Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
M. Arief Setiawan
"Sjorgen's syndrome (SS) is a chronic rheumatic autoimmune disease characterized by specific symptoms of sicca keratocon junctivitis (SKC) and xerostomia (called Sicca complex) due to decreased secretion of the lacrimal and salivary glands, with or without enlargement of the parotid gland.1'3
SS is said to be the second most common autoimmune rheumatic disease after Rheumatoid Arthritis (RA), and is even more common than SLE. However, SS is a disease that is very hard to diagnose.3 The average time between the onset and diagnosis is approximately 8-9 years. As with other autoimmune diseases, it is most commonly found among women, with a ratio of approximately 9:1.3A
Treatment of SS will always involve many experts, such as neurologists, ophthalmologists, pulmonologists, dermatologists, ENT specialists, gynecologists, and of course, rheumatologists.4*5
"
2002
AMIN-XXXIV-2-AprJun2002-65
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Arief Setiawan
"Indonesia merupakan negara bahari yang mampu menghasilkan ikan untuk konsumsi dalam jumlah besar. Keadaan ini berbanding terbalik dengan keadaan ekonomi masyarakat nelayan yang tergolong warga negara berekonomi lemah. Salah satu faktor yang menyebabkan keadaan ini ialah penanganan ikan paska penangkapan yang buruk, yaitu sistem pendinginan konvensional, yang mengakibatkan harga jual ikan di pasar anjlok. Salah satu solusi dari permasalahan ini ialah dengan menggunakan ice slurry sebagai system pendinginan yang baru. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengkaji sistem refrigerasi dari mesin pembuat ice slurry berbahan dasar air laut. Pada penelitian ini akan dicari pada kapasitas bahan dasar berapakah performa ice slurry generator berkerja secara optimal. COP, diagram p-h, dan waktu produksi akan menjadi indikator performa system refrigerasi. Hasil menunjukan bahwa ice slurry generator berkerja secara optimal dengan jumlah bahan dasar yang digunakan sebanyak 7 liter dengan waktu pengerjaan 76,5 menit dan nilai coefficient of performance (COP) rata-rata sebesar 4,35.

Indonesia is a maritime country that capable to produce an amount of consumption fish in great quantities. This situation is inversely proportional with economy class of fisherman in Indonesia that rated poorly. One of the causal factor of this situation is the treatment after catch of fish that miserably i.e. conventional cooling system, that influence sale price of fish in the market. Ice slurry could be the solution of this problem and replace the conventional cooling system that execrable. This research slated for examine the refrigeration system of sea water based ice slurry generator. This research will look into obtaining optimal capacity of starting material that wills improve the performance of ice slurry generator. COP, p-h diagram, and production time shall be the indicators of the performance of this refrigeration system. The results indicate that this ice slurry generator did well with starting material at the amount of 7 liters by 76,5 minutes of production times and average coefficient of performance (COP) in number 4,35."
2011
S166
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
M. Arief Setiawan
"Undang-undang (UU) Nomor 1 Tahun 1967 jo. UU Nomor 11 Tahun 1970 merupakan dasar hukum Penanaman Modal Asing (PMA) 2 (dua) jenis investasi adalah investasi portofolio (pembelian saham untuk investasi melalui Bursa Efek) dan Foreign Direct Investment (FDI). Pembahasan tesis ini ditekankan kepada pengembangan FDI di Kawasan Timur Indonesia (KTI), dengan studi kasus di daerah terpencil di Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah sejak tahun 1967sampai 1997. Unsur-unsur PMA atau FDI antara lain adanya ?capitaI assets or accumulated goods, possesions, and assets, used fo r productions o f profit and wealth?, berbadan hukum Indonesia (bukan perseorangan), investor menanggung sendiri terhadap resiko modal yang ditanamnya sendiri, dan telah mendapat persetujuan investasi dari pemerintah setempat. Pembangunan nasional Indonesia yang bertumpu pada paradigma pertumbuhan (pembentukan pusatpusat pertumbuhan ekonomi), bukan pada pembentukan pusat-pusat pembangunan nasional yang merata dan sedikit melibatkan bidang-bidang lainnya, maka arah investasi cenderung ditentukan oleh expected raie o f returns dari investasi dengan syarat antara lain infrastruktur (sarana dan prasarana) yang telah tersedia, kestabilan politik yang mantap, tingkat kepercayaan yang baik terhadap pemerintah, birokrasi yang tidak berbeli-belit, tersedianya sumberdaya manusia dan alam, adanya kepastian hukum yang jelas, dan (dari pemerintah setempat diharapkan) adanya transfer tehnologi dan knowledge. Karenanya, arah kebijakan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan nasional, yang menurut Regim Orde Baru dilandasi (Pasal 11) Ketetapan Nomor XXTTI/MPRS/1966, telah memperlihatkan proporsi investasi yang ditanam di Kawasan Barat Indonesia (KBI) lebih banyak dan besar dibandingkan di KTI. Tni semata-mata disebabkan posisi KBI sebagai growth generating regions lebih potensial dan posisi 'bargaining power' pihak investor asing lebih kuat dibandingkan pemerintah setempat atau mitra lokalnya.
