Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 14 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Noortiningsih
"Ruang lingkup dan cara penelitian salah satu perubahan fisiologis sistem hormonal yang menyertai kegiatan fisik ialah terjadi peningkatan kadar endorfin dan penurunan kadar gonadotropin di dalam tubuh. Endorfin, diketahui mempunyai sifat inhibitor kuat terhadap sekresi gonadotropin, sehingga menurunnya kadar Luteinizing Hormone (LH) dan Follicle-stimulating Hormone (FSH) selama kerja fisik, diduga berhubungan erat dengan meningkatnya kadar endorfin tersebut. Hal ini diduga merupakan kunci penting penyebab timbulnya gangguan fungsi sistem reproduksi, khususnya pada atlit-atlit wanita.
Dari berbagai penelitian diketahui, bahwa endorfin dan agonisnya, menurunkan sekresi LH dan FSH, sedangkan antagonisnya, meningkatkan sekresi hormon-hormon tersebut. Untuk mengetahui sampai seberapa jauh latihan fisik menimbulkan gangguan terhadap fungsi sistem reproduksi melalui adanya peningkatan kadar endorfin, dilakukan pengamatan terhadap lama siklus estrus, berat ovarium, dan jumlah folikel ovarium tikus, yang diberi latihan fisik aerobik tanpa dan dengan pemberian nalokson sebagai antagonis endorfin. Penelitian dilakukan terhadap 60 ekor tikus putih betina. Latihan fisik diberikan dengan menggunakan treadmill, dengan kecepatan 800 m/jam, inklinasi nol derajad, lama kerja 30 menit/hari/satu kali kerja fisik, dengan variasi lama latihan, 20, 40, dan 60 hari. Nalokson diberikan subkutan dengan dosis 1 mg/kg berat badan.
Hasil dan Kesimpulan : Latihan fisik yang diberikan, menyebabkan siklus estrus menjadi lebih panjang (P<0,01), berat ovarium mengalami penurunan (P<0,01), tidak terdapat perbedaan jumlah folikel primer maupun sekunder (P>0,05), tetapi jumlah folikel Graaf menurun dengan nyata (P<0,05), dan terdapat peningkatan jumlah folikel atresia selama fase luteal (P<0,01). Pemberian nalokson selama latihan fisik dapat menghambat pemanjangan siklus estrus, menghambat penurunan berat ovarium, meningkatkan jumlah folikel Graaf, dan menurunkan jumlah folikel atresia, mendekati kelompok tikus kontrol.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa latihan fisik yang diberikan telah mengganggu fungsi sistem reproduksi tikus percobaan, dan pemberian nalokson dapat menghambat pengaruh latihan fisik terhadap fungsi sistem reproduksi tersebut. Namun demikian penelitian ini belum menunjukkan, sejak kapan latihan fisik yang diberikan mulai mengganggu fungsi sistem reproduksi tikus percoban, karena hasil yang diperoleh tidak menunjukkan adanya interaksi antara perlakuan dengan lamanya latihan (P>0,05). "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Trimurti Parnomo
"ABSTRAK
Ruang lingkup dan cara penelitian: Uji hambatan hemaglutinasi (HH) merupakan salah satu uji serologi yang secara luas dipakai untuk mendeteksi antibodi terhadap virus dengue baik sebagai konfirmasi diagnosis atau untuk tujuan serosurvei. Mengingat bahwa penyediaan antigen baku yang dipakai untuk uji ini secara teknis tidak mudah dilakukan dan memerlukan waktu yang cukup lama, maka dicoba. untuk mencari sumber antigen alternatif dari media biakan sel yang diinfeksi virus dengue tipe 2 (DV-2). Penelitian ini dilakukan terhadap 3 macam biakan sel yaitu sel BHK klon 21, sel Aedes albopictus klon C6/36 (C6/36) dan sel Aedes pseudascutella ris klon 61 (AP61). Untuk meningkatkan titer antigen yang terbentuk, maka dicoba menambahkan deksametason dan DMSO ke dalam media, disamping itu dilakukan juga presipitasi dengan PEG 6000. Selanjutnya reaktifitas dari antigen alternatif tersebut dibandingkan dengan antigen baku terhadap 62 pasang serum tersangka penderita demam berdarah dengue (DBD) dan 30 serum normal secara uji HH.
Hasil dan kesimpulan : Antigen (hemaglutinin) yang diproduksi oleh biakan eel AP61 dan C6/36 mempunyai titer yang lama tinggi. Penambahan deksametason 10-5M ke dalam media tanpa serum dapat meningkatkan titer hemaglutinin yang secara statistik tidak berbeda bila dibandingkan dengan titer yang berasal dari media yang mengandung serum dengan atau tanpa deksametason. Hasil uji HH menunjukkan, bahwa titer antibodi terhadap antigen alternatif yang telah dipresipitasi dengan PEG 6000 tidak berbeda bila dibandingkan dengan titer antibodi terhadap antigen baku. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa antigen alternatif dapat dipakai untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap virus dengue secara uji HH.
