Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Alvernia
"Tesis ini membahas tentang Evaluasi Keberhasilan Program Diklat Jabatan Fungsional Perekayasa. Penelitian ini bertempat di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) sebagai Instansi Pembina Jabatan Fungsional Perekayasa. Penelitian ini merupakan penelitian yang menggabungkan antara kuantitatif dan kualitatif. Penelitian menunjukkan bahwa keberhasilan suatu pelatihan bagi perekayasa bisa diukur dengan menggunakan evaluasi dengan empat tingkatan (teori Kirkpatrick) diantaranya Reaksi (level 1), Pembelajaran (level 2), Perilaku (level 3), dan Hasil (level 4).
Reaksi adalah tanggapan peserta terhadap materi, instruktur/narasumber, penyelenggara dan sarana prasarana. Hasil yang didapatkan dari kusioner yang dibagikan peneliti dan penyelenggara menunjukkan hasil yang berbeda namun setelah dilakukan wawancara yang lebih mendalam didapatkan persepsi peserta bahwa dari aspek-aspek pelatihan tersebut masih terdapat kekurangan yang sifatnya mendasar sehingga akan berpengaruh terhadap efektifitas suatu pelatihan.
Pembelajaran adalah adanya proses transfer of learning. Hal ini dievaluasi dengan menggunakan pre-test dan post-test yang diberikan oleh penyelenggara dengan hasil rata-rata yang meningkat. Perilaku adalah perubahan dalam sikap dan perilaku kerja peserta setelah mengikuti pelatihan dan kembali ketempat kerja. Dari wawancara yang didapat bahwa pelatihan ini memang benar berdampak bagi peserta dalam bekerja yang secara langsung mempengaruhi kinerja, motivasi, semangat kerja masing-masing.
Hasil adalah adanya peningkatan hasil kerja setelah mengikuti pelatihan. Peningkatan dapat terlihat dari kenaikan angka kredit yang didapatkan setiap tahunnya yang akan berpengaruh pada kenaikan pangkat. Dari keempat level tersebut pelatihan jabatan fungsional perekayasa disimpulkan cukup efektif walaupun masih terdapat kekurangan yang harus diperbaiki supaya bisa lebih optimal.

This thesis discusses about Evaluation of Successful Training for Functional Engineer at Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) as a body whose responsibility of Functional Engineer. This research use mixed methods of quantitative and qualitative design to examine the evaluation of successful training for functional engineer with the framework of Kirkpatrick theory : Reaction, Learning, Behaviour, and Result.
Reaction refers to trainee perception about material, instructor, organizer and facilities. It can be measured by using researcher’s questionnaire and organizer’s questionnaire, followed by in deepth interviews with respondents to obtain futher information. Some respondents perceive that is some weaknesses which affect to the training effectiveness.
Learning refers to transfer of knowledge. It can measured with a pre-test and post-test given to the participant’s. Behaviour refers to trainee behaviour at the organization after they get training. Some respondents said that there is a positive effect after the training for they performance. Result refers to the increase job performance of the trainees. It can be measured with the increase of performance grade.
The conclusion from four levels evaluation training for functional engineer is the organizer as a body whose responsibility of functional engineer must havesome improvements to ensure the effectiveness of the functional training.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mirna Tiurma Alvernia
"Produk biskuit dan permen adalah produk yang sebagian besar dibeli oleh anak-anak sendiri. Anak-anak sebagai konsumen utama yang memiliki karakter cepat bosan, peniru yang sempurna dan memiliki loyalitas yang rendah yang artinya mudah berpindah ke produk lain yang sejenis menjadi topik yang menarik untuk diteliti lebih dalam. Anak-anak melakukan aktivitas pembelian produk-produk tersebut dalam keseharian mereka. Anak-anak pun sudah dapat menjadi pembeli yang mandiri tanpa konsultasi dengan orang tua mereka. Uang jajan yang diberikan oleh orang tua biasanya merupakan sumber pendapatan mereka. Menurut survei dari Frontier, Marketing Consultant, 87% orang tua memberikan jajan dalam bentuk uang saku harian. Demikian juga halnya dengan hasil penelitian karya akhir ini, responden sebesar 87% memperoleh uang jajan secara harian dari orangtua mereka. Biskuit seperti yang kita ketahui bersama bukanlah makanan pokok seperti nasi yang harus dikonsumsi setiap hari oleh setiap orang untuk memenuhi kebutuhan biologisnya. Biskuit merupakan salah satu bentuk makanan ringan (snack) yang dapat dinikmati setiap saat oleh konsumen tanpa mengenal waktu tertentu dan tempat khusus untuk mengkonsumsinya. Menurut Sumber yang diperoleh dari Euromonitor, Garuda Food, Gabungan Asosiasi Perusahaan dan Minuman Indonesia (Majalah Mix, 2006) market size volume biskuit sebesar 199,563 ton dan terus bertumbuh, menurut proyeksi tahun 2007 sebesar 76.40%, sehingga dapat dikatakan pasar biskuit di Indonesia sangat besar, terus bertumbuh dan anak-anak menjadi konsumen utamanya perlu diperhatikan sungguh-sungguh.
