Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 72 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Angeline Kartika Sosrodjojo
"Perilaku menuntut merupakan salah satu perilaku yang mengganggu. Salah satu penyebab perilaku menuntut adalah kurangnya kualitas interaksi antara orangtua dengan anak. Parent Child Interaction Therapy (PCIT) merupakan salah satu terapi yang digunakan untuk meningkatkan kualitas interaksi antara orangtua dengan anak agar dapat mengurangi perilaku anak yang mengganggu. Penelitian ini merupakan penelitian single-subject design, yang bertujuan untuk melihat efektivitas PCIT untuk meningkatkan kualitas interaksi antara orangtua dengan anak yang suka menuntut.
Kualitas interaksi antara orangtua dengan anak diukur dengan menggunakan Dyadic Parent-Child Interaction Coding System (DPICS). Perilaku menuntut anak dan masalah perilaku lainnya yang menjadi karakteristik anak yang suka menuntut diukur dengan menggunakan Child Behavior Checklist (CBCL) dan Eyberg Child Behavior Inventory (ECBI). Hasil penelitian menunjukkan bahwa PCIT dapat meningkatkan kualitas interaksi antara orangtua dengan anak yang suka menuntut serta mengurangi perilaku menuntut pada anak dan masalah-masalah perilaku lainnya yang menjadi karakteristik anak yang suka menuntut.

Demanding behavior is part of disruptive behaviors and often caused by poor parent-child interaction quality. Parent Child Interaction Therapy (PCIT) is one of intervention techniques that can be used to improve the interaction quality between parents and child, so that the disruptive behavior problems can be decreased. This research is a single case design (N=1), that aimed to determine the effectiveness of PCIT to improve the interaction quality between parent and high-demand child.
Dyadic Parent-Child Interaction Coding System (DPICS) is used to measure the parent-child interaction quality. Meanwhile, Child Behavior Checklist (CBCL) and Eyberg Child Behavior Inventory (ECBI) are used to measure child’s demanding behavior and other behavior problems. The result shows that PCIT is effective to improve interaction quality between parent and high-demand child, and also effective to decrease some of other disruptive behavior problems.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2015
T44157
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hadijah Rahadianti Octaviani
"Pengasuh kurang lebih bersama dengan anak selama 10 jam dalam satu hari sehingga sosoknya menjadi sangat berpengaruh bagi perkembangan anak. Anak membutuhkan pengasuh yang responsif dan berpikir cepat dalam melihat suatu masalah yang umum muncul pada anak usia dini. Seringkali pengasuh menemui kendala dalam menghadapi anak usia dini, salah satunya dalam mengatasi masalah ketidakpatuhan yang umum meningkat pada usia 2-3 tahun. Untuk membantu para pengasuh menghadapi masalah tersebut maka dibutuhkan pelatihan. Dalam penelitian ini, akan dibahas bagaimana efektivitas pelatihan yang diadaptasi dari Treatment Package for Child Non Compliance (TPCN) dengan subjek 6 pengasuh usia 18-35 tahun yang mengasuh anak usia 2-3 tahun. TPCN merupakan pelatihan yang melibatkan tiga strategi, antara lain effective instruction delivery (EID), contingent praise (CP) dan time-in (TI). Dari hasil observasi dan evaluasi dengan wilcoxon test sebelum dan sesudah pelatihan menunjukkan bahwa terdapat peningkatan keterampilan pengasuh dalam berinteraksi dengan anak usia 2-3 tahun ketika menghadapi masalah ketidakpatuhan.

