Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 52 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rivaldo Restu Wirawan
"Bencana kota Palu pada tahun 2018 berdampak secara fisik maupun non-fisik, dengan jenis bencana gempa bumi, liquifaksi dan tsunami. Sebagai kota yang dilewati oleh patahan Palu Koro, Palu sangat rentan terhadap ancaman bencana alam, sehingga pembangunannya harus berorientasi pada ketahanan bencana terutama dalam rencana tata ruang. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dampak bencana terhadap struktur dan pola ruang, menganalisis ketahanan masyarakat dalam mengahadapi bencana tsunami, menganalisis kebijakan dan program pemerintah pasca bencana, dan merumuskan strategi mitigasi bencana berbasis penataan ruang pasca bencana di kota Palu. Pendekatan yang digunakan adalah kuantitatif dengan metode gabungan (mixed methods). Pengumpulan data dilakukan dengan penyebaran kuesioner, wawancara mendalam, dan studi literatur. Hasil analisis menunjukan bahwa dampak bencana pada struktur dan pola ruang kota Palu cukup massif, ditandai dengan rusaknya prasarana kota dan kawasan budidaya terutama permukiman. Untuk ketahanan masyarakat, dari social vulnerability index diketahui masyarakat memiliki kerentanan kerentanan sedang – tinggi terhadap bencana dengan kepadatan penduduk menjadi faktor utama, sedangkan modal sosial diketahui modal sosial masyarakat cukup baik dengan rata-rata menjawab Setuju. Hasil analisis kebijakan menunjukan bahwa ketidaksesuaian antara aturan yang ditetapkan dan kondisi eksisting. Oleh karena itu, perlu dilakukan penataan ruang di kota Palu yang berbasis mitigasi bencana dengan mengutamakan isu inklusivitas, integrasi rencana tata ruang dengan zona rawan bencana, melakukan pemerataan persebaran permukiman, serta senantiasa melibatkan masyarakat dalam perumusan penataan ruang.

The Palu city disaster in 2018 had physical and non-physical impacts, with the types of earthquakes, liquefaction and tsunami disasters. As a city traversed by the Palu Koro fault, Palu is very vulnerable to the threat of natural disasters, so its development must be oriented towards disaster resilience, especially in spatial planning. This study aims to identify the impact of disasters on spatial structures and patterns, analyze community resilience in dealing with the tsunami disaster, analyze post-disaster government policies and programs, and formulate disaster mitigation strategies based on postdisaster spatial planning in Palu city. The approach used is quantitative with mixed methods. Data was collected by distributing questionnaires, in-depth interviews, and literature studies. The results of the analysis show that the impact of the disaster on the structure and spatial pattern of the city of Palu is quite massive, marked by the destruction of city infrastructure and cultivation areas, especially settlements. For community resilience, from the social vulnerability index, it is known that the community has moderate to high vulnerability to disasters with population density being the main factor, while social capital is known to be quite good with community social capital with an average answer of Agree. The results of the policy analysis show that there is a discrepancy between the established rules and the existing conditions. Therefore, it is necessary to carry out spatial planning in the city of Palu based on disaster mitigation by prioritizing the issue of inclusiveness, integrating spatial plans with disaster-prone zones, distributing settlements evenly, and always involving the community in the formulation of spatial planning."
Jakarta: Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Rusdayanti
"Urbanisasi berdampak pada perubahan bentang alam menjadi lahan terbangun yang memicu perubahan kondisi iklim mikro. Penelitian ini bertujuan mengevaluasi luas vegetasi, struktur dan komposisi vegetasi, mengetahui kondisi iklim mikro dan tingkat kenyamanan termal masyarakat melalui pendekatan Temperature Humidity Index, serta menganalisis persepsi masyarakat dan merekomendasikan konsep kenyamanan lingkungan dalam pengembangan vegetasi. Metode yang digunakan adalah metode campuran yaitu gabungan antara metode kuantitatif dan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan luas lahan vegetasi di Kota Palembang sebesar 15.197 Ha dan Indeks Nilai Penting tertinggi ada pada tanaman Havea brasilliensis, Swietenia mahagoni, Terminalia mantaly dan Pterocarpus indicus. Suhu udara didominasi pada kategori panas sedangkan kelembaban udara hampir merata untuk setiap kategori. Persepsi masyarakat menilai kenyamanan termal didominasi nyaman namun kecukupan vegetasi dinilai belum cukup untuk mendukung aktivitas masyarakat. Konsep kenyamanan lingkungan menegaskan dibutuhkan pengembangan vegetasi dengan pohon berdaya serap karbon tinggi, akar dan batang kuat, estetika menarik, dan menjadi pakan bagi makhluk hidup lain.

