Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 50 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Marzuki
"Penyakit tuberkulosis paru merupakan masalah kesehatan masyarakat terutama di negara-negara sedang berkembang termasuk Indonesia sebagai salah satu negara yang prevalensinya cukup tinggi. Di Propinsi DI Aceh jumlah tersangka TB paru (1995-1998) sebanyak 41.612 orang, dimana 2.444 orang (5,9%) dinyatakan BTA positif, 2.300 orang telah diobati dan 1.547 orang (67,3%) dinyatakan sembuh. Di Kabupaten Aceh Besar jumlah tersangka TB paru 5.576 orang, 385 orang (6,9%) dinyatakan BTA positif, dan 379 orang penderita telah diobati, dimana 264 orang (69,6%) dinyatakan sembuh. Salah satu upaya dalam pengobatan TB Paru dilakukan dengan pendekatan Strategi Directly Observed Treatment Shortcourse (DOTS). Namun prevalensi TB pain juga tetap masih tinggi. Keberhasilan pengobatan dan penyembuhan penyakit berhubungan dengan kepatuhan penderita minum obat selama 2 bulan fase awal dan 4 bulan fase lanjutan sehingga memberikan dukungan dalam keberhasilan. Tujuan penelitian untuk melihat faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan berobat penderita TB paru di Puskesmas dalam wilayah Kabupaten Aceh Besar tahun 1998. Waktu penelitian bulan November sampai Desember 1999 dengan desain penelitian cross sectional. Populasi penelitian ini adalah penderita TB pain yang berobat di 7 Puskesmas dengan menggunakan obat anti tuberkulosis (OAT) untuk waktu 6 bulan selama tahun 1998. Jumlah sampel sebanyak 112 orang dan pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner dan wawancara langsung.
Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 52 orang (46,4%) tidak patuh berobat dan 60 orang (53,6%) patuh berobat. Hasil analisis menghasilkan 4 variabel yang hubungan bermakna (p < 0,05). Pertama pengetahuan baik dibandingkan pengetahuan kurang berhubungan dengan kepatuhan dengan nilai odds ratio 12,25 (95% Cl; 1,09-7,99; p=0,02). Kedua, ketersediaan obat berhubungan dengan kepatuhan dengan nilai odds ratio 0,44 (95% Cl; 0,18-1,02; p=0,04). Ketiga, hubungan antara sikap petugas kesehatan dengan kepatuhan dengan nilai odds ratio 3,57 (95% Cl; 1,09-12,38; p=0,02). Keempat, pengawasan minum obat dengan kepatuhan dengan nilai odds ratio 2,81 (95% Cl; 1,05-7,68; p=0,02).
Dari hasil multivariat dengan metode regresi logistik, dari 12 variabel bebas hanya 7 variabel yang masuk sebagai kandidat untuk dianalisis. Hasilnya menunjukan 2 variabel yang berhubungan (p<0,05), yaitu variabel pengetahuan dengan nilai odds ratio 4,24 (p-0,0099) dan variabel pengawasan minum obat dengan nilai odds ratio 3,30 (p=0,0497) terhadap kepatuhan setelah dikontrol oleh variabel pendidikan, pekerjaan, transportasi, ketersediaan obat dan pelayanan petugas kesehatan.
Untuk mengantisipasi hal tersebut diperlukan berbagai upaya intervensi, terutama peningkatan pengetahuan terhadap penderita melalui penyuluhan, peningkatan pelayanan petugas dalam memberikan pengobatan, serta perlunya pengawasan terhadap penderita saat minum obat sebagai upaya yang tepat dalam meningkatkan kepatuhan penderita.

The Factors Related to Treatment Compliance of Tuberculosis Patients in Public Health Center of District Area of Aceh Besar, Year 1998Indonesia, as one of developing country, still facing Tuberculosis (TB) as main Public Health problem, Indonesia is one of the country with high prevalence of tuberculosis disease. In Aceh's Province, the suspect's of tuberculosis are 41.612 patients for 1995 - 1998. The result of laboratory confirmed that 2.444 people (5,9%) are positive of tuberculosis. From 2.300 patient who have got treatment, it was confirmed that 1.547 (67,1%) were recovered. In district of Aceh Besar the total of tuberculosis suspect is 5.576 people, 385 people (6,9%) are stated positive Acid Flaccid Bacilli (AFB positive) of tuberculosis, 379 patient who have been treated, using 264 people (69,6%) were recovered. The government?s carried out tuberculosis treatment using Directly Observed Treatment Short course (DOTS). Prior to 1993, the prevalence rate of tuberculosis disease is still high. The successfulness of disease control and treatment program is related closely to patient's compliance. Based on this consideration, the purpose of this study is to explore of the factors related to treatment compliance of tuberculosis patients in Public Health Center Aceh Besar district during the period of the 1998. The study was conducted on November to December 1998 by using cross-sectional design. The population in this study was patient of tuberculosis treated with short course regiment at 7 Public Health Center that have got tuberculosis drugs for 6 months. Sample of 112 patients were taken from the perspective population. Data were collected by interviewing tuberculosis patients using structured questionnaire.
