesia are also raised by the women, such as people's lack of morality and the government's lack of interest in social welfare."
Depok: Universitas Indonesia. Program Pascasarjana, 1997
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Seta Basri
"Penelitian menyelidiki motif sejumlah aktivis mahasiswa untuk terlibat ke dalam gerakan sosial di masa Orde Baru (1990-1996), Project atau organ gerakan sosial yang diteliti adalah PIJAR Indonesia. Organisasi ini bersifat terbuka dalam menentang rezim Orde baru, dan sebab itu banyak aktivisnya yang dipenjarakan pemerintah. Penyelidikan mengenai motif didahului oleh penyelidikan faktor-faktor perangsang politik, karakteristik pribadi, karakteristik sosial, dan pandangan informan yang membuat mereka terlebih dahulu mengenal PIJAR Indonesia.
Asumsi penelitian yang diangkat ada dua. Pertama, faktor-faktor seperti rangsangan politik, karakteristik pribadi, karakteristik sosial, dan pandangan internal dan external power position mendorong sejumlah aktivis mahasiswa sekadar mengenal PIJAR Indonesia. Setelah mengenal PIJAR Indonesia, asumsi kedua penelitian adalah Experience-Emotional Motivation merupakan motif utama yang membuat sejumlah aktivis mahasiswa terlibat aktif di PIJAR Indonesia.
Pendekatan penelitian yang diterapkan adalah studi kualitatif dengan jenis penelitian studi kasus. Teknik pengumpulan data terdiri atas studi dokumentasi, rekaman arsip, dan wawancara. Jenis wawancara yang diterapkan adalah wawancara open ended dan wawancara terfokus. Wawancara dilakukan atas 19 informan dengan rincian 10 informan diminta menjelaskan organisasi PIJAR dengan wawancara open ended Indonesia serta 9 informan yang dalam periode 1990-1996 berstatus mahasiswa untuk menjelaskan motif keterlibatan mahasiswa ke dalam PIJAR Indonesia dengan wawancara terfokus. Lokasi wawancara tersebar di Jakarta, Pondokgede, dan Depok.
Informan terbagi dua dalam mengalami pembangkitan minat politik, pra dan pasca mahasiswa. Media yang menentukan pengenalan politik adalah surat kabar, radio, maupun pengalaman langsung. Karakter pribadi informan banyak yang mengindikasikan 'pemberontak' (rebellious). Mayoritas informan tidak memandang istimewa status mahasiswa dan mereka berasal dari keluarga kelas menengah. Di dalam kampus, informan mengalami politisasi akibat perseteruan antarkelompok. Di luar kampus, informan merasa terlibat dalam politik nasional selaku warganegara. Dari empat pendorong partisipasi politik, Karakteristik Pribadi dominan mengkondisikan munculnya motif mahasiswa terlibat ke dalam PIJAR Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa motif keterlibatan mahasiswa ke dalam PIJAR Indonesia tidak hanya dilandasi Experience Emotional Motivation, tetapi juga Value Rational Motivation, Personal Advantage Motivation, dan Traditional Motivation."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13860
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5   >>