Urbanization has an impact on changing landscapes to developed land which triggers changes in micro-climatic conditions. This study aims to evaluate the area of vegetation, structure and composition of vegetation, determine microclimate conditions and the level of thermal comfort and recommend the concept of environmental comfort in vegetation development. The method is combination of quantitative and qualitative methods. The results showed that the land area for vegetation in Palembang City was 15,197 hectares with the important species are Havea brasilliensis, Swietenia mahagoni, Terminalia mantaly and Pterocarpus indicus. The air temperature is dominated by the hot category while the humidity is almost evenly distributed for each category. The public perception assesses that thermal comfort is dominated by comfortable, but the adequacy of vegetation is considered insufficient to support community activities. The concept of environmental comfort emphasizes the need for the development of vegetation with trees with high carbon absorption, strong roots and stems, attractive aesthetics, and as food for other organism."
Depok: Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Luciawati Sunarjo
"Pada tahun 2006 di Indonesia tercatat ada 81 kawasan industri yang telah beroperasi dari 203 kawasan industri yang memiliki ijin pengusahaan kawasan industri, dengan total Iuas kawasan ± 67.000 Ha. Prinsip Eco-Industrial Park (EIP) sejak tahun 1999 sudah mulai diterapkan di beberapa negara maju termasuk negara-negara di Asia seperti Jepang, China, India, Thailand, Philipina, dan Korea dan terbukti dapat meningkatkan manfaat ekonomi, Iingkungan, dan sosial. Namun di Indonesia pengembangannya hingga saat ini masih terkesan lambat. Kawasan Industri Jababeka merupakan satu-satunya kawasan industri di Indonesia yang berinisiatif untuk mengembangkan EIP yang ditawarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dalarn kerangka Program Lingkungan Hidup Indonesia-Jarman (ProLH), tapi sejauh ini belum diketahui efektifrtas dan efisiensi dalam pengembangannya.
Tujuh prinsip EIP berdasarkan -teori terdiri dari: (1) integrasi ke dalam sistem alam; (2) sistem energi; (3) aliran material dan pengelolaan Iimbah dari seluruh industri; (4) air; (5) pengelola kawasan yang efektif; (6) rehabilitasi infrastruktur, (7) integrasi kawasan industri dengan masyarakat sekitar, telah diterapkan oteh para pengusaha industri di dalam Kawasan industri Jababeka sebanyak 3 (tiga) prinsip yaitu integrasi ke dalam sistem alam, prinsip air, dan prinsip rehabilitasi infrastruktur. Hal ini terkait dengan masalah resources sustainability dan penghematan biaya. Prinsip EIP yang sudah diterapkan di Kawasan Industri Jababeka tersebut, signifikansinya menjadi suatu EIP masih rendah karena belum menyentuh pembangunan sistem. Sedangkan menurut penilaian 15 orang ahli dengan metode AHP menunjukan adanya perbedaan tingkat kepentingan prinsip, elemen-elemen dan altematif kebijakan pencapaian suatu EIP. Berdasarkan penilaian para ahli alternatif kebijjakan untuk percepatan tercapainya Kawasan industri Jababeka menjadi suatu EIP adalah pengembangan penggunaan teknologi ramah lingkungan."
Jakarta: Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, 2007
T20850
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eko Siswono
"Disertasi ini adalah mengenai hubungan-hubungan kekuasaan antara pemerintah kota dengan pelaku sektor informal. Lebih spesifik, disertasi ini mengenai kalangan pedagang kaki-lima (PKL) di Kota Depok, Jawa Barat dalam memahami, menginterpretasi dan menanggapi kenyataan yang mereka hadapi akibat pemberlakuan peraturan daerah (Perda). Kehidupan mereka teracam oleh tindakan operasi penertiban petugas Satpol PP sebagai salah satu aparat. Disertasi ini memusatkan perhatian pada strategis-strategis yang sengaja dikembangkan oleh PKL, Preman dan Aparat setempat untuk menguasi trotoar dengan melakukan negosiasi dan akomodasi.
