Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 12 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Afrizal
"Paska amandemen konstitusi Indonesia, DPR periode 1999-2004 memiliki otoritas yang besar dalam proses penyusunan UU. Namun, UU yang dihasilkan DPR masih saja memunculkan kontroversi, ketidakpuasan, menuai protes dan berbagai bentuk resistensi lainnya dari masyarakat, seperti yang diperlihatkan dalam kasus UU Yayasan dan UU Penyiaran. UU Yayasan memunculkan ketidakpuasan di kalangan komunitas yang selama ini aktif dalam pengelolaan berbagai macam kegiatan dengan menggunakan instrumen organisasi berbentuk yayasan, seperti LSM, yayasan-yayasan pendidikan, dan sebagainya. Selain itu UU yang baru saja disahkan tersebut saat ini sedang dalam proses revisi. UU Penyiaran juga menuai ketidakpuasan, terutama dari para pengelola televisi swasta. Saat ini mereka sedang melakukan judicial review atas UU tersebut.
Ketika penyusunan sebuah UU, partisipasi publik merupakan aspek penting dalam proses penyusunan UU. Pembahasan tentang partisipasi publik berkaitan erat dengan relasi masyarakat dengan negara (sate-society relation) dalam pembentukan kebijakan yang akan dikeluarkan negara untuk mengatur warganya. Ada dua cara pandang untuk menjelaskan tentang partisipasi publik. Pertama, karena masyarakat sudah memberikan mandatnya kepada negara, mnka pembentukan kebijakan publik sepenuhnya diserahkan kepada negara. Peran atau partisipasi masyarakat hanya dibutuhkan pada saat memilih orang-orang yang akan menduduki berbagai jabatan di lembaga negara, misalnya melalui pemilihan umum. Kedua, sekalipun telah memberikan mandatnya kepada negara, masyarakat tetap memiliki hak untuk terlibat dalam pembentukan kebijakan yang akan dikeluarkan negara. Peran masyarakat, secara urnum, dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama, negara menjamin tersedianya ruang-ruang partisipasi yang luas bagi masyarakat dalam proses penyusunan kebijakan. Kedua, negara bekerjasama dengan masyarakat dalam seluruh proses penyusunan kebijakan.
Dalam konteks penyusunan UU di DPR, ada dua hal yang akan menentukan hasil akhir dari RUU yang sedang dibahas, yaitu artikulasi berbagai kepentingan oleh DPR dan partisipasi masyarakat dalam penyusunan UU tersebut. DPR diberikan ruang-ruang untuk mengartikulasikan berbagai kepentingani itu. Bentuknya berupa hak yang diberikan kepada anggota DPR dalam berbagai rapat pembahasan RUU, seperti hak ikut serta, hak berbicara, dan hak dalam pengambilan keputusan. Di luar itu, DPR juga dapat membentuk berbagai ruang artikulasi informal, seperti lobi, yang keberadaannya tergantung pada kreatifitas mereka untuk membentuknya.
Masyarakat juga memiliki kesempatan untuk terlibat dalam penyusunan UU melalui berbagai ruang partisipasi yang tersedia. Dalam proses formal penyusunan UU, ruang partisipasi yang tersedia adalah Rapat Dengar Pendapat Umum dan sosialisasi RUU. Sementara itu, masyarakat memiliki kesempatan untuk membentuk berbagai ruang partisipasi informal, tergantung pada kemampuan mereka untuk melakukannya.
Mengacu pada pembahasan RUU Yayasan dan RUU Penyiaran, DPR belum optimal menggunakan ruang-ruang artikulasi yang tersedia. Rendahnya tingkat kehadiran dan keaktifan dalam Rapat Paripurna, Rapat Pansus, dan Raker, adalah indikator tidak digunakannya secara optimal ruang-ruang artikulasi yang tersedia. DPR juga tidak memiliki kreatifitas untuk membentuk ruang-ruang artikulasi informal. Dalam tataran informal ini, hanya lobi yang dijadikan sebagai ruang artikulasi andalan. Penggunaan ruang-ruang artikulasi yang tidak optimal ini tidak terlepas dari berbagai persoalan internal maupun eksternal yang dihadapi DPR, seperti jumlah anggota Pansus yang terlalu banyak dan bidang kerjanya yang terlalu luas, ketiadaan sanksi bagi anggota DPR yang tidak hadir dalam berbagai rapat pembahasan RUU, dukungan staf DPR yang tidak memadai, dominasi fraksi dalam setiap rapat pembahasan RUU, dan sebagainya.
