Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 386 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Elwi Danil
Abstrak :
Di dalam Garis-garis Besar Haluan Negera (GBHN) di tegaskan antara lain, bahwa pembangunan nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata materil dan spiritual berdasarkan Pancasila. Namun pada kenyataannya untuk menuju dan meraih city-cita yang mulia tersebut pemerintah dan masyarakat Indonesia dihadapkan pada berbagai permasalahan. Salah sate masalah yang menjadi kendala di dalam konteks pembangunan nasional itu adalah masalah korupsi yang terus berkecamuk, sehingga dana-dana yang seharusnya dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat banyak, telah berpindah ke kantong para koruptor.
Depok: Universitas Indonesia, 1991
T19180
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jansson, Bruce S.
Belmont: Brooks/Cole; cengage learning, 2009
361.65 JAN r
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Gordon, Margaret S.
New York, NY: Columbia University Press, 1963
368.409 73 GOR e
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Adler, Matthew D.
New York: Oxford University Press, 2012
174 ADL w
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Suharmen
Abstrak :
abstrak
Hampir semua negara di dunia baik negara berkembang maupun negara maju melakukan intervensi terhadap komoditi bahan pangan. Namun besarnya intervensi Pemerintah pada komoditi pangan antara satu negara dengan negara lainnya sangat berbedabeda. Jepang misalnya memberikan proteksi yang besar bagi perlindungan petani dalam negeri. Sedangkan di Indonesia perlindungan terhadap komoditi beras juga dilakukan melalui instrumen kebijaksanaan Pemerintah dalam stabilasasi harga beras. Tujuan Pemerintah melakukan intervensi terhadap komoditi pangan di Indonesia adalah : (a) Melindungi atau meningkatkan pendapatan petani; (b) mengurangi ketidakstabilan harga dan pengendalian inflasi; dan (c) menjamin keseimbangan antara produksi dan konsumsi dalam negeri.
Intervensi Pemerintah terhadap komoditi beras adalah melalui mekanisme harga yang menurut meier (1991) digolongkan pada pendekatan productive state dimana peran Pemerintah ditujukan untuk memperbaiki kegagalan pasar dan bentuk intervensi tidaklah bersifat langsung tetapi melalui mekanisme harga, setelah pasar bekerja dengan normal maka intervensi Pemerintah akan ditarik kembali. Kebijaksanaan yang muncul didasarkan untuk kesejahteraan masyarakat luas.
Intervensi melalui mekanisme harga dilakukan dengan mempengaruhi tingkat harga di pasar. Pola pelaksanaan intervensi tersebut adalah dengan cara : (a) membeli beras produsen pada saat terjadinya musim panen dan menyimpannya menjadi buffer stole atau melakukan pengadaan beras melalui impor apabila tingkat produksi petani tidak bisa menutupi kekurangan konsumsi dan (b) melepaskan sick cadangannya pada saat terjadinya musim kemarau (kelangkaan beras).
Dalam rangka pengadaan beras baik pengadaan dalam negeri maupun melalui impor, Bulog memperoleh fasilitas kredit dengan tingkat suku bunga yang rendah (dibawah harga pasar), selisih
tingkat suku bunga kredit yang diterima tersebut mencerminkan subsidi Pemerintah untuk komoditi beras, disamping subsidi lainnya seperti pelaksanaan operasi pasar.
Besarnya stok cadangan beras komoditi beras yang dimiliki Bulog mencerminkan besarnya pinjaman yang diterima Bulog dalam dari Pemerintah. Semakin besar stok cadangan yang dimiliki Bulog maka semakin besar pula pinjaman yang disalurkan kepada Bulog. Besarnya anggaran yang disalurkan melalui Bulog dalam rangka menstabilkan harga beras mengakibatkan adanya kegiatan-kegiatan pembangunan lainnya yang tertunda atau bahkan tidak dapat dibelanjai atau dikurangi dari anggaran Pemerintah yang juga memiliki dampak sosial yang luas terhadap masyarakat, seperti pembangunan Puskesmas, pembangunan sekolah dasar, dan lain sebagainya.