Hubungan-hubungan kekuasaan dalam konteks penguasaan ruang publik tersebut, seolah menjadi perebutan antara pihak PKL dengan Preman dan Aparat yang ingin melaksanakan aktivitas sehari-hari serta tugasnya, dipandang sebagai sebuah perspektif, pengetahuan, dan kekuasaan yang bebas diinterpretasikan oleh seorang peneliti Antropologi. Sikap negosiasi dan akomodasi yang dilakukan para PKL yang terjadi di trotoar bekerja terkait satu sama lain dan saling membutuhkan, menyebabkan posisi mereka semakin menunjukkan penguasaannya. Para pelaku seperti preman dan aparat yang terlibat dalam melakukan strategi negosisasi dan akomodasi merupakan praktikpraktik sosial yang menandai bekerjanya kekuasaan, karena adanya hubungan antara struktur dan agensi (Giddens, 1979). Trotoar sebagai tempat aktivitas mereka sehari hari, juga sebagai objek tarik menarik antara PKL, Preman dengan Aparat setempat merupakan reproduksi aktivitas-aktivitas yang telah terorganisasi melalui kontekstualitas ruang dan waktu. Oleh karena itu, kontekstualitas merupakan interaksi yang disituasikan dalam ruang dan waktu (Giddens, 1984). Sikap resistensi yang ditunjukkan para PKL itu, meskipun terkadang tidak tampak ke permukaan merupakan sebuah aspek politik yang mengimplikasikan interpretasi yang berbeda beda (Foucault, 1978). Lebih jauh Foucault (1978) menyatakan, bahwa resistensi selalu hadir bersama kekuasaan, dan, "dimana ada kekuasaan, di sana ada resistensi", sehingga adanya kekuasaan selalu dihadapi dengan perlawanan. Hal ini oleh para antropolog seringkali dikaitkan dengan sifat hegemoni yang melekat pada kekuasaan tersebut (Gramsci dalam During, 2001). Di samping itu, Foucault (1978) menyatakan, bahwa kekuasaan selalu hadir di seluruh ruang sosial (social sphere) dimana pun dan memasuki ruang publik, sehingga kekuasaan bukanlah suatu kepemilikan monolitik suatu kelas atau kelompok tertentu.
Temuan penelitian, dapat dikemukan seperti sebagai berikut :
Pertama, bahwa trotoar dimaknai sebagai salah satu ruang publik yang peruntukannya diatur oleh pemerintah kota melalui peraturan daerah (Perda). Pemberlakukan Perda selama ini sejak 2006), sering mengundang kontroversi dari masing-masing pihak yang berkepentingan, terutama kalangan PKL. Para PKL yang sering melakukan perlawanan bertujuan untuk mengimbangi petugas Satpol PP. Akan tetapi pada saat yang lain PKL melakukan negosiasi, dan akomodasi untuk mempertahankan trotoar sebagai tempat berusaha mereka. Oleh karena itu, trotoar dalam konteks penggunaannya bukanlah sesuatu yang statis, tetapi konsep yang dinamis dan selanjutnya dijadikan objek perebutan oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Proses "tarik menarik" antara berbagai kepentingan, proses makna-memaknai dan tafsir-menafsirkan merupakan proses yang menandai bekerjanya kekuasaan yang terus berkembang sesuai kepentingan masingmasing pihak yang terlibat.
Kedua, proses negosiasi, dan akomodasi yang dilakukan oleh masing-masing pihak tersebut demi melanggengkan kepentingannya untuk menguasai trotoar. Oleh karena itu untuk menguasai trotoar para PKL pada awalnya bersikap resistensi dalam menghadapi Aparat. Tetapi kemudian mereka melakukan negosiasi dan akomodasi karena dianggap lebih efektif. Tindakan negosiasi dan akomodasi yang dilakukan di antara pihak-pihak yang terlibat tersebut merupakan sikap yang berkembang selama ini, sehingga semakin memperkuat penguasaan ruang publik.
Ketiga, tindakan resistensi, negosiasi dan akomodasi yang berkembang dalam hubungan-hubungan kekuasaan antara PKL, Preman dan Aparat merupakan konstelasi yang tidak mudah untuk dihilangkan begitu saja, tetapi memerlukan tindakan-tindakan yang arif, sehingga tidak terjadi tindakan-tindakan yang selama ini cenderung adanya kekerasan.

