Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 217 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muchammad Ali Lukman
"Biosorpsi adalah proses penyerapan logam berat oleh padatan yang berasal dari bahan alam. Cara ini merupakan metode yang sangat menjanjikan untuk mengolah buangan industri, terutama karena harganya yang murah dan memiliki kapasitas penyerapan yang tinggi. Oleh karenanya perlu dilakukan pengembangan proses yang dapat mengadsorpsi ion logam berat yang berbiaya murah, dengan memanfaatkan material adsorben yang mudah diperoleh dari tanaman.
Studi ini bertujuan untuk mendapatkan proses penghilangan ion logam kromium melalui proses adsorpsi menggunakan biomaterial yang berasal dari kulit batang tanaman jambu klutuk (Psidium guajava). Hasilnya dapat digunakan untuk mengevaluasi kemampuan biomaterial yang digunakan sebagai adsorben untuk menghilangkan ion krom dari dalam larutan air.
Eksperimen yang akan dilakukan akan memvariasikan waktu kontak dan pH awal larutan untuk mengetahui kinetika adsorpsi dan pengaruh pH terhadap sifat adsorpsi. Selain itu juga digunakan variasi temperatur untuk mengetahui pengaruh perubahan temperatur dan parameter termodinamika. Eksperimen terakhir adalah memvariasikan konsentrasi awal ion logam krom pada temperatur yang sama untuk mendapatkan parameter adsorpsi isotermis yang dapat digunakan untuk mengetahui kapasitas dan intensitas adsorpsi.
Seluruh eksperimen dilakukan dengan sistem batch pada jumlah biosorben tertentu. Berdasarkan hasil penelitian, pada temperatur ruang, kulit batang jambu klutuk dapat menyerap lebih dari 99% ion logam krom terlarut pada pH 2. Sistem adsorpsi tidak dapat bekerja pada pH 7 dan 10. Kemampuan adsorpsi ion logam krom oleh kulit batang jambu klutuk menurun seiring dengan peningkatan temperatur operasi.
Dari uji adsorpsi isotermis diketahui bahwa kapasitas adsorpsi ion logam krom oleh kulit batang jambu klutuk adalah 1,17 mmol/g biosorben dan berdasarkan intensitasnya dapat dinyatakan bahwa penggunaan kulit batang jambu klutuk sebagai adsorben menguntungkan. Proses ini diharapkan dapat diaplikasikan pada unit pengolahan air limbah industri seperti pada industri pelapisan krom, automotif, baja dan penyamakan kulit. Logam kromium harus dihilangkan dari air limbah sebelum limbah tersebut dapat dibuang ke air permukaan terutama karena sifatnya yang sangat beracun, nonbiodegradabel, karsinogenik dan beracun untuk kehidupan aquatik.

Biosorption is a heavy metal removement process by solid which come from nature. This is a promising method for industrial waste water treatment, especially because of the cheap price and have high adsorption capacity. Because of that, development for cheap heavy metal ion adsorption process by using nature base adsorbent are needed.
Purpose of this study is to learn about heavy metal removement process by adsorption process using Psidium guajava s epiderm. The result can be used for evaluate biomaterial performance which is use as adsorbent to remove chromium ions from water.
In this experiment, contact time and pH of the solution will be variated to learn about adsorption kinetic and effect of pH to adsorption characteristic. Beside that, operation temperature will be variated too to learn about effect of temperature difference and thermodynamic parameter. In the last experiment, initial concentration will be variated at the constant temperature to learn about adsorption isotherm parameters which can be used to evaluate adsorption capacity and intensity.
All of the experiment will be done by batch system with certain amount of biosorbent. Based on the experiment results, at room temperature, Psidium guajava s epiderm can adsorp more than 99% of chromium ions that dissolve at pH 2 solution. This system can t work at pH 7 and 10 solution. Performance of chromium ions adsorption by Psidium guajava s epiderm is decreasing through operation temperature increasement.
