Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 185532 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yumeldasari,author
"Penelitian ini berfokus pada keberadaan dua pasar malam di Jalan Puri KelurahanKembangan Selatan Kecamatan Kembangan Jakarta Barat dengan unit analisisnyaadalah pedagang pengunjung pendukung dan Pemerintah Kota Jakarta Barat sertapihak pihak lain yang berkaitan secara langsung atau tidak langsung dengankeberadaan pasar malam di lokasi ini Keberadaan pasar malam di Jalan Puri Moleksejak tahun 2009 merupakan fenomena yang tidak dapat diabaikan di tengahpesatnya pertumbuhan pusat perbelanjaan modern seperti mal Para pelaku yangberada di pasar malam Jalan Puri Molek yang berasal dari berbagai latar belakang memaknai pasar malam tersebut tidak hanya sebagai tempat belanja tetapi lebihsebagai ruang publik bagi mereka untuk berinteraksi dan menjalin keakraban satusama lain serta kesempatan memperoleh pekerjaan dan tempat untuk mendapatkanhiburan yang murah meriah khususnya bagi masyarakat ekonomi kelas menengah kebawah Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode instrumental casestudy Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam dengan parapelaku yang ada di kedua pasar malam di Jalan Puri Molek yaitu pasar malam ldquo PuriWalk rdquo dan pasar malam ldquo CNI rdquo serta melakukan observasi dan juga mengumpulkandata data sekunder baik data institusional bahan bahan kepustakaan berupa bukubukureferensi artikel karya ilmiah dan sumber sumber internet serta foto foto yangdiambil selama melakukan penelitian Dari analisis diketahui 1 selain karena letaknya yang sejak dulu menjadi lokasiwarga berkumpul dan berinteraksi keberadaan pasar malam di Jalan Puri Molek jugatidak lepas dari adanya kekuatan komuniti yaitu kekuatan para pedagang denganfaktor etnisitas patron klien situasi nilai tawar dan kesamaan nasib ataukepentingan kepentingan para pengunjung dengan faktor hiburan proximity danmedia interaksi serta peluang dari pendukung dengan faktor kekuatan kekuasaan eksistensi kelompok dan penghasilan 2 kedua pasar malam dapat bertahandikarenakan komuniti yang berada di dalamnya memiliki posisi yang lebih kuatdibandingkan Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Barat yang lebih fokus padapembangunan pusat belanja modern sehingga penyediaan fasilitas publik bagimasyarakat miskin kota seperti pasar malam terabaikan.

This research is focused on existence between two night market at Jalan Puri Molek Kelurahan Kembangan Selatan Kecamatan Kembangan West Jakarta With theseller customer supporter and the government as the analysis unit and include otherparties who related directly or indirectly with the existence of night market at thislocation Since 2009 the existence this night market at Jalan Puri Molek is aphenomenon that can not be overlooked in the midst of the rapid growth of a modernshopping center such as shopping mall The subject are in Jalan Puri Molek nightmarket from different backgrounds to interpret the night market not only as places toshop but rather as a public space for them to interact and establish familiarity witheach other as well as an opportunity to get a job and a place to get cheapentertainment especially for the lower middle class economy This research used a qualitative approach with an instrumental case study method Data was collected through in depth interviews with the subject who are on the twonight market in Jalan Molek Puri the night market Puri Walk rdquo and the night market CNI as well as observation and also collect secondary data whether the datainstrumental library materials such as reference books articles scientific papers andinternet resources as well as the photographs taken during the research From this