Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Adrie Kafa Adinus
Abstrak :
Overreaction merupakan fenomena menarik yang terjadi di pasar modal, khususnya pasar saham. Pembuktian terjadinya overreaction ini menjadi tantangan bagi hipotesis efisiensi pasar modal (efficient market hypothesis) atau EMH yang diperkenalkan oleh Eugene Fama pada tahun 1970. Efisiensi bentuk lemah (weak-form efficiency) mengatakan bahwa data historis seperti harga saham masa lalu tidak dapat digunakan untuk menghasilkan profit yang signifikan. Hasil empiris penelitian overraction membantah hipotesis ini. Penelitian overreaction di pasar modal pertama kali dipelopori oleh Werner F. M. DeBondt dan Richard Thaler pada tahun 1985 yang meneliti perilaku pasar modal Amerika. Penelitian ini membuktikan bahwa harga saham historis dapat digunakan untuk menghasilkan profit dalam berinvestasi saham di pasar modal. Penelitian pada pasar modal Amerika memberikan bukti bahwa saham-saham yang memiliki tingkat pengembalian rendah (saham-saham loser) memiliki kinerja yang lebih tinggi di masa depan bila dibandingkan dengan saham-saham yang memiliki tingkat pengembalian tinggi (sahamsaham winner). Akibatnya, investor dapat memanfaatkan anomali ini dengan membeli saham-saham loser dan menjual saham-saham winner untuk memperoleh profit yang maksimal. Strategi investasi ini dikenal dengan sebutan strategi kontrarian. Beberapa penelitian mengenai overreaction kemudian berkembang di negaranegara lain. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah gejala overreaction juga terjadi pada pasar modal di Indonesia, khusunya di Bursa Efek Jakarta. Sebab, kalau fenomena ini terjadi, maka berarti para investor yang 'bermain' saham di BEJ dapat melakukan strategi kontrarian untuk meraih profit yang sebesar-besarnya, sekaligus memperbesar kritik kepada teori EMH. Penelitian ini rnenggunakan rnetode yang digunakan oleh DeBondt dan Thaler. Bedanya, data yang digunakan merupakan data harian, bukan data bulanan seperti yang digunakan DeBondt dan Thaler. Periode replikasi yang digunakan juga lebih singkat, yaitu tiga bulanan dan satu tahunan. Selain itu, saham yang diteliti hanya terbatas pada saham-saham perusahaan yang bergerak di industri barang konsumsi, khususnya industri makanan dan minuman, rokok dan farmasi. Diharapkan, dengan menggunakan data harian dalam rentang waktu pendek (short horizon), dan pembatasan pada saham industri tertentu, fenomena overreaction dapat dilihat secara mikro. Hasil akhir dari penelitian ini rnenunjukkan bahwa pada kurun waktu 2001 sampai 2003, belum terlihat adanya gejala overreaction di BEJ, khususnya di sektor barang konsurnsi. Kondisi yang mendekati hipotesis overreaction hanya terjadi pada sebagian kecil replikasi sehingga tidak menunjukkan adanya konsistensi di sepanjang periode penelitian dan memiliki tingkat signifikansi yang rendah. Hal lain yang dapat diamati adalah bahwa hasil penelitian dengan replikasi satu tahunan cenderung lebih mendekati hipotesis overreaction dibandingkan dengan penelitian yang menggunakan replikasi tiga bulanan. Berarti untuk sementara dapat disimpulkan bahwa gejala overreaction dapat diperjelas dengan rnemperpanjang periode replikasi. Berdasarkan hasil penelitian ini maka dapat dikatakan bahwa para investor belum dapat melakukan strategi kontrarian, khususnya pada saham-saham industri barang konsumsi di BEJ. Hasil ini kemungkinan dapat disempurnakan dengan menggunakan metode lain, seperti yang dipakai oleh Conrad-Kaul, Boebel-Carson, ataupun Agus Sartono.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adrie Kafa Adinus
Abstrak :
Nowadays, the using of strain gauges to measure strain has become a fairly popular method in construction. A strain gauge is made from a fine wire thas has certain electric resistance. By attaching a strain gauge to the surface of a concrete structure, we will be able to measure the strain on it. The principle is based on the assumption that if the strain gauge is attached well to the surface of a concrete structure, its strain will be the same as the concrete strain. Briefly, the measured strain, in fact, is the gauge's strain. If a strain gauge is stretched, its resistance will change. Dividing the resistance change to a gauge factor will results the concrete's strain. Difficulty in installing and maintaining the gauge, and also its relatively expensive price, has generated efforts to find a new alternative instead of strain gauges. Concrete has high electric resistance. Adding carbon to concrete mix, hopefully, can reduce its resistance to be easily measured. If this experiment succeeds, we will not need to use strain gauges for measuring strain, because the concrete itself will function as a strain gauge. It is called smart concrete. This thesis tries to find the influence of beam length variation to the smart concrete behavior with the addition of coal carbon.
Dewasa ini, penggunaan strain gauge sebagai pengukur regangan beton merupakan metode yang cukup popular di bidang konstruksi. Alat ini terbuat dari kawat halus yang memiliki hambatan listrik tertentu. Dengan melekatkan alat pada permukaan beton, maka kita bisa mengetahui regangan permukaan tersebut. Prinsip kerja alat ini berdasarkan pada asumsi bahwa dengan melekatnya strain gauge dengan baik pada beton, maka regangannya akan sama dengan regangan beton. Singkatnya, regangan yang diukur sebenarnya adalah regangan strain gauge. Apabila strain gauge mengalami regangan, maka hambatan listriknya akan berubah. Dengan membagi perubahan hambatan tersebut dengan suatu gauge factor, maka nilai regangan beton dapat dihitung. Mengingat pemasangan dan perlakuan yang sulit, serta harga yang relatif mahal, merangsang pemikiran untuk mencari alternatif lain sebagai pengganti strain gauge. Beton memiliki hambatan listrik yang besar. Penambahan karbon pada campuran beton diharapkan dapat menurunkan hambatan listrik beton tersebut sehingga mudah diukur. Bila penelitian ini berhasil, maka kita tidak perlu lagi menggunakan strain gauge untuk mengukur regangan, sebab beton itu sendirilah yang kita fungsikan sebagai strain gauge. Beton tersebut dinamakan beton pintar. Skripsi ini mencoba untuk melihat pengaruh variasi panjang balok terhadap perilaku beton pintar dengan penambahan karbon batubara.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2002
S34824
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library