Due to adsorption isoterm experiment, known that chromium ions adsorption capacity by Psidium guajava s epiderm is 1.17 mmol/g biosorbent and based on the intensity, can be pronounced that this biosorbent is favorable for remove chromium ions for water. This process is expected to be applicated in industrial waste water treatment unit such as electroplating, automotive, and steel industry. Chromium ions must be removed from waste water before it can be disposed to the environment exspecially because of its poisonous, non-biodegradable, carsinogenic, and toxic behavior.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
S49671
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Johannis Gilbert
"Pemisahan oksigen terlarut dari dalam air sangat diperlukan untuk beberapa industri khususnya industri pembangkit tenaga listrik, semikonduktor dan industri obat dan makanan. Proses pemisahan secara konvensional telah dibuktikan memiliki banyak kekurangan sehingga proses perpindahan massa yang terjadi tidak dapat optimal. Proses pemisahan alternatif untuk desorpsi oksigen terlarut adalah dengan menggunakan kontaktor membran serat berlubang. Kontaktor membran memberikan luas permukaan perpindahan massa yang lebih besar daripada kolom konvensional dan memiliki keunggulan karena tidak terdapatnya kontak antar fasa sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya foaming dan flooding. Luas permukaan membran adalah faktor yang penting di dalam penggunaan modul kontaktor membran serat berongga ini; luas permukaan membran yang besar memberikan luas permukaan kontak antar fasa yang besar sehingga proses perpindahan massa semakin baik. Penggunaan luas permukaan membran yang besar melibatkan lebih banyak jumlah serat membran yang digunakan, sehingga hal ini dapat menyebabkan perbedaan tekanan dalam selongsong modul yang tinggi dan biaya pemompaan fasa cair menjadi besar sekali. Terdapat kondisi optimum pada system membran kontaktor ini, yaitu saat jumlah biaya pemompaan fasa cair dan biaya membran untuk sejumlah perpindahan massa tertentu pada jenis diameter serat yang sama adalah yang paling rendah. Setiap variasi diameter serat membran, diameter selongsong modul dan debit air memiliki jumlah serat tertentu yang harus digunakan. Jumlah serat ini meningkat dengan bertambah besarnya diameter selongsong dan debit air untuk diameter serat membran yang sama. Penggunaan diameter serat membran yang lebih besar menurunkan jumlah serat yang digunakan dalam selongsong yang sama. Jumlah serat terhitung sebelumnya akan digunakan untuk menghitung biaya pemompaan dan biaya membran yang akan digunakan dalam uji sensitivitas untuk penentuan kondisi optimum modul. Kondisi optimum modul direpresentasikan dalam diameter selongsong tertentu yang besarnya bertambah seiring dengan penggunaan diameter serat membran yang semakin besar. Penggunaan diameter selongsong modul yang optimum ini diharapkan dapat mengurangi biaya operasi desorpsi oksigen terlarut dari dalam air.

Dissolved oxygen desorption from water is needed in a few industries especially in the steam power generator plant, semiconductor and food and drugs industries. Conventional separation processes have been proved to be un-efficient so that the mass transfer process can not be optimal. Alternative separation process for dissolved oxygen removal is the application of hollow fiber membrane contactor. Membrane contactor gives higher surface area for mass transfer than conventional column and has the advantage of not having dispersed phases so that the possibility of foaming and flooding to be happened can be reduced. The membrane surface area is an important factor in using hollow fiber membrane contactor; large surface area gives large area for phases to be contacted therefore the separation process is better. The use of large membrane surface area include the use of many number of fibers, so it can cause high pressure drop along the module shell which lead to high pumping cost. There is an optimum condition in this membrane contactor system. This condition is defined as a condition at which the total cost for pumping and membrane for a specified mass transfer reach the lowest point for a given fiber diameter. Every variation of membrane fiber diameter, module diameter and water flowrate has a certain number of fiber to be used. This number of fiber is increased with the increase of module diameter and so with water flowrate for a certain membrane fiber diameter. The use of wider fiber diameter decrease the number of fiber used in the same module. The previous calculated number of fiber will be used to calculate the pumping cost and the membrane cost which are used in a sensitivity test to determine the module optimum condition. The module optimum condition is representated as a specific optimum value of module diameter which value will increase as the use of membrane fiber diameter is increased. By using this optimum modul diameter, a decreased operation cost for dissolved oxygen removal from water can be obtained."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