Kecuali dalam kasus RUU Penyiaran, masyarakat juga belum optimal dalam menggunakan ruang-ruang partisipasi yang tersedia. Masyarakat tidak memiliki inisiatif untuk memanfaatkan ruang partispasi yang ada. Dan tidak kreatif untuk menciptakan berbagai bentuk ruang partisipasi informal. Pengetahuan yang tidak memadai tentang mekanisme penyusunan UU di DPR dan dinamika yang mengiringinya, penguasaan yang lemah terhadap substansi RUU dan bentuk-bentuk lobi, sedikitnya dana yang tersedia, selain juga ruang partisipasi di DPR yang sempit, adalah beberapa hal yang sering menghambat masyarakat untuk menggunakan ruang-ruang partisipasi secara optimal.
Sinergi dalam penggunaan ruang-ruang di atas antara DPR dan masyarakat juga tidak terjadi, kecuali dalam kasus RUU Penyiaran. Kesediaan untuk bermitra di antara mereka adalah hambatan paling besar dalam membangun sinergi ini.
Kondisi di atas tentu saja berdampak pada UU yang dihasilkan DPR. Penggunaan ruang artikulasi yang rendah menyebabkan pembahasan UU menjadi tidak matang, terbukti dengan direvisinya UU Yayasan, sekalipun UU tersebut tetap sah secara formal prosedural. Sedangkan tidak optimalnya penggunaan ruang partisipasi berakibat pada lemahnya legitimasi UU yang dihasilkan DPR yang seringkali berujung pada ketidakpuasan atau penolakan masyarakat terhadap UU tersebut."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12084
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Afrizal
"Pokok permasafahan dalam tesis ini adalah untuk mengetahui apakah perlakuan pajak penghasilan berkenaan dengan penyusutan dan pembayaran lease pada finance lease sesuai Keputusan Menteri Keuangan No. 1169/KMK.01/1991 mempunyai dampak yang sama terhadap pajak penghasilan.
Tujuan penulisan tesis ini adalah untuk menganafisis perbedaan yang sepadan (comparable) antara penyusutan pada barang modal yang dibeli dan deduktibiltas pembayaran lease pada finance lease dan melihat pengaruhnya terhadap pajak penghasilan.
Suatu transaksi finance lease dapat ditinjau dari perspektif form over substance atau substance over form. Di dalam penentuan peristiwa kena pajak perpajakan lebih menekankan makna ekonomis daripada bentuk yuridis transaksi tersebut (substance over form).
Metode penelttian yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah metode deskriptif analisis, dengan teknik pengumpulan data berupa studi kepustakaan dan studi lapangan pada perusahaan leasing dengan sampel 4 data pembayaran lease yang mewakili masing-masing kelompok harta sesuai Undang-Undang No. 17 tahun 2000 tentang Pajak Penghasiian.
Dan hasil analisis diketahui bahwa pembayaran lease pada finance lease meliputi biaya penyusutan dan biaya bunga, di samping itu semakin panjang perbedaan antara masa lease dengan masa manfaat barang modal, maka semakin besar penghematan pajak dari penyusutan dengan menggunakan finance lease.
Wajib pajak dapat memanfaatkan ketentuan pajak penghasilan berkenaan dengan pembebanan finance lease sebagai sarana tax planning untuk mendapatkan penghematan pajak dari penyusutan dengan cara membandingkan total niiai sekarang biaya penyusutan barang modal alternatif membeli dan finance lease. Di samping, itu Otoritas pajak disarankan untuk mengeluarkan addendum atas Keputusan Menteri Keuangan No. 1169/KMk. 01/1991 yang berkenaan dengan masa manfaat aktiva yang disewa guna usaha yang dibeli oleh lessee (pelaksanaan hak opsi) untuk keperiuan penyusutan sehingga ada kepastian dan keseragaman perhitungan sisa masa manfaat dan tarif penyusutan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T304
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Afrizal
"Di Indonesia kanker payudara adalah kanker yang paling banyak ditemukan pada wanita setelah kanker rahim. Perkembangan pengobatan kanker payudara semakin pesat setelah ditemukannya reseptor hormon pada sel kanker dan penggunaan terapi hormonal seperti tamoksifen sebagai terapi adjuvan kanker payudara. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui protokol pengobatan kanker payudara pada pasien yang mendapatkan tamoksifen dan untuk mengetahui kerasionalan penggunaan tamoksifen. Penelitian ini dilakukan melalui metode survei yang bersifat deskriptif dan pengumpulan datanya dilakukan secara retrospektif terhadap data rekam medik pasien kanker payudara periode bulan Januari 1999 sampai dengan bulan Maret 2004. Kriteria pasien yang dipilih adalah pasien yang mendapatkan tamoksifen dan memiliki data rekam medik yang jelas tentang kanker payudara yang diderita, dosis yang diberikan, lama penggunaan dan status reseptor estrogen dan reseptor progesteron (er/pr). Hasil penelitian menunjukkan adanya ketidakrasionalan penggunaan tamoksifen jika dilihat dari dosis, lama penggunaan dan status er/pr. Ada 1,45% pasien yang mendapatkan dosis yang tidak rasional, 97,10% yang lama penggunaan tamoksifennya tidak rasional dan 98,55% pasien yang status er/prnya tidak rasional. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa penggunaan tamoksifen di Perjan RS Dr. Cipto Mangunkusumo selama periode bulan Januari 1999 sampai bulan Maret 2004, tidak rasional."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
S32778
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Afrizal
"ABSTRAK
Pemakaian aditif minyak pelumas telah dimulai sejak permulaan abad ke-20. Aditif yang paling banyak digunakan saat mi adalah senyawa logam dialkil ditiofosfat dan diaril ditiofosfat, khususnya Seng dialkil ditiofosfat.
