Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 100 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Adipta Widha Anggarista
"DA Serayu Hulu merupakan salah salah satu DA, yang mengalami degradasi lahan yang memprihatinkan sehingga berpengaruh pada ketersediaan air yang ada di DA Serayu hulu. Degradasi lahan akibat dari semakin banyaknya jumlah penduduk dan semakin bertambahnya alih fungsi lahan menjadi lahan pertanian semakin membuat ketersediaan air menjadi kritis.
Tujuan dari peneltian ini adalah untuk mengetahui tingkat kekritisan dari DA Serayu Hulu. Analisis yang digunakan untuk menentukan kekritisan adalah dengan perhitungan ketersediaan air per tahun yang diperoleh dari perhitungan koefisien aliran, evapotranspirasi dan curah hujan, di bandingkan dengan penggunaan air untuk penduduk dan tanah pertanian.
DA Serayu Hulu mempunyai tingkat kekritisan Belum Kritis dengan Indeks Kekritisan kurang dari 50% dan Sangat Kritis dengan Indeks kekritisan lebih dari 100%. Tingkat kekritisan belum kritis ada pada Sub DAS Serayu, Sub DAS Kawung, Sub DAS Sijeruk. Tingkat sangat kritis ada pada Sub DAS Preng, Putih, Sub DAS Begaluh Tengah, Begaluh Hilir, Begaluh Hulu, Songgohiang.

Serayu headstream is one of the headstream, which is experiencing a worrying degradation that affects the availability of water. Land degradation due to the increasing population and increasing land conversion to agriculture are increasingly making water availability becomes critical.
The purpose of this research is to determine the level of criticality of Serayu Headstream. Analysis used to determine the criticality is the calculation of the availability of water per year are obtained from the calculation of the flow coefficient, evapotranspiration and precipitation, in comparison with the use of water for the population and agricultural land.
Serayu headstream has yet critical level Critical in Criticality Index is less than 50%, and Highly Critical in criticality index of more than 100%. There is a critical level of criticality has not been critical on sub watershed Serayu, Kawung and Sijeruk. Highly Critical Sub-watersheds exist in Sub Watershed Preng, Putih, Central Begaluh, Begaluh Headstream, Begaluh Downstream, and Songgohiang.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meisheila Viera Fatimah
"ABSTRAK
Alih fungsi lahan yang tidak terkendali dan tidak memperhatikan syarat konservasi menyebabkan lahan menjadi kritis. Sub DAS Keduang merupakan salah satu bagian dari DAS Bengawan Solo Hulu yang luas lahan kritisnya terus meningkat, sehingga untuk itu diperlukan prediksi yang dapat menggambarkan kondisi tingkat kekritisan lahan Sub DAS Keduang secara spasial sebagai upaya menanggulangi lahan kritis. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perubahan penutup lahan tahun 2005, 2011, dan 2018, serta memprediksi model spasial konservasi lahan kritis tahun 2031 berdasarkan prediksi tingkat kekritisan lahan menggunakan pemanfaatan model Cellular Automata-Markov Chain. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah penutup lahan, produktivitas lahan, kemiringan lereng, tingkat bahaya erosi, jarak dari jalan, jarak dari sungai, jarak dari pemukiman, dan ketinggian wilayah. Metode analisisnya adalah spasial dan temporal komparatif deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan penutup lahan Sub DAS Keduang terjadi secara dinamis dan permukiman merupakan penutup lahan yang paling signifikan mengalami peningkatan luasan. Prediksi tingkat kekritisan lahan menunjukkan Sub DAS Keduang didominasi oleh lahan dengan tingkat kritis. Prediksi model spasial konservasi lahan kritis pada tahun 2031 lebih didominasi oleh metode vegetatif dibandingkan dengan metode kombinasi (vegetatif dan mekanik), karena wilayahnya berada di lereng yang landai sehingga pengendalian lereng tidak terlalu dibutuhkan.