Hasil Analisa
Analisa dilakukan dengan dua cara yaitu analisa kualitatif dan analisa kuantitatif. Analisa kualitatif, menggambaran secara deskriptif tentang profil komoditi beras, sedangkan analisa kuantitatif, mengitung besaran subsidi yang disalurkan Pemerintah dan membandingkan hasil perhitungan subsidi tersebut dengan kegiatan lain yang juga memiliki dampak sosial terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat.
Pola intervensi yang dilakukan Bulog, oleh banyak pihak dikatakan telah berhasil salah satunya dibuktikan melalui penelitian Peter Tirner dalam syahrir (1992), seorang pakar ekonomi pembangunan mengatakan bahwa Bulog adalah salah satu contoh institusi yang berhasil melakukan intervensi Pemerintah terhadap komoditi pangan di Indonesia. Pola intervensi yang dilakukan oleh Bulog pada komoditi beras mengakibatkan telah menguntungkan semua pihak baik itu petani, masyarakat dan Pemerintah.
Namun demikian sebagai dampak dari keberhasilan tersebut muncul berbagai persoalan baru (baik itu dampak dari subsidi maupun perubahan-perubahan yang terjadi dalam negeri dimasang datang, seperti pada konsumsi, beras hampir dikonsumsi oleh seluruh lapisan masyarakat, suplai beras dijamin oleh Pemerintah sampai pada daerah-daerah terpencil dan dengan harga yang relatif murah dan terjangkau. Akibatnya mendudukan posisi beras pada kelangkaan yang semu. Kondisi tersebut merupakan disinsentif.bagi
keanekaragaman bahan makanan atau diversifikasi bahan pangan di Indonesia. Akibat lainnya adalah mendudukan beras menjadi komoditi yang "strategis" sehingga ketergantungan mayarakat terhadap beras semakin tinggi.
Indonesia atau negara berkembang lainnya yang sebagian besar masyarakatnya mengkonsumsi beras. Dengan kondisi "krismon" seperti sekarang ini, sebagian masyarakat lebih cenderung melakukan hal apa saja untuk memenuhi kebutuhan pokoknya, misalnya dengan cara melakukan pencurian, penjarahan, perampokan dan kerusuhan sosial lainnya. Kondisi demikian dibuktikan melalui penelitian Timmer tahun 1996 yang secara empirik menyimpulkan bahwa tidak ada satu negarapun yang dapat mempertahankan proses pertumbuhan ekonomi tanpa terlebih dahulu memecahkan masalah pangannya dalam arti keamanan pangan.
Menurut penelitian LPEM-Ul tahun 1999, masalah ketahanan pangan nasional seiama ini sebenarnya hanya bertumpu kepada Bulog dengan dukungan kemudahan impor. Ketika nilai Rupiah melemah pada tingkat yang sangat parah, sisi ketahanan pangan yang didukung oleh impor tersebut terguncang hebat. Nilai kurs rupiah terhadap dollar sebelum krisis telah menyembunyikan kelemahan fundamental di sektor pertanian padi dengan adanya tekanan produksi.
Pertanyaan yang sangat penting yang perlu dipikirkan adalah bagaimana memenuhi kebutuhan pangan dengan cara yang sebaik-baiknya bagi penduduk Indonesia dan bagaimana bentuk kebijaksanaan yang rasional secara ekonomi dan optimal bagi kebutuhan masyarakat Indonesia. Untuk dapat menjawab pertanyaan diatas beberapa cara telah pernah dilakukan oleh Pemerintah, salah satunya melalui program swasembada pangan. Program swasembada pangan merupakan sasaran yang secara konsisten harus tetap diupayakan, agar kebutuhan pangan secara nasional dapat terpenuhi dengan tingkat harga yang dapat dipertahankan dan relatif stabil. Untuk mendukung kebijakan swasembada pangan tersebut maka teknologi harus secara terus menerus dihasilkan dan dikembangkan serta disebarluaskan kepada petani agar swasembada pangan dapat tercapai. Disamping itu sumber daya manusia di bidang pertanian perlu ditingkatkan agar teknologi tersebut dapat diserap dan diterapkan dengan baik oleh
petani. Penyediaan dan penyebaran teknologi produksi dan pemasaran yang lancar dan berkelanjutan merupakan prasarat bagi kelanjutan pembangunan di sektor pertanian. Alternatif Iainnya adalah diversifikasi bahan makanan kebutuhan pokok perlu diinformasikan secara baik dan benar sehingga ketergantungan terhadap satu bahan makanan pokok (beras) tidak terjadi. Diversifikasi dan pengembangan komoditi pangan di luar beras diperlukan agar ekonomi perdesaan tetap merupakan sumber pertumbuhan yang kuat dan dapat menampung pertambahan tenaga kerja baru.