S49667
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Syamsul Arifin
"Direct Ethanol Fuel cell (DEFC) merupakan alat konversi energi alternatif pada bidang transportasi yang ramah lingkungan dan efisien. DEFC menggunakan prinsip kerja sel elektrokimia dari reaksi etanol dan oksigen yang menghasilkan energi listrik. Pengembangan teknologi ini diharapkan mampu menggantikan penggunaan mesin pembakaran internal di masa mendatang. Sebagai awal terobosan baru dalam pengembangan penerapan DEFC pada kendaraan, sebuah miniatur mobil, yang disebut mobil energi kimia, akan dirancang dan difabrikasi. Fabrikasi mobil energi kimia ini didasari oleh Chemical Energy Car Competition yang sudah menghasilkan berbagai miniatur mobil yang digerakkan dengan energi dari reaksi kimia. Pengujian kinerja DEFC dilakukan pada temperatur dan tekanan ruang. Pengujian sel tunggal ini menghasilkan densitas daya sebesar 0.74 mW/cm2 dan densitas arus 1.31 mA/cm2 pada tegangan 564 mV. Karakterisasi motor listrik yang dilakukan hanya mampu menghasilkan motor listrik dengan starting point 0.4 V. Starting point ini masih lebih besar dibandingkan dengan motor listrik fuel cell yaitu 0.15 V. Perhitungan mekanika yang dilakukan pada mobil yaitu perbandingan gear dan neraca energi pada mobil energi kimia skala miniatur dan skala besar. Pada mobil skala miniatur didapat perbandingan gear 17.28 dan kehilangan energi sebesar 75.61 %. Sedangkan pada mobil energi kimia skala besar didapat rasio gear 4.1 dan kehilangan energi sebesar 56.78 %. Dan dari perhitungan ini didapatkan rancangan fuel cell yang sebaiknya didesain untuk mobil energi kimia mendatang yaitu fuel cell DEFC seri dengan 6 cell stack dengan luas active area 25 cm2.

Direct Ethanol Fuel cell (DEFC) is an alternative power generator for transportation application which is environmentally save and efficient. DEFC uses the principal of electrochemical cell from ethanol and oxygen reaction that result electric energy. This technology development is hoped to replace application of internal combustion engine in the future. As a development of DEFC application in vehicle, a car miniature, which called chemical energy car, is designed and fabricated. This fabrication is based on Chemical Energy Car Competition that has been creating many car miniatures that is moved by chemical reaction. DEFC performance test is taken at room temperature and pressure. It result 0.74 mW/cm2 of power density and 1.31 mA/cm2 of current density at 564 mV. Characterization of electric motor only produces electric motor with starting point 0.4 V. This is still bigger than starting point of electric motor fuel cell is 0.15 V. Mechanical calculation in vehicle is taken on gear ratio and energy balance in chemical energy car miniature and big scale. In car miniature, gear ratio is 17.28 and loss energy amount 75.61 %. And the otherwise, chemical energy car big scale has gear ratio is 4.1 and loss energy amount 56.78 %. For this calculation has fuel cell design for next chemical energy car is DEFC series with 6 cell stack and active area is 25 cm2 each cell stack."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
S49814
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Andy Rivai
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja plasma non-termal dalam mengolah limbah padat. Pengujian uji kinerja tersebut dilakukan dengan melakukan gasifikasi limbah padat secara batch dalam reaktor berbahan gelas borosilikat dengan pembangkit plasma sederhana berbasis CFL, baik dalam kondisi reaktor vakum dan terisi gas support CO2. Variasi parameter uji kinerja meliputi nilai kapasitansi pada CFL, jumlah elektroda, bahan elektroda dan jenis limbah.
Kinerja reaktor plasma non-termal yang paling optimal adalah sebagai berikut: kondisi reaktor dengan gas CO2, nilai kapasitansi sebesar 1000 nF, dan menggunakan elektroda wolfram sebanyak 4 buah. Dalam keadaan terisi gas CO2, kinerja reaktor untuk mereduksi massa organik lebih baik dibandingkan dengan kondisi reaktor vakum, yaitu 17,15% untuk plasmatron 23W dan 28,58% untuk plasmatron 65W.

The aim of present experiment is to know the non-thermal plasma performance to process solid waste. It test conducted by gasifies solid waste in borosolicate glass reactor with simple plasma generator based on CFL semi-continously, both in vacuum state and filled support gas CO2. The variation of performance parameter test include CFL capacitance value, number of electrode, electrode materials, and kind of waste.