analysis it could be conclude that 1 aside because it was long a crowdgather and interact where the night market in jalan molek puri also can not beseparated from the local community strength specifically the strength of the traderswith the ethnicity patron client the value of bargaining situation and the fatesimilarities or interests the interests of the visitors to the entertainment factors proximity and interaction of media as well as the opportunity of supporting thepower of power factor the existence of groups and income 2 The two night marketcan survive because the local community who are in it have a stronger position thanWest Jakarta administration city government which is more focused on theconstruction of a modern is more focused on the construction of a modern shoppingcenter so that the provision of public facilities for the urban poor such as the nightmarket neglected "
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
St. Mahmud Syaukat
"Penelitian ini bertujuan untuk meneliti dan menemukan jawaban apakah Hak Guna Usaha yang diberikan di atas tanah ulayat memenuhi konsep keadilan dan sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah “normative-empiris” yaitu dengan menganalisa aturan perundang-undangan yang ada, kemudian mengujinya dengan praktek empiris yang peneliti temukan di lapangan. Tekhnik pendekatan yang peneliti lakukanya itu kualitatif dengan melakukan wawancara yang mendalam dengan responden yang ada di lapangan. Dari hasil penelitian baik penelitian kepustakaan maupun penelitian lapangan, dapat dideskripsikan sebagaimana di bawah ini:
Salah satu tujaun Undang-Undang No.5 Tahun 1960, tentang Undang-Undang Pokok Agraria atau yang sering disingkat UUPA adalah “meletakan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional yang merupakan alat untuk membawakan kemakmuran, kebahagian dan keadilan bagi Negara dan rakyat, terutama rakyat tani dalam rangka masyarakat yang adil dan makmur.
Untuk mewujudkan tujuan tersebut, UUPA telah menyusun pokok-pokok aturan yang menyangkut bumi, air, dan ruang angkasa beserta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya yang dikelompokkan kedalam 8 (delapan) asas yang peneliti sebut sebagai 8 (delapan) asas UUPA yakni : 1) Asas Kebangsaan, 2) Asas Kekuasaan Negara, 3) Asas Pengakuan atas Hak Ulayat, 4) Asas Fungsisosial, 5) Asas kewarganegaraan, 6) Asas Kesetaraan dan Perlindungan, 7) Asas Landreform, 8) Asas Rencana Umum.
Berdasarkan asas Kekuasaan Negara, ditetapkan hak-hak atas tanah yaitu sebagaimana yang ditetapkan dalam pasal 16. Salah satu hak atas tanah tersebut adalah Hak guna Usaha (HGU). HGU ini adalah salah satu dari hak yang tidak berdasarkan sistematik hukum adat disamping Hak guna Bangunan (HGB), namun menurut penjelasannya, hak ini diadakan untuk memenuhi keperluan masyarakat modern saat ini Sesuai dengan pasal 28 ayat (1) UUPA, HGU merupakan hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara.Sungguh pun begitu, UUPA member peluang untuk memberikan Tanah Ulayat sebagai obyekdari HGU tersebut.
Sementara, UUPA juga memberikan pengakuan kepada Tanah Ulayat sebagai hak dari masyarakat hukum adat, dengan persyaratan sepanjang masih ada dan sesuai dengan kepentingan nasional. Persyaratan tersebut membuat posisi Tanah Ulayat menjadi dilematis, dimana pada satu sisi diakui keberadaannya, dan di sisi lain, harus memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu terhadap pengakuannya. Oleh karena itu, dalam prakteknya, justru “Tanah Ulayat” sangat banyak menjadi obyek HGU dan tidak jarang menimbulkan konflik. Cara-cara penyerahan Tanah Ulayat menjadi obyek HGU ada tiga macam yaitu: 1) Diserahkan secara sukarela, 2) Pengebirian UUPA oleh undang-undang lain, dan 3) Alasan kepentingan umum.