Mempertimbangkan terjadinya ketertinggalan pembangunan nasional, pertumbuhan ekonomi, dan investasi, pembangunan KTI dilakukan dengan cara antara lain melalui dikeluarkannya berbagai produk hukum (termasuk deregulasi hukum) terkait bidang investasi, pemberian fasilitas investasi (fiskal maupun non fiskal), (secara perlahan-lahan) membangun prasarana dan sarana atau infrastruktur, promosi sumberdaya alamnya, pemberdayaan sumber daya manusianya, pembentukan Dewan Pengembangan KTI (Ketuanya adalah Presiden Republik Indonesia, Soeharto), direncanakan revisi kembali dan atau menambah flingsi Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dari birokrator dan regulator menjadi fasilitator, dan pembentukan 13 (tiga belas) Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET). Demi menjaga kelangsungan investor dalam negeri, kedaulatan negara, dan kejenuhan investasi, pemerintah Indonesia telah mengeluarkan proteksi atas penanaman modal untuk bidang-bidang tertentu yang sama atau favorit dan yang sekiranya masih dianggap vital bagi negara Indonesia melalui Keputusan Presiden Nomor 31 Tahun 1995 (sampai saat ini masih tetap berlaku). KTI (diluar propinsi di Kalimantan)9 menurut Keputusan Presiden Nomor 120 Tahun 1993 meliputi 9 propinsi yaitu Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Timor-Timur, Irian Jaya, Maluku, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Tenggara. Sejak tahun 1967 sampai 15 Juli 1997, secara kumulatif ternyata KBI telah menerima proyek investasi asing sebanyak mendekati 30 (tiga puluh) kali lebih banyak dari yang diterima KTI. Sedangkan besarnya nilai investasi yang diterima 10 (sepuluh) kali lebih banyak dari yang diterima KTI Besarnya persetujuan investasi asing tidaklah selalu sama pada saat realisasinya. Kumulatif persetujuan dibagi kedalam Sektor Primer, Sektor Sekunder, dan Sektor Tersier. Sejak 1967 sampai 15 Juli 1997 untuk investasi di Sulawesi Utara (Sulut), secara kumulatif Sektor Primer memegang ranking teratas (16 proyek) dalam hal banyak proyek investasi yang disetujui dengan nilai investasi US $ 502,612,000 (lima ratus dua juta enam ratus duabelas ribu dollar Amerika Serikat). Selanjutnya diikuti oleh Sektor Tersier dan Sektor Sekunder. Dilihat perbidangnya, maka Bidang Industri Makanan (Sektor Sekunder) memegang ranking pertama (10 proyek).
Selanjutnya diikuti oleh Bidang Hotel dan Restauran, Bidang Pertambangan, dan Bidang Perikanan. Sedangkan nilai investasi Australia di Sulut menduduki ranking teratas sebesar US $ 256,024,000 (dua ratus lima puluh enam juta dua puluh empat ribu dollar Amerika Serikat). Selanjutnya diikuti oleh Singapura, Filipina, Hongkong, dan Jepang. Sedangkan dilihat dari jumlah proyeknya, rangking pertama adalah Singapura (8 proyek). Selanjutnya diikuti oleh Jepang, Australia, Filipina, dan Taiwan. Jadi total nilai investasi asing (1967-15 Juli 1997) di Sulut adalah US $ 820,701,000 (delapan ratus dua puluh juta tujuh ratus satu ribu dollar Amerika Serikat) atau 0.44 % (nol koma empat puluh empat persen) dari total persetujuan nilai investasi asing untuk seluruh wilayah di Indonesia yang berjumlah US $ 185,968.1 juta (seratus delapan puluh lima miliar sembilan ratus enam puluh delapan juta seratus ribu dollar Amerika Serikat).