A nanny usually spends times with children for 10 hours per day, therefore they have a huge influence in the development of the child. Children need a nanny who is responsive and quick thinking in seeing any kind of problems that commonly occur in early childhood. However, they often encounter obstacles especially when facing the noncompliance problem, a problem that normally emerges in child aged 2-3 years old. To help them face this problem, they need training. This study will discuss the effectiveness of a training that is adapted from Treatment Package for Child Non Compliance (TPCN) which involves 6 nannies from age 18-35 who care for children aged 2-3 years old. This training involves three strategies: effective instruction delivery (EID), contingent praise (CP), and time-in (TI). The result from the observation and evaluation by Wilcoxon test before and after the training, showed that there was an increased caregiver skill in interacting with children aged 2-3 years when facing with the non-compliance issues.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2015
T45254
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fatharani Nadhira
"ABSTRAK
Anak-anak dengan autisme memiliki defisit pada kemampuan komunikasi dan interaksi sosialnya. Salah satu bentuk defisitnya bahkan tampak dalam kontak sosial sederhana yaitu kurangnya atau tidak adanya kontak mata, padahal kemampuan tersebut diketahui penting bagi anak untuk mengembangkan keterampilan lain yang lebih kompleks, seperti bahasa, kemampuan untuk memperhatikan (attending), bahkan dapat mempengaruhi edukasi dan pemahaman pelajaran anak. Penerapan prompting merupakan salah satu aplikasi modifikasi perilaku yang lazim digunakan untuk membentuk perilaku pada anak dengan autisme.
Penelitian ini bermaksud untuk melihat keberhasilan dari penerapan prompting untuk meningkatkan kontak mata pada anak laki-laki berusia 6 tahun dengan autisme. Hasil studi ini menunjukkan bahwa penerapan prompting dapat meningkatkan kontak mata anak dengan autism.

ABSTRACT
Children with autism experience deficit in social communication and interaction. One of the deficit that is visible even in basic social contact is lack of eye contact. Eye contact is known to be important for children to develop another skill that is more complex, like language, attending skills, and might influence education and understanding of subjects. Prompting is one of the basic procedure in behavior modification known to help improve children with autism, especially in improving eye contact.
Thus, this study is interested to see how the application of shaping to improve eye contact in a 6 years old boy with autism, will work. The result showed that the application prompting did improve eye contact in a child with autism.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
T45123
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Metha Bhalkis Irianti
"Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara persepsi diri terhadap proses penuaan dan persepsi terhadap kepuasan hidup pada individu lanjut usia di Depok. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan alat ukur Attitudes Toward Own Aging (ATOA) yang dikembangkan oleh Liang dan Bollen (1983) berdasarkan lima item dari Philadephia Geriatric Center Morale Scale (Lawton, 1975) untuk mengukur persepsi diri terhadap proses penuaan dan Life Satisfaction Index A dari Indriani (2012) digunakan untuk mengukur persepsi terhadap kepuasan hidup. Penelitian ini melibatkan 100 partisipan lanjut usia terdiri dari 51 orang laki-laki (51%) dan 49 orang perempuan (49%). Berdasarkan pengolahan data menggunakan teknik statistik Pearson Product Moment, ditemukan bahwa persepsi diri terhadap penuaan berkorelasi positif dan signifikan dengan kepuasan hidup (r = 0.594; n=100; p < 0.01, one-tailed). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa persepsi diri terhadap penuaan berhubungan secara positif dan signifikan dengan kepuasan hidup. Artinya, semakin positif persepsi diri terhadap penuaan maka semakin tinggi pula kepuasan hidup pada individu lanjut usia.

The objective of the present study is to investigate the correlation between self-perception of aging process and perception of life satisfaction on Elders in Depok. Self-perception of aging process is measured with the Attitude Toward Own Aging (ATOA) (Liang & Bollen, 1983) based on 5-item of Philadelphia Geriatric Center Morale Scale (Lawton, 1975) and Perception of Life Satisfaction is measured with Life Satisfaction Index A (Indriani, 2012). 100 older adults which consists of 51 (51%) male older adults and 49 (49%) female older adults are participated in this study. The result of this study shows that self-perception of aging is significantly correlated with life satisfaction of the older adults. This result means that the older adults who have positive self-perception of aging will have higher life satisfaction."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
S62943
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nikita Yudharani
"ABSTRAK
Gangguan Autism Spectrum Disorder (ASD) meliputi perilaku sulit untuk melakukan interaksi dan komunikasi sosial, adanya perilaku yang berulang (stereotipik), serta terbatasnya minat pada kegiatan atau hal-hal tertentu.Beberapa gejala yang ditampilkan oleh anak dengan ASD tersebut dapat menjelaskan rendahnya durasi perilaku on-task saat belajar.Dalam kegiatan belajar, perilaku on-task merupakan perilaku yang diperlukan untuk menghadapi tugas yang diberikan, terutama tugas menulis.Rendahnya durasi perilaku on-task juga dapat disebabkan oleh kurangnya minat anak dalam menyelesaikan tugas menulis.Perilaku on-task merupakan perilaku dimana anak duduk di belakang meja dan mengerjakan tugas yang diberikan. Pada penelitian ini, teknik yang digunakan adalah token economy pada anak usia pra-sekolah (5 tahun 7 bulan) dengan ASD. Intervensi pada penelitian ini terdiri dari 10 sesi, yang pada setiap sesi terdapat target waktu spesifik di mana anak diharapkan dapat mempertahankan perilaku on-task.Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat peningkatan durasi waktu perilaku on-task, meskipun demikian bantuan berupa prompt masih banyak diperlukan untuk memunculkan dan mempertahankan perilaku on-task dalam mengerjakan tugas menulis