Ketiga bentuk penyerahan tersebut sama-sama berpotensi menimbulkan konflik baik konflik vertical maupun konflik horizontal. Penyerahan Tanah Ulayat sebagai obyek HGU, telah menyebabkan terjadinya penguasaan tidak terkendali terhadap tanah masyarakat adat tersebut, meskipun pada kenyataannya, Indonesia menjadi negara yang memilki perkebunan kelapa sawit terluas di dunia, yang mencapai 9 juta hektar.Namun di balik itu, suatu hal yang ironis, keadilan dan kemakmuran sebagaimana yang menjadi tujuan UUPA tidak terwujud, bahkan sebaliknya ketidakadilan dan kemiskinan telah menjadi langganan yang abadi bagi rakyat dan bangsa Indonesia. Hal tersebut dikarenakan terkosentrasinya penguasaan tanah kepada segelintir orang yang mempunyai modal, sementara program “landreform” yang merupakan salah satu asas dari UUPA dan yang diharapkan akan membawa keadilan dan kemakmuran tersebut tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Hasil penelitian lapangan yang peneliti lakukan menujukan bahwa, penguasaan tanah ulayat oleh pemegang HGU, hanya menguntungkan pemegang HGU tersebut, sementara penghasilan yang diperoleh petani yang berstatus petani plasma tidak lebih dari penghasilan buruh tani. Meskipun diakui, penghasilan tersebut bersifat tetap dan menjamin kelangsungan hidup petani tersebut. Namun, secara hakikat, jauh dari apa yang disebut "Sejahtera".

The aim of this research is to examine and find answer whether a given leasehold on communal lands meet the concept of the justice and the greatest prosperity for the people. The technique used is a qualitative approach by conducting a depth interview with some respondents in place of research. The method used in this research is a normative- empirical by analyzing the rules and the regulation that exist, then test it with empirical practice that researcher has found in the research. The result of this research can be described as follow :
One of the purposes of the Act No.5 of 1960( herein after refer to as UUPA) is lying the groundwork for the preparation of National Agrarian Law would be an instrument to bring prosperity, the happiness, and justice for the people and nation mainly peasant society in the framework a fair and prosperous society.
To achieve the goals, UUPA has made the points rule concerning the earth, water and air space are grouped into eight principles that researchers refer to as the eight principles of UUPA namely: 1) The principle of Nationality, 2) The principle of State authority, 3) The principle of recognition of customary right, 4) The principle of social functions, 5) The principle of citizenship, 6) The principle of equality and protection, 7) The principle of land reform, 8) The principle of general plan.
Base on the principle of State authority, set the right on land namely as set in the article 16 of UUPA. One of the rights is “ leasehold” (herein after refer to as HGU). It is one of right on land which is not based on customary law. Another is building rights. But in the general explanation of UUPA, this right is made to meet the requirement of today’s modern society.
In accordance with article 28 paragraph 1 of UUPA, HGU is the right to manage the land owned directly by the state. Even though so, UUPA provide an opportunity to give Customary Land as the object of HGU. While UUPA also give recognition to Customary Land as the right of the indigenous community with conditions as long as still there and in accordance with national interest. The requirement has made the right to cultivate in a dilemma as on the one hand UUPA acknowledge its existence but in the other hand it must fulfill a certain requirement to be recognized. In practice, even the most communal lands become the object of HGU and often cause conflict with indigenous people. There are three kinds of hand over the customary land to HGU applicant. 1) Voluntary surrender, 2) Castration of UUPA by other Law, 3) The reason public interest.
The third form submission have the same potential for conflict both vertical and horizontal conflict. Submission of communal lands as an object of HGU has resulted in uncontrolled possession of the lands of the indigenous people. Even in fact, Indonesia become the largest palm oil production countries in the world achieving 9 billion hectare. However, an ironic thing, justice and prosperity as the main goal of UUPA is not realized. On the contrary, injustice and poverty have become immortal subscription to the people and the nation of Indonesia. It because the concentration of land ownership to a handful of people who have capital. While landrefom program as one of the principles in the UUPA and expected to bring justice and prosperity not working properly.
The result of research indicate that the lease hold on communal land will only benefit that concession holder of HGU. Meanwhile the income of small holder farmaer as nothing more than a hodge income. Although admittedly, the income is fixed and ensure the survival of the farmers. But in nature, away from the so-called prosperous.