The result of the study showed that only 60 (53,6%) patients compliant to the treatment and 52 persons (46,4 %) incompliant, The result of analysis found 4 variables significantly related to compliance (p<0,05). First, good knowledge compare to less knowledge is related to treatment compliance with odds ratio 12,25 (95% CI : 1,09-317,99: p=0,02), Second, preparing the drugs is also related to treatment compliance with odds ratio value 0,44 (95% Cl : 0,18-1,02 : p=0,04). Third, health providers services is also related to patient compliance with odds ratio value 3,57 (95% Cl : 1,09-12,38 : p-0,02). Fourth, the control of drinking drugs, with odds ratio value 2,81 (95% Cl : 1,05-7,68 : p=0,02).
The result of multivariate analysis with logistic regression method found 7 candidate variables from 12 independent variables, and 2 variables statistically significant (p<0,05). They are knowledge with odds ratio 4,24 (p-0,0099), and treatment's control of drugs, with odds ratio 3,30 (p=0,0497) related to compliance. The analysis was done by controlling the others variables, such as occupation, drugs availability and health providers services. The study concluded that knowledge and treatment control have more contribution to treatment compliance of tuberculosis disease in Public Health Centre than of tuberculosis disease than the others variables. Based on the results of the study, it is recommended to increase patients? knowledge in tuberculosis by health education, to increase patients? compliance, treatment observer must be accessible and acceptable to the patient and accountable to the health system. Beside that, health providers? services in health centre need to be increase and direct observation."
Depok: Universitas Indonesia, 2000
T4631
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marzuki
Yogyakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia, 1986
001.4 MAR m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
A. Marzuki
Bandung: Rahmat Cijulang, 1992
R 499.222 MAR k
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Marzuki
Yogyakarta: BPFE - UII, 1989
001.42 MAR m
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Marzuki
"Kota Kampar memiliki kearifan hukum lokal hukum adat tertentu dalam penanganan kasus sistem peradilan anak yang cukup berbeda dengan pendekatan hukum nasional. Hukum atau peradilan adat sendiri merupakan bagian dari proses kehidupan masyarakat, dalam rangka menyelesaikan perkara-perkara yang muncul di dalamnya. Selain itu, peradilan adat sesungguhnya merupakan hasil peradaban dari masyarakat itu sendiri, suatu peradilan yang didesain sesuai dengan karakteristik masyarakatnya. Dengan demikian, peradilan adat pada dasarnya merupakan jati diri masyarakat itu sendiri, tidak terkecuali di Kota Kampar.
Berdasarkan temuan data penelitian dan sumber berita online, di Kota Kampar masih terdapat banyak kasus anak yang berhadapan dengan hukum. Sayangnya, berbagai kasus penyelesaian anak yang berhadapan dengan hukum tersebut tidak dilakukan dengan asas perlindungan anak sehingga banyak dari mereka berstatus sebagai tahanan atau bahkan narapidana dan berakibat akan hilangnya hak-hak mereka sebagai anak. Oleh karena itu, salah satu upaya yang dilakukan saat ini adalah dengan meminta kepada pemerintahan untuk menerapkan konsep restorative justice dan diversi.
Berdasarkan permasalahan tersebut, tujuan penelitian ini adalah melihat bagaimana prospek penerapan restorative justice Braithwaite dalam menanggani delinkuensi anak dilihat dari nilai-nilai budaya lokal Kampar Riau. Selain itu, penelitian ini berupaya menggali potensi yang masih ada dalam merevitalisasi peradilan adat sebagai bentuk penyelesaian restoratif. Dengan pendekatan kualitatif, penulis mencoba melihat berbagai permasalahan tersebut dengan menggunakan konsep teori Ikatan Sosial, Reintegrative Shaming dan Restorative justice, serta menggunakan teori Kriminologi Budaya.