Penelitian ini mencoba mempelajari pembuatan salah satu jenis aditif Seng dialkil ditiofosfat, yaitu Seng dietil ditiofosfat. Pembuatan Seng dietil ditiofosfat dilakukan melalui 2 tahapan reaksi dengan menggunakan atmosfer nitrogen selama reaksi berlansung . Tahapan pertama melalui pembuatan asam dietil dtiofosfat yang berasal dari reaksi antara etanol dengan fosfor pentasulfida, kernudian pada tahapan kedua asam dietil ditiofosfat direaksikan dengan Zn asetat membentuk Seng dietil ditiofosfat. Variasi suhu reaksi yang dilakukan adalah 300C,400C, 500C, 600C, dan 700C. Dengan komposisi reaktan 25 mL etanol dan 2,8 g P2S5 serta 2 g Zn asetat, menghasilkan produk Seng dietil ditiofosfat ( hasil percobaan ) pada
masing-masing suhu reaksi adalah 2,92 g; 3,73 g; 1,61 g; 0,98 g; dan 0,68 g. Berdasarkan perhitungan secara teoritis hasiJ yang di peroleh seharusnya adalah 5,49 g, sehingga produk optimum Seng dietil ditiofosfat adalah pada suhu 400C sebanyak 3,73 g dengan persen hasil 67,89 %.
Seng dietil ditiofosfat yang diperoleh dari penelitian ini mempunyai titik Ieleh antara 87,2 °C - 89,7oC. Hasil analisis Seng dietil ditiofosfat pada masing-masing suhu reaksi dengan spektrofotometer FT-JR menghasilkan pita-pita serapan yang mirip, dengan pita-pita serapan yang terletak pada bilangan geiombang antara 2981,42 Cm' s/d 539,97 Cm". Sementara analisis dengan spektrofotorneter GC-MS diperoleh pada spectrogram massanya informasi fragmen-fragmen ion antara m/z: 45 s/d m/z :186."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1998
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Afrizal
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1985
S17320
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Afrizal
Depok: Universitas Indonesia, 1992
S40820
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Afrizal
"Disertasi ini membahas karakterisasi produk blending antara monomer kristal cair kolesteril akrilat dengan monomer kristal cair metilfenilbenzoil akrilat yang difotopolimerisasi dengan teknik UV curing. Produk blending dan fotopolimerisasi hasil penelitian ini kemudian di uji serapannya dengan spektrofotometer ultraviolet-visibel. Monomer kristal cair kolesteril akrilat hasil dari reaksi esterifikasi Steglich antara kolesterol dengan prekursor akrilat menggunakan katalis N,N’-disikloheksilkarbodiimida (DCC) dan N,Ndimetilpiridin- 4-amina (DMAP). Monomer kristal cair metilfenilbenzoil akrilat merupakan hasil dari reaksi esterifikasi Steglich antara prekursor akrilat dan prekursor (S)-(+)-p-hidroksifenil-2-metil butanoat atau disebut juga (S)-(+)-2- HFM. Kedua monomer hasil esterifikasi tersebut kemudian dikarakterisasi menggunakan FTIR, 1H-NMR, dan 13C-NMR untuk penentuan struktur molekul; DSC untuk analisis termal, POM untuk tekstur kristal cair, dan XRD untuk kristalinitas. Oleh karena kedua monomer termasuk dalam kelompok kristal cair akrilat, maka hasil karakteriasi kedua monomer dengan FTIR menunjukkan puncak khas yang sama pada daerah 3000-2850 cm-1 yang merupakan daerah vibrasi rantai alifatik dan puncak pada daerah 1600,43 cm-1 yang menunjukkan gugus C=C dari akrilat. Selain itu terdapat juga puncak-puncak lainnya yang menjadi ciri khas masing-masing monomer. Tekstur monomer kristal cair kolesteril akrilat memperlihatkan tekstur oily streak pada suhu 81,28˚C sementara monomer kristal cair metilfenilbenzoil akrilat memperlihatkan tekstur schlieren pada 54,36oC. Proses blending kedua monomer menggunakan metode casting pelarut dan fotopolimerisasi menggunakan fotoinitiator 2-hidroksi-2-metil-1-fenilpropana (HMPP). Hasil GPC proses uv curing pada radiasi selama 15 