"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T39031
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Apriliani
"ABSTRAK
Sungai memberi banyak manfaat bagi lingkungan dan masyarakat yaitu sebagai sumber air, penyedia habitat, menyeimbangkan ekosistem hingga menjadi area rekreasi untuk masyarakat sekitar. Saat ini, banyak sungai yang diabaikan oleh masyarakat sehingga menjadi tercemar dan tidak dapat berfungsi dengan maksimal. Oleh karena itu, pengembangan tepi sungai dilakukan, termasuk Cisadane Riverside di Tangerang, Indonesia. Studi ini dilakukan di Cisadane Riverside yang bertujuan untuk mengkaji dan menganalisis elemen yang menyusun riverbank yang merupakan bagian dari pengembangan riverfront sebagai fasilitas publik terhadap faktor keberlanjutan: lingkungan, sosial dan ekonomi sehingga membantu keberlanjutan kota. Kesimpulan studi menunjukkan bahwa pengembangan tepi sungai dengan memperhatikan faktor lingkungan, sosial dan ekonomi yang terintegrasi membentuk ruang untuk beraktivitas dan berinteraksi bagi masyarakat yang mendukung keberlanjutan kota dan riverbank itu sendiri. Hasil temuan dari studi akan digunakan sebagai acuan pendukung keberlanjutan dalam riverbank sebagai bagian dari pengembangan riverfront.

ABSTRACT
River gives many benefits for the environment and community as the water resources, habitat provision, balancing the ecosystem to become a recreation area for the community around. Currently, many rivers are being neglected by the community so that they become polluted and cannot be used to its full potential. Therefore, riverbank developments exist, including in Cisadane Riverside in Tangerang, Indonesia. This study is held in Cisadane Riverside to study and analyse the elements that construct the riverbank which is part of the riverfront development as public facilities toward some sustainable factors: environment, social and economy so that it helps the urban sustainability. It concludes that the riverbank development which considers the integrated environment, social and economic factor create the activity and interaction space for supporting the urban sustainability and the riverbank sustainability itself. The result of this study will be used as the reference of urban sustainability in riverbank as part of riverfront development.

 

"
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ida Ayu Trepti Pratiwi
"Ketertarikan awal adalah melihat adanya Jalan Gatot Subroto Timur yang baru dibangun tahun 1980-an sebagai kawasan bisnis baru kota Denpasar. Dengan peruntukan sebagai kawasan campuran, seat ini jalan ini dipenuhi berbagai jenis bangunan, umumnya ruko, yang menjual berbagai macam barang maupun jasa. Sebagian besar jenis perdagangan yang ada di kawasan ini adalah bengkel, lalu makanan, sparepart dan lain-lain.
Bali sendiri mempunyai konsep tata ruang tradisional yang unik, yaitu tata ruang makro-regional dan mikro-arsitektur. Konsep Tata Ruang Bali berdasarkan pada desa. Sedangkan dalam perkembangannya, desa-desa ini telah berkembang hingga akhirnya menjadi kota. Menarik untuk mencermati bagaimana konsep tata ruang ini berperan dalam proses produksi ruang kota di Bali saat ini. Denpasar khususnya, kota yang merupakan ibukota propinsi Bali, mempunyai visi "Denpasar sebagai Kota Budaya" yang berlandaskan budaya Bali. Menurut visi ini maka Denpasar adalah kota yang mewujudkan konsep-konsep budaya Bali, tennasuk perwujudan tata ruangnya. Bagaimana proses produksi ruang ini terjadi dalam sebuah kawasan seperti Jalan Gatot Subroto Timur, yang diciptakan dart sebuah konsep baru yaitu konsolidasi tanah perkotaan, suatu konsep pembentukan *ilayah yang bukan berasal dart konsep tradisional tata ruang Bali. Untuk melihat pembentukan ruang secara sosial ini saya mengacu pada teori Lefebvre, yaitu bahwa pembentukan ruang secara sosial mempunyai tiga elemen yang sating berhubungan, yaitu praktek keruangan (spatial practice), ruang tergagas (representations of space), ruang terhuni (representational spaces).