Hasil penelitian ini menemukan bahwa adanya indikasi untuk di terapkan restorative justice Braithwaite terhadap kenakalan yang dilakukan oleh anak salah satunya adalah ditemukan penyelesaian kenakalan anak pemukulan dan pencurian secara nilai dan norma adat desa Gunung Sahilan Kampar. Kata Kunci : Delinkuensi Anak, Hukum Adat Kampar, Restorative Justice Braithwaite , Ikatan Sosial, Reintegrative Shaming, Kriminologi Budaya.

Kampar city has a unique local law adat law in handling juvenile case and the system is much different with national law. Adat law is a part of society 39 s daily life, in order to solve the case within the city. Also, adat law is the outcome from the society itself, which is the law that suit the characteristics of the society. So, adat law basically is the identity of society, including Kampar city.
Based on research and online news, there are still many juvenile case and resolve the case with conventional law. And by the end of that process, there are many child being detention or moreover, the custody, and it means they lost the rights being childs. Hence, one of many efforts to do right now is doing restorative justice and diversion for the juvenile by the government.
Based on that case, the purpose of this research is to observe the prospect of applying restorative justice Braithwaite for solving child delinquency based on local value of Kampar Riau . Furthermore, this research is find the potential of adat law rsquo s revitalization as a form of restorative justice. With qualitative research, the author want to see the problem with Social bond theory, Reintegrative Shaming, and Restorative Justice, and with Cultural Criminology theory.
The result of this research is there is an indication to apply restorative justice Braithwaite based for solving juvenile delinquency, one of the indicator is there is a solving method based on value and moral of Gunung Sahilan Kampar rsquo s adat law."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
T47302
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marzuki
"Abstrak
Indonesia security setor reform (SSR) Effort has produced some fruitful outcomest, nameli the anolishment of the indonesia millitary direct participation in politicts, separation of the police force from the armed forces and the revocarion of the dual function doctrin, to name a few. yet since the ratification of law on indonesia military in 2004. additional efforts of ssr have ben thrown into the backburner. since 2004, attempts to profesionalise the military have been focusing on arms modernisation and improvement of military personnel welfare such as increased training and educational opportunities, as well as housing allocation for military personnel instead of addresing several unfiished reform agendas, namely the subordination of the tni under the ministry of defence , territorial command reform and military secondment to non military affairs/posts, among others. this article attempts to analyse how western developed ssr policy intiatives were introduced in indonesia and how the ssr agendas were eventually neglected.finally, this article will reflect on the lessons learned from the introduction of ssr concept in indonesia to understand its trajectory"
Kyoto: Institute of International Relations and Area Studies, 2019
327 RITSUMEI 16 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Marzuki
"Dewasa ini pembangunan kesehatan di Indonesia masih ditandai tingginya Angka Kematian lbu ( AKI) sebesar 390 per 100.000 kelahiran hidup. Untuk menurunkan Angka Kematian lbu sampai ketingkat yang paling rendah dan memperluas jangkauan pelayanan kesehatan ibu hamil (ANC) sampai ke tingkat desa yang terpencil, pemerintah menempatkan Bidan di Desa. Kehadiran bidan di desa diharapkan mampu memperluas jangkauan pelayanan yang telah ada sekaligus meningkatkan cakupan program Kesehatan lbu dan Anak (KIA). Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran kinerja pelayanan kesehatan ibu hamil (ANC) oleh bidan di desa dan faktor-faktor yang berhubungan. Kinerja yang dimaksudkan adalah hasil cakupan K4 dengan kriteria : kinerja haik hila cakupan K4 ~ 80%, dan kinerja huang hila cakupan K4 < 80%. Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Aceh Besar. Rancangan penelitian yang digunakan adalah cross sectional. Sampel penelitian adalah bidan di desa yang bertugas di Kabupaten Aceh Besar dan pengambilan sampel dilakukan dengan cara sistematic random sampling sebanyak 150 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 80% kinerja bidan di desa Kabupaten Aceh besar masih kurang dan 20% dengan kinerja baik. Penelitian menyimpulkan bahwa kinerja bidan di desa Kabupaten Aceh Besar masih kurang. Faktor status perkawinan, lamanya bekerja, pengetahuan, tempat tugas dan umpan balik mempunyai hubungan yang bermakna terhadap kinerja bidan di desa tersebut. Penelitian ini menyarankan adanya pemberian reward (penghargaan), meningkatkan frekwensi supervisi oleh Dinas Kesehatan Dati II dan Puskesmas serta pelatihan kepada bidan di desa untuk memperbaiki kinerja mereka.

