Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ali Kusno
"Retorika mengajarkan teknik pemakaian bahasa yang elegan dan persuasif baik lisan maupun tulisan. Retorika modern bertolak dari beberapa prinsip dasar yang salah satunya adalah mengenal dan menguasai bermacam-macam gaya bahasa. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan penggunaan gaya bahasa tausiah Ustaz Yusuf Mansyur yang berjudul Kun Fayakun. Metode yang digunakan adalah penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa dokumen. Sumber data dokumen yaitu rekaman tausiah Kun Fayakun yang diunggah di Youtube. Hasil analisis menunjukkan bahwa penggunaan gaya bahasa dalam tausiah tersebut adalah sebagai berikut: Gaya bahasa Betawi, seperti: dateng, iye, elu, dan laper; Gaya bahasa percakapanyang digunakan pada keseluruhan tausiah. Gaya bahasa mulia dan bertenaga (nada suara rendah, ada suara tinggi, dan memanjangkan pelafalan kata); Berbagai gaya bahasa repetisi (epizeuksis, anafora, anadikplosis, mesodiplosis); Gaya bahasa parabola/parabel; Gaya analogi yang panjang; Gaya bahasa pertanyaan retoris; Gaya bahasa hiperbol; Gaya bahasa personifikasi; Penggunaan humor; Gaya bahasa antiklimaks; dan Gaya Bahasa Klimaks."
Banten: Kantor Bahasa Provinsi Banten, 2016
BEBASAN 3:1 (2016 )
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ali Kusno
"Warga Samarinda kritis terhadap kinerja Pemerintah Kota. Kekritisan warga tampak dalam penggunaan bahasa di media sosial, salah satunya grup facebook Bubuhan Samarinda (FBM). Penggunaan bahasakritikan tersebut penting untuk dikaji. Tujuan penelitian ini mengungkapkan analisis tekstual (mikro), dimensi praktik wacana, dan dimensi praktik wacana (makro). Pendekatan penelitian ini berupa analisis wacana kritis. Data penelitian berupa salinan unggahan anggota grup FBM. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: pertama, Analisis Tekstual (Analisis Mikro). Struktur teks secara umum dibagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian pembuka, bagian isi, dan bagian penutup. Pembuka teks terkait dengan target kritikan dan perihal kritikan yang dimaksud. Selebihnya pengkritik menyampaikan kritikan langsung pada substansi. Penutup kritikan menggunakan argumentatif dengan beragam ekspresi, seperti keputusasaan, kejengkelan, dan kemarahan. Penggunan gramatika transitif secara umum kritikan yang dilontarkan berisi hal-hal negatif Walikota Samarinda beserta jajaran. Penggunaan kosakata kritikan, memiliki kekhasan, yakni mengkritik secara langsung, dengan menasihati, bahasa kasar, sindiran, dan juga menyerang/menuduh; Kedua, Dimensi Praktik Wacana. Berbagai kritikan yang dilontarkan merupakan akumulasi atas berbagai persoalan. Kritikan memberikan dampak positif untuk pembenahan Kota Samarinda; Ketiga, Dimensi TOTO BUANG Volume 4Nomor 2, Desember2016Halaman 231—244 Praktik Sosial Budaya (Makro). Secara keseluruhan dapat diidentifikasi ideologi yang dibangun, seperti Walikota Samarinda tidak mampu mengelola pemerintahan; Pemerintah Kota Samarinda antikritik, tidak independen, tidak memiliki konsep membangun Kota Samarinda.

Samarinda citizens were critical toward the performance of government. Citizens critical were seen through the language that they used in social media, one of facebook’s group Samarinda Community (Facebook Bubuhan Samarinda). The use of language as criticism was important to be examined. The purpose of this research revealed textual analysis (micro), the dimensions of discourse practice, and the dimensions of discourse practice (macro). The approach of this research was critical discourse analysis. The research data in the form of copy of the group’s members uploaded at Facebook’s group Samarinda Community. The result showed: First, textual analysis (Micro Analysis). Generally, the text structure was divided into three parts, the opening, the content, and the closing. The opening related to the target critical and the meaning of critical regarding. The rest, the critics expressed their criticism directly on the substance. In the closing, the criticism was using argumentative with a variety expression, such as hopelessness, irritability, and anger. Generally, they use of transitive grammar. The critical was containing negative things of Mayor and staffs. The use of criticism vocabularies had characteristics that were criticizing directly, advising, using abusive language, teasing allusion, and accusing. Second, discourse practice dimension. Various complaints had been an accumulation over various issues. The criticism had positive impact on the improvement of Samarinda. Third, social and cultural practice dimension (macro). Overall identifiable ideologies were built, such as the Mayor of Samarinda was not able to manage the government. The government was anti critical, not an independent, didn’t has the concept to build Samarinda"
Ambon: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, 2016
400 JIKKT 4:2 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ali Kusno
"Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan representasi beragam makna tentang hukum adat masyarakat adat Dayak Tonyooi yang terkandung dalam kesenian Pajaaq. Identifikasi melalui analisis dalam Pajaaq. Penelitian ini menggunakan analisis wacana kritis Model Fairclough. Data penelitian diambil dari
Pajaaq: Ungkapan Kearifan Lokal Dayak Tonyooi dan Benuaq. Teknik analisis data menggunakan model interaktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat adat memegang teguh hukum adat. Berbagai persoalan diselesaikan dengan hukum adat. Adat istiadat selalu dijunjung tinggi. Adat mengatur berbagai realitas kehidupan yang jelas aturannya. Adat dan tradisi diikuti sesuai dengan keadaan setempat. Adat masing-masing suku sudah memiliki ketentuan. Dewan adat menjadi solusi persoalan yang objektif. Tanda adat pada wajah harus diikuti agar tidak terkena tulah dan bencana. Orang besar/bangsawan selalu menjadi panutan. Masyarakat adat dalam menyelesaikan persoalan mengutamakan musyarawah keluarga dan adat. Kalau ada yang perlu dirundingkan, semua keluarga, atau tetua adat berkumpul bersama di suatu tempat. Jalan musyawarah mencari kata sepakat. Para pemangku adat harus berlaku adil. Meskipun demikian, dalam penerapan hukum adat, ketidakadilan penerapan adat juga dirasakan masyarakat adat yang berperkara.

This research aims to reveal the representation of diverse meaning towards society’s customary law of Dayak Tonyooi indigenous contained in the Pajaaq arts. The Identification through analysis in Pajaaq. This research uses a critical discourse analysis of the Fair clough Model. The research was taken from Pajaaq: Local Wisdom expression of Dayak Tonyooi and Benuaq. Data analysis techniques use an interactive model. The result of this research shows that indigenous peoples adhere to customary law: various issues are solved by customary law. Customs are always glorified. Custom regulates various life realities with obvious rules. Custom and traditions are followed according to local conditions. The customs of each tribe already had provisions. The customary council is an objective solution for the problem. Custom marks on the face must be followed as a sign to be spared of plagues and disasters. Great people/nobles are always be a role model. Indigenous people resolve the issues through prioritize family and customs discussion. If there is something that needs to be negotiated, all families or traditional elders will gathering in one place. Deliberation is a way to seek for agreement. The customary rulers must be just. However, in the application of customary law, the injustice of custom implementation is also felt by indigenous people who have litigation."
Ambon: Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan, 2019
400 JIKKT 7:2 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library