Sejak tahun 1967 sampai 15 Juli 1997, untuk investasi di Sulawesi Tengah (Sulteng), secara kumulatif Sektor Sekunder memegang ranking teratas (7 proyek) dalam hal banyak proyek investasi yang disetujui dengan nilai investasi US $ 88,737,000 (delapan puluh delapan juta tujuh ratus tiga puluh tujuh ribu dollar Amerika Serikat). Selanjutnya diikuti oleh Sektor Primer dan Sektor Tersier. Dilihat perbidangnya, maka Bidang Industri Kayu (Sektor Sekunder) memegang ranking pertama (5 proyek) Selanjutnya diikuti oleh Bidang Peternakan (Sektor Primer), dan Bidang Industri Makanan (Sektor Sekunder). Sedangkan nilai investasi Malaysia di Sulteng menduduki ranking teratas sebesar US $ 69,317,000 (enam puluh sembilan ju ta tiga ratus tujuh belas ribu doliar Amerika Serikat) Selanjutnya diikuti oleh Singapura, Jepang, Taiwan, dan Belanda. Sedangkan dilihat dari jumlah proyeknya, rangking pertama adalah Taiwan (6 proyek). Selanjutnya diikuti oleh Malaysia (2 proyek) dan Jepang (2 Proyek). Jadi total nilai investasi asing (1967-15 Juli 1997) di Sulteng adalah US $ 166,891,000 (seratus enam puluh enam juta delapan ratus sembilan puluh satu ribu doliar Amerika Serikat) atau 41.46 % (empat puluh satu koma empat puluh enam persen) dari total nilai investasi asing di Sulut atau 0.09 % (nol koma nol sembilan persen) dari total keseluruhan persetujuan nilai investasi asing untuk seluruh wilayah di Indonesia yang beijumlah US $ 185,968 1 juta (seratus delapan puluh lima miliar sembilan ratus enam puluh delapan juta seratus ribu doliar Amerika Serikat). Beberapa kendala minim atau kurangnya minat investasi asing di KTI antara lain faktor-faktor tingkat kesulitan di wilayah KTI, kurang memadainya prasarana dan sarana atau infrastruktur, kurangnya informasi peluang usaha di sektor potensial, terbatasnya kemampuan dunia usaha setempat memanfaatkan potensi disana, belum berkembangnya pola kemitraan usaha antara pelaku utama ekonomi dan industri dengan pemberdayaan pusat-pusat riset di Universitas setempat, hambatan birokrasi antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dengan pihak investor asing, dan kegiatan proyek investasi asing cenderung didominasi oleh Sektor Primer yang dapat menyebabkan high cost investment. Selain itu, krisis moneter berdampak pada penurunan daya saing produk Indonesia di pasaran internasional dan penurunan tingkat kepercayaan dan arus modal para investor asing yang akan menanamkan modalnya dalam bentuk FDI di Indonesia. Dari tanggal 1 Juli 1997 sampai 31 Desember 1997 tidak ada satupun persetujuan untuk investor asing yang akan menanamkan modalnya di Sulawesi Tengah Namun ada 2 (dua) persetujuan investasi asing untuk propinsi Sulawesi Utara dengan nilai US $ 347,000,000 (tiga ratus empat puluh tujuh juta doliar Amerika Serikat). Selain itu, dari tanggal 1 Januari 1998 sampai 30 April 1998, hanya ada 3 (tiga) persetujuan investasi asing di Sulawesi Tengah dengan nilai US S 2,350,000 (dua juta tiga ratus lima puluh ribu doliar Amerika Serikat). Sedangkan pada