Pembelian biskuit tidak memerlukan proses pemikiran yang terlalu lama dan sulit. Biskuit yang banyak diminati oleh konsumen cilik ini termasuk dalam kategori low involvement product. Pertimbangan pembelian oleh anak-anak itu sendiri apakah dipengaruhi oleh orang tua, kemasan produk, rasa, tempat pembelian, harga, teman dan faktor lain menyatu dalam pemikiran anak-anak sebagai pembeli independen. Sebagai pembeli yang independen anak-anak dipengaruhi oleh beberapa faktor yang mempengaruhi mereka dalam mengambil keputusan pembelian. Berdasarkan teori perilaku konsumen, konsumen dipengaruhi oleh stimulus-stimulus yang datang dari luar konsumen baik berupa rangsangan pemasaran (marketing stimuli) yang diciptakan oleh perusahaan pembuat biskuit dan dari rangsangan lain (other stimuli) lingkungan seperti ekonomi, politik, sosial dan budaya (Kotler, 2007, Tj., 266). Kedua stimuli tersebut bercampur/terkombinasi dengan karakter dan psikologi anak-anak. Anak-anak adalah subyek yang sudah dapat bertanggung jawab pada setiap proses pembelian, yang berarti ikut terlibat pada kegiatan pemasaran. Proses pembuatan keputusan sendiri tidak luput menjadi perhatian, mulai dari problem recognition, pencarian informasi, dan penilaian alternatif, pembuatan keputusan sampai post purchase, dari indikasi pernyataan apakah anak-anak puas atau tidak dan motivasi apa yang mempengaruhi pengambilan keputusan tersebut. Dari hasil penelitian melalui penyebaran kuesioner, terkumpul informasi bahwa responden dipengaruhi oleh beberapa faktor stimuli marketing, diantaranya faktor televisi yang memiliki tingkat paling tinggi dalam hal pemberian informasi nama/merek sebuah biskuit, yaitu sebesar 73.5%. Dari atribut produk yaitu variasi rasa dan rasa yang enak, sebesar 83% merupakan faktor yang sangat menonjol yang dicari responden dalam membeli biskuit. Motivasi yang dipunyai anak-anak sebelum membeli biskuit adalah keinginan untuk mencari makanan tambahan, dari penelitian ini diperoleh jumlah yang tinggi sebesar 59.6%. Dari faktor lain seperti karakter anak dan psikologi konsumen adalah kehidupan sosialnya dipengaruhi oleh teman dan orang tua. Yang menarik dari penelitian ini, kebanyakan anak sulung lebih dapat memutuskan pembelian tanpa bertanya dulu kepada orang tuanya. Hasil penelitian lain pun ditemukan bahwa karakter responden (pasar anak-anak) memiliki kelemahan dari sisi loyalitas dan konsistensi mereka. Ketika mereka menempatkan suatu merek sebagai top of mind dalam kesadaran merek mereka, dan memberi pilihan nama suatu biskuit yang mereka sering beli, namun pada saat Peneliti memberikan secara bentuk fisik kemasan biskuit dari berbagai macam merek sesuai dengan pilihan kuesioner, 72% anak-anak tidak memilih merek yang mereka pilih dalam top of mind dan merek yang mereka sering beli pada isian kuesioner. Contohnya ketika seorang responden menempatkan biskuit merek Oreo sebagai produk top of mind-nya kemudian memilih Biskuat sebagai biskuit yang paling sering dibeli pada kuesioner namun mengambil biskuit TimTam pada saat dihadapkan pada pilihan produk yang ditampilkan Peneliti. Ketidakkonsistensian responden ini mempertegas bahwa produk biskuit sebagai kategori produk low involvement memang tidak melalui tahap prosedur pengambilan keputusan yang sulit dan responden mencari variasi rasa atas produk yang mereka konsumsi sebelumnya. Seperti yang telah diuraikan diatas, faktor yang memperngaruhi anak-anak dari segi fitur produk adalah rasa, kemudian orangtua, teman dari faktor sosial (other stimuli) dan Iklan. Faktor Iklan masih dianggap penting dan harus tetap dilakukan dalam penyampaian komunikasi juga sebagai pembentuk brand awarenes dan ekuitas merek sebuah biskuit. Aktivasi above the line ini mempunyai benefit dapat menjangkau target audience dalam jumlah besar dan dalam waktu yang bersamaan. Dari penelitian diperoleh informasi responden memilih waktu yang tepat mengkonsumsi biskuit yang memiliki frekuensi tertinggi adalah pada saat menonton televisi, jadi kesempatan ini sebaiknya dipergunakan perusahaan pembuat biskuit untuk mengkomunikasikan merek biskuit dengan menambah slot frekuensi iklan muncul di televisi dan iklan dengan nilai kekeluargaan sangat diminati responden.