The most optimum condition are using support gas CO2, capacitance value 1000nF, and using 4 wolfram electrode. In state of filled CO2 gas, reactor performance to reduce organic mass better compared to vacuum reactor condition, that is 17,15% for 23W plasmatron and 28,58% for 65W plasmatron.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2009
S52191
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Masta Devita
"Penelitian ini dilakukan untuk menguji kinerja reaktor plasma non-termal dalam proses gasifikasi sampah padat. Uji kinerja dilakukan dengan dua parameter utama, yaitu kinerja pembentukan gas sintesis dan kebutuhan daya. Proses dilakukan terhadap empat jenis sampah padat, yaitu daun-daunan, serbuk kayu, kertas, dan plastik pada dua kondisi operasi reaktor, yaitu vakum dan diisi gas nitrogen. Penelitian ini memperoleh hasil bahwa kinerja pembentukan gas sintesis adalah rata-rata sebesar 30,67%. Pada kondisi operasi reaktor yang diisi gas nitrogen, kinerja proses lebih baik daripada kondisi operasi reaktor yang vakum. Karena, gas nitrogen merupakan media plasma yang ikut terionisasi sehingga kinerja proses menjadi lebih baik. Sementara, kebutuhan daya hanya sedikit yaitu rata-rata sebesar 47190,6 kWh, yaitu jauh lebih sedikit daripada daya yang dibutuhkan pada plasma termal. Dari hasil uji kinerja dengan dua parameter tersebut, dapat disimpulkan bahwa reaktor plasma non-termal juga dapat digunakan untuk proses gasifikasi sampah padat.

This experiment testing non-thermal plasma reactor in solid waste gasification process. The testing does with two main paramater, that are syngas creation and power needed. The process does to four solid waste, that are leaves, saw dust, papers, and plastics, in two reactor operation condition, that are vacuum and nitrogen gas filling. The result of syngas creation is 30,67%. The rector opeation condition with nitrogen gas filling has a better performance than vacuum condition. It is because the nitrogen gas is a plasma medium which get ionitated so the process get better. In otherwise, the average of power needed is 47190,6 kWh, more less than power needed in thermal plasma process. The conclusion is non-thermal plasma can use to solid waste gasification process."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2009
S52245
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yendha Putri Wulandari
"Pemodelan kinetika oksidasi dan pembakaran bahan bakar bensin dikembangkan untuk memperoleh bahan bakar yang rendah polutan, heating value tinggi dan aman untuk mesin. Mekanisme reaksi terdiri dari 1314 reaksi elementer dan 1006 spesies. Simulasi dilakukan pada rentang temperatur 700 K - 1000 K, tekanan 5, 12 dan 40 bar, dan rasio ekivalensi 0,8; 1,0 dan 1,5. Simulasi menghasilkan profil waktu tunda ignisi, profil konsentrasi dan profil temperatur.
Hasil simulasi menunjukkan bahwa waktu tunda ignisi paling cepat tercapai pada tekanan 40 bar dan temperatur 1000 K, serta rasio ekivalensi 0,8. Profil temperatur menunjukkan energi paling besar dihasilkan pada kondisi tekanan 40 bar, temperatur 1000 K dan rasio ekivalensi 0,8. Kemudian, profil konsentrasi menunjukkan bahwa rasio ekivalensi 1,5 menghasilkan polutan CO dan CO2 paling rendah tetapi juga menghasilkan polutan toluena. Penurunan konsentrasi toluena 10% menghasilkan waktu tunda ignisi lebih cepat, polutan lebih rendah dan energi lebih rendah. Penurunan konsentrasi isooktana 10% menghasilkan waktu tunda ignisi lebih lambat dan energi lebih tinggi.

Kinetic modelling of oxidation and combustion of gasoline has developed to get fuel which are low pollutant, high heating value and safe for engine. The reaction mechanism features 1314 elementary reactions and 1006 species. Simulation is conducted at range temperature 700 K - 1000 K, pressures 5, 12 and 40 bar, and equivalence ratio 0,8; 1,0 and 1,5. The simulation produces ignition delay time profiles, fuel concentration profiles and temperature profiles.
