Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 79 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Laksamana Andriansyah Nugroho
"Penelitian ini membahas tentang mekanisme Badan Reserse Kriminal KepolisianRepublik Indonesia Bareskrim Polri dalam penanganan korban tindak pidana,yang menggunakan studi kasus penanganan para korban tindak pidana penipuaninvestasi Dream for Freedom D4F . Penelitian mendeskripsikan bagaimanaBareskrim tidak hanya bertindak sebagai penegak hukum yaitu melakukanpenegakan terhadap pelaku tindak pidana tetapi juga mengurusi korban dari tindakpidana tersebut. Dengan mengacu pada penerapan perlindungan hak-hak korbankejahatan sebagai akibat dari terlanggarnya hak asasi yang bersangkutan, makadasar dari perlindungan korban kejahatan dapat dilihat dari beberapa teori yaituteori utilitas, teori tanggung jawab, dan teori ganti kerugian. Secara teoretis, bentukperlindungan terhadap korban kejahatan dapat diberikan dalam berbagai cara,bergantung pada penderitaan/kerugian yang diderita oleh korban. Sebagai contohuntuk kerugian yang sifatnya mental/psikis tentunya bentuk ganti rugi dalam bentukmateri/uang tidaklah memadai apabila tidak disertai dengan upaya pemulihanmental korban. Sebaliknya, apabila korban hanya menderia kerugian secaramateriil, pelayanan yang sifatnya psikis terkesan terlalu berlebihan. Bentukperlindungan diberikan melalui pemberian restitusi, konseling, pelayanan/bantuanmedis, bantuan hukum, dan pemberian informasi. Dalam upaya penanganan korbantindak pidana, kepolisian, yang dalam hal ini adalah Bareskrim Polri, membukaPosko Pengaduan. Sejauh ini, Bareskrim Polri hanya bisa sesuai dengankewenangan Polri. Padahal, yang diharapkan oleh korban lebih dari sekadarinformasi tentang perkaranya. Oleh karenanya penelitian ini menjadi awal untukpembenahan administrasi kepolisian tentang penanganan korban tindak pidana.

This study discusses the mechanism of Criminal Investigation Police PoliceCriminal Investigation Police in the handling of victims criminal offense, whichuses case studies of the handling of victims of theinvestment fraud crime Dreamfor Freedom D4F . The study describes how Bareskrim not only acts as a lawenforcement that enforces the perpetrators of criminal acts but also takes care of thevictims of the crime. With reference to the application of the protection of the rightsof victims of crime as a result of violation of the human rights concerned, the basisof the protection of victims of crime can be seen from several theories of utilitytheory, theory of responsibility, and compensation theory. Theoretically, the formof protection against crime victims can be given in various ways, depending on thesuffering loss suffered by the victim. For example, for mental psychologicallosses, surely the form of compensation in the form of material money is notsufficient if not accompanied by mental recovery efforts of the victim. Conversely,if the victim only experience material loss, the service of a psychic nature seem tooexcessive. Forms of protection are provided through the provision of restitution,counseling, medical services assistance, legal assistance, and informationprovision. In the effort to handle victims of criminal acts, the police, in this case thePolice Bareskrim, opened a Complaint Post. So far, Criminal Investigation Policecan only be in accordance with the authority of the Police.. Therefore, this researchbecomes the beginning for revamping the police administration about the handlingof victims of crime.
