Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Agus Supriono
"Satuan Wilayah Tapal Kuda di Propinsi Jawa Timur bukanlah sebagai unit wilayah/daerah administratif. Akan tetapi apabila di lihat dalam tataran persepektif pandangan "obyektif", satuan wilayah ini dapat dipandang dan/atau dikatagorikan sebagai daerah "nodal". Berdasarkan konteks letak geografisnya, Wilayah Tapal Kuda dapat dibagi menjadi 3 (tiga) sub-wilayah, yaitu; (a) Sub-Wilayah Pulau Madura, yang meliputi Kabupaten; Sumenep, Sampang, Pemekasan dan Bangkalan, (b) Sub-Wilayah Teluk Madura, yang meliputi Kota Surabaya dan Kabupaten Sidoarjo, dan (c) Sub-Wifayah Selat Madura, yang meliputi Kabupaten-; Pasuruan, Probolingo dan Situbondo.
Penelitian ini adalah untuk mencermati dan/atau mengkaji tentang perkembangan perekonomian regional di Wilayah Tapal Kuda tersebut. Dimana ada 2 (dua) issue pokok yang mendasari dilakukannya pelaksanaan penelitian ini, yaitu; (a) Ada gejala-gejala kesenjangan dalam perkembangan perekonomian regional antar sub-wilayah, dan (b) Ada gejala-gejala munculnya perbedaan karakteristik dalam perkembangan perekonomian regional antar subwilayah.
Berdasarkan pada issue dasar tersebut, permasalahan yang diangkat dalam rangka penelitian ini adalah; (a) Diperlukan adanya identifikasi potensi perbedaan dalam perkembangan perekonomian antar sub-wilayah di Wilayah Tapal Kuda tersebut, dan (b) Diperlukan suatu alternatif kebijakan pengembangan perekonomian di Wilayah Tapal Kuda ke depan, yang dapat mengkaitkan potensi perbedaan perkembangan ekonomi regional antar sub-wilayah yang ada tersebut.
Beberapa tujuan yang hendak dicapai daiam rangka penelitian ini, adalah untuk mengidentifikasikan/mencermati potensi sektor-sektor ekonomi basis dan potensi keunggulan relatif sektor-sektor ekonomi di masing-masing sub-wilayah di Wilayah Tapal Kuda. Kemudian untuk mengetahui tingkat penggandaan sektor-sektor ekonomi basis (base multiplier) terhadap perekonomian regional secara keseluruhan di masing-masing sub-wilayah di Wilayah Tapal Kuda, serta mencermati karakteristik pertumbuhan perekonomian regional di masing-masing sub-wilayah di Wilayah Tapal Kuda.
Penelitian ini juga bertujuan untuk mencermati keterkaitan antara perkembangan penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan perkembangan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), dan tingkat ketergantungan Wilayah Tapal Kuda dan masing-masing Sub-Wilayah terhadap uluran tangan Pemerintah Pusat dalam rangka membiayai pelaksanaan pembangunan regionalnya. Kemudian juga memiliki tujuan untuk memberikan saran mengenai alternatif kebijakan pengembangan perekonomian di Wilayah Tapal Kuda ke depan, yang terkait dengan perbedaan potensi perkembangan ekonomi regional antar sub-wifayah yang ada.
Untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam penelitian ini, digunakan beberapa pendekatan analisis yang dipandang cocok, yaitu antara lain; (a) Location quotiens/LQ, (b) Penggandaan basis (base multiplier), (c) Shift share, (d) Elasticity revenue to income, dan (e) Share/kontribusi. Data penelitian utama penelitian data-data sekunder, berupa data time series dari tahun 1983 s/d 2000.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, Sub-Wilayah Teluk Madura memiliki nilai rata-rata tingkat pertumbuhan perekonomian regional yang relatif "lebih tinggi" dibandingkan dengan Sub-Wilayah Pulau Madura dan Selat Madura, dan juga tercatat relatif "lebih tinggi" dari nilai rata-rata tingkat pertumbuhan perekonomian regional Wilayah Tapal Kuda secara umum serta Propinsi ]awa Timur secara umum. Kemudian sektor ekonomi "primer" tercatat sudah "tidak" lagi menjadi "adalan" dalam perekonomian Sub-Wilayah Teluk Madura. Sedangkan di Sub-Wilayah Pulau Madura dan Selat Madura "masih" tercatat sebagai sektor "andalan" dalam perekonomian regionalnya.
Sub-Wilayah Teluk Madura memiliki sektor ekonomi "basis" dan/atau sektor ekonomi yang memiliki "keungulan relatif' tercatat "lebih banyak" (cat; 5 sektor ekonomi), dan kesemuanya merupakan sektor ekonomi "sekunder" dan "tersier". Sedangkan di Sub-Wilayah Pulau Madura dan Selat Madura hanya memiliki "3 (tiga)" sektor ekonomi "basis" dan/atau sektor ekonomi yang memiliki "keungulan relatir", dan "2 (dua)" diantaranya adalah sektor "primer".