Selanjutnya di masa mendatang kebijaksanaan harga dasar diharapkan dapat berubah intensitasnya sebagai akibat dari makin meningkatnya penghasilan masyarakat, yaitu pada saat pengeluaran masyarakat untuk konsumsi beras menjadi bagian yang relatif kecil dari seluruh pengeluaran rumah tangganya, maka pada kondisi demikian diharapkan fluktuasi harga beras tidak lagi mempengaruhi pengeluaran penduduk dan selanjutnya beras akan berubah fungsi dengan tidak lagi menjadi komoditi yang "strategic". Kebijaksanaan stabilisasi harga beraspun akan mengalami perubahan yang tentu saja termasuk kelembagaan Bulog.
Perspektif mengenai kebijaksanaan harga seperti ini penting diperhatikan karena upaya untuk menstabilkan harga selalu menimbulkan biaya yang tidak kecil dan biaya tersebut adalah biaya riil dengan mengorbankan kegiatan-kegiatan pembangunan Iainnya. Karenanya dalam jangka panjang harus dibuka kemungkinankemungkinan untuk memperlonggar sasaran untuk menstabilkan harga pangan terutama apabila tingkat penghasilan konsumen sudah cukup tinggi. Dengan demikian dana yang tadinya dialokasikan untuk subsidi beras dapat dimanfaatkan ke sektor Iainnya seperti pendidikan, kesehatan dan sebagainya.
Perkembangan beberapa negara sosialis memberikan isyarat akan adanya perubahan besar-besaran tentang peran Pemerintah dalam rnembangun perekonomian negara dan bangsa. Kebijaksanaan harus diarahkan untuk mendorong sistem dan lembaga-lembaga pasar berkembang dan dapat bekerja dengan Iebih efisien. Sehingga kemampuan dan efisiensi lembaga-lembaga pasar dalam melaksanakan fungsi ekonominya akan mengalami peningkatan.
Indonesia yang secara geografis memiliki wilayah yang luas serta dengan perkembangan dinamika masyarakat yang berbeda dan adanya kesenjangan ekonomi, sosial serta kesenjangan antar daerah mengakibatkan penentuan kebijaksanaan yang tepat secara nasional akan menjadi sulit. Karenanya sejalan dengan konsep otonomi daerah maka upaya untuk meminimalisasi kesulitan dalam penerapan kebijaksanaan pangan dapat didistribusikan kepada daerah. Sehingga diharapkan daerah akan dapat menerapkan kebijaksanaan pangan untuk daerahnya sendiri. Pemberian wewenang yang kuat kepada daerah dalam menentukan arah kebijaksanaan pangan perlu lebih didukung secara lebih serius dengan prinsip tidak bertentangan atau justru menghambat akan terbentuknya lembaga ekonomi berbasiskan mekanisme pasar di daerah.
Implikasi Kebijakan
Pemberian subsidi beras melalui kebijaksanaan harga dasar dalam menghadapi perubahan makroekonomi dan globalisasi akan mempengaruhi peranan Bulog masa yang akan datang. Pengaruh tersebut adalah :
n Pertama, tekanan terhadap anggaran Pemerintah (rutin dan pembangunan) dimasa datang semakin kuat sehingga kemampuan Pemerintah dalam membiayai subsidi dan biaya operasional lainnya makin melemah.
n Kedua, dengan Undang Undang Otonomi Daerah dan Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah, maka Pemberian wewenang penuh pada daerah untuk menentukan nasibnya sendiri harus pertimbangan. Sehingga perlu restrukturisasi dan redefenisi kelembagaan Bulog. Sejalan dengan itu, harus dilakukan peningkatan kualitas sumber daya manusia di daerah.