The achievement of health development programs in Indonesia is still marked with high MMR, which is 340 per 100,000 live birth. In order to lower the .M:MR. and to espand the health services especially antenatal care mathing all remote over the country, the government made a policy on midwife placement at village. This study had objectives to describe the village midwives performance in ANC and to examint factors related to the performance. The indicator used is K4 (the 4 th, visit of ANC). If the midwives can read at least 80% of this K4 indicator, the performance is said good-exellent, and these with lower than 80 % is considered unsatisfactory performance. The study used crossectional design and unit of analysis is village midwives who are currently working in Aceh Besar district, sampling method is sistema tic random sampling with sample of I SO midwives. Some important results showed that only 20% of respondents have good-exellent performance, married status, length of working, level of knowladge, feedback and placement area are variables significants related to the performance. This study recommends to health provider at Aceh Besar Health District Office to improve reward system, increase sugestion and provide refreshing training regularly to maintain the midwives performance.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 1999
T59106
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yazir Marzuki
Jakarta: Djambatan, 1993
726.143 YAZ b
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Yuliaty Marzuki
"Penelitian ini mengkaji mengenai pengelolaan pemanfaatan kebun kemiri yang tetap berkelanjutan oleh masyarakat Timpuseng-Camba di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Fenomena yang menarik adalah penduduk masih tetap mempertahankan kebun kemiri mereka meskipun nilai ekonomi yang didapatkan cenderung merosot. Kebun kemiri atau yang lebih dikenal penduduk Timpuseng sebagai dare' ampiri adalah suatu bentuk wanatani dalam mengelola dan memanfaatkan sumberdaya alam yang ada. Dahulu dare' ampiri menjadi sumber penghasilan utama bagi penduduk Timpuseng. Namun sekarang ini, kemiri hanyalah menjadi sumber penghasilan sampingan penduduk. Hal ini disebabkan pohon kemiri tidak lagi berproduksi seperti dahulu karena umur yang sudah tua, harga yang cenderung menurun dan tidak adanya hak pengakuan terhadap dare' ampiri penduduk oleh pihak pemerintah.
Dalam kajian ini, ditemukan bahwa bertahannya pengelolaan pemanfaatan dare' ampiri oleh penduduk Timpuseng bukan hanya karena faktor ekonomi, tetapi juga peran sosial budaya serta kelestarian lingkungan Timpuseng. Kebun kemiri telah menjamin penduduk untuk mendapatkan kesempatan kerja, meningkatkan status sosial di masyarakat sehingga menciptakan pengaturan yang dapat mencegah timbulnya konflik. Hal ini menunjukkan bahwa sistem pengelolahan pemanfaatan hutan yang dilakukan masyarakat di dalam dan di sekitar hutan tidak hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan ekonomi tetapi juga telah menjamin kelestarian dan membangun kehidupan sosial mereka yang berkesinambungan.
Oleh karena itu, dari temuan penelitian ini perlu ada pengakuan dari setiap stakeholder baik pemerintah daerah maupun pihak lain bahwa pengolahan sumber daya hutan tidak sekedar di landasi pada pemberian alternatif pengolahan pemanfaatan sumberdaya atau agar masyarakat tidak lagi merusak hutan, melainkan diarahkan pada pemberian kesempatan dan kepercayaan dalam mengolah hutan dengan pengetahuan yang dimiliki untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Selain itu, diperlukan adanya kebijakan dan strategi pengolahan pemanfaatan dare' ampiri yang optimal guna peningkatan penghasilan masyarakat serta sumbangsihnya bagi pembangunan daerah. Dan perlunya dilakukan penelitian lanjutan mengenai dare' ampiri sebagai wanatani hasil masyarakat."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T4256
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Efrizon Marzuki
"KAPET (Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu) adalah suatu bentuk pusat pertumbuhan yang merupakan salah satu strategi dalam kebijakan pembangunan yang berorientasi pada pertumbuhan ekonomi. Pendekatan pembangunan yang berorientasi pertumbuhan ini mengasumsikan bahwa kesejahteraan masyarakat akan dapat dicapai melalui peningkatan ekonomi makro yang selanjutnya akan membawa perbaikan ekonomi di tingkat mikro, serta kemajuan pada bidang-bidang lain, melalui efek `menetes ke bawah' (trickle down effect).