Penelitian ini menggunakan metoda penelitian kualitatif khususnya pendekatan studi kasus, dengan mempertimbangkan bahwa perubahan tata ruang dan produksi tata ruang yang diteliti, yang meliputi aspek internal dan eksternal, banyak memiliki fenomena yang tidak semua dapat ditangkap melalui metode kuantitatif. Teknik penelitian dengan metoda kualitatif diharapkan dapat memberikan gambaran yang lebih komprehensif mengenai nilai-nilai budaya Bali dalam produksi ruang. Penelitian dilakukan kepada informan yang merupakan aktor-aktor yang berperan dalam produksi ruang yang diteliti, yaitu pemerintah, pemerhati kotal ahlil budayawan, serta penghuni dan pemakai jalan. Pengambilan data primer dilakukan dengan wawancara berpedoman.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perencanaan produk ruang Jalan Gatot Subroto Timur untuk mengubah peruntukan tanah sawah dan tegalan menjadi kawasan permukiman Gatot Subroto, merupakan perencanaan top-down atau merupakan representations of space hanya dari pihak penguasa (pemerintah) saja. Namun suasana sosial politik pada saat itu memang memungkinkan partisipasi masyarakat yang dapat menerima sepenuhnya proyek tersebut, karena masyarakat menganggap produk tata ruang barn yang akan dibangun tersebut dalam segi ekonomi menguntungkan baginya. Dalam tahap ini peran serta dari pemerhati kota boleh dikatakan tidak ada karena representations of space yang seharusnya berbasislbernuansa budaya Bali tidak pernah dipikirkan oleh perencana.
Dari segi representational spaces, sebetulnya penghuni yang beretnis Bali sudah menghayati bahwa produk ruang yang dibuat seharusnya berdasarkan pola tata ruang Bali, namun ternyata hal ini dikesampingkan dengan alasan efisiensi. Oleh karena itu terlihat berbagai penyederhanaan dalam produk ruang yang terjadi. Yang menarik, penyederhanaan ini justru dilakukan oleh penghuni beretnis Bali. Di sisi lain praktek keruangan yang dibangun oleh pengusaha nasional maupun internasional justru menghasilkan praktek keruangan yang mengikuti pola tata ruang Bali.
Kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah bahwa praktek keruangan (spatial practice) Jalan Gatot Subroto Timur memang bernuansa campuran; campuran permukiman dan tempat usaha serta campuran antara yang menggunakan konsep-konsep ruang Bali maupun tidak, baik di dalam representational spaces maupun representations of space sehingga menghasilkan suatu pola tata ruang yang tanggung atau setengah-setengah. Walaupun demikian pemerintah tampaknya tidak berkeberatan dengan adanya praktek keruangan semacam ini, terbukti dengan tidak dipersulitnya memperoleh perijinan bangunan."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
T17927
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
David Saputra
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis upaya membangun collaborative governance dalam penataan ruang di Kota Depok. Penelitian ini menggunakan pendekatan post-positivist dengan metode pengumpulan data kualitatif. Pengumpulan data dengan: (1) data primer melalui wawancara mendalam dengan pihak Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kota Depok, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Depok, serta pihak pengembang perumahan atau stakeholders di Kota Depok yang terkait dengan permasalahan penelitian. Kemudian (2) data sekunder melalui literatur dan dokumentasi di lokasi penelitian.
Penelitian ini menunjukkan bahwa collaborative governance dalam penataan ruang di Kota Depok belum efektif, yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: (1) Tidak Adanya Insentif Stakeholders untuk Berpartisipasi; (2) Kepemimpinan Fasilitatif yang Tidak Efektif; (3) Desain Kelembagaan yang Kurang Inklusif; dan (4) Uncontrol Komersialisasi/ Privatisasi yang tinggi.