? Ketiga, pada keadaan normal diharapkan terjadi perubahan pola konsumsi masyarakat dari beras kepada bahan pangan substitusi Iainnya seperti jagung, gandum, sagu, kentang dan lain-lain yang menyebabkan kebutuhan relatif akan pangan (beras) akan berkurang.
? Keempat, tekanan terhadap kebutuhan akan deregulasi makin deras, meskipun dirasakan benturan terhadap kepentingan berbagai kelompok yang telah menikmati rente ekonomi. Sehingga upaya ke arah penciptaan sistem ekonomi yang berbasiskan mekanisme pasar perlu diciptakan, dan didorong ke arah itu.
Dari keempat point diatas, perubahan terhadap fungsi dan peranan Bulog dapat dilakukan secara sporadis dan bertahap. Pada tahap awal, larangan terhadap monopoli impor beras dicabut (monopoli Bulog terhadap komoditi beras) dan sektor swasta diberikan kesempatan untuk melakukannya secara transparan, sehingga tercipta persaingan yang sehat dalam perekonomian.
Dengan demikian ada tiga alternatif kebijaksanaan yang dapat disarankan. Setiap alternatif kebijaksanaan tentu saja mempunyai dampak konsekuensi yang dihadapi, diantaranya :
n Alternatif kebijaksanaan pertama adalah tetap mempertahankan kebijaksanaan pengaturan harga komoditi beras yang dimonopoli oleh Bulog dengan konsekuensi biaya subsidi yang basal..
? Alternatif kebijaksanaan kedua adalah dengan menerapkan deregulasi penuh (full deregulation) yaitu membebaskan dan menghapus pengaturan harga (price control).
n Alternatif kebijaksanaan ketiga adalah deregulasi parsial yaitu mengurangi hambatan entry (barrier to entry) dengan menetapkan standar entry. Pengaturan harga masih tetap diperlukan dengan memberi batasan (range) tertentu atas harga, dan memberi peluang kepada entrant untuk menjual pada batasan harga tersebut. Upaya sungguh-sungguh diperlukan untuk menciptakan kelembagaan yang berbasiskan pada mekanisme pasar.
Dari ketiga alternatif kebijaksanaan diatas sesuai dengan pendekatan regulasi, perlu diperhatikan juga alternatif kebijaksanaan persaingan yang menyangkut dua hal, yaitu :
n Pertama, pengaturan terhadap tindakan-tindakan pelaku usaha
dalam kegiatan usahanya, dan
? Kedua, kebijaksanaan untuk mendorong terciptanya iklim persaingan dalam perekonomian yang mengacu pada konsep mekanisme pasar.
Untuk yang pertama harus di atasi dengan suatu Undang-undang Persaingan Sehat atau Undang-Undang Antimonopoli, sedangkan untuk yang kedua lebih pada deregulasi dan liberalisasi perdagangan internasional. Untuk menciptakan Iingkungan yang Iebih kondusif bagi persaingan yang sehat maka kebijaksanaan persaingan yang menangani keduanya secara komprehensif harus diperkenalkan. Tanpa menangani masalah tadi secara komprehensif hanya akan menyelesaikan sebagian dari permasalahan dan tidak akan efektif untuk menciptakan suatu struktur pasar yang efisien.
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aru Armando
Abstrak :
Tesis ini membahas tentang Pengecualian Terhadap Koperasi Ditinjau Dari Hukum Persaingan Usaha yaitu : Pertama, batasan pengecualian terhadap Koperasi berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Kedua, bagaimana KPPU menerapkan pengecualian Pasal 50 huruf i Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dalam Perkara Nomor 07/KPPU-LI/2001 dan Perkara Nomor 28/KPPU-I/2007. Ketiga, kendala yang dihadapi KPPU dalam menerapkan pengecualian terhadap Koperasi berdasarkan Pasal 50 huruf i Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Pengaturan mengenai pengecualian terhadap Koperasi ini bukan merupakanpengaturan yang sifatnya mutlak, hanya Koperasi yang kegiatan usahanya khusus melayani kebutuhan anggotanya yang dikecualikan oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Asas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 sebagaimana diatur dalam Pasal 2 menyatakan ?Pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankankegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antar kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum?. Asas demokrasi ekonomi tersebut merupakan penjabaran Pasal 33 UUD 1945 dan ruang lingkup pengertian demokrasi ekonomi yang dimaksud dahulu dapat ditemukan dalam Penjelasan atas Pasal 33 UUD 1945.