ABSTRACT
Land coversion that uncontrolled and not in accordance with the regulation of conservation can cause the critical land. Keduang Sub Watershed is one part of Bengawan Solo Upper Watershed where the critical land area is always increased, so spatial prediction is required to describe the critical land level of Keduang Sub Watershed as an effort to cure the critical land. This research aims to analyze the land cover changes in 2005, 2011, and 2018, and also predict the spatial model of critical land conservation 2031 based on the critical land level prediction of Keduang Sub Watershed using utilization of Cellular Automata-Markov Chain model. The variable used in this research is land cover, land productivity, slope, erosion hazard level, distance from the road, distance from the river, distance from the settlement, and height of area. The analysis method is spatial and temporal comparative descriptive. The results showed that land cover of Keduang Sub Watershed is changed dinamically and settlements were the land cover that most significant increased. The prediction of critical land level shows that Keduang Sub Watershed is dominated by critical level. The prediction of spatial model of critical land conservation shows that Keduang Sub Watershed is more dominated by vegetative method than combination method (vegetative and mechanic), because the region is located on flat slope, then the slope-control is not so necessary.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Prasetyo
"Penelitian ini membahas tentang tingkat kekeringan dan kerentanan wilayah terhadap kekeringan di Kabupaten Gunungkidul sebagai dampak terjadinya perubahan iklim yang ditinjau dari aspek keterpaparan, sensitivitas dan kapasitas adaptif. Kabupaten Gunungkidul yang memiliki fisiografis karst, secara umum sering mengalami kekeringan. Kerentanan wilayah terhadap kekeringan dikaji secara spasial dengan menggunakan metode Analytical Hierarchy Process atas parameter durasi bulan kering, kemiringan lereng, penggunaan tanah, ketersediaan pipa PDAM, jarak desa ke Ibukota Kabupaten, kepadatan penduduk, kemiskinan, beban tanggungan hidup per kepala keluarga dan tingkat pendidikan.
Berdasarkan hasil analisis data, wilayah kekeringan terendah dapat dijumpai di 29 desa yang berada di selatan bagian timur dan sedikit di utara bagian timur dengan durasi bulan kering hanya sepanjang 2-3 bulan kering saja, sedangkan wilayah dengan tingkat kekeringan tertinggi dapat ditemui di 12 desa yang mengelompok di utara bagian timur dengan panjang bulan kering lebih dari 6 bulan. Kerentanan wilayah terhadap kekeringan di Kabupaten Gunungkidul menunjukkan keterkaitan yang cukup nyata dengan kondisi fisiografis daerah penelitian. Kerentanan wilayah terhadap kekeringan di daerah penelitian didominasi oleh wilayah dengan wilayah kerentanan sangat tinggi sebanyak 43 desa yang tersebar di selatan bagian barat dan sebagian tengah daerah penelitian dimana wilayah kerentanan sangat tinggi ini merupakan Zona Pegunungan Batur Agung dan Karst Gunung Sewu.

The focus of this research discusses about the level of drought and place vulnerability to drought in Gunungkidul as the impact of climate change in terms of exposure, sensitivity and adaptive capacity. Gunungkidul have a karst Physiographic, in general often occur drought. Place vulnerability to drought examined spatially using the Analytical Hierarchy Process with parameters dry months duration, slope, land use, availability of pipeline PDAM, village distance to the Capital District, population density, poverty, dependents living per head of family and education level.
Based on the analysis of data, the lowest drought areas can be found in 29 villages in the east and a little south in the north eastern part of the duration of the dry season just round 2-3 dry months, whereas the region with the highest level of drought can be found in 12 villages clustered in the north eastern part of the long dry months more than 6 months. Vulnerability to drought areas in Gunungkidul showed fairly significant linkage with Physiographic conditions of the study area. Vulnerability to drought areas in the study area is dominated by regions with very high vulnerability areas as many as 43 villages scattered in the southern part of the western and central part of research areas in which this region is Mountainous Zone Batur Agung and Karst Gunung Sewu.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
S52470
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Subhan Maulana Syifa
"Hingga saat ini terjadinya perubahan iklim beserta dampaknya sudah mulai dirasakan hampir di seluruh dunia, termasuk juga di Indonesia. Perubahan iklim memiliki dampak yang penting dalam produksi tanaman teh. Tanaman teh sangat bergantung pada distribusi curah hujan dan suhu udara yang baik. Perubahan iklim akan menyebabkan kerentanan pada perkebunan teh sehingga perlu untuk memetakan kerentanan perkebunan teh terhadap perubahan iklim di wilayah Puncak Gunung Gede Pangrango. Penilaian kerentanan dilihat dari tiga aspek yaitu keterpaparan, sensitivitas dan kapasitas adaptasi.
Pemetaan kerentanan dilakukan menggunakan analisis spasial dengan teknik skoring yang dipadukan dengan metode AHP dan weighted sum, sehingga diperoleh hasil yang menunjukan bahwa sebagian besar (sekitar 80 persen) area perkebunan teh di wilayah Puncak memiliki kerentanan wilayah terhadap perubahan iklim dalam kategori sedang. Perkebunan teh yang paling rentan (kerentanan tinggi) adalah perkebunan teh Gunung Mas yang disebabkan oleh tingginya dampak potensial dan rendahnya kapasitas adaptasi yang dimiliki, sebagian besar lahan perkebunan teh yang sangat rentan terhadap perubahan iklim berada di sebelah utara puncak Gunung Gede Pangrango.

