Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Angela Christina
"Latar Belakang: Filariasis limfatik adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh cacing nematoda, dapat terjadi di berbagai usia termasuk anak-anak, dan menyebabkan kecacatan sementara dan permanen. Biasanya, pasien dengan infeksi filarial aktif memiliki kadar IgG4 antifilarial yang tinggi, yang dapat diamati dengan pemeriksaan rutin. Penelitian ini bertujuan untuk memeriksa adanya transfer IgG4 via plasenta dan mengetahui penggunaan teknik serologi untuk diagnosis filariasis pada bayi sesuai/tidak untuk menghindari penggunaan obat yang tidak perlu.
Metode: Ibu hamil dengan usia kehamilan trimester ketiga yang tinggal di area endemis filariasis (Desa Jati Sampurna dan Jati Karya) diukur kadar serum IgG4 dengan teknik ELISA. Setelah melahirkan, dilakukan pengukuran kadar serum IgG4 pada bayinya (n = 167). Sampel darah yang diukur sebanyak 4 mL, yang diambil pada pk 20.00 dari ibu dan bayinya (usia bayi < 7 hari). Kadar serum IgG4 dikelompokkan menjadi 2 (kelompok tinggi dan rendah) dengan batas 503,3750.
Hasil : kadar IgG4 pada bayi berkorelasi positif secara signifikan dengan kadar IgG4 ibu (r = +0.236; p ≤ 0.05). Semakin tinggi konsentrasi IgG4 pada bayi, semakin tinggi kadar IgG4 pada bayinya. Juga didapatkan perbedaan yang signifikan antara rata-rata kadar IgG4 pada bayi yang ibunya memiliki kadar IgG4 yang tinggi dengan yang rendah (p = 0.004). Setiap bayi yang memiliki kadar IgG4 tinggi (n = 118), ternyata dilahirkan oleh ibu yang memiliki kadar IgG4 yang tinggi.
Kesimpulan : tingginya kadar IgG4 selama masa bayi (<1 tahun) tidak mengindikasikan adanya infeksi filariasis pada bayi tersebut. Kadar IgG4 diperkirakan meningkat karena adanya transfer IgG4 melalui plasenta, oleh sebab itu, teknik serologi tidak direkomendasikan untuk mendiagnosis infeksi filariasis pada bayi.

Introduction : Lymphatic filariasis is a painful infectious disease caused by nematode worms. The infection is usually acquired in childhood and causing temporary or permanent disability. Typically, patients with active filarial infection will have their antifilarial IgG4 level elevated, which can be observed using routine assay. In order to suppress the parasite?s activity, antihelmintic drugs must be taken. But, these drugs have considerable side effect to children, such as GI disturbance. This study aim to investigate the transplacental transfer of IgG4 and whether or not serologic techniques are adequate to diagnosie filarial infection in infants and to avoid the unnecessary drugs use.
Methods : Pregnant women in third trimester residing in filarial endemic area (Jati Sampurna and Jati Karya Village) were measured serum IgG4 level using ELISA technique. Several months later, their infants IgG4 serum level is measure as well (n = 167). Four millimeters blood samples were taken at 8 PM from mother and her infant (before 7 days of age). Serum IgG4 level is classified into 2 groups (high and low) by using cut off point 503,3750.
Result : There was a significant positive correlation between high serum IgG4 concentration in their mother and her infant (r = +0.236; p ≤ 0.05). The higher IgG4 concentration in mother, the higher IgG4 concentration in their infant. There was also a significant difference between the mean IgG4 concentration in infant whom mother has high level serum IgG4 and low (p = 0.004). Infants, with have high level of serum IgG4 (n = 118), each has a mother with high serum IgG4 level as well.