ABSTRACT
Symptoms of Autism Spectrum Disorder (ASD) include deficits in social interaction and social communication, repetitive behaviors (stereotyped), and lack of interest in activities or certain things. On children with ASD, these symptoms may explain low on-task behavior duration while studying. On-task behavior is needed to complete the tasks given, especially tasks which involve writing. Low on-task behavior duration can also be influenced by the child?s lack of interest in completing the writing task. On-task behavior occurs when the child sits behind a desk and works on any given task. In this study, the token economy technique is used on a preschooler (5 years and 7 months old) with ASD. The intervention consists of 10 sessions, and the child is expected to maintain on-task behavior for specific periods of time in each session. The results show that the duration of on-task behavior increased at the end of the program. However, prompts are still needed to help induce and maintain on-task behavior while completing writing tasks"
2016
T46373
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mella Yusthiani
"Perilaku disruptif seperti berteriak-teriak, berperilaku agresif, kasar, melawan, dan merajuk merupakan perilaku-perilaku yang sering tampak pada anak yang mengalami ketidakmampuan intelektual (ID). Kemunculan perilaku disruptif ini semakin diperkuat oleh adanya faktor lingkungan, salah satunya adalah pola asuh yang mencakup interaksi antara anak dengan orangtua dan penerapan disiplin yang efektif terhadap anak. Perilaku disruptif memiliki efek buruk yang signifikan pada kondisi kesejahteraan hidup individu itu sendiri maupun orang lain. Apabila tidak segera ditangani, perilaku ini dapat berkembang menjadi semakin sulit ditangani, terutama pada masa remaja. Oleh karena itu, perilaku ini sebaiknya segera ditangani sejak usia dini. Menurut beberapa penelitian yang telah dilakukan untuk mengatasi perilaku disruptif, penerapan intervensi Parent Child Interaction Therapy (PCIT) dinilai efektif untuk menurunkan perilaku disruptif pada anak, meskipun penelitian yang berfokus pada anak dengan ketidakmampuan intelektual jumlahnya masih terbatas. Pada penelitian ini, prinsip-prinsip Parent Child Interaction Therapy (PCIT) digunakan untuk mengurangi perilaku disruptif pada anak dengan ketidakmampuan intelektual taraf sedang. Melalui pengukuran yang dilakukan menggunakan instrumen The Eyberg Child Behavior Inventory (ECBI) dan Dyadic Parent-Child Interaction Coding System (DPICS), diperoleh hasil penelitian yang menunjukkan bahwa penerapan PCIT berhasil menurunkan perilaku disruptif pada anak dengan ketidakmampuan intelektual taraf sedang.