Result of simulation indicates that the fastest ignition delay time is reached at 40 bar and 1000 K, and at equivalence ratio 0,8. Temperature profiles indicate that the highest energy is produced at 40 bar, 1000 K and equivalence ratio 0,8. Then, fuel concentration profiles indicate that rich fuel mixture produces the lowest of CO and CO2 but it also produces toluene pollutant. Decreasing of 10% toluene produces faster ignition delay time, lower pollutants and lower energy. Decreasing of 10% isooctane produces slower ignition delay time and higher energy.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2009
S52187
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Immanuel Kharisma
"ABSTRAK
Upaya menurunkan kadar DO adalah hal yang penting dalam industri seperti diketahui oksigen punya efek oksidatif dan korosif terhadap bahan-bahan lain. Penggunaan : packing tower, mixer settler, chemical additive, & membran merupakan upaya-upaya yang sudah dilakukan selama ini dan yang menjadi unggulan ialah membran karena biaya investasi dan operasional yang lebih rendah, mudah dikombinasikan, mudah di scale-up, operasi kontinu, ramah lingkungan dan save-spacing. Luas permukaan kontak per volume dan pada prosesnya kemungkinan terjadinya foaming dan flooding kecil sebab kontak antar fasa yang minimum menjadi kelebihan performa dibanding metode konvensional. Dari berbagai jenis modul membran, modul membran serat berongga (hollow fiber membrane contactor) adalah modul yang paling banyak digunakan dalam desorpsi oksigen terlarut dari air. Membran yang digunakan adalah membran polipropilen hidrofobik dengan diameter : 0,2 cm. Transfer oksigen terlarut terjadi tiga tahap yaitu: transfer oksigen terlarut dalam air, difusi oksigen terlarut melalui membran, dan difusi oksigen terlarut ke dalam aliran udara gas penyapu. Penelitian ini akan berfokus pada performa pengurangan kadar oksigen dari air pada modul yang sudah dibuat pada 30-40-50 jumlah serat. Performa modul kontaktor diindikasikan dengan parameter nilai bilangan Sherwood dan properti hidrodinamika yang terjadi. Korelasi nilai bilangan Sherwood terhadap faktor geometri dan sifat aliran terlihat pada persamaan perpindahan massa yang mana juga menjadi model persamaan.
Dari hasil eksperimen, dihasilkan koefisien perpindahan massa sebesar 0,0022- 0,0066 cm/s dan nilai ini berbanding lurus dengan kenaikan fraksi kepadatan membran pada laju alir linier yang sama. Korelasi perpindahan massa yang terbentuk: Sh ? (0.0106 ? ?1.4169 )(Re0.99 ) dan properti hidrodinamika (penurunan tekanan) yang terjadi menunjukkan perpindahan massa terjadi di daerah laminer. Studi hidrodinamika juga menunjukkan faktor friksi aliran lebih besar 9,5 - 10,7 kali dibanding faktor friksi literatur.

ABSTRACT
As dissolved oxygen has oxidizing and corroding character if placed next to other material, effort to decrease the dissolved oxygen concentration is a crucial role especially in industry. Until now utilization of packing tower, mixer settler, chemical additive, & membrane are the common way to reach decreased dissolved oxygen number. But membrane has some strong point compared to others, such as: lower cost, easy to scale-up, continuous operation, environmental friendly, & save spacing. Technical advantages of using membrane are its surface area per volume much higher than conventional method and lower opportunity to have flooding and foaming problems because minimum interface contact during process. Holow fiber membrane contactor is the most popular membrane module used in dissolved oxygen problem area. The membrane which is used have diameter of 0,2 cm. Three steps of mass oxygen transfer are : oxygen transfer in the water, dissolved oxygen diffusion into membrane pore, and diffusion of the oxygen to introduced sweeping gas. This research wills focused on dissolved oxygen removal performance using membrane module that have 30, 40, & 50 fibers inside. The performance of the module indicated by Sherwood number and hydrodynamic properties that occur during experiment. And equation model of the module will be developed as it affected by geometry factor of the module and type of the water flow.