This Doctoral Thesis is about relations of authority between central government and informal sector. More specific, this doctoral thesis about impact of community of traditional trader in City of Depok, West Java in term of understanding, interpretation and responding reality life of them on local government legality - (Perda). Traditional trader life in danger by action and operation of Government Police (Satpol PP) to curb as government institution. This doctoral thesis focused on strategies which is absolutely developed by Traditional Trader (PKL), civilian freeman and government institution in that area to get control of pedestrian way with negotiation and accommodation. Relations between authority in context domination on public area, as through become battle for power between Traditional Trader (PKL) with civilian freeman and Government Institution which is they are want to do daily duties, viewed as perspective, knowledge, and authority which is to interpretation by Anthropologists. Attitude of negotiation and accommodation which is traditional trader doing on pedestrian way relate each other and need each other, impacting position of them more refer to get power. Civilian freeman and Government Institution in term to do strategy of negotiation and accommodation that is social practices which is mark sense authority works, because as it is relationship between structure and agency (Giddens, 1979).
Pedestrian Way as place of daily activities of them, as well as object battle for power between traditional trader, civilian freeman and local government institution which is reproduction of activities of organized by mean of contextual area and time. On that cause, contextuality which is situationed interaction on area and time (Giddens, 1984). Attitude of resistantion to pointed from that traditional trader, although sometimes not really definitely explisit which is one of politic aspect to implicate different interpretations (Foucault, 1978). Farther Foucault (1978) suggest that resistantion always come up with authority, and "where as it is autority, there as it is resistantion", so it will always authority responded with oppotition. This thing by anthropologists many times related with hegemony which is stick to that authority (Gramsci on During, 2001). Otherwise, Foucault (1978) suggest that authority always come up on whole social area(social sphere) anywhere and entering public area, so it will authority not an monolitic ownership a class or certain group.
Research result has fouded as like as :
First, that pedestrian way has meaned as one of public sphere which is role of conduct from local government by mean local government legality (Perda). Authorized Perda since 2006, often exciting controversion from each be concerned side, especially traditional trader side. Traditional traders which is who often to opposite purpose for balancing Government Police (Satpol PP).However once a time other side traditional trader doing negotiation, and accomodation for maintain pedestrian way as place as work for them. On that cause, pedestrian in context its use not statical things, but conceptual which is dinamic and next as well as object to battle for authority by sides be concerned. Process "pull-pulling" between various interest, meaningful process and interpretatively which is process indicated development authority works relate with authority each sides.
Second, hopefully to have authority for authorizing pedestrian way. On that cause to authorized pedestrian way traditional traders at first time being resistantion when confront to the Government Institution. But then have a deal and negotiation and accomodation because they feel more effectively. Actions of negotiation and accomodation that does between sides which is who joined with that situation there is as long as development attitude. So it will strengthen domination public sphere.
Third, resistantion action, negotiation and accomodation which is developed in term relations authority between traditional traders, civilian freeman and government institution which is not easy constelation to removed, but must have wise actions, so it wont create rush actions.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
D956
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Janice Jacob Kayan Jap
"Telah ada beberapa program pertanian perkotaan yang dipraktikkan di Jakarta sebagai salah satu strategi untuk menanggulangi isu-isu terkait ketahanan pangan, RTH, dan stimulasi pertumbuhan ekonomi dan ketahanan sosial. Namun, akomodasi praktik kegiatan pertanian perkotaan saat ini masih terbatas untuk menjadi bagian dari perencanaan kota. Permasalahan yang diidentifikasikan dalam penelitian ini adalah perancangan kebijakan dan insentif untuk mendukung pengembangan pertanian perkotaan masih belum disesuaikan dengan karakteristik praktek pertanian perkotaan yang sebenarnya, sehingga manfaat dari bertani/berkebun dapat dialami oleh pelaku-pelaku pertanian perkotaan belum dapat dialami secara meluas. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi peran pertanian perkotaan dalam mendukung kemampanan kota di Jakarta Pusat dengan pendekatan permodelan. Pendekatan penelitian dilakukan secara kualitatif dengan metode campuran wawancara semi-terstruktur, focus group discussion (FGD), kuesioner dan Systems Dynamics. Penarikan sampel pelaku pertanian perkotaan yang dilakukan secara snowball menghasilkan 221 orang responden yang sesuai dengan kriteria target populasi. Dari wawancara, FGD, dan pengisian kuesioner, diperoleh data mengenai aspek-aspek berikut mengenai bertani/berkebun: motivasi, manfaat, hambatan, dan akses pelaku pada sumber daya, sarana, dan dukungan untuk bertani/berkebun. Hasil analisis data digunakan untuk membangun model perkembangan pertanian perkotaan dengan jumlah kader penanggungjawab program Gang Hijau di Jakarta Pusat sebagai salah satu stock utama. Hasil permodelan business as usual (BAU) menunjukkan jumlah pertambahan beberapa aspek pertanian perkotaan dari tahun ke tahun: jumlah kader, luas tutupan penghijauan, kohesi sosial dari bertani/berkebun, dan total pendapatan dari penjualan hasil panen. Dilakukan skenario intervensi untuk mencapai salah satu target perluasan tutupan penghijauan sesuai dengan capaian program tahun 2030.