Sub-Wilayah Teluk Madura tercatat relatif "lebih makmur" apabila dibandingkan dengan di Sub-Wilayah Pulau Madura dan Selat Madura. Kemudian pertumbuhan perekonomian di Sub-Wilayah Teluk Madura tercatat "sudah terspesialisasi" pada sektor-sektor ekonomi yang "bertumbuh cepat" di Wilayah Tapal Kuda secara umum, dan/atau industrial mix-nya "sudah terspesialisasi" pada industri-industri yang "bertumbuh cepat" di Wilayah Tapal Kuda secara umum. Demikian juga Sub-Wilayah Teluk Madura memiliki keuntungan-keuntungan lokasional yang dapat dipergunakan/dimanfaatkan untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian regionalnya, pada khususnya sektor-sektor ekonomi dan/atau industrial mix-nya yang "bertumbuh cepat" di Wilayah Tapal Kuda secara umum.
Keterlambatan pertumbuhan ekonomi regional di Sub-Wilayah Pulau Madura dan Selat Madura dibandingkan dengan Sub-Wilayah Teluk Madura, antara lain disebabkan oleh 2 (dua) hambatan, yaitu; (a) Dalam pertumbuhan perekonomian regionalnya "belum terspesialisasi" pada sektor-sektor ekonomi dan/atau industrial mix-nya yang "bertumbuh cepat" di Wilayah Tapal Kuda secara umum, dan (b) Tidak/kurang memiliki faktor keuntungan lokasional yang dapat dipergunakan untuk mendukung/mendorong peningkatan pertumbuhan perekonomian regionalnya, pada khususnya sektor-sektor ekonomi dan/atau industrial mix-nya yang "bertumbuh cepat" di Wilayah Tapal Kuda secara umum.
Kondisi sebagaimana tersebut sebelumnya dapat menunjukkan bahwa, di dalam lingkup satuan Wilayah Tapal Kuda, dimana apabila Wilayah Tapal Kuda dikonsepsikan sebagai "daerah nodal", maka dapat menunjukkan bahwa Sub-Wilayah Pulau Madura sudah tumbuh sebagai daerah "pusat pertumbuhan" (growth pole). Sementara itu ada "kecenderungan" Sub-Wilayah Pulau Madura dan Selat Madura masih tumbuh sebagai daerah belakang (backwase area).
Akan tetapi "ironisnya, teridentifikasi bahwa nilai penggandaan basis di Sub-Wilayah Teluk Madura, ternyata "lebih rendah" dari pada nilai pengganda basis di Sub-Wilayah Pulau Madura dan Selat Madura. Hal ini dapat menunjukkan bahwa sektor ekonomi "primer" (cat: sektor pertanian serta sektor pertambangan dan penggalian), masih memegang peranan "vital" atau masih sebagai "andalan utama" daiam pertumbuhan perekonomian di Sub-Wilayah Pulau Madura dan Selat Madura tersebut.
Peningkatan nilai penerimaan PAD di Wilayah Tapal Kuda secara umum dan di Sub-Wilayah Pulau Madura teridentifikasi "signifikan" dipengaruhi oleh peningkatan perkembangan PDRB yang terjadi. Akan tetapi peningkatan nilai penerimaan PAD tersebut, belum "proporsional" dibandingkan dengan peningkatan perkembangan nilai PDRB-nya. Sementara itu peningkatan dibandingkan dengan peningkatan perkembangan nilai PDRB-nya. Sementara itu peningkatan nilai penerimaan PAD di Sub-Wilayah Pulau Madura dan Sefat Madura tercatat "signifikan" dipengaruhi oleh peningkatan perkembangan PDRB yang terjadi. Dimana peningkatan nilai penerimaan PAD tersebut, sudah "proporsional" dengan peningkatan perkembangan nilai PDRB-nya.
Diketahui bahwa tingkat "ketergantungan" Wilayah Tapal Kuda secara umum dan Sub-Wilayah Teluk Madura terhadap Pemerintah Pusat dalam rangka membiayai pelaksanaan pembangunan regionalnya, berada dalam kriteria "sedang". Sedangkan tingkat ketergantungan Sub-Wilayah Pulau Madura dan Selat Madura terhadap Pemerintah Pusat dalam rangka membiayai pelaksanaan pembangunan regionalnya, berada dalam kriteria "sangat tinggi".
Alternatif kebijakan yang dipandang "relatif cukup baik" guna mengembangkan perekonomian regional Wilayah Tapal Kuda ke depan, dengan "harapan" dapat mengatasi kondisi "ketimpangan" dalam kemakmuran dan pertumbuhan perekonomian regional, antara Sub-Wilayah Teluk Madura dengan Sub-Wilayah Pulau Madura dan Selat Madura, adalah "menggalang" masing-masing sub-Wilayah, dan pada khususnya adalah Sub-Wilayah Pulau Madura dan Selat Madura, menjadi "suatu kesatuan daerah perencanaan (planning region/ programming region)".
