Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
Asyura Triana Arimurti
Abstrak :
Majelis Pengawas Notaris merupakan badan yang berwenang untuk melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap notaris. Hal ini bertujuan agar notaris menjalankan jabatannya sesuai peraturan jabatan dan kode etik yang berlaku. Dalam praktiknya, ditemukan adanya pelanggaran yang dilakukan oleh Majelis Pengawas Wilayah Notaris dalam memeriksa notaris. Berkaitan dengan Putusan Majelis Pengawas Wilayah Notaris Provinsi DKI Jakarta Nomor: 10/PTS/Mj.Pwn.Prov.DKIJakarta/IX/2021, adapun pokok permasalahan yang diteliti adalah kewenangan Majelis Pengawas Wilayah Notaris dalam memeriksa notaris serta pelaksanaan prosedur pemeriksaan dan penjatuhan sanksi oleh Majelis Pengawas Wilayah Notaris terhadap notaris dalam putusan tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis-normatif dengan metode analisis data berupa kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Majelis Pengawas Wilayah Notaris berwenang untuk memeriksa notaris karena telah sesuai dengan subjek dan objek pembinaan dan pengawasan Majelis Pengawas Notaris. Dalam kasus ini, notaris juga telah membuat akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) berdasarkan akta notaris yang dibuat bertentangan dengan ketentuan hukum sehingga Majelis Pembina dan Pengawas PPAT serta Majelis Kehormatan Ikatan PPAT juga berwenang untuk memeriksa notaris tersebut. Pelaksanaan pemeriksaan dan penjatuhan sanksi oleh Majelis Pengawas Wilayah Notaris telah melanggar jangka waktu dalam Permenkumham No. 15 Tahun 2020 sehingga putusan tersebut mengandung cacat prosedur. Dalam hal ini, diperlukan adanya peraturan yang mengakomodir hal yang dapat dilakukan apabila pengganti antarwaktu belum efektif menggantikan anggota Majelis Pengawas Wilayah Notaris yang diberhentikan. Dengan demikian, pemeriksaan terhadap kasus yang sedang dalam proses tidak terhambat dan dapat dilaksanakan. Upaya hukum yang dapat diajukan oleh pihak yang merasa tidak puas atas putusan tersebut adalah mengajukan gugatan melalui pengadilan tata usaha negara.
......Notary Supervisory Board is agency authorized to provide notary’s guidance and supervision. It is intended that notary does job in accordance with position regulations and code of ethics. In practice, there were violations committed by Notary Regional Supervisory Board in examining notary. In connection with Notary Regional Supervisory Board DKI Jakarta Decision Number: 10/PTS/Mj.Pwn.Prov.DKIJakarta/IX/2021, the issues studied are authority of Notary Regional Supervisory Board in examining notary as well as implementation of examination procedures and imposition of sanctions by Notary Regional Supervisory Board in the decision. The research method used is juridical-normative with qualitative data analysis methods. Results showed that Notary Supervisory Board has authority to examine notary because it is in accordance with subject and object of guidance and supervision of the Notary Supervisory Board. Notary has also made a deed of Land Deed Official (PPAT) based on notarial deed that made contrary to legal provisions so PPAT Guidance and Supervisory Board and PPAT Association Honorary Board are authorized to examine. Examination and imposition of sanctions by Notary Regional Supervisory Board has violated timeframe in Minister of Law and Human Rights’ Regulation No. 15 of 2020 so the decision contains procedural defects. In this case, it is necessary to have regulation that accommodates what can be done if interim replacement has not been effective in replacing Notary Regional Supervisory Board’s member. Thus, examination that are in process are not hampered and can be implemented. Legal remedies for parties who are dissatisfied are to file lawsuit through state administrative court.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Asyura Triana Arimurti
Abstrak :
Skripsi ini membahas mengenai pemutusan perjanjian pemborongan pekerjaan, yakni karena wanprestasi atau dengan digunakannya hak untuk memutus perjanjian pemborongan pekerjaan secara sepihak oleh pihak yang memborongkan berdasarkan Pasal 1611 KUHPerdata. Pokok permasalahan pada penelitian ini adalah bagaimana wanprestasi dapat terjadi beserta akibat hukumnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, pengaturan pemutusan perjanjian pada perjanjian pemborongan pekerjaan, serta pertimbangan hakim
terkait pemutusan perjanjian secara sepihak pada perjanjian pemborongan pekerjaan dalam Putusan Mahkamah Agung RI No. 1157 K/PDT/2017. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis-normatif menggunakan data sekunder. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam hal pihak yang memborongkan menuduh pemborong melakukan wanprestasi tetapi wanprestasi tidak terbukti,
pemutusan perjanjian pemborongan pekerjaan tidak dapat dilakukan berdasarkan Pasal 1266 KUHPerdata. Pemutusan perjanjian tetap dapat dilakukan melalui ketentuan Pasal 1611 KUHPerdata hanya apabila ganti rugi yang dimaksud pasal tersebut telah terpenuhi. Selama ganti rugi yang dimaksud oleh Pasal 1611 KUHPerdata tidak terpenuhi, maka pemutusan perjanjian secara sepihak pada perjanjian pemborongan pekerjaan yang dilakukan oleh pihak yang memborongkan tidak dapat didasari oleh Pasal 1611 KUHPerdata. Dengan demikian, sepatutnya
hakim lebih cermat dalam menggunakan Pasal 1611 KUHPerdata sebagai dasar pertimbangan.