Several urban agriculture programs have been practiced in Jakarta as a strategy to approach issues related to food security, green space, and stimulation of economic growth and social security. However, accommodation for urban agriculture activities as a part of urban planning is still limited. The identified problem in this study is that the design of policies and incentives to support the development of urban agriculture has not yet been adjusted to the actual characteristics of urban agriculture practices, so that farming/gardening benefits have not been widely experienced. This study aimed to evaluate the role of urban agriculture to support urban sustainability in Central Jakarta using a modeling approach. The research employed qualitatively approach with mixed methods including: semi-structured interviews, focus group discussions (FGD), questionnaires and Systems Dynamics modeling. Snowball sampling resulted in 221 respondents who met this study's target population criteria. From interviews, FGDs, and filling out questionnaires, data were obtained on the following aspects regarding farming/gardening: motivation, benefits, obstacles, and state of access to resources, facilities, and support for farming/gardening. The results of data analysis were used to build a model of urban agricultural development with the number of coordinators in Central Jakarta's Gang Hijau program as one of the main stocks. Results of business as usual (BAU) modeling showed increase in the number of increments of several aspects of urban agriculture from year to year: number of cadres, area of ​​green cover, social cohesion from farming/gardening, and total income from sales of crops. Intervention scenario was conducted to achieve one of the targets for expansion of green cover in accordance to urban agricutlture roadmap for 2030."
Jakarta: Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Setyo Pambudi
"Berkurangnya fungsi Waduk Sengguruh karena erosi di hulu Sungai Brantas (kawasan sub DAS Lesti) menggangu perannya dalam pengendalian banjir, pasokan air untuk irigasi dan pasokan sebagian besar tenaga listrik tenaga air di Provinsi Jawa Timur. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan pendugaan erosi, menganalisis keterkaitan faktor-faktor penyebabnya serta memberikan arahan konservasi berwawasan lingkungan. Metode penelitian menggunakan metode gabungan (mixed methods). Metode kuantitatif laju erosi dilakukan dengan perhitungan Modify Universal Soil Loss Equation yang didukung dengan tools SIG. Metode kualitatif dilaksanakan dengan kuisioner dan wawancara di kawasan sub DAS Lesti. Hasil penelitian menunjukkan bahwa laju erosi terkini dalam setiap ha lahan (laju erosi rata-rata) di Sub DAS Lesti adalah 153,868 ton/ha/tahun (melebihi laju erosi yang dapat ditoleransi yaitu 30 ton/ha/tahun). Laju erosi di sub DAS Lesti selalu naik dalam 14 tahun terakhir. Dari 12 kecamatan di DAS Lesti, sebanyak 6 kecamatan diidentifikasi memiliki Tingkat Bahaya Erosi tinggi sehingga menjadi prioritas untuk ditangani, yaitu di Kecamatan Wajak, Tirtoyudo, Dampit, Sumbermanjing Wetan, Gedangan dan Bantur. Kecamatan Dampit, Kecamatan Turen dan Kecamatan Gondanglegi juga menghadapi masalah perilaku dan tekanan penduduk yang tinggi dibanding kecamatan lainnya. Penelitian juga menunjukkan ada keterkaitan antara erosi dengan pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat dalam bentuk tekanan penduduk dan pola penggunaan lahan. Arahan konservasi berwawasan lingkungan disarankan untuk difokuskan pada 6 kecamatan ini melalui penerapan konservasi tanah dan air. Hasil analisis spasial pada lokasi prioritas menyarankan tindakan konservasi berupa penegakan hukum atau penyuluhan, dan pemberdayaan masyarakat untuk meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat melalui pemberian akses terhadap sumberdaya, pendidikan, dan pelatihan.