"
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2018
T52184
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Henrique Da Silva
"Perempuan korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang ditinggal suami (mengalami penelantaran), menjadi bagian masyarakat yang terpinggirkan dalam berbagai program pemberdayaan di Timor-Leste. Sekretaria Estadu Igualdade no Inkluzaun (SEII) berupaya membantu korban KDRT. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif berperspektif gender. Subjek penelitian berjumlah 9 orang terdiri atas 3 perempuan korban KDRT (bukan penerima program SEII), 3 anggota kelompok perempuan penerima manfaat program pemberdayaan ekonomi SEII, 2 subjek dari kementrian (SEII dan Kementerian Sosial Timor-Leste), serta seorang subjek dari NGO/LSM (Fokupers). Pengambilan data dilakukan di 3 desa di Timor-Leste yaitu suco Lau-hata, Maumeta, dan Vaviquinia, sebagai desa-desa yang menjadi bagian dari sasaran program SEII. Analisis pada penelitian ini didukung pemikiran atau teori Eileen McDonagh tentang Gender and State: Acomodating and Inclusion, Regina Frey tentang Paradox of Gender Budgeting, dan alat analisis gender model Sarah Longwe terkait perencanaan program pemberdayaan perempuan. Temuan penelitian menunjukkan bahwa untuk merealisasikan kebijakan, program dan anggaran yang baik dibutuhkan pengetahuan dan pemahaman tentang langkah-langkah perencanaan Anggaran Responsif Gender (ARG) yang didukung penggunaan alat analisis gender. Program pemberdayaan juga tidak selalu hanya menyasar kepada kelompok, namun perlu memikirkan program untuk individu perempuan korban KDRT yang berada dalam situasi atau kondisi khusus.

Women victims of Domestic Violence (DV) who are neglected and left by their husbands have become part of society who are marginalized in various empowerment programs in Timor-Leste. Sekretaria Estadu Igualdade no Inkluzaun (SEII) seeks to help victims of domestic violence through women's economic empowerment programs, using a Gender Responsive Budgeting (ARG). This research uses a qualitative approach with a gender perspective. The research subjects were 9 people consisting of 3 women victims of domestic violence (not recipients of the SEII program), 3 members of the SEII economic empowerment program beneficiary women group, 2 subjects from the ministry (SEII and the Ministry of Social Timor-Leste), and a subject from an NGO (Fokupers). Data were collected in 3 villages in Timor-Leste, namely Lau-hata, Maumeta, and Vaviquinia, as these villages have been part of the SEII program targets. The analysis of data in this study is supported by Eileen McDonagh's theory on Gender and State, Regina Frey's theory on the Paradox of Gender Budgeting, and Sarah Longwe's model of gender analysis tools related to program planning. The research findings show that in order to implement sound policies, programs and budgets, knowledge and understanding of the planning steps for Gender Responsive Budgeting (ARG) are needed, which are supported by the use of gender analysis tools. Empowerment programs also do not always only target groups, but need to think about programs for individual women victims of domestic violence who are in special situations or conditions."
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Deny Yuda Hermawan
"Direktorat Lalu Lintas Polda Jatim mencatat angka kecelakaan di jalan tol Trans Jawa masih tinggi diikuti dengan peningkatan jumlah korban jiwa, luka berat dan luka ringan. Kecelakaan di Tol Nganjuk menuju Jombang juga cukup tinggi pada periode 2018-2020 yaitu 87 kasus dengan 22 kasus pada 2018, 37 kasus pada 2019, dan pada 2020 sebanyak 28 kasus kecelakaan. Banyaknya kecelakaan lalu lintas terjadi karena kelalaian pengemudi dan kendaraan yang tidak layak, serta sedikitnya faktor karena kondisi jalan dan lingkungan. Tingginya fatalitas korban kecelakaan pada ruas jalan tol perlu dikaji untuk berbagai faktor infrastruktur jalan dan lingkungan yang dapat mempengaruhi terjadinya kecelakaan berdasarkan analisis keselamatan jalan. Oleh karena itu, dibuatlah penelitian yang berjudul “Analisis Pengaruh Faktor Geometrik dan Lingkungan terhadap Jumlah Korban Kecelakaan di Jalan Tol”. Didapatkan hubungan antara faktor geometrik dari infrastruktur dan lingkungan jalan, serta karakteristik lalu lintas terhadap Korban Kecelakaan terdistribusi dengan pendekatan poisson. Variabel bebas yang berpengaruh signifikan yaitu Akses ops, Tipe Objek Sisi Jalan, Lengkungan dan Mean Speed dengan pengaruh sebesar 21,29 % terhadap jumlah korban kecelakaan. Rekomendasi dapat dilakukan dengan menciptakan desain jalan yang berkeselamatan dan memaafkan (forgiving road) melalui faktor geometrik dan lingkungan yang berpengaruh signifikan di ruas jalan Tol Nganjuk – Jombang.