This Thesis discusses about Exemption for Cooperative The Review of Competition Law: First, the exemption limitation for cooperative under the competition law. Second, how KPPU implementing the exemption on article 50 letter i of law number 5 of 1999 in case number 07/KPPU-LI/2001 and case number 28/KPPU-I/2007. Third, constraints faced by KPPU on implementing the exemption for cooperative based on article 50 letter i of law number 5 of 1999. The regulation about exemption for cooperative it?s not absolute, exemption only for cooperative that the activities of cooperative aimed specifically at serving their member. The principles of competition law state: ?business activities of business actors in Indonesia must be based on economic democracy, with due observance of the equilibrium between the interests of business actors and the interests of the public?. That economic democracy principle is a manifestation of article 33 UUD 1945 and the scope of economic democracy definition founded on elucidatin of article 33 UUD 1945.
Depok: Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yustinus Yoseph W.A.
Abstrak :
Peningkatan kemampuan motivasi kerja dan remunerasi yang diterima pegawai akan berhubungan dengan peningkatan kesejahteraan pegawai Perhatian terhadap peningkatan kemampuan kerja motivasi kerja dan remunerasi pegawai ke arah yang lebih baik tentunya akan mendorong pada penciptaan kesejahteraan pegawai yang lebih baik Begitupula sebaliknya lemahnya perhatian terhadap salah satu dari variabel variabel tersebut di atas pada akhirnya akan berdampak negatif terhadap hasil kerja pegawai dan terganggunya pencapaian sasaran organisasi pada umumnya Hal ini dikarenakan sumber daya pikiran tenaga dan waktu yang ada pada diri pegawai sebagian besar hanya tercurah untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang dialami pegawai terkait dengan kemampuan motivasi remunerasi dan kesejahteraan.

Increased ability work motivation and employee remuneration will be associated with an increase in employee welfare Attention to improving work ability motivation and remuneration of employees working towards a better of course would lead to the creation of a better employee welfare Nor vice versa lack of attention to any of the variables mentioned above will ultimately have a negative impact on the work of employees and the disruption of the achievement of organizational goals in general This is because the resources thought energy and time of the employees devoted only to resolve the various problems experienced by employees related to ability motivation remuneration and welfare.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raja Yendri Saputra
Abstrak :
Sejak bergulirnya reformasi, masalah otonomi sering menjadi bahan pembicaraan banyak kalangan, baik kalangan politisi, birokrasi, akademisi dan bahkan masyarakat awam, terlebih kaitannya dengan kepentingan daerah. Begitu juga dengan daerah Indragiri hilir yang ingin dimekarkan dengan Indragiri Selatan untuk lebih meningkatkan kesejahteraan masyrakat lokal. Permasalahannya adalah, mengapa kabupaten Indragiri Hilir harus melakukan pemekaran dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal, dan bagaimana pengaturannya dan kelayakan daerah otonom baru bagi Indragiri Hilir, serta apa kemungkinan lain bila tidak dimungkinkan pemekaran. Untuk menjawab penelitian ini penulis menggunakan penelitian hukum normatif dengan sifat penelitian deskriftif serta menggunakan bahan hukum primer, sekunder, tertier, data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa, pertama Kabupaten Indragiri Hilir memang sangat perlu melakukan pemekaran untuk memdapatkan pemerataan di sektor infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan yang selama ini dinilai belum merata, kedua Kabupaten Indragiri Hilir memang sudah sangat layak untuk dimekarkan karena sudah memenuhi segalah pesyaratan yang datur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 serta serta sudah memenuhi seluruh nilai indikator yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007, ketiga apabila tidak dimungkinkan pemekaran maka ada empat aspek yang harus diperhatikan, yaitu infrastruktur, fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, dan pemanfaatan sumber daya yang harus di prioritaskan pemerintah kabupaten Indragiri Hilir. Kedepannya pemerintah harus benar-benar menseleksi lebih baik dan lebih rinci lagi setiap daerah yang ingin melakukan pemekaran, apabila daerah tersebut memang layak menjadi daerah otonom baru maka pemerintah harus mendukungnya, namun bila belum layak maka pemerintah wajib mencegahnya, hal ini untuk menciptakan penyamarataan pembangunan di seluruh Indonesia.