periode yang sama untuk Sulawesi Utara terdapat 6 persetujuan investasi asing dengan nilai US S 103,160,000 (seratus tiga juta seratus enam puluh ribu doliar Amerika Serikat) Kabinet Reformasi Pembangunan yang dipimpin oleh Presiden B.J. Habibie telah memprogram reformasi politik, ekonomi, dan hukum untuk mengatasi dampak krisis moneter di Indonesia. Reformasi hukum seharusnya bukan saja untuk hukum tertulis, namun merupakan reformasi budaya hukum Budaya hukum antara lain perilaku manusia, keyakinan hukum, kesadaran hukum, pendidikan hukum, penegakan hukum, pranata hukum dan lembagalembaga hukum, materi hukum, dan ?filling system? dari informasi hukum."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yoga Arief Setiawan
"Implementasi suatu peraturan perundang-undangan akan memiliki dampak penyesuaian terhadap beberapa aspek. Penyesuaian tersebut sangat berkaitan dengan boleh atau tidaknya suatu perbuatan hukum dilakukan. Dengan berlakunya Qanun Aceh Nomor 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah, hal tersebut menyebabkan Lembaga Keuangan yang bersifat konvensional tidak dapat beroperasi di Aceh, dengan demikian terdapat rencana konversi transaksi konvensional menjadi transaksi berdasarkan prinsip syariah dalam rangka perpindahan nasabah kredit bank konvensional menjadi nasabah pembiayaan bank syariah di Aceh. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan tipe penelitian deskriptif analitis yang memberikan perspektif terhadap mekanisme yang dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan. Dalam penelitian ini disebutkan Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia memberikan arahan kepada Ikatan Notaris Aceh, bahwa pengalihan utang berdasarkan transaksi non syariah menjadi transaksi syariah tidak dapat dilakukan dengan skema subrogasi. Pada dasarnya, subrogasi berdasarkan prinsip syariah untuk konversi nasabah kredit bank konvensional menjadi nasabah pembiayaan bank syariah dapat dilakukan dengan merujuk pada Fatwa DSN MUI Nomor 104/DSN-MUI/IX/2016 tentang Subrogasi Berdasarkan Prinsip Syariah melalui mekanime Subrogasi Tanpa Kompensasi. Terkait dengan pengalihan piutang hanya boleh dilakukan atas piutang yang sah berdasarkan syariah, pengalihan putang yang dimaksud adalah pengalihan piutang melalui jual beli yang mana dalam Fatwa DSN-MUI Nomor 104/DSN-MUI/IX/2016 hal tersebut dilakukan dengan mekanisme Subrogasi dengan Kompensasi (‘iwadh) dan Tanpa Wakalah Pembelian Barang dan Subrogasi dengan Kompensasi (‘Iwadh) dan Wakalah Pembelian Barang. Selain itu, terdapat mekanisme lain yang dapat mempengaruhi notaris dalam membuat akta dalam rangka konversi transaksi konvensional menjadi transaksi berdasarkan prinsip syariah dalam rangka perpindahan nasabah kredit bank konvensional menjadi nasabah pembiayaan bank syariah di Aceh mekanisme lain dapat dilakukan dengan pengalihan utang dengan mempedomani Fatwa DSN-MUI Nomor 31/DSN-MUI/VI/2002 tentang Pengalihan Utang dan Fatwa DSN-MUI Nomor 58/DSN-MUI/V/2007 tentang Hawala Bil Ujrah.