dan 30 menit memberikan berat molekul (Mw) masing-masing 487.457 gram dan 463.279 gram. Struktur mikro produk fotopolimerisasi dengan SEM menunjukkan pola rantai polimer tipe side chain liquid crystalline polymers (SCLCPs). Serapan produk fotopolimerisasi dengan spektrofotometer ultraviolet-visibel menunjukkan bahwa fotopolimerisasi yang diradiasi selama 15 dan 30 menit memberikan serapan 0,116 dan 0,254 pada daerah panjang gelombang 363 nm dan 350 nm. Berdasarkan hasil penelitian ini, dengan demikian produk blending dan fotopolimerisasi kedua monomer menyerap pada panjang gelombang ultraviolet A (UVA).

The dissertation discusses the characterizations of blending product from monomer liquid crystal cholesteryl acrylate and monomer liquid crystal of methylphenylbenzoyl acrylate photopolymerized by UV curing technique. The absorption of blending and photopolymerization products of this work was tested by using UV-Vis spectrophotometer. Cholesteryl acrylate was synthesized through Steglich esterification reaction between cholesterol with acrylic precursor with catalyst of N, N'-dicyclohexylcarbodiimide (DCC) and N, N-dimetilpiridin- 4-amine (DMAP). Monomer liquid crystal of methylphenylbenzoyl acrylate was synthesized by Steglich esterification reaction between acrylic precursors and precursors (S) - (+)-p-hydroxyphenyl-2-methyl butanoat or also known as (S) - (+)-2-HFM. The characterization of monomers was performed by using FTIR, 1HNMR and 13C-NMR for molecular structure; DSC for thermal analysis; POM for textures analysis; and XRD for crsytalinity. FTIR spectrum of the two monomers show typical peaks at 3000-2850 cm-1 for the aliphatic chain vibration, 1720 cm-1 for carbonyl group, and 1600.43 cm-1 for the group of acrylate C=C. The texture of cholesteryl acrylate shows an oily streak at temperature 81.28 ˚C and monomer methylphenylbenzoyl acrylate shows a schlieren texture at 54.36 0C. The blending process of the two monomers was performed by using solvent casting method and photopolymeirzation with UV curing technique by using photoinitiator of 2- hydroxy-2-methyl-1-phenyl-propan (HMPP). The molecular weight from the photopolymerization process with the radiation for 15 and 30 minutes Mw give the result of 487.457 and 463.279, respectively. Microstructure from SEM shows a type of side chain liquid crystalline polymers (SCLCPs). The photopolymerization product characterized by using UV-Vis spectrophotometer for 15 and 30 min of radiation gives wavelength at 363 nm and 350 nm, respectively. Based on the result of this research, it can be concluded that the blending product of the two monomers absorps a wavelength at ultraviolet A (UVA).
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
D1418
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kamil Afrizal
"Pemanfaatan zat aditif sebagai akselerator sebagai campuran beton untuk perbaikan jalan beton merupakan salah satu alternatif yang sering diterapkan dan mudah diperoleh dipasaran. Namun, Akselerator mengandung ion-ion klorida dapat menyebabkan korosi pada baja beton bertulang. Selain itu, industri semen menghasilkan emisi karbon dioksida, komponen terbesar gas rumah kaca.
Salah satu alternatif dalam masalah ini adalah pemanfaatan geopolimer sebagai semen instan. Bahan geopolimer digunakan berprekusor limbah batu bara dan bahan pembentuk porselen yang mudah didapatkan dan mengurangi dampak pencemaran lingkungan. Kedua bahan tersebut digunakan pada penelitian ini yaitu fly ash dan kaolonite. Kekuatan optimum geopolimer diperoleh dengan waktu yang lebih singkat bersamaan dengan proses pengerasan serta pengaruh suhu.