Disruptive behavior such as yelling, aggressive behavior, rough behavior, fighting, and sulking are behaviors that are commonly seen in children with intellectual disability (ID). The emergence of these behavior reinforced by the presence of environmental factors, such as parenting style that includes the interaction between children and parents and the implementation of effective discipline towards children. Disruptive behavior have a significant effect to the condition of individuals wellbeing. If this condition leave not treated, these behaviors might be worse and difficult to handle, especially in adolescence. Therefore, this behavior should be treated at an early age. According to some studies that have been done to address disruptive behavior, the implementation of Parent Child Interaction Therapy (PCIT) is considered effective to reduce disruptive behavior in children, although number of research which focuses on children with intellectual disability are limited. In this study, Parent Child Interaction Therapy (PCIT) is used to reduce disruptive behavior in children with moderate intellectual disability. Through measurements using The Eyberg Child Behavior Inventory (ECBI) and Dyadic Parent-Child Interaction Coding System (DPICS), the results shows that the application of PCIT managed to reduce disruptive behavior in children with moderate intellectual disability."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
T46528
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Karina Aelyo Nindyo Kusuma Negara
"Gangguan neurodevelopmental Autism Spectrum Disorder ASD terkadang juga tampil bersamaan dengan gangguan Intellectual Disability ID . Diagnosis untuk individu yang memiliki kedua kondisi ini adalah ASD with accompanying intellectual impairment. Anak dengan kondisi demikian pada umumnya mengalami hambatan dalam menguasai kemampuan adaptif, termasuk keterampilan bantu diri. Hambatan ini lebih nyata pada anak dengan ASD dan/atau ID yang berat severe , antara lain karena kesulitan mereka memusatkan perhatian dan memahami instruksi. Walaupun demikian, keterampilan bantu diri penting untuk terlebih dulu diajarkan pada anak dengan ASD with accompanying intellectual impairment sebelum keterampilan lainnya, guna meningkatkan kemandirian dan kualitas hidup anak tersebut.
Pada penelitian ini, keterampilan bantu diri yang diajarkan adalah keterampilan mandi, secara spesifik perilaku membasuh tubuh sampai bersih menggunakan gayung. Perilaku tersebut terdiri dari empat langkah Langkah A-D , yang dimulai dengan memegang gayung dan diakhiri dengan menyiram air ke tubuh. Teknik yang digunakan adalah shaping pada anak usia 10 tahun 7 bulan dengan ASD with accompanying intellectual impairment - Requiring very substantial support yang nonverbal. Intervensi pada penelitian ini terdiri dari 14 sesi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat peningkatan persentase penampilan tiap langkah perilaku target tanpa diberikan prompt fisik. Walaupun demikian, partisipan masih sesekali membutuhkan prompt fisik untuk menampilkan Langkah D.

The neurodevelopmental disorder Autism Spectrum Disorder ASD often co occurs with Intellectual Disability ID . The diagnosis for the individual with both conditions is ASD with intellectual impairment. Children with this condition usually experience difficulties in acquiring adaptive functions, which includes self help skills. Difficulties are more evident in children with severe ASD and or ID because it is more difficult for them to concentrate and understand instructions, among other things. Even so, on children with ASD with intellectual impairment, it is important to teach self help skills before other skills to increase their autonomy and quality of life.
In this study, the self help skill taught is the showering skill, specifically the ability to wash their body until it is clean using a water scooper gayung . This behavior consists of four steps Step A D , which starts with holding the water scooper and ends with pouring water to the body. The technique used is shaping on a 10 years and 7 months old girl with ASD with intellectual impairment who is nonverbal. The intervention program consists of 14 sessions. Results show that there is an increase in the percentage of each step of the target behavior appearing without physical prompt. However, the participant still occasionally needs physical prompt to perform Step D.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
T47341
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Yomi Novitasari
"Kecemasan merupakan kondisi yang dapat dialami banyak orang. Namun kecemasan yang berlebihan dapat mengganggu kegiatan sehari-hari seseorang. Gangguan kecemasan pada anak yang tidak ditangani dengan efektif dapat membuat anak rentan terhadap masalah dalam fungsi kehidupannya dan mempengaruhi perkembangan emosinya. Tesis ini memiliki desain penelitian single case dan menerapkan bentuk intervensi Cognitive Behavior Therapy (CBT) untuk menurunkan kecemasan pada anak. Partisipan penelitian adalah anak perempuan berusia 9 tahun yang mengalami kecemasan pada sejumlah hal, antara lain cemas menyeberang jalan, pergi ke sekolah dan di rumah atau di kamar mandi sendirian. Sesi terapi dilakukan sebanyak dua belas kali selama lebih kurang 45 - 80 menit setiap sesinya. Pengukuran efektivitas terapi ini dilakukan menggunakan alat ukur SCARED (Screen for Child Anxiety Related Emotional Disorders), FSSC-R (Fear Survey Schedulle for Children - Revised), dan CBCL (Child Behavior Checklist). Hasil dari terapi ini adalah CBT tidak efektif untuk menurunkan kecemasan partisipan. Hal ini terlihat dari masih adanya indikasi gangguan kecemasan yang diukur menggunakan SCARED dan FSSC-R.