Since the ongoing reforms, the issue of autonomy has often been the subject of much discussion among politicians, bureaucracies, academics and even ordinary people, especially in relation to regional interests. So also with Indragiri downstream area who want to expand with Indragiri Selatan to further improve the welfare of local society. The problem is, why Indragiri Hilir regency should do expansion in an effort to improve the welfare of local people, and how the regulation and feasibility of new autonomous regions for Indragiri Hilir, and what other possibilities if not possible division. To answer this research the author uses normative legal research with the nature of descriptive research and using primary law materials, secondary, tertiary, the data obtained were analyzed by using qualitative approach. The result of this research shows that firstly Indragiri Hilir regency really need to do expansion to get equity in infrastructure sector, education, and health which have been considered unevenly, both of Indragiri Hilir Regency have been very feasible to be expanded because they have fulfilled every requirement that datur in Law Number 23 Year 2014 and also has fulfilled all the values of the indicators set out in Government Regulation Number 78 Year 2007, the third if not possible the division there are four aspects that must be considered, namely infrastructure, educational facilities, health facilities, and resource utilization which should be prioritized by Indragiri Hilir district government. In the future, the government should really select better and more detailed every regions that want to expand, if the region is indeed worthy of being a new autonomous region then the government should support it, but if not feasible then the government must prevent it, this is to create generalization of development in throughout Indonesia.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T50156
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Catra Evan Ramadhani
Abstrak :
Penyebaran telepon seluler di negara-negara berkembang memiliki implikasi yang signifikan bagi negara-negara tersebut. Meskipun berbagai penelitian telah mengkaji berbagai keuntungan penggunaan telepon seluler, hubungan antara akses telepon seluler dan kesejahteraan ekonomi rumah tangga relatif masih menjadi perdebatan. Oleh karena itu, makalah ini mengkaji pengaruh telepon seluler terhadap pengeluaran rumah tangga pada tahun 2007 dan 2014 dengan menggunakan data Indonesian Family Life Survey (IFLS) atau Survei Aspek Kerumahtanggaan Indonesia (Sakerti) yang dikombinasikan dengan Survei Potensi Desa (PODES). Ordinary Least Square (OLS), Endogenous Treatment Regression (ETR), Quantile Regression, dan Two-way Fixed Effect Estimation digunakan untuk mengidentifikasi efek homogen dan heterogen dari penggunaan telepon seluler. Menurut hasil estimasi, akses telepon seluler dan kualitas sinyal meningkatkan pengeluaran rumah tangga secara signifikan. Menurut hasil Quantile Regression, akses telepon seluler memiliki pengaruh terbesar pada rumah tangga dengan distribusi pengeluaran yang tinggi. Hal ini menyoroti pentingnya mempromosikan kebijakan yang meningkatkan penggunaan telepon seluler dan infrastruktur pendukung pada rumah tangga dengan distribusi pengeluaran yang lebih rendah.

