Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ambar Hardjanti
Abstrak :
Ruang Lingkup dan Cara Penelitian : Infeksi cacing tambang di Indonesia disebabkan oleh dua spesies : N. americanus dan A. duodenale, dimana N. americanus merupakan spesies yang dominan di Indonesia. Selama ini diferensiasi N. americanus dan A. duodenale hampir tidak pernah dilakukan. Selain karena alasan teknis juga karena kedua spesies cacing tambang tersebut selama ini dianggap sama dalam hal pengobatan. Namun bukti yang ada menunjukkan bahwa kedua spesies cacing tambang tersebut berbeda, baik dalam fisiologi, patologi maupun respon terhadap pengobatan. N. americanus dan A. duodenale mempunyai bentuk telur yang sama sehingga tidak dapat dibedakan secara morfologi. Kedua cacing tambang tersebut secara morfologi dapat dibedakan dari stadium cacing dewasa dan bentuk larva filariform (stadium L3). Dalam prakteknya, cacing tambang dewasa praktis tidak pernah ditemukan, sedangkan larva L3 dapat diperoleh dengan teknik copra-culture Harada-Mori, tetapi cara ini membutuhkan waktu lama, ketelitian tinggi, dan tenaga yang berpengalaman untuk membedakannya. Untuk itu perlu dikembangkan teknik alternatif yang cepat dan dapat diandalkan seperti teknik biologi molekuler. Beberapa teknik PCR yang menggunakan DNA inti sebagai target telah dikembangkan, namun teknik tersebut belum optimal mengimplifikasi DNA yang diekstraksi dari feses. DNA mitokondria gen COII dipilih sebagai target oleh karena mempunyai laju mutasi yang tinggi dan tidak mengalami rekombinasi sehingga ideal digunakan sebagai penanda untuk menentukan variabilitas genetik pada spesies yang mempunyai hubungan kekerabatan yang sangat dekat. Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mendiagnosis dan mendiferensiasi cacing tambang pada manusia dengan menggunakan gen COII pada mtDNA sebagai target amplifikasi. Hasil dan Kesimpulan : Diagnosis cacing tambang dapat dilakukan dengan metode Kato-Katz, Harada-Mori dan PCR. Diferensiai spesies N. w nericanus dan A. duodenale hanya dapat dilakukan dengan metode Harada-Mori dan PCR-RFLP. Diferensiasi spesies cacing tambang dengan Harada-Mori hanya didasarkan pada stadium larva filariform (L3), sedangkan dengan PCR-RFLP dapat dilakukan pada semua stadium. Diagnosis infeksi cacing tambang dengan metode PCR memberikan prevalensi lebih tinggi dibandingkan dengan metode Kato-Katz dan Harada-Mori.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2002
T11497
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ambar Hardjanti
Abstrak :
Deteksi Resistensi Aedes Aesgypti terhadap Insektisida Organofosfat di Pulogadung Jakarta Timur. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. DKI Jakarta merupakan propinsi dengan jumlah penderita DBD terbanyak. Pulo Gadung Jakarta Timur merupakan salah satu daerah endemis DBD dan beberapa wilayah lainnya di DKI merupakan daerah sporadis penyakit tersebut. Strategi pengendalian utama DBD masih ditekankan pada pemberantasan vektornya yaitu Aedes aegypti (A. aegypti). Sampai saat ini insektisida golongan organofosfat adalah insektisida yang telah digunakan lebih dari 25 tahun untuk pengendalian vektor DBD. Penggunaan insektisida tersebut dalam waktu lama dan dosis subletal dapat menginduksi terjadinya resistensi. Pada penelitian ini dilakukan uji microplate dengan ELISA reader untuk mengetahui resistensi serangga terhadap organofosfat. Resistensi diketahui dengan adanya peningkatan aktivitas enzim esterase non spesifik. Pola resistensi A. aegypti terhadap organofosfat di RW 01 Pulogadung menunjukkan hasil sebagai berikut: 23% sangat resisten, 33% resistensi sedang dan 44% sensitif. Hasil ini berkaitan erat dengan rendahnya frekuensi penggunaan obat nyamuk semprot oleh masyarakat (8,8% sampel). Berdasarkan pola resistensi A. aegypti terhadap organofosfat di wilayah Rukun Warga (RW) 01 Pulogadung, kami menyimpulkan bahwa organofosfat masih dapat dipakai dalam pengendalian DBD di wilayah tersebut.
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is a major public health problem in Indonesia. Jakarta is a capital city with the highest number of dengue patients. Among sporadic endemic areas in Jakarta, Pulogadung, a district of East Jakarta, is one of the endemic areas of this disease. The primary strategy for the control of DHF is based on reducing population densities of the main mosquito vector Aedes aegypti. Organophosphate is an insecticide that has been used for more than 25 years in dengue vector control program. The long term used and sublethal dosage of this insecticide can induce resistance. This laboratory study used microplate test and ELISA reader to determine the increase of alfa- esterase activity in A. aegypti larvae for detecting the resistance to organophosphate. Resistance pattern of A. aegypti to organophosphate insecticide in RW 01 Pulogadung was shown to be: 23% high resistant, 33% medium resistant and 44% sensitive. This result was highly related to local community behavior where we found that the use of insecticide spray by the people was very low (8.8% of the sample). We found that the people who used insecticide spray were only 8.8% of the sample. Therefore, organophosphate still can be used in this area to control the DHF in the future. Based on resistance pattern of A. aegypti to organophosphate insecticide in Rukun Warga (RW) 01 Pulogadung, we can conclude that organophosphate still can be used in this area to control the DHF in the future.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
J-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library