The implementation of a statutory regulations will affect the adjustment for various aspects. The adjustment will be tightly related to legal or illegal of an act of law to be performed. With the enactment of Aceh Qanun Number 11 of 2018 concerning Sharia Financial Institutions, causing the conventional financial institution is not able to do its operation. This, there are plans to convert conventional transaction into shariah based transactions, in order to migrate conventional bank credit customers into sharia bank financing customers in Aceh. This research is normative juridical study with a type of descriptive analytical research that shows perspectives of the mechanism that can be used to solve the problems. In this research, it is stated that central committee Indonesian Notary Public Association provides directions to Indonesian Notary Public Association for Aceh region, that debt transfer based on non-sharia transactions to sharia transaction can’t be implemented with a subrogation scheme. Basically, subrogation based on sharia principle for convertion of conventional bank credit customer to sharia bank financing customer can be use according to Fatwa DSN MUI Number 104/DSN-MUI/IX/2016 concerning Subrogation based on Sharia Principle through Subrogation Principle without Compensation. In relation with account receivable’s diversion only can be use upon legitimate account receivable based on sharia principle, which is account receivable’s diversion through sell and buying according to Fatwa DSN-MUI Number 104/DSN-MUI/IX/2016 was doing by subrogation mechanism with Compensation (‘iwadh’) and without wakalah to buy something and subrogation with compensation (‘iwadh) and wakalah to buy something. Beside that, there is another mechanism that can influence notary in order to make deed for conversion the conventional transaction to be sharia principle transaction. The other mechanism can be guided by Fatwa DSN-MUI Number 31/DSN-MUI/VI/2002 concerning Debt Diversion and Fatwa DSN-MUI Number 58/DSN-MUI/V/2007 concerning Hawalah bil Ujrah."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arief Setiawan
"Penyediaan infrastruktur gas bumi di IKN Nusantara menjadi tantangan tersendiri karena terbatasnya infrastruktur gas bumi terpasang di sekitar Kalimantan Timur dan jumlah kebutuhan/permintaan gas bumi di IKN Nusantara yang tidak besar. Kedua hal tersebut secara langsung mempengaruhi keekonomian proyek agar dapat memenuhi indikator kelayakan. Oleh karena itu diperlukan asesmen terhadap alternatif penyediaan infrastruktur yang mampu memberikan benefit optimal. Penelitian dalam tesis ini mengkaji alternatif penyediaan infrastruktur gas bumi di IKN Nusantara dapat mencapai kelayakan secara tekno ekonomi dengan tiga kelompok utama opsi moda transportasi gas bumi, yaitu (1) moda pipa penyalur (pipeline), (2) moda beyond pipeline, dan (3) kombinasi kedua moda tersebut. Berdasarkan perhitungan dan analisis teknikal, opsi kombinasi: pipeline dan LNG adalah yang paling aplikatif, terbaik, dan layak sebagai solusi penyediaan gas bumi di IKN Nusantara untuk pelanggan rumah tangga, kecil dan komersial dengan biaya investasi (CAPEX) sebesar Rp 6 triliun hingga tahun 2045. Agar proyek penyediaan gas bumi di IKN Nusantara dapat layak dan memberikan manfaat bagi badan usaha yang akan ditunjuk oleh pemerintah, maka harga jual gas bumi kepada pelanggan rumah tangga, kecil, dan komersial adalah sebesar Rp 13.250,- sehingga memberikan nilai NPV sebesar Rp 1,4 triliun, IRR sebesar 10,961%, dan PBP pada tahun ke-14,48. Variabel yang paling berpengaruh pada kelayakan ekonomi proyek adalah CAPEX dan harga jual gas bumi, sehingga diperlukan peran pemerintah berupa kompensasi seperti subsidi atau penetapan harga jual gas bumi yang sesuai agar proyek penyediaan gas bumi di IKN Nusantara dapat menarik bagi badan usaha untuk berinvestasi di IKN Nusantara.

The provision of natural gas infrastructure in IKN Nusantara is a challenge due to the limited natural gas infrastructure installed around East Kalimantan and the amount of natural gas demand in IKN Nusantara which is not large. Both directly affect the economics of the project to meet the feasibility indicators. Therefore, it is necessary to assess the options for infrastructure provision that may provide optimal benefits. This study assesses how feasible it is for a natural gas infrastructure project in IKN Nusantara to achieve techno-economic viability under three main groups of natural gas distribution options, i.e., (1) pipeline mode, (2) beyond-pipeline, and (3) the combination of both mode options. Based on the calculations and technical analysis, the combination option: LNG and pipeline is the most applicable, best, and feasible option as a natural gas supply solution in IKN Nusantara for household, small and commercial customers with an investment cost (CAPEX) of Rp 6 trillion until 2045. For the natural gas supply project in IKN Nusantara to be feasible and provide benefits for the business entity later appointed by the government, the selling price of natural gas to household customers, small, and commercial customers is at Rp 13,250, - thus providing an NPV value of Rp 1.4 trillion, IRR of 10.961%, and PBP in year 14.48. The variables that play the most role in influencing project feasibility are CAPEX and natural gas selling price, so that the government's role is needed in the form of subsidies or setting appropriate selling prices so that natural gas supply projects may attract business entities to invest in IKN Nusantara."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library