Namun kenyataan menunjukkan bahwa selama ini, khususnya di Indonesia, teori trickle down effect tidak berjalan sebagaimana mestinya. Kemacetan mekanisme trickel down effect memunculkan kondisi dimana pembangunan ekonomi tidak diikuti oleh pembangunan sosial yang setaraf, kondisi ini disebut distorsi pembangunan. Pembangunan terdistorsi (distorted development) tidak hanya berwujud dalam bentuk kemiskinan, kemerosotan, status kesehatan rendah, dan perumahan yang tidak memenuhi syarat, melainkan juga dalam bentuk; ketidaksetaraan lapisan-lapisan masyarakat dalam pembangunan, penindasan terhadap wanita, eksploitasi tenaga kerja anak, kerusakan lingkungan, dan juga penggunaan kekerasan (militerisme) dalam mengatasi berbagai persoalan.
Atas dasar kenyataan tersebut, sudah selayaknya kebijakan pembangunan yang hanya berorientasi pada pertumbuhan ekonomi semata tanpa memperhatikan pemerataan harus ditinjau kembali. Pertumbuhan ekonomi memang penting bagi kesejahteraan rakyat tetapi bukan yang utama.
Perhatian pada peningkatan kapasitas individu dan institusi masyarakat lebih penting dilakukan agar pertumbuhan ekonomi yang terjadi dapat disebar-merata dan ikut dinikmati oleh masyarakat, untuk selanjutnya dapat meningkatkan kemajuan pada bidang-bidang lainnya.
KAPET Sabang, yang dibentuk berdasarkan Keppres Nomor 171 tahun 1998, memang direncanakan sebagai pemicu dan pemacu bagi pertumbuhan ekonomi agar tercapai kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat di Kota Sabang dan Propinsi Daerah Istimewa Aceh khususnya, serta Indonesia pada umumnya. Adalah hal yang sangat ironis dan tidak dikehendaki jika pada akhirnya kebijakan tersebut akan memunculkan distorsi pembangunan di kawasan tersebut.
Untuk itu, perlu dipertanyakan apakah kebijakan KAPET Sabang telah memungkinkan untuk terjadinya pemerataan. Selanjutnya, kebijakan antisipatif apa yang harus dilakukan, khususnya oleh Pemerintah Kota Sabang dan Badan Pengelola KAPET Sabang, untuk menciptakan kondisi yang kondusif bagi mendorong terjadinya pemerataan. Oleh karena, pemerataan tidak dapat terjadi dengan sendirinya, ia memerlukan kondisi kondusif yang mendukung.
Penelitian ini setidaknya berusaha mengungkapkan dan menjawab permasalahan-permasalahan tersebut, dengan menggunakan metode penelitian sintesis terfokus. Metode ini mensintesakan antara telaahan pustaka, pengalaman penelitian dan diskusi dengan subyek yang berkompeten (stake holder, study user, advisor, dan tenaga ahli). Berdasarkan sintesa ketiga komponen tersebut permasalahan-permasalahan yang telah dikemukakan di atas akan dibahas dan dianalisa sehingga dapat diambil kesimpulan dan saran bagi pelaksanaan kebijakan tersebut di masa yang akan datang.
Dari data dan hasil penelitian dapat dikemukakan bahwa kebijakan yang akan dikembangkan dalam KAPET Sabang untuk mencapai pemerataan adalah pohon industri dan pola kemitraan. Para advisor dan tenaga ahli menanggapi bahwa kedua kebijakan tersebut mungkin saja diterapkan untuk menciptakan pemerataan. Namun kebijakan itu harus berlangsung dalam suasana persuasif, dalam arti tidak dipaksakan agar tidak terjadi inefisiensi. Suasana demikian diharapkan akan terjadi baik melalui tindakan langsung maupun tidak langsung. Tindakan langsung; tidak hanya berupa ketentuan-ketentuan, tetapi juga mekanisme dan insentif serta pemberdayaan masyarakat (pengusaha kecil/menengah). Sedangkan tindakan tidak langsung dilakukan melalui himbauan serta pemberian kesempatan dan peluang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk berkembang. Sementara itu penciptaaan kondisi yang kondusif bagi mendorong terjadinya pemerataan, diupayakan antara lain melalui; kebijakan di bidang kependudukan, sosial, ketenagakerjaan dan sumberdaya manusia, serta kebijakan di bidang ekonomi dan pembangunan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T4280
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5   >>