The reduced function of the erosion of the Sengguruh Reservoir at the headwaters of the Brantas River (Lesti Subwatershed area) has disrupted its role in flood control, water supply for irrigation and the supply of most of the hydroelectric power in East Java Province. This study aims to estimate erosion, analyze the interrelation of the causal factors and provide environmental conservation direction.The research method uses mixed methods. The quantitative method of erosion rates is done by calculating Modify Universal Soil Loss Equation which is supported by GIS tools. The qualitative method was carried out with questionnaires and interviews in the Lesti Subwatershed area. The results showed that the current erosion rate in each hectare of land (average erosion rate) in the Lesti Subwatershed was 153,868 tons/ha/year (exceeding the tolerable erosion rate of 30 tons/ha/year). The rate of erosion in the Lesti Subwatershed has always increased in the last 14 years. Of the 12 Subdistricts in the Lesti Subwatershed, as many as 6 Subdistricts were identified as having high levels of Erosion Hazard so they were a priority to be addressed, namely in the Wajak, Tirtoyudo, Dampit, Sumbermanjing Wetan, Gedangan and Bantur Subdistricts. Dampit Subdistrict, Turen Subdistrict and Gondanglegi Subdistrict also face behavioral problems and high population pressure compared to other Subdistricts. Research also shows that there is a relationship between erosion and knowledge, attitude and community behavior in the form of population pressure and land use patterns. It is recommended that environmental directives for conservation be focused on these 6 Subdistricts through the application of vegetative soil and water conservation. The results of spatial analysis at this priority location also require conservation such as law enforcement or counseling, and community empowerment to increase the ability and independence of the community through providing access to resources, education, and training."
Jakarta: Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Indira Isnantya
"ABSTRAK
Selaku kementerian yang mengeluarkan kebijakan mengenai lingkungan hidup, berdasarkan
pengamatan masih terlihat perilaku karyawan yang kurang peduli lingkungan. Program ecooffice
yang dicanangkan pada tahun 2009 pun tampaknya tidak dilaksanakan sepenuhnya. Untuk
itu peneliti menghitung indeks perilaku peduli lingkungan (IPPL) yang mengukur perilaku
sehari-hari responden. Indeks adalah alat ukur yang dirancang untuk mengetahui seberapa peduli
responden terhadap lingkungan, dengan rentang 0-1. Kriteria yang digunakan adalah nilai kurang
dari 0,3 buruk, antara 0,3-0,6 cukup, dan di atas 0,6 baik. Secara keseluruhan, nilai IPPL dari 254
responden PNS KLH Jakarta tergolong baik dengan nilai 0,72, yang terdiri dari perilaku dalam
penghematan energi (0,61), perilaku membuang sampah (0,71), perilaku pemanfaatan air (0,79),
perilaku penyumbang emisi karbon (0,82), perilaku hidup sehat (0,76), dan perilaku penggunaan
bahan bakar (0,74). Pada penelitian ini tidak didapatkan korelasi antara IPPL dengan pendidikan.
Evaluasi terhadap program eco-office yang dilakukan terhadap 83 butir yang dikembangkan dari
28 SOP Eco-Office KLH pelaksanaannya baru 58%. Emisi GRK dari konsumsi kertas per bulan
adalah 1.769.040 kg CO2/bulan dan dari konsumsi listrik sebesar 1.761.550 kWh tahun 2013
adalah 15.431.178 kg CO2/tahun.

ABSTRAK
As an institution that regulates environmental policy, the employee of Minister of Environment
of Indonesia have not practiced pro-environment behavior. As observed, over-use of paper,
usage of disposable food container and plastic bags are still seen in the office area. The Eco
Office Program held in 2009 has not evaluated up until now. There for, this research has
objection to calculate the green behavior index of employee. Index is a tool to measure how
green the respondent’s behavior that has range 0-1. The value less than 0.3 is considered bad,
within range 0.3-0.6 as moderate and above 0.6 good. The mean value of green index of 154
civil servants of MOE Jakarta is good with value 0.72. The green index consists of: behavior of
energy saving (0.61), behavior of garbage disposing (0.71), behavior of water consumption
(0.82), behavior of healthy living (0.76) and behavior of fuel consumption (0.74). The behavior
index calculated is employee's daily behavior at home. This research also analyzes the
correlation between index value and respondent’s education and found no significant correlation.
The evaluation of eco-office program in MOE Jakarta based on 28 SOP is only 58%
implemented. GHG emission from paper consumption is 1,769,178 kg CO2/month and from
electricity consumption 15,431,178 kg CO2/year."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Martya Rahmaniati Makful
"Tuberkulosis masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama di dunia, termasuk di Indonesia. Menemukan dan menyembuhkan pasien merupakan cara terbaik dalam upaya pencegahan penularan TB, dengan menerapkan strategi DOTS. Sejalan dengan kebijakan pembangunan nasional, pelaksanaan strategi pengendalian TB nasional diprioritaskan pada daerah terpencil, perbatasan dan kepulauan terutama yang belum memenuhi target penemuan kasus dan keberhasilan pengobatan. Terdapat lima provinsi dengan TB paru tertinggi dan dua tertinggi yaitu Provinsi Jawa Barat (0.7%), Papua (0.6%). Akses pelayanan kesehatan pasien TB menunjukan ketidakmerataan, dimana hanya ada di wilayah perkotaan dan berada pada ekonomi tinggi. Permasalahan dalam penelitian ini adalah masih ditemukan pasien TB yang tidak mendapatkan akses pelayanan kesehatan. Keterbatasan akses pelayanan kesehatan pasien TB dapat disebabkan oleh kondisi individu yang berbeda-beda serta adanya perbedaan kondisi fisik (geografis). Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan model spasial akses pelayanan kesehatan di provinsi Jawa Barat dan Papua.