As the result, mass transfer coefficient calculated output are 0,0022-0,0066 cm/s and this value are proportional to increase in geometry factor number in equal linear flow rate. Mass transfer corelation that developed is Sh ? (0.0106 ? ?1.4169 )(Re0.99 ) , and the result of dropped pressure during experiment show that mass transfer occur in laminar flow. Further, the hydrodynamic study result show that friction factor of the experiment flow 9,5-10,7 times higher than literature friction factor.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
S49706
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nyi Mas Asri
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas proses pemisahan amonia terlarut di dalam air melalui kontaktor membran keramik. Eksperimen dilakukan dengan cara mensirkulasikan larutan umpan amonia dan mengkontakkannya dengan larutan absorben asam sulfat di dalam kontaktor membran, kemudian laju alir umpan divariasikan. Efektivitas pemisahan ini dievaluasi dengan studi perpindahan massa dan hidrodinamika.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa nilai koefisien perpindahan massa meningkat seiring dengan meningkatnya laju alir umpan. Sedangkan untuk studi hidrodinamika, peningkatan laju alir umpan akan meningkatkan penurunan tekanan di dalam kontaktor membran keramik. Efisiensi yang didapatkan mencapai 32,68%.

The objective of this study is to find the effectiveness of dissolved ammonia removal through ceramic membrane contactor. The experiment was carried out by holding the circulation ammonia feed solution, contacting it with sulfuric acid absorbent solution and applying the variations of feed's flow rate. The effectiveness must be evaluated by mass transfer and hydrodynamic aspects.
Results of this experiment show that the mass transfer coefficient increases by the increasing of feed's flow rate. In hydrodynamic aspect, the increasing of feed's flow rate can cause pressure drop increases in ceramic membrane contactor. The efficiency is about 32,68%.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2009
S51716
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Effendi
"Evaluasi efektifitas pelarut dari daun mengkudu untuk absorpsi gas amonia mengunakan kontaktor membran serat berongga telah diteliti. Pelarut yang digunakan adalah daun mengkudu dengan dosis 200 gram per liter air dan asam sulfat 0.1M. Untuk studi perpindahan massa, hasil penelitian menunjukkan nilai koefisien perpindahan massa pada pelarut asam sulfat lebih tinggi dibandingkan pada pelarut daun mengkudu sehingga efisiensi yang dihasilkan dengan menggunakan asam sulfat lebih besar dibandingkan larutan daun mengkudu. Hasil penelitian juga menunjukkan peningkatan laju alir pelarut akan menaikkan koefisien perpindahan massa. Sedangkan untuk studi hidrodinamika, kenaikan laju alir pelarut menyebabkan meningkatnya penurunan tekanan di dalam kontaktor membran.

Evaluation of effectiveness solvent from leaf morinda citrifolia for gas absorption amonia using contactor hollow fiber membrane have been researched. Solvent that used leaf morinda citrifolia with dose 200 gram per liter of water and sulphuric acid 0.1M. For transfer study mass, watchfulness result shows transfer coefficient value mass in solvent sulphuric acid is higher than solvent leaf morinda citrifolia so that efficiency that produced by using sulphuric acid is higher than leaf morinda citrifolia. Also will show rate of flow enhanced solvent will raise transfer coefficient mass. While for hydrodynamics study, rate of flow increase solvent causes the increasing of pressure depreciation in contactor membrane."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2009
S51905
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Farhanah
"Pada proses deoksigenasi air, kontaktor membran serat berongga merupakan teknologi yang menjanjikan untuk menggantikan kolom konvensional. Metode membran ini memiliki kelebihan seperti biaya investasi dan operasional yang lebih rendah, luas permukaan kontak per volume alat lebih besar, serta mengurangi kemungkinan terjadinya foaming maupun flooding.
Pada penelitian ini, oksigen terlarut dipisahkan dari air melalui kontaktor membran menggunakan metode kombinasi gas penyapu dan vakum dengan variasi jumlah serat dan laju alir air. Pengaruh jumlah serat di dalam kontaktor akan diamati dalam penelitian ini, terutama pengaruhnya terhadap koefisien perpindahan massa, penurunan tekanan, dan faktor friksi. Penelitian juga menunjukkan metode kombinasi lebih baik dari metode gas penyapu saja.

In water deoxygenation, hollow fiber membrane contactor becomes a promising technology to replace conventional column. Membrane method has several advantages such as low investment and capital cost, provides more surface contact per volume, and less possibility of foaming and flooding.
In this experiment, dissolved oxygen separated from water through membrane contactor using combination of sweep gas and vacuum method by varying fiber amount and water flow rate. Fiber amount effect to mass transfer coefficient, pressure drop, and friction factor will be observed. This study also shows that combination method is better than sweep gas method.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2010
S51715
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>