Until now, climate change and its impacts are already being felt almost all over the world, including in Indonesia. Climate change has a significant impact in the production of tea plants. Plants are highly dependent on the distribution of rainfall and air temperature. Climate change will lead to vulnerabilities in the tea plantation so it is necessary to map the vulnerability to climate change of tea plantations in the Peak region. Vulnerability assessment viewed from three aspects: exposure, sensitivity and adaptive capacity.
Vulnerability mapping using spatial analysis by scoring technique combined with the AHP and the weighted sum method, so that the obtained results show that the majority (approximately 80 percent) in the tea plantation area of the Peak has areas of vulnerability to climate change in the medium category. Tea plantations are most vulnerable (high vulnerability) is Gunung Mas tea plantation is due to high potential impact and low adaptive capacity owned, tea plantations mostly highly vulnerable to climate change are in the north peak of Gede Pangrango Mountain.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
S55666
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Oryza Sativa
"Air tanah dangkal masih menjadi sumber utama bagi masyarakat untuk memenuhi sumber daya air. Skripsi ini membahas tentang ketersediaan airtanah dangkal yang diukur dengan kedalaman muka airtanah, kualitas, dan ketersediannya sepanjang tahun. Penelitian ini melihat bagaimana hubungan ketersediaan tersebut dengan kondisi fisik dan sosial, yaitu geologi dan penggunaan tanah. Selain itu, dilihat juga bagaimana masyarakat di wilayah ini memanfaatkan airtanah tersebut. Hasil dari penelitian ini adalah ketersediaan airtanah dangkal di wilayah penelitian memiliki kaitan dengan geologi pada kedalaman dan penggunaan tanah pada kualitas. Sedangkan dalam pemanfaatannya, masyarakat akan memanfaatkan airtanah sesuai dengan ketersediannya. Bila ketersediaan baik, maka masyarakat akan menggunakannya untuk semua kebutuhan. Pemanfaatan akan menurun seiring dengan menurunnya ketersediaan.

Shallow groundwater still be the main resources for society to comply water resources. Focus of this study is about shallow groundwater availability which is measured by depth of groundwater level, its quality, and its availability year around. This study observe how is correlation between groundwater availability with its physical and social condition, they are geology and landuse. Moreover, observation also about how the society in that area utilize the groundwater itself. Result of tfrom this study is groundwater availability in that area have relations with its geology in depth into groundwater and landuse in water quality. Meanwhile for its usage, society will utilize in accordance with its availability. If the availability is good, the society will utilize for all domestic usage. This usage will decrease if the availability decrease too.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2015
S58106
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmat Fitrah
"ABSTRAK
Curve Number (CN) merupakan parameter empiris yang digunakan untuk memprediksi limpasan permukaan berdasarkan tata guna lahan pada suatu kelompok tanah hidrologi dalam kondisi kelengasan tanah tertentu pada suatu daerah aliran sungai (DAS), sehingga tingkat kedetailan suatu peta tata guna lahan akan mempengaruhi perhitungan nilai CN-terbobot. Sistem Informasi Geografis memungkinkan untuk menggabungkan dan menganalisis data-data spasial tersebut. Dalam perhitungan nilai CN pada DAS Ciliwung orde 2 yang terdiri dari 14 sub-DAS digunakan peta tata guna lahan skala 1:250.000, dan dalam perhitungan nilai CN pada DAS Ciliwung orde 3 yang terdiri dari 126 sub sub-DAS digunakan peta tata guna lahan skala 1:25.000. Perbandingan kedua nilai CN yang dibobotkan pada setiap sub-DAS menunjukkan tingkat perbedaan yang tidak signifikan yaitu dengan persentase perbedaan 0% sampai 6%.