Penelitian ini menggunakan desain potong lintang dan menggunakan data yang berasal dari Riset Kesehatan Dasar 2013. Lokasi penelitian di 2 provinsi yaitu di provinsi Jawa Barat dan provinsi Papua. Analisis penelitian dengan menggunakan regresi logistik untuk melihat pengaruh karakteristik individu terhadap akses pelayanan kesehatan dan analisis spasial statistik menggunakan Geographically Weighted Regression (GWR) untuk melihat spasial akses pelayanan kesehatan. Akses pelayanan kesehatan adalah pasien TB yang melakukan pemeriksaan dahak, foto rontgen dan mendapatkan obat anti TB.
Akses pelayanan kesehatan pasien TB di provinsi Papua masih rendah. Karakteristik individu yang mempengaruhi akses pelayanan kesehatan adalah asuransi kesehatan, pekerjaan, menikah, mengetahui ketersediaan fasilitas kesehatan. Model spasial akses pelayanan kesehatan menghasilkan dua jenis variabel pembentuknya, yaitu adanya variabel lokal dan variabel global. Variabel lokal adalah variabel yang mempunyai pengaruh unsur kewilayahannya terhadap akses pelayanan kesehatan, sedangkan variabel global merupakan variabel yang berpengaruh di tingkat provinsi.
Masih rendahnya pasien TB yang melakukan akses pelayanan dapat disebabkan oleh sulitnya pasien TB dalam mencapai fasilitas kesehatan, terutama di wilayah dengan perbedaan geografis. Sehingga perlunya ada kebijakan dalam menyiapkan sarana dan prasarana kesehatan pasien TB, yaitu dengan mulai memasukan tenaga kesehatan terlatih di bidang tuberkulosis pada seluruh fasilitas pelayanan kesehatan.

Tuberculosis is a major public health problem in the world, including in Indonesia. Finding and curing the patients are the best way of preventing transmission of TB by implementing the DOTS strategy. Implementation of the national TB control strategy prioritized in remote, border and island especially TB patients who do not meet the target case detection and treatment success. There are two of provinces with the highest and second highest TB namely west Java province (0.7%) and Papua (0.6%). Accessibility to health services of TB patients showed inequality, which only exist in urban areas and at high economic status. The problem in this research is find the of TB patients who do not get accessibility to health services. Limited accessibility to health services of TB patients could be caused by conditions different individuals as well as differences in physical conditions (geographic). The purpose of this study is to setup a spatial model of accessibility to health services in the province of West Java and Papua.
This study used a cross-sectional design and data derived from the Basic Health Research in 2013 (RISKESDAS). Research sites in the provinces of West Java and Papua. Research analysis applied logistic regression to determine the effect of individual characteristics of accessibility to health services and statistical spatial analysis using the Geographically Weighted Regression (GWR) for a model of spatial accessibility to health services.
Accessibility to health care is the patient of TB sputum examination, x-rays and getting anti-TB. Accessibility to health services of TB patients in the province of Papua remains low. Individual characteristics that affect accessibility to health care are health insurance, employment, marriage, the availability of health facilities. Spatial models of accessibility to health services generate two types of constituent variables, the local variables and global variables. Local variables are variables that influence the spatial element of accessibility to health services, while global variables are variables that influence at the provincial level.