Untuk membangun collaborative governance dalam penataan ruang di Kota Depok sulit dilaksanakan, dikarenakan pemahaman stakeholders mengenai collaborative governance yang tidak merata. Upaya membangun kolaborasi dalam penataan ruang di Kota Depok dengan: (1) Melakukan dialog tatap muka secara berkala dan berkelanjutan setiap tahun untuk memastikan suara stakeholders terwakili dalam perumusan kebijakan; (2) Membangun kepercayaan antar stakeholders dengan adanya transparansi proses dari pemerintah maupun stakeholders, adanya sikap saling membutuhkan sehingga tidak ada yang terabaikan, serta sikap keprofesionalan dari stakeholders itu sendiri; (3) Membentuk komitmen pada proses kolaborasi dengan adanya kepercayaan antar stakeholders, sikap saling memiliki dan saling ketergantungan, adanya sikap saling menghormati hingga pemahaman bersama diantara stakeholders; (4) Dukungan politik menjadi sangat penting untuk melancarkan anggaran stakeholders dan pemerintah dalam mencapai tujuan bersama; (5) Dukungan masyarakat dengan  melibatkan dan memberdayakan masyarakat menjadi inti membangun kolaborasi; (6) Ketercukupan sumber daya menjadi objek yang krusial, tanpa sumber daya yang cukup, membangun kolaborasi susah terlaksana.

The aims of the study are to analyse efforts to build collaborative governance in spatial planning in the Depok city. This research used post-positivist approach with qualitative data collection method. The data consists of: (1) primary data were collected through in-depth interviews with Public Works and Spatial Planning Department, Development Planning Board, and the developer of housing or stakeholders in Depok related to the research problem, and (2) secondary data were collected through the literature and documentation at the research site.
This research indicates that the collaborative governance in Depoks spatial planning has not been built, which is influenced by several factors: there is no incentive for stakeholders to participate, ineffective facilitative leadership, not inclusive of institutional design, and the high of uncontrol commercialization.
To build a collaborative governance in spatial planning in Depok City is difficult to implement, it because understanding of stakeholders regarding collaborative governance is uneven. The efforts to build collaboration in spatial planning in Depok City can be done by: (1) Conducting regular and ongoing face-to-face dialogue for each stakeholder represented in policy formulation; (2) Building trust between stakeholders with the transparency of the parties concerned, interdependency behaviors so that none not neglected, and also professionalism of the stakeholders themselves; (3) Establish a commitment to the collaboration process with the existence of inter-stakeholders, mutual ownership and interdependence, mutual trust and mutual interest with stakeholders; (4) Political support becomes very important to strengthen stakeholders and government budgets in achieving common goals (5) Community support by involving and empowering the community becomes the core of building collaboration;  (6) The adequacy of resources becomes a crucial object, because without sufficient resources, building collaboration is difficult to implement.
"
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1990
S41879
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1991
S41846
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hendra Susanto
"Perencanaan urban dan manajemen kota merupakan kegiatan yang harus dilakukan agar sebuah kota dapat terbangun dan berjalan dengan baik. Perencanaan urban mengatur tentang keterbangunan kota meliputi aspek fisik, lingkungan, elemen penyusun kota serta penduduk kota tersebut. Sementara itu manajemen kota mengatur tindakan-tindakan yang dilakukan agar sebuah kota dapat berjalan dengan baik dan dapat mensejahterakan penduduk kota.
Perkembangan teknologi dan informasi memudahkan proses perencanaan urban dengan kehadiran metode simulasi komputer, yang salah satunya dapat digunakan untuk mensimulasikan keadaan urban. Salah satu program simulasi urban yang beredar di kalangan masyarakat saat ini adalah SimCity 4. SimCity 4 merupakan jenis permainan komputer yang menantang pemainnya untuk dapat membuat kota yang baik melalui perencanaan urban dan manajemen kota.
Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui kesesuaian antara SimCity 4 dengan teori perencanaan urban dan manajemen kota dalam mensimulasikan keadaan kota yang sebenarnya. Apakah SimCity 4 dapat menjadi alat pengenalan terhadap perencanaan urban dan manajemen kota? Penulisan skripsi ini dilakukan dengan metode tinjauan terhadap teori-teori tentang simulasi, perencanaan urban, dan manajemen kota. Studi kasus dilakukan dengan melakukan perbandingan elemen perencanaan urban dan manajemen kota di dalam SimCity 4 dengan teori perencanaan urban dan manajemen kota.
Dapat diambil kesimpulan bahwa SimCity 4 tidak dapat digunakan untuk mensimulasikan keadaan kota yang sebenarnya. Namun, elemen perencanaan urban dan manajemen kota dapat disimulasikan dengan baik dalam SimCity 4. Hal ini membuat SimCity 4 layak dijadikan alat perkenalan terhadap perencanaan urban dan manajemen kota.

Urban planning and city management is an action that is needed to facilitate a city to develop and function properly. Urban planning organizes the construction of a city, which incorporates physical aspect, environment, city element, and the people of the city. Meanwhile city management organizes the act that need to be done for the city to run well and prosper its people.
The advance of technology and information has simplified the process of urban design, with the development of computer simulation programs to emulate urban situation. One of these programs that are in the market now is SimCity 4. SimCity 4 is a computer game that challenges the gamer to establish a good city through urban planning and city management.
This writing intends to find out how appropriate SimCity 4 simulation compare to the real city situation, according to the theory of urban planning and city management. Is SimCity 4 suitable to be a tool for introducing urban planning and city management? The writing process will be conduct with study of theory about simulation, urban planning, and city management. The case study will compare urban planning and city management element inside of SimCity 4 to the theory of urban planning and city management.
In conclusion I found that SimCity 4 is not appropriate to simulate real city situation, even though the element of urban planning and city management in SimCity 4 is already good enough. For this reason SimCity 4 is suitable to be a tool for introducing urban planning and city management.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
S48454
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Devina Antari Ardhany Putri
"Artikel ini membahas mengenai upaya yang dilakukan oleh masyarakat marjinal kampung kota untuk dapat terlibat dalam perencanaan dan pembangunan kota. Studi-studi sebelumnya terbagi menjadi tiga jenis berdasarkan bentuknya, yaitu studi mengenai upaya keterlibatan melalui aksi di ruang publik, upaya keterlibatan melalui kebijakan legislasi dan upaya keterlibatan publik melalui media sosial. Berbeda dengan studi-studi sebelumnya, studi ini berfokus pada bagaimana upaya kontrak politik yaitu community action plan dapat menjadi upaya alternatif kelompok masyarakat marjinal untuk terlibat dalam perencanaan dan pembangunan kota yang menekankan pada proses masyarakat marjinal kampung kota untuk ikut serta dalam proses perencanaan dan pembangunan kampungnya, dimana setiap individu memiliki peran aktif untuk terlibat dalam menyuarakan aspirasinya. Studi ini secara khusus menggambarkan keterlibatan publik kelompok masyarakat marjinal di Kampung Akuarium kota Jakarta yang dilihat menggunakan pendekatan civic engagement. Studi ini menggunakan metode kualitatif serta pengumpulan data yang dilakukan melalui wawancara mendalam.

This article discusses the efforts made by marginal urban villagers to be involved in urban planning and development. Previous studies are divided into three types based on their forms; the study of engagement through public action, through legislation and public engagement through social media. In contrast to previous studies, this study focuses on how political contracts through community action planning can be an alternative effort of marginalized groups to engage in urban planning and development. This political contract emphasizes the process of marginal urban villagers to participate in the village planning and development process where each individual has an active role to engage in voicing his aspirations through political contracts with political actors. This study specifically illustrates the public involvement of marginalized community groups in Kampung Akuarium Jakarta using a civic engagement approach. This study uses qualitative methods as well as data collection conducted through in-depth interviews."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Branch, Melville C.
Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1995
711.4 Bra p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library