Penelitian ini bertujuan Mengetahui proses sintesis dan teknologi dalam pembuatan semen instan geopolimer dan mengetahui nilai kuat tekan pasta dan beton geopolimer yang paling optimum dalam waktu tersingkat dengan dibandingkan dengan curing suhu ruang dan suhu 60°C. Kuat tekan awal pasta geopolimer dimana kuat tekan di uji pada waktu singkat yaitu 4 jam, 8 jam, dan 1 hari dengan waktu pengerasan yang dibandingkan antara suhu 60°Celcius dan suhu ruang.
Dari penelitian ini didapat kesimpulan, untuk waktu curing yang sama, suhu lebih tinggi menghasilkan kuat tekan yang lebih tinggi. Pada suhu yang sama kuat tekan dari pasta geopolimer meningkat seiring dengan bertambahnya waktu curing khususnya untuk pasta geopolimer berbahan dasar fly ash.

Utilization of additives as an accelerator in concrete mix is often chosen to be an alternative for concrete road repair because it is easy to find. However, the additives contain chloride ions which can cause corrosion of steel reinforced concrete. In addition, the cement industry produces carbon dioxide emissions, the largest component of greenhouse gases.
The other alternative is to use geopolymer as rapid-setting cement. At this study, fly ash and kaolinites are used as a precursor in the geopolymer, these materials are made from coal waste and porcelain-forming material which are easy to find and also able to reduce the effect of pollution. Geopolymer optimum strength obtained with a shorter time along with the hardening process and the influence of temperature.
The aim of this study is to understand the synthetic process and technologies in manufacturing this rapid-setting cement. The other aim is to find the optimum value of compressive strength on geopolymer paste and geopolimer concrete in the short time (4, 8, and 24 hours of hardening) compared to the curing temperature of 60°C and room temperature.
The conclusions of this study are higher temperature, at the same curing time, produce higher value of compressive strength. Longer curing time, at the same temperature, also produce higher value of compressive strength especially on fly ash.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2010
S50593
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Malna, Afrizal
Magelang : Indonesia Tera, 2003
I 899.232 M 32 s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Afrizal
"Skripsi ini membahas ketentuan pembubaran koperasi pasif oleh Pemerintah Kota Depok. Hasil penelitian yuridis normatif menunjukkan bahwa pembubaran dilakukan karena 3 (tiga) alasan yaitu koperasi tidak melaksanakan Rapat Anggota selama 2 (dua) tahun berturut-turut; keberadaan koperasi tidak lagi dapat memenuhi tujuan pendirian koperasi yaitu mensejahterakan para anggota; serta koperasi tidak melaksanakan kegiatan usaha walaupun telah diberikan pembinaan. Prosedur pembubaran berdasarkan Keputusan Menteri Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil Nomor: 269/M/IX/1994 harus memenuhi 5 (lima) tahapan, yaitu penelitian kepatuhan oleh pejabat koperasi; pengumuman Rencana Pembubaran; periode pengajuan keberatan pembubaran; penerbitan Surat Keputusan Pembubaran; dan pemberitahuan pembubaran kepada kreditor. Dalam membubarkan koperasi, Pemerintah Kota Depok menghadapi hambatan hukum yaitu tidak dapat diselesaikannya hutang piutang dengan kreditor karena sistem pencatatan keuangan yang tidak tertib; dan hambatan non-hukum yaitu sistem administrasi data anggota yang tidak akurat. Untuk menghindari adanya koperasi pasif, Pemerintah perlu melakukan pengawasan berkala terhadap koperasi yang terdaftar dan lebih berhati-hati dalam memberikan persetujuan pendirian koperasi baru.

This thesis discusses the provisions of the dissolution of passive cooperative by the Government of the city of Depok. Normative legal research indicate that the reasons to dissolve a passive cooperative, at least, for three reasons namely: failure to conduct the Member Meeting for 2 (two) years consecutively; the existence of a cooperative is no longer able to meet the purpose of its establishment; that is providing the welfare of the members; and the cooperative could not continue its business activities although it has been provided capacity building. Dissolution procedure is governed by the Decree of the Minister of Cooperatives and Small Entrepreneur Development Number: 269/M/IX/1994 which must meet five (5) stages, namely: compliance research by cooperative officials; dissolution plan announcement; appeal period; issuance of a dissolution decree; then dissolution notification to the creditors. To dissolve the cooperative, the Government of Depok City has to solve two obstacles; legal and non-legal obstacle. Legal obstacle refers to inability to solve the debts with creditors because the financial record-keeping systems are not properly in place; and nonlegal obstacle refers to improperly members data base in the administration system. To avoid the passive cooperative, the Government needs to supervise the listed cooperative periodically and more prudent in granting the approval for the establishment of new cooperative.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S57072
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>