The Directorate of Traffic for the East Java Regional Police noted that the number of accidents on the Transjawa toll road was still high, followed by an increase in the number of fatalities, serious injuries and minor injuries. Accidents on the Nganjuk Toll Road to Jombang were also quite high in the 2018-2020 period, namely 87 cases with 22 cases in 2018, 37 cases in 2019, and in 2020 there were 28 accident cases. Many traffic accidents occur due to negligence of drivers and improper vehicles, as well as a few factors due to road and environmental conditions. The high fatality of accident victims on toll roads needs to be studied for various road infrastructure and environmental factors that can affect the occurrence of accidents based on road safety analysis. Therefore, a research entitled "Analysis of Geometric and Environmental Factors on Numre of Accident Victims on Toll Roads" was made. There is a relationship between the geometric factors of the road infrastructure and environment, as well as the traffic characteristics of the Accident Victims distributed using the Poisson approach. Independent variables that have a significant effect are ops access, type of roadside object, curvature and mean speed with an effect of 21.29% on the number of accident victims. Recommendations can be made by creating a road design that is safe and forgiving (forgiving road) through geometric and environmental factors that have a significant effect on the Nganjuk - Jombang toll road."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Muhyiddin
"Berbagai peristiwa terorisme yang terjadi di tanah air selalu diikuti lalu dipenuhsesaki narasi tentang pelaku. Cerita korban jarang diulas dalam kajian akademik di Indonesia. Korban, begitu pula dalam kebijakan hanya menjadi pelengkap yang letaknya di pinggiran. Soal deradikalisasi dan kegiatan pertemuan korban-pelaku dalam rangka restorative justice di Indonesia oleh banyak peneliti, baik dari Indonesia maupun luar, hanya menyorot pelaku. Para pemangku otoritas acapkali dianggap juga menomorduakan korban. Padahal, narasi korban sangat penting diangkat. Tentang bagaimana mereka melewati semua trauma, beratnya memaafkan pelaku dan dinamika diantara berbagai organisasi korban bom di Indonesia sangat menarik dibahas dan dijadikan pembelajaran (best practice) bagi generasi mendatang. Dengan memakai pisau analisis penganjur restorative justice seperti J. Braithwaite, H. Bianchi, N. Christie, Umbreit dan lainnya, peneliti menemukan fakta bahwa para korban ini butuh bersikap altruistik dan memaafkan pelaku karena hal ini bisa membuat korban lebih mudah menatap masa depan. Namun, bagi penentangnya, seperti A. Acorn, A. Pemberton, Van Dijk, dan lainnya menilai rekonsiliasi untuk penyembuhan korban bersifat semu karena korban berpotensi menjadi viktimisasi sekunder akibat ekspektasi tinggi dari masyarakat terhadap perdamaian. Dengan memakai penelitian Kualitatif dan pendekatan Fenomenologi, peneliti mewawancarai lima narasumber dari empat organisasi korban yang dianggap representatif. Hasilnya mencerminkan kedua polar akademisi yang disebut di atas. Bagi pendukung keadilan restorasi, para korban ini menganggap pertemuan korban-pelaku sangat penting untuk mewujudkan pelaku yang meminta maaf dengan tulus dan korban yang memberikan maaf. Bahkan, korban di pihak pendukung restorative justice kini bisa bekerja sama dengan mantan teroris. Namun, bagi penentangnya, restorative justice ini tak ubahnya panggung sandiwara yang  menjadikan korban sebagai komoditas yang dijual cerita penderitaannya. Pemaafan dan pertemuan korban-pelaku hanya bisa diselenggarakan efektif andai kewajiban pelaku dan negara terhadap korban sudah ditunaikan.

