Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Abirianty Priandani Araminta
Abstrak :
Latar Belakang: Dengan kesintasan lima tahun sebesar 18%, menempatkan karsinoma sel hati (KSH) sebagai kanker paling mematikan setelah kanker pankreas. Salah satu faktor yang diperkirakan berperan dalam menentukan prognosis KSH adalah kompsosisi tubuh pasien. Namun demikian, berbagai studi yang menilai sarkopenia sebagai faktor prognostik pasien KSH memberikan hasil yang inkonsisten. Tujuan: Menilai peran sarkopenia terhadap kesintasan dan kekambuhan pasien KSH. Sumber Data: Pencarian utama dilakukan pada basis data PubMed, ProQuest, EBSCOhost, Embase, dan Scopus hingga 1 September 2020. Pencarian sekunder dilakukan secara snowballing pada sitasi studi terkait dan perpustakaan elektronik serta pengumpulan informasi melalui Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia. Seleksi Studi: Studi kohort yang menilai prognosis dengan melaporkan perbandingan kesintasan, mortalitas, dan/atau periode bebas penyakit pasien KSH berdasarkan ada atau tidak adanya sarkopenia serta periode observasi minimal tiga bulan akan diikutsertakan. Tidak ada batasan terhadap tahun publikasi dan bahasa. Penilaian terhadap judul, abstrak, dan studi dilakukan oleh dua peninjau independen. Dari 990 studi, 44 di antaranya memenuhi kriteria eligibilitas. Ekstraksi Data: Ekstraksi data dilakukan oleh kedua peninjau. Konfirmasi data studi dilakukan dengan menghubungi peneliti. Tidak ada data tambahan yang didapatkan. Hasil: Studi yang melaporkan kesintasan kumulatif dirangkum secara kualitatif. Studi yang melaporkan Cox proportional hazard ratio (HR) dimasukkan ke dalam meta-analisis. Hasil meta-analisis menggunakan random-effects model dari 39 studi menunjukkan sarkopenia berhubungan dengan kesintasan yang lebih rendah (HR 1.74, IK 95% 1.49-2.02) dibandingkan pasien KSH non-sarkopenia pada seluruh stadium. Sarkopenia juga berhubungan dengan kekambuhan yang lebih tinggi (HR 1.42, IK 95% 1.15-1.76) dibandingkan pasien KSH non-sarkopenia yang menjalani terapi kuratif. Analisis subgrup berdasarkan tujuan terapi (kuratif dan paliatif), jenis intervensi yang diberikan, serta parameter diagnostik yang digunakan tidak memengaruhi arah hasil luaran. Kesimpulan: Sarkopenia berhubungan dengan kesintasan pasien KSH yang lebih rendah dan periode bebas penyakit yang lebih singkat pada pasien yang menjalani terapi kuratif.
Background: With overall 5-year survival of 18%, HCC is the second most lethal cancer after pancreatic cancer. One of the factors compromising prognosis in HCC patients is body composition. Nonetheless, studies evaluating sarcopenia as prognostic factor in HCC show inconsistent results. Objective: To assess the role of sarcopenia in overall survival and disease-free survival of HCC patients. Data Source: We searched PubMed, ProQuest, EBSCOhost, Embase and Scopus through September 1, 2020. Secondary searching was done by snowballing method including references of qualifying articles and manual searching through e-library and information gathering through Indonesian Association for the Study of Liver. Study Selection: Cohort studies evaluating prognosis and reporting comparation of overall survival, all-cause mortality, and/or disease-free survival of HCC patients with and without pre-existing sarcopenia and minimum observation period of three months were included. No restriction regarding year of publication and language. Titles, abstracts, and articles were reviewed by two independent reviewer. Of 990 studies identified in our original search, 44 articles met our eligibility criteria. Data extraction: Data extraction was done by two reviewer. We contacted authors for data confirmation and no additional information were obtained. Result: Studies reporting cumulative survival were summarized qualitatively. Studies reporting Cox proportional hazard ratio (HR) were combined in a metaanalysis. A random-effects model meta-analysis of 35 studies showed that sarcopenia was associated with an reduced overall survival HR of 1.59 (95% CI 1.42-1.77) and increased recurrence with HR of 1.10 (95% CI 1.03-1.17) after curative treatment compared with non-sarcopenic HCC patients through all stages. Subgroup analyses showed aim of treatment (curative vs palliative), type of interventions, and parameter used to define sarcopenia did not modify both clinical outcomes. Conclusion: Sarcopenia is associated with reduced overall survival and shorter disease-free survival in HCC patients.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abirianty Priandani Araminta
Abstrak :
Erupsi obat atau reaksi kulit terhadap obat merupakan reaksi simpang yang paling sering terjadi. Pasien dengan infeksi HIV/AIDS positif memiliki risiko yang lebih besar mengalami erupsi obat dibandingkan populasi umum, yang selanjutnya dapat berpengaruh pada pilihan terapi untuk pasien. Tingkat keparahan erupsi obat memiliki rentang yang luas dan beberapa mungkin sulit untuk ditangani dan mengancam nyawa. Studi ini menilai peran infeksi HIV/AIDS sebagai faktor risiko terhadap tingkat keparahan erupsi obat. Studi retrospektif kohort pada erupsi obat dilakukan selama 5 tahun (2004-2008), dengan perhatian khusus pada manifestasi klinis dan tingkat keparahannya. Erupsi makulopapular, fixed drug eruption (FDE), sindroma Stevens-Johnson dan nekrolisis epidermal toksik (SSJ- NET), eritroderma, dan eritema multiforme merupakan manifestasi klinis yang paling sering ditemukan dari 691 pasien. Data terkumpul mencakup 33 pasien dengan infeksi HIV/AIDS positif dianalisis menggunakan uji Chi-square. Erupsi obat dengan tingkat keparahan berat ditemukan pada 60.6% pasien dengan infeksi HIV/AIDS positif dibandingkan dengan 39.4% pada populasi non-HIV/AIDS dengan nilai P = 0.001. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada pasien erupsi obat, tingkat keparahan erupsi obat berhubungan dengan infeksi HIV/AIDS.
Cutaneous adverse drug reactions (CADR) are the most frequently occurring adverse reaction to drugs. HIV-infected patients have a higher risk of developing cutaneous drug reactions than the general population, which in later has a significant impact on patients' current and future treatment options. The severity of drug eruption varies greatly and some may be difficult to manage and life- threatening. This study evaluated the role of HIV/AIDS infection as risk factor to the severity of drug eruption. A cohort retrospective study on drug eruption was conducted during 5 years period (2004-2008), with special interest on clinical type of lesion and its severity. The most prominent clinical type shown from 691 patients were maculopapular eruption, fixed drug eruption (FDE), Stevens- Johnson syndrome and toxic epidermal necrolysis (SJS-TEN), erythroderma, and erythema multiforme. The collected data consist of 33 patients (4.78%) with positive HIV/AIDS infection were analyzed using Chi-square. Severe drug eruptions were occured in 60.6% of patients with positive HIV/AIDS infection, compared with 39.4% in negative HIV/AIDS infection group with P value = 0.001. The results showed that in patients with drug eruption, HIV/AIDS infection was associated with severity of drug eruption.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2011
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library