Alternatif kebijakan demikian dapat diyakini akan dapat memberikan manfaat (benefit) bagi "tingkat pemerataan" pertumbuhan/perkembangan perekonomian regional yang "lebih baik". Karena pada dasarnya akan memiliki "muatan tujuan bersama" untuk; (a) Mengambil manfaat yang lebih besar dari keputusan-keputusan investasi yang bersekala ekonomi yang lebih luas/besar, (b) Mengubah industrinya sendiri dengan tenaga kerja yang ada.
Melahirkan/memunculkan titik pertumbuhan (growth point) baru, dan (d) Mengambil manfaat "tricle down effect"dari adanya titik pertumbuhan (growth point) baru tersebut.
Upaya-upaya yang hendaknya perlu ditempuh guna mencapai hal tersebut antara lain:
Membangun kesadaran "masyarakat" dan "pemerintah daerah" di masing-masing Kabupaten, akan adanya "kesamaan kepentingan" untuk mengembangkan perekonomian regionalnya menjadi kesatuan "kohesi" dan/atau "kesatuan" keputusan-keputusan ekonomi, dan Penciptaan titik pertumbuhan baru (growth point) baru hendaknya dikembangkan berdasarkan kepada potensi "keunggulan relatif" sektor-sektor ekonomi di masing-masing kabupaten, dengan cara mengacu kepada pilihan sektor-sektor ekonomi "basis" di masing-masing kabupaten tersebut."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T13209
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Supriono
"Perlekatan (adhesion) adalah suatu jaringan ikat fibrous seperti pita yang terbentuk antara jaringan dengan jaringan atau dengan organ yang secara normal tidak terbentuk.Perlekatan sering kali terbentuk sebagai akibat dari cedera sewaktu Tindakan operasi. Pengambilan data pasien dilakukan dengan metode pengambilan data secara prospektif, dengan kriteria pasien minimal 5 hari dirawat dan diberikan minimal 5 jenis obat. Pasien yang dilakukan Pemantaun Terapi Obat (PTO) sebanyak 3 pasien. Pencatatan penggunaan obat dilakukan setiap hari mengingat terkadang ada perubahan jenis obat yang diberikan dokter terkait kondisi klinis pasien. Pemantauan terapi obat pasien dilakukan pada bulan September 2020 dengan mengumpulkan data pasien. Data pasien yang dikumpulkan tersebut berupa data rekam medik dan pencatatan penggunaan obat (kardeks). Pemantauan terapi obat dilakukan pada pasien bernama Ny. LS di Ruang Kebidanan. Diagnosa masuk dari dokter yang menangani Ny. LS adalah POD V Post Laparoscopy HTSOB With Retrograde Adhesiolysis tetapi berdasarkan keterangan yang terdapat di rekam medik, pasien juga memiliki indiksi terinfeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis, sehingga selama terapi pasien diberikan pengobatan tuberkulosis. Masalah interaksi obat terjadi pada pemakaian pyrazinamide dan rifampisin mememiliki tingkat interaksi obat mayor. pyrazinamide dan rifampisin secara bersamaan dapat menyebabkan cedera hati. Sedangkan omeprazole dan rifampisin memiliki tingkat interaksi moderate, dimana interaksi keduanya dapat menyebabkan penurunan konsentrasi plasma omeprazole. Pengobatan tanpa Indikasi terjadi pada pemberian KSR pada pasien karena hasil pemeriksaan laboratorium kadar kalium pasien normal serta pasien juga tidak sedang mengkonsumsi obat yang dapat menyebabkan hipokalemia.

Attachment (adhesion) is a connective tissue of fibrous like a ribbon formed between tissues with tissues or with organs that are not normally formed. Attachments are often formed as a result of injury during surgery. Patient data retrieval is done by prospective data retrieval method, with the criteria of patients at least 5 days treated and given at least 5 types of drugs. Patients conducted Drug Therapy Monitoring (PTO) as many as 3 patients. Recording of drug use is done every day considering that sometimes there is a change in the type of medicine given by the doctor related to the clinical condition of the patient. Monitoring of patient drug therapy was conducted in September 2020 by collecting patient data. The patient data collected in the form of medical record data and drug use record (kardeks). Monitoring of drug therapy was carried out on a patient named Mrs. LS in the Midwifery Room. The incoming diagnosis from the doctor who treated Mrs. LS was POD V Post Laparoscopy HTSOB With Retrograde Adhesiolysis but based on the information contained in the medical records, the patient also had an indication infected with the bacterium Mycobacterium tuberculosis, so that during therapy the patient was given tuberculosis treatment. Drug interaction problems occur in the use of pyrazinamide and rifampicin has a major level of drug interactions. pyrazinamide and rifampicin can simultaneously cause liver injury. While omeprazole and rifampicin have moderate levels of interaction, both interactions can lead to a decrease in plasma concentrations of omeprazole. Treatment without indication occurs in the administration of KSR in patients because the results of laboratory examination of potassium levels of normal patients and patients are also not taking drugs that can cause hypokalemia. "
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library