Anxiety is a common emotional condition in human life. Unfortunately, when the anxiety becomes too intense, it can impair people daily activities. Failure to intervene anxiety disorder in children with effective treatment may render the child vulnerable to impairments in a wide range of functioning and result in deleterious effect on his or her long-term emotional development. This thesis uses a single case research design and applies the Cognitive Behavior Therapy (CBT) in order to reduce anxiety in middle age children. The research participant is a nine-year old girl having anxiety in several things, such as crossing the street, going to school and staying in home or toilet alone. Therapy is conducted through 12, 45-80 minute sessions. This therapy effectivity is assessed by SCARED (Screen for Child Anxiety Related Emotional Disorders), FSSC-R (Fear Survey Schedulle for Children - Revised), and CBCL (Child Behavior Checklist).The results of this therapy is an ineffective CBT to reduce the child's anxiety. The child has not experienced reduced scores in SCARED and FSSC-R. This indicated that she still has anxiety disorder."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
T32571
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wida Yulia Viridanda
"Regulasi diri merupakan kemampuan untuk memonitor dan mengontrol kognisi, emosi dan perilaku untuk mencapai suatu tujuan, dan/ atau beradaptasi pada tuntutan kognitif dan sosial pada situasi tertentu (R A. Thompson dalam Berger, 2011). Interaksi orang tua-anak yang positif merupakan faktor yang fundamental dalam pembentukan regulasi diri anak. Pola asuh yang responsif dan positif mendorong anak untuk mengimitasi pola interaksi tersebut dalam perkembangan hubungan sosial dan emosional yang lebih sehat (dalam Powell & Dunlop, 2010).
Tesis ini bertujuan untuk membahas mengenai penggunaan pendekatan Parent-Child Interaction Therapy (PCIT) dalam meningkatkan kualitas hubungan dan interaksi yang sensitif, responsif dan positif antara subyek dan ibu. Pada tesis ini, penulis memberikan intervensi berupa pelatihan terhadap ibu subyek dengan PCIT tahap I, yaitu Child-Directed Interation (CDI). Intervensi ini terdiri dari dua sesi pemberian materi kepada orang tua, yaitu psikoedukasi dan materi CDI serta enam sesi pelatihan langsung kepada ibu melalui media bermain dengan anak.
Hasil intervensi menunjukkan bahwa di akhir sesi terlihat peningkatan pada keterampilan ibu dalam berinteraksi secara sensitif, responsif dan positif dengan subyek. Di sisi lain, peningkatan pada keterampilan ibu dalam berinteraksi secara efektif dengan subyek juga meningkatkan perilaku positif yang ditampilkan oleh subyek serta menurunkan masalah perilaku subyek.

Self regulation is the ability to monitor and modulate cognition, emotion and behavior to accomplish one?s goal, and/or to adapt to the cognitive and social demands of specific situation (R. A. Thompson in Berger, 2011). Positive relationship and interaction between children and their parents is a fundamental factor in the development of self regulation in children. Children imitate their parents responsive and positiveness interaction into a healthy social emotional development (Powell & Dunlop, 2010).
This thesis aim to discuss Parent-Child Interaction Therapy (PCIT) approach in increasing the sensitivity, responsivity and positivity of interaction and relationship between subject and his mother. In this thesis, a parent training called Parent-Child Interaction Therapy (PCIT) phase I, Child-Directed Interation (CDI) is given to the mother of 6 years 6 months old boy. Treatment consist of two teaching sessions for the mother, which is psychoeducation and CDI material, and also six direct coaching sessions through playing with the children.
Results of the study showed that there is enhancement on mother skills in interaction with subject sensitively, responsively and positively. On the other hand, this positive and effective enhancement in mother?s interaction skills with subject also enhances positive behavior in subject and reducing his behavior problems.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
T39277
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   2 3 4 5 6 7 8   >>