This thesis discusses the termination of the contracting agreement, namely due to default or the use of the right to terminate the contracting agreement unilaterally by the party who is contracting based on Article 1611 of the Civil Code. The main problem in this research is how default can occur and the legal consequences based on the laws and regulations in force in Indonesia, the arrangement for termination of the agreement in the contract work agreement, as well as the judge's considerations.
regarding the unilateral termination of the agreement on the contract of work in the Supreme Court of the Republic of Indonesia No. 1157 K/PDT/2017. The research method used is juridical-normative using secondary data. The results of this study indicate that in the event that the party who bought the contract accused the contractor of default but the default was not proven, termination of the contract work agreement cannot be carried out based on Article 1266 of the Civil Code. Termination of the agreement can still be carried out through the provisions of Article 1611 of the Civil Code only if the compensation referred to in the article has been fulfilled. As long as the compensation referred to in Article 1611 of the Civil Code is not fulfilled, then the unilateral termination of the agreement on the contracting work agreement carried out by the party who is contracting cannot be based on Article 1611 of the Civil Code. Thus, it should be judges are more careful in using Article 1611 of the Civil Code as a basis for consideration.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Asyura Triana Arimurti
Abstrak :
Skripsi ini membahas mengenai pemutusan perjanjian pemborongan pekerjaan, yakni karena wanprestasi atau dengan digunakannya hak untuk memutus perjanjian pemborongan pekerjaan secara sepihak oleh pihak yang memborongkan berdasarkan Pasal 1611 KUHPerdata. Pokok permasalahan pada penelitian ini adalah bagaimana wanprestasi dapat terjadi beserta akibat hukumnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, pengaturan pemutusan perjanjian pada perjanjian pemborongan pekerjaan, serta pertimbangan hakim terkait pemutusan perjanjian secara sepihak pada perjanjian pemborongan pekerjaan dalam Putusan Mahkamah Agung RI No. 1157 K/PDT/2017. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis-normatif menggunakan data sekunder.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam hal pihak yang memborongkan menuduh pemborong melakukan wanprestasi tetapi wanprestasi tidak terbukti, pemutusan perjanjian pemborongan pekerjaan tidak dapat dilakukan berdasarkan Pasal 1266 KUHPerdata. Pemutusan perjanjian tetap dapat dilakukan melalui
ketentuan Pasal 1611 KUHPerdata hanya apabila ganti rugi yang dimaksud pasal tersebut telah terpenuhi. Selama ganti rugi yang dimaksud oleh Pasal 1611
KUHPerdata tidak terpenuhi, maka pemutusan perjanjian secara sepihak pada perjanjian pemborongan pekerjaan yang dilakukan oleh pihak yang memborongkan tidak dapat didasari oleh Pasal 1611 KUHPerdata. Dengan demikian, sepatutnya hakim lebih cermat dalam menggunakan Pasal 1611 KUHPerdata sebagai dasar pertimbangan.
......This thesis explains the termination of the construction agreement due to breach of contract or the use of the right to terminate the construction agreement unilaterally pursuant to Article 1611 of the Civil Code. The main problem of this thesis are how the breach of contract could have occurred along with its legal consequences based on laws in Indonesia, the regulation of a termination of the construction agreement, and the judge's consideration of the unilateral termination of the construction agreement in the Supreme Court’s Decision Number 1157 K/PDT/2017. The research method used is normative juridical, which is using secondary data. Based on the research, in the event that the principal accuses the constructor of the breach of contract but he cannot prove it, the termination of the construction agreement cannot be done under the provisions of Article 1266 of the Civil Code. The termination of the construction agreement can be done under the provisions of Article 1611 of the Civil Code only if the compensation in that article has been fulfilled. If compensation intended by Article 1611 of the Civil Code are not fulfilled, the unilateral termination of the construction agreement is cannot be based on that article. Thus, the judge should be more careful in using Article 1611 of the Civil Code as a basis for consideration.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library