Terrorism incidents in Indonesia are always loaded with narratives about the perpetrators. Victim stories are rarely discussed in academic studies in Indonesia. For policy makers and authorities, victims only serve as complements as a second priority. Many researchers, both from Indonesia and abroad who are focusing on deradicalization and engagement movements for victims and perpetrators, exclusively stressing the perpetrators as the main subject. Hence, the victim's narrative is extremely essential, especially about how they went through all the trauma, how hard it is to forgive the perpetrators and the dynamics between various organizations for bomb victims in Indonesia are very interesting to discuss and serve as lessons. Using the analytical knife of restorative justice advocates such as J. Braithwaite, H. Bianchi, N. Christie, Umbreit and others, researchers discovered the fact that these victims need to be altruistic and forgive the perpetrators because, in that way, the victims can be better to move forward. However, his opponents, such as A. Acorn, A. Pemberton, Van Dijk, and others, see reconciliation for healing victims as seemingly because victims have the potential to become secondary victims due to high expectations from society for peace. Using qualitative research and a phenomenological approach, the researcher interviewed five informants from four victim organizations that were considered representative. The results reflect the two polar academics mentioned above. For proponents of restoration justice, these victims consider the meeting between victims and perpetrators to be very crucial to make perpetrators apologize sincerely and a victim forgive the perpetrator. However, for those who oppose it, restorative justice is like a stage where victims are sold as commodities for the stories of their suffering. Forgiveness and engagement between victims and perpetrators can only be held effectively if the obligations of the perpetrators and the government towards the victims have been fulfilled."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tambunan, Yosua Andre
"Kurangnya perhatian dan stigma terhadap anak-anak korban terorisme membuat rantai yang tidak putus terhadap aksi terorisme. Lembaga pendidikan dan rehabilitasi yang ditujukan kepada anak korban terorisme juga tidak sepenuhnya berhasil dan terkadang menjadi faktor pendukung dari keberlanjutan terorisme. Anak dari Khairul Ghazali mengalaminya langsung yang membuat dirinya membangun Pesantren Al-Hidayah. Pesantren ini digunakannya untuk melakukan deradikalisasi dan mengembalikan kehidupan sosial anak-anak korban terorisme. Tugas karya akhir ini membahas bagaimana proses dan strategi deradikalisasi yang dilakukan di Pesantren Al-Hidayah dengan menggunakan analisis dari social bond theory milik Hirschi. Metode utamanya menggunakan analisis data sekunder terhadap hasil penelitian dan jurnal terdahulu. Dilakukan juga wawancara bersama Khairul Ghazali, namun hanya sebatas penguat argumentasi dari data sekunder yang digunakan. Hasilnya ditemukan bahwa keempat elemen ikatan sosial yaitu attachment, commitment, involvement, dan belief mampu memberikan pemahaman baru dan mencegah anak-anak korban terorisme disana memiliki ideologi radikalisme dan ekstremis. Strategi yang diterapkan di Pesantren Al-Hidayah yaitu green school, lifeskill, kelas tahfiz, dan trauma healing, secara holistik juga masuk kedalam ikatan sosial oleh Hirschi yang membantu anak-anak untuk kembali ke kehidupan normal di masyarakat.

The lack of attention and stigma towards child victims of terrorism creates an unbroken chain of acts of terrorism. Educational and rehabilitation institutions aimed at child victims of terrorism are also not entirely successful and sometimes become a supporting factor for the continuation of terrorism. The son of Khairul Ghazali experienced it firsthand, which made him build the Al-Hidayah Islamic Boarding School. He uses this pesantren to deradicalize and restore children's social life from terrorists. This final project discusses the processes and strategies for deradicalization carried out at the Al-Hidayah Islamic Boarding School using an analysis of Hirschi's social bond theory. The main method uses secondary data analysis on the results of previous research and journals. Interviews were also conducted with Khairul Ghazali, but only limited to strengthening arguments from the secondary data. The results found that the four elements of social bonding, namely attachment, commitment, involvement, and belief, could provide new understanding and prevent children who were victims of terrorism from having radicalism and extremist ideologies. The strategies