ABSTRACT
Curve Number (CN) is an empirical parameter used to predict runoff based on land use, hydrologic soil group, and soil moisture conditions, so the scale of the land use map will affect the value of the CN calculations. With Geographic Information System makes it possible to combine and analyze the spatial data. In calculating the value of the CN in 2nd order Ciliwung watershed which consists of 14 sub-watersheds are using land use map scale of 1: 250,000, and in 3rd Ciliwung watershed which consists of 126 sub sub-watersheds are using land use map scale of 1: 25.000. Both comparison of weighted-CN value on each sub-watershed do not show any significant differences with the deviation of 0% to 6%.
"
2015
S60122
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Rahmawati
"ABSTRAK
Dampak erupsi terhadap pertanian tanaman pangan dapat terlihat dari hasil
produktivitas pasca erupsinya. Besar pengaruh erupsi tersebut ditentukan oleh
jenis fraksi, ketebalan material, kondisi angin, topografi, dan intensitas curah
hujan. Penelitian ini mengkaji perubahan hasil produktivitas pada lahan pertanian
tanaman pangan pasca erupsi serta menganalisis keterkaitannya dengan tingkat
ketebalan endapan. Hasil penelitian menunjukkan terdapat variasi sebaran
material vulkanik di Kecamatan Ngantang, selain itu terjadi penurunan hasil
produktivitas pada lahan yang didominasi oleh fraksi pasir juga abu dengan
ketebalan 2-6 cm dan <2 cm. Akan tetapi, terjadi kenaikan pada lahan yang
didominasi oleh fraksi abu dengan ketebalan >6 cm. Adanya variasi sebaran
endapan dipengaruhi oleh kondisi angin dan fisik wilayah dan perubahan hasil
produktivitas dipengaruhi oleh curah hujan, jenis fraksi, serta tingkat ketebalan
endapan.

ABSTRACT
The impatc of eruption on agricultural crops can be seen in after the eruption of
the productivity. That effects depending on material type of ash, its thickness,
wind direction, topography, and intensity of subsequent rainfall. This research was
to study the changing productivity of agricultural crops after 12 month eruption
and to analyze ash thickness effect to the changing productivity. The results
showed that there was variation of volcanic ash distribution, a decline in
productivity of agricultural crops that dominated by sand and ash, with 2-6 cm
and <2 cm thickness. However productivity increase occured on agricuktural
crops which were dominated by ash material with the thickness >6 cm. Wind
direction and topography effects on variation of volcanic ash distribution and the
changing of productivity influenced by the intensity of subsequent rainfall, also
ash thickness."
2015
S60804
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syarif Hidayatulloh
"Pemanasan global sebagai pemicu perubahan iklim telah menyebabkan peningkatan muka air laut dan gelombang arus laut ekstrim yang pada gilirannya memperluas genangan di dataran rendah pantai termasuk kota-kota pantai seperti Jakarta. Bagaimana potensi genangan di Jakarta tahun 2030, 2050, 2080, 2100 yang didasarkan pada 3 kondisi pasang air laut HWL, HHWL, HHWL tahunan yang diungkapkan dengan menggunakan lest square method untuk mendapatkan ketinggian pasang dikombinasikan dengan metode iterasi dalam pemetaan.
Hasil penelitian menunjukan potensi genangan tertinggi 0-30 cm pada tahun 2030, 2050, dan lebih dari 100 cm tahun 2080, 2100. Sedangkan pada tahun 2015 potensi genangan dikaitkan dengan penggunaan tanah makan umumnya berada di penggunaan tanah permukiman.