"
1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Azwan Nurdin
"Ruang lingkup dan cara penelitian : Penggunaan kontrasepsi hormonal dapat menyebabkan beberapa efek samping, salah satunya adalah tromboemboli. Penetapan kadar F 1.2 dapat dipergunakan untuk menentukan resiko terjadinya tromboemboli karena kadar yang tinggi dari senyawa peptida ini menunjukkan adanya aktivasi sistem koagulasi.
Tujuan utama penelitian ini adalah mengukur kadar F 1.2 pada akseptor implan levonorgestre yang telah menggunakannya > 4 tahun dengan menggunakan metode ELISA. Tujuan lain dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada hubungan antara kadar F 1.2 dengan umur, lama pemakaian implan levonorgestrel dan besarnya paritas pada akseptor.
Penelitian Cross Sectional ini dilakukan pada 100 akseptor yang telah memakai implan selama 4 tahun atau lebih. Subjek penelitian diambil dari Klinik Keluarga Berencana Pulogadung-Jakarta. Sebelum pengambilan darah tidak diperlukan persiapan khusus atau puasa yang dilakukan pada akseptor.
Hasil dan Kesimpulan : Rentang kadar F 1.2 dari seluruh akseptor berkisar antara 0,06 - 9,69 nM. Pada 31 akseptor didapatkan kadar F 1.2 lebih tinggi dari 1,7 nM, yaitu kadar tertinggi yang didapatkan pada orang Indonesia sehat. Pada 24 akseptor dari 31 akseptor tersebut, kadar F 1.2 ternyata lebih tinggi dari 2,78 nM , yaitu kadar tertinggi yang didapatkan pada kelompok Caucasia sehat. Tujuh belas akseptor dari 24 akseptor tersebut diatas, memiliki kadar F 1.2 yang lebih tinggi dari 4,2 nM yang merupakan kadar rata-rata pada kasus tromboemboli.
Hasil Spearman test, tidak didapatkan hubungan antara kadar F 1.2 terhadap umur, lama pemakaian implan levonorgestrel dan besarnya paritas. Kesimpulan pemeriksaan pada 100 akseptor implan levonorgestrei, didapatkan 24 % akseptor dengan kadar F 1.2 yang tinggi yang dapat menunjukkan adanya aktivasi sistem koagulasi. Karena hanya merupakan cross sectional studi tanpa kontrol, maka belum dapat menerangkan apakah kadar F 1.2 yang tinggi ini disebabkan karena penggunaan implan. Untuk itu masih diperlukan penelitian prospektif acak terkontrol penentuan kadar F 1.2 serta aktivitas AT III, Tidak didapatkan hubungan antara kadar F 1.2 dengan umur, lama pemakaian implan dan paritas.

The Levels of Prothrombin Fragmenti.2. (F 1.2 ) Among Levonorgestrel Implant UsersScope and Method of Study : The use of hormonal contraceptives has some potential side effects, one of them is thromboembolism. The levels of F 1.2 can be used to determine the risk of thromboembolism because the high level of this peptide can indicates that there is an activation of coagulation system.
The main objective of this study was to find out the level of F 1.2 among the levonorgestrel implant users by mean of an ELISA method. The other objectives were to know the correlation between the levels of F 1.2 with age, duration of use the implant, and the parity of the acceptors. The study was done in 100 acceptors who had been using these implants for four years or more. The subjects were recruited from the Family Planning Clinic Pulogadung - Jakarta. No special preparation or fasting of the acceptors is needed.
Results and Conclusions : The range of F 1.2 levels of all acceptors was between 0.06 - 9.69 nM, while in 31 acceptors the levels were higher than the upper limit level previously found in healthy Indonesian subjects (1.7 nM). In 24 out of 31 acceptors, the levels of F 1.2 were higher than the upper limit level of normal value in a Caucasian population (2.78 nM).
In 17 out of 24 acceptors the levels of F 1.2 were higher than 4.2 nM, which was the mean level detected in thromboembolic cases reported previously.
Using the Spearmans test, it was evident that there was no correlation between F 1.2 levels and age, the duration of implant use, and the parity of the acceptors.
Conclusions, among 100 levonorgestrel implant acceptors, 24 % of them showed high F 1.2 levels that could indicate the activation of coagulation system. Based on these limited data which was done only through a cross sectional study without control, the high F 1.2 levels could not be interpreted as the cause by of the implant. A further prospective randomized controlled study, is need to find out the correlation between F 1.2 level and AT III is needed. No correlations were observed between F 1.2 levels and age, duration of implant use, and parity.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1998
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 >>