The proliferation of mobile phones in developing countries has significant implications for these countries. Although numerous studies have examined the various advantages of mobile phone use, the relationship between mobile phone access and the economic welfare of households has received comparatively little attention. Consequently, this paper examines the effects of mobile phone on household expenditures in 2007 and 2014 utilising the Indonesian Family Life Survey (IFLS) combined with Potential Village Survey (PODES). Ordinary Least Square (OLS), Endogenous treatment regression (ETR), quantile regression, and two-way fixed effect estimations are used to identify the homogeneous and heterogeneous effects of mobile phone use. According to the estimated results, mobile phone access and signal quality significantly increases household expenditure. According to the results of quantile regression, mobile phone access has the greatest effect on the household with higher expenditure distributions. It is highlighting the importance of promoting a policy that increases mobile phone and the supporting infrastructure on the household with lower expenditure distributions.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Setiawan
Abstrak :
Fokus permalahan dalam penelitian ini adalah mempelajari dan menganalisis proses pembangunan sosial bagi masyarakat adat Orang Rimba dan mengnalisis dampak kebijakan pembangunan ekonomi yang berorientasi pada pertumbuhan, terhadap proses marjinalisasi kehidupan sosial, ekonomi, budaya dan lingkungan masyarakat adat Orang Rimba.
Penelitian ini bertujuan melakukan pengkajian terhadap model dan strategi pembangunan yang telah diterapkan oleh pemerintah terhadap komunitas adat orang Rimba. Kemudian menjelaskan berbagai dampak pembangunan yang telah diterapkan tersebut. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan disain analisa kualitatif deskriptif.
Hasil penelitian diperoleh informasi tentang karakteristik sosial budaya, ekonomi, demografi, pola kehidupan yang marjinal dan kearifan lokal, serta karakteristik kelompok masyarakat adat Orang Rimba dalam pemanfaatan sumberdaya hutan di Kawasan Taman Nasional Bukit Dua Belas serta permasalahan yang dihadapi oleh komunitas adat Orang Rimba.
Kesimpulan penelitian ini bahwa pembangunan ekonomi yang mengutamakan "pertumbuhan" yang dilaksanakan pemerintah telah memberikan dampak negatif terjadinya proses marjinalisasi dan kemiskinan secara struktural serta tercerabut jati diri dan identitasnya dari kehidupan sosial dan budaya yang mereka miliki. Proses pembangunan akan menimbulkan suatu perubahan sosial dalam masyarakat adat Orang Rimba, dampak kemiskinan yang mereka alami harus dicarikan solusinya.
Berbagai upaya dapat dan harus dilakukan untuk mencegah agar terpaan berbagai faktor pemercepat perubahan (change catalyst) agar tidak berdampak buruk bagi masyarakat orang Rimba salah satunya adalah melalui konsep Pembangunan Sosial yang memiliki tujuan utama meningkatkan kesejahtaraan melalui pelayanan sosial dasar kesehatan, pendidikan dan jaminan sosial. Pendekatan pembangunan sosial yang diterapkan pada masyarakat adat Orang Rimba menggunakan pendekatan berbasis komunitas dengan mengacu pada dua perspektif pengembangan masyarakat yaitu perspektif ekologis dan perspektif keadilan sosial dan HAM.

This research studies the process of social development for the indigenous Rimban people (Orang Rimba) and analyzes the impacts of development policies oriented to economic growth on the marginalization process of this indigenous people socially, economically, culturally and environmentally.
Using a qualitative descriptive approach, this study aims to assess the model and development strategy that has been implemented by the government against the indigenous Rimban people, and explains how this development model and strategy brings about various impacts on this people.
The study obtains not only the information about the characteristics of the social, cultural, economic, demographic and marginal life of Orang Rimba; but also their local wisdoms in utilizing the natural resources in the present area of Bukit Dua Belas National Park and the problems this indigenous community is facing.
This research concludes that development oriented to ?growth? executed by the government has given negative impacts as this fosters marginalization and poverty structurally and thus uproots the indigenous Rimbans from their own social life and culture, causing them to lose their identity. The development process will bring about a social change for the indigenous Rimban people while the impact of poverty they face should look for a solution.
Various efforts can and should be done to prevent the exposure to various factors accelerating the change (change catalyst) so as not leave serious damaging effects on this society. One of which is through the concept of Social Development whose main objective is to improve welfare through basic social services, health, education and social security. This social development approach that is applied to this indigenous people is a community-based approach with reference to two community development perspectives: the ecological perspective and the perspective of social justice and human rights.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2010
T27517
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>