Global warming, as the cause of climate change, has increased the sea surface level and extreme sea wave that eventually expand the flood area in low and shore, including water front cities like Jakarta. To identify flood potency in 2030, 2050, 2080, 2100 which are based on 3 conditions of HWL, HHWL, and annual HHWL tidewater, lest square method is used to obtain tide's height combined with method of iteration in mapping.
Results, showed that the highest flood potency 0-30 cm in 2030, 2050, and up to 100 cm in 2080, 2100. While in 2015, flood potency is correlated with landuse that commonly located on settlement landuse.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2015
S59224
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratih Utami Khairana
"Banjir bandang merupakan pemicu terjadinya bencana hidrometeorologi yang banyak menimbulkan kerugian material bahkan jiwa. Berdasarkan variabel stabilitas tanah, frekuensi hari hujan ekstrim, dan karakteristik banjir bandang ditinjau dari lama landaan, tinggi landaan, dan material yang terbawa, penelitian ini mengungkapkan wilayah bahaya banjir bandang di pesisir barat Kabupaten Sukabumi; yang dilanjutkan dengan analisis kerentanan wilayah terhadap banjir bandang dengan menerapkan metode scoring yang mengaplikasikan AHP dan SIG.
Hasil analisis spasial menunjukkan bahwa wilayah bahaya banjir bandang terjadi pada bagian hilir daerah aliran dengan jarak dari sungai sejauh 500 meter. Kemudian kerentanan wilayahnya, DA Cisolok dan Cimaja merupakan wilayah dengan kelas kerentanan rendah dan sedang memiliki tingkat keterpaparan dan tingkat kapasitas adaptif yang cenderung berimbang. Sedangkan untuk DA Ci Sukawayana yang merupakan wilayah dengan tingkat kerentanan tinggi memiliki tingkat sensitivitas dan tingkat kapasitas adaptif yang sama.

Flash floods are a trigger hydrometeorological disasters that cause material losses and even many victims. Based on stability index variables, the frequency of extreme rainfall and flash floods characteristic of overwhelming in terms of the duration, height, and floated material, the study revealed flood hazard areas on the west coast Sukabumi; followed by analysis of the vulnerability of the flash floods areas by implementing a scoring method that applies AHP and GIS.
Spatial analysis results indicate that the region of the danger of flash floods occur in the downstream areas of the river flow with a distance of 500 meters from river. Cisolok and Cimaja is a region with low and moderate vulnerability levels has exposure and adaptive capacity levels tend to be balanced. As for Ci Sukawayana which is a region with a high degree of vulnerability has a level of sensitivity and adaptive capacity in the same level.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2015
S61125
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Alfatih
"ABSTRAK
Jalur jalan Cinjur-Ciawi memiliki perbedaan dengan jalur jalan Cianjur-Jonggol berdasarkan aspek fisik maupun aspek transportasinya. Penelitian ini mengungkapkan pola sensitivitas jaringan jalan terhadap bahaya longsor pada Koridor Ciawi-Cianjur-Jonggol yang dikaji secara spasial berbasis segmen jalan sepanjang 500 meter dengan variabel kemiringan tanah, jenis tanah, frekuensi hujan ekstrim, tutupan lahan, beban kendaraan dan arus kendaraan dengan menggabungkan metode AHP ke dalam analisis overlay intersect. Hasil analisis diketahui bahwa pola sensitivitas pada koridor jalan Ciawi-Cianjur cenderung menyebar pada segmen-segmen jalan tertentu, sedangkan pada koridor jalan Cianjur-Jonggol cenderung mengelompok. Segmen jalan yang sensitivitasnya tergolong sedang lebih sering mengalami longsoran dibanding segmen jalan yang sensitivitasnya tinggi.

ABSTRACT
Cianjur-Ciawi road line is different from Cianjur-Jonggol road line based on its physical and transportation aspects. This research tries to find the pattern of road network sensitivity to the landslide danger at Ciawi-Cianjur-Jonggol Corridor which is studied spatially based segment of the road along 500 meters with variables of the slope of the land, soil type, extreme rainfall frequency, land cover, vehicle flow and vehicle weight by combining AHP method into overlay intersect analysis. From the analysis result it is known that the sensitivity pattern at the Ciawi-Cianjur road corridor tends to be distributed at certain road segments, whereas at the Cianjur-Jonggol road corridor tends to be clustered. The road segment with medium sensitivity experiences landslide more frequently than the one with high sensitivity.
"
2015
S61251
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>