The low TB patients who do accessibility services may be caused by the difficulty in the of TB patients to health facilities, especially in the areas with geographical differences. Thus the need for a policy in preparing health facilities TB patients, i.e. to start entering trained health personnel in the field of tuberculosis in the entire health care facility.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Marhaendra Djaja
"Kabupaten Blitar dikenal sebagai daerah seribu candi. Namun anggaran yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk sektor pariwisata dan budaya sangat kecil sekitar 0,1 dari total APBDnya. Hal ini tidak sebanding dengan arti pentingnya peninggalan cagar budaya bagi penguatan jatidiri bangsa. Selain itu, merawat dan melestarikan cagar budaya yang sering dianggap selalu menjadi beban bagi pemerintah. Sehingga diperlukan upaya untuk memberdayakan situs cagar budaya sehingga minimal menjadi suatu cagar budaya yang profit center bahkan membiayai dirinya sendiri yakni dengan peran serta masyarakat. Hasil analisis spasial dan ekonomi memperlihatkan peran serta masyakarakat berdampak adanya peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar situs melalui distribusi pendapatan, perluasan lapangan pekerjaan dan lepas dari kemiskinan. Selain itu didapatkan bahwa dalam hal perencanaan tata ruang belum terlihat adanya kontribusi dari aspek budaya dalam proses penyusunan RTRW sehingga menyebabkan pentingnya potensi dari cagar budaya bagi suatu wilayah tidak terlihat dan alih fungsi lahan cagar budaya menjadi fungsi lain akan lebih mudah terjadi.

Blitar district is known as the thousand temples. However, the budget spent by the government for the tourism and culture sector is very small about 0.1 of the total APBD. It is not proportional to the importance of cultural heritage relics for strengthening the nation 39 s identity. In addition, care for and preserve the cultural heritage that is often considered to always be a burden for the government. So it is necessary to empower cultural heritage sites so that the minimum be a profit center of cultural heritage even support himself namely with public participation. Spatial and economic analysis results show the role and impact of community intheir increased prosperity around the site through the distribution of income, expand employment opportunities and escape poverty. In addition it was found that in terms of spatial planning have not seen the contribution of the cultural aspect in the process of drafting the RTRW, causing the potential importance of the cultural heritage of an area not visible and land conversion into other functions of cultural heritage would be more apt to occur."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ngakan Gede Agung Khrisna Wiryananda
"ABSTRAK
Pesatnya perkembangan pariwisata dan pertumbuhan penduduk menimbulkan masalah pada pemanfaatan ruang Kota Denpasar. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis dampak pemanfaatan ruang Kota Denpasar pada aspek sosial budaya, lingkungan, dan ekonomi serta merumuskan strategi pemanfaatan ruang kota berkelanjutan. Metode yang dilakukan yaitu metode gabungan kuantitatif dan kualitatif. Analisis yang dilakukan yaitu analisis spasial, analisis tren, menghitung indeks sosial budaya, lingkungan, dan ekonomi serta analisis deskriptif komparatif. Hasil penelitian menunjukkan pemanfaatan ruang belum sesuai dengan rencana tata ruang dan belum tertib dalam pengendalian ruang. Pemanfaatan ruang mengarah pada tidak berkelanjutan. Indeks sosial budaya tahun 2011 yaitu 1,038 turun menjadi 1,036 pada tahun 2015. Indeks lingkungan tahun 2011 yaitu 1,065 turun menjadi 1,056 pada tahun 2015. Indeks ekonomi tahun 2011 yaitu 1,012 turun menjadi 0,992 pada tahun 2015. Rumusan strategi pemanfaatan ruang Kota Denpasar berkelanjutan yaitu mengintegrasikan aturan adat ke dalam dokumen rencana ruang, merencanakan pembangunan vertikal, memperkuat peran adat, penerapan sawah abadi, pemanfaatan lahan kosong, dan pembentukan satuan tugas pengendalian ruang adat.

ABSTRACT
Rapid development of tourism and population growth caused problems in spatial utilization in Denpasar City. The purpose of this research is to analyze the impact of the spatial utilization in Denpasar City on the socio cultural, environmental and economic as well as to formulate sustainable urban spatial utilization strategy. The method used is a mix method with quantitative and qualitative. The analyzes were spatial analysis, trend analysis, to calculate the index of socio cultural, environmental and economic as well as an analysis of the comparative descriptive. The results showed that the spatial utilization has not been in accordance with the spatial plan and not yet orderly in the spatial control. Spatial utilization leads to unsustainable. Socio cultural index values tend to decrease which is 1,038 in 2011 to 1,036 in 2015. Environmental index values tend to decrease, which is 1,065 in 2011 to 1,056 in 2015. Economic index values tend to decrease which is 1,012 in 2011 to 0,992 in 2015. Strategy formulation of sustainable spatial utilization of Denpasar City, that are integrate traditional rules into spatial planning documents, plan vertical building, strengthen traditional roles, implementation of perennial rice field, utilization of vacant land, and establishment of task control unit of traditional village. "
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6   >>