Conclusion : High level of antifilarial IgG4 during infancy (<1 year) does not necessarilly indicate an filarial infection in said infant. The serum IgG4 level is likely to elevated due to the transplacental transfer of maternal IgG4, and thus serologic technique are not recommended in diagnosing filarial infection in infants."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Angela Christina
"Latar belakang: Penggunaan USG dalam kanulasi vena jugular interna meningkatkan kemampuan operator dalam menentukan lokasi vena jugular interna dan meningkatkan angka keberhasilan kanulasi vena sentral baik pada pasien dewasa maupun pediatri. Terdapat beberapa teknik kanulasi dengan pendekatan orientasi probe USG dalam membantu kanulasi vena sentral. Penelitian ini bertujuan membandingkan orientasi Oblique dengan Transversal terhadap keberhasilan kanulasi vena jugular interna pada pasien pediatri.
Metode: Penelitian ini adalah uji klinik acak tidak tersamar terhadap pasien yang menjalani bedah jantung pada bulan Februari-Mei 2021 di Ruang Operasi Pelayanan Jantung Terpadu di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo. Setelah mendapatkan persetujuan izin etik dari Komite Etik Penelitian Kesehatan FKUI-RSCM, sebanyak 60 subjek dialokasikan ke dalam dua kelompok yaitu kelompok Oblique dan Transversal. Proporsi keberhasilan kanulasi sesuai randomisasi, keberhasilan pada usaha pertama, dan jumlah usaha, pada kedua kelompok kemudian dinilai.
Hasil: Dari 60 subjek, 30 subjek pada kelompok Oblique dan 30 subjek pada kelompok Transversal, yang berhasil menyelesaikan penelitian. Proporsi keberhasilan kanulasi pada usaha pertama pada kelompok Oblique 86.7% vs Transversal 73.3% (p>0.19). Pada kelompok Oblique didapatkan 1 subjek yang tidak berhasil dilakukan kanulasi sehingga keberhasilan kanulasi sesuai randomisasi sebesar 96.7%. vs Transversal 100% (p=1.00). Jumlah usaha pada kelompok Oblique maupun Transversal tidak berbeda bermakna (p>0.05), didapatkan proporsi pada kelompok Oblique : 86.7% masuk pada jumlah usaha 1 kali, 10% pada usaha 2-3 kali, dan 3.3% pada usaha lebih dari 3 kali. Sedangkan pada kelompok transversal 73.3% masuk pada jumlah usaha 1 kali, 23.3% pada usaha 2-3 kali, dan 3.3% pada usaha lebih dari 3 kali.
Simpulan: Tidak terdapat perbedaan bermakna antara orientasi Oblique dan Transversal dalam keberhasilan kanulasi vena jugular interna pada pasien pediatri. Tidak terdapat perbedaan bermakna antara orientasi Oblique dan Transversal dalam keberhasilan pada usaha pertama, proporsi keberhasilan kanulasi antara kedua kelompok, maupun jumlah usaha kanulasi.

Background: Ultrasound-guided internal jugular venous access increases the rate of successful cannulation of internal jugular vein in adult and paediatric patients. This study aimed to compare oblique versus transverse orientation approach in jugular venous cannulation in term of cannulation success in pediatric heart surgery patients.
Methods: A prospective randomized clinical trial in paediatric patients (age 3 months to 12 years old) who undergo heart surgery in February-May 2021 in Operating Theatre Pelayanan Jantung Terpadu Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo. After obtained the approval from the Ethical Committee for Clinical Investigation FKUI-RSCM, 60 patients randomized into two groups, 30 patients in experimental group (oblique orientation) and 30 patients in control group (transverse orientation). The main outcome measure were the successful cannulation on first needle pass, successful cannulation with the designated approach, and the total number of attempt.
Results: In total 60 subjects were analysed, 30 patients in experimental group (oblique orientation) and 30 patients in control group (transverse orientation). Cannulation was successful on first needle pass in Oblique is higher 86.7% vs Transversal 73.3% (p>0.19). One subject form Oblique group was failure so the successful rate in designed approach in Oblique was 96.7%. vs Transversal 100% (p=1.00). There is no different in total number of attempt in both group1.3 vs 1.43 (p>0.05).
Conclusion: There is no different in Oblique vs Transverse orientation for internal jugular venous cannulation in paediatric heart surgery patients in term of successful cannulation on first needle pass, successful cannulation with the designated approach, and the total number of attempt in.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library