Biscuits and candies are products that are mostly bought by children. Children as the main buyers have the characteristics of easily become bored, perfect imitators and have poor loyalty, meaning the easily move to other products of similar kinds are an interesting topic for deeper researches. Children do the activities of buying such products in their daily life. They become independent buyers without consulting with their parents. Pocket money provided by parents usually becomes the sources of income. A survey by Frontier showed 87% of the parents give money for snacks in the forms of daily pocket money.
Biscuits as we all know are not the main staple such as rice to be consumed daily in order to meet the biological needs. Biscuits are snacks that can be consumed at any time without considering any particular time and place to consume them. According to Sources: Euromonitor, Garuda Food, Gabungan Asosiasi Perusahaan dan Minuman Indonesia (Majalah Mix, 2006) biscuit market size volume is 199,563 ton and will be growing up, based on 2007 projection will be 76.40%, so we can said biscuit market is very big and will increase and we have to be focused on children as its main consumer. Buying biscuits does not need a long time or difficult methods to decide. Biscuits as they are more enjoyed by junior consumers are included in the low involvement products. The considerations by the children either being influenced by parents, product package, taste, buying place, price, friends or other factors blend in the mind of the children as independent buyers.
As independent buyers, children are influenced by a number of factors in making their buying decision. According to the consumer behavioral theory by Kotler (2007, Translation, 266), consumers are influenced by external stimulants in the forms of either marketing stimuli created by biscuit companies or other stimuli such as economic, political, social and cultural stimuli blended/combined into the characters and psychology of the children. Children are subjects who are able to take the responsibility in every buying process, meaning they are involved in the marketing activities. The self decision making process is interesting, beginning from problem recognition, searching for information, alternative assessment, decision making, purchasing, whether or not they are satisfied and the motivation that drives them in making the decision. Survey through questionnaires show the results that the respondents are influenced by a number of marketing stimuli, including among others television taking the highest position in spreading the information of name/brand of a biscuit, 73.55%. From product attributes namely the variety of tastes and the delicious taste, 83% constitutes the outstanding factors sought after by the respondents in buying biscuits. The motivations that drive the children to buy biscuits are the desire to seek additional food. The survey showed that this factor count for 59.6%. With respect to factors such as the characters and psychology, the children are socially influenced by friends and parents. The interesting thing in the survey is that most eldest children are more able to decide to buy without consulting with their parents. Other survey showed that with respect to characters of the respondents (children market); children are poor in loyalty and consistency. When they put a brand as top of mind in their brand awareness, and choose a name of biscuits they often buy, but at the time the Researcher give them the physical package of biscuits of various brands according to the questionnaire choice, 72% of the children did not choose the brand they have in the top of mind and the brand that they often buy. For example, when a respondent place a biscuit of Oreo brand as the top of mind product, then choose Biskuat as frequently bought biscuit in the questionnaire but then took TimTam when facing the choices of products presented by the Researcher. This respondent inconsistency confirms that biscuits as low involvement products do not go through difficult decision making procedures, and respondents seek variety of tastes and products that they have consumed before.
Factors that influence the children with respect to product features are the taste, then parents, friend and advertising. The advertising factor is still deemed important and to be continuously conducted in delivering the communication in addition to being the brand awareness and brand equity of a biscuit. This above the line activity gives some benefits as it reaches the target audience in a large quantity at the same time. Survey showed that respondents choose the appropriate time to consume biscuits when watching television. Therefore, this is the best time for biscuit companies to communicate their biscuit brands through television.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2008
T23950
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Brigitta Martha Alvernia
"Rumah merupakan tempat berlindung manusia dari ancaman luar. Manusia sebagai makhluk sosial memberi dampak spasial kepada lingkungan tempat tinggal mereka. Rumah tempat melakukan interaksi sosial menjadi ruang kehidupan sosial penghuninya. Rumah tidak hanya berguna sebagai tempat tinggal tetapi digunakan pula untuk melakukan interaksi dengan lingkungan sosialnya.
Skripsi ini menulis tentang rumah yang tidak hanya digunakan manusia sebagai tempat tinggal, tetapi digunakan pula sebagai tempat interaksi sosial. Kebutuhan manusia akan orang lain, menuntut mereka untuk menggunakan lingkungan tempat tinggalnya sebagai tempat untuk beraktivitas dengan orang lain.

Home is a shelter for the people from outside threats. Being a social animal, human has given a spatial impact to their home environment. Home as a place for social interaction has become a space for resident's social life. Home is not only a space for living but also a space for interaction with their social environment.
This journal is about home that isn't only a space for hhuman living but also a space for their social interaction. The human needs to be living with each other has been made their space of living environment to be used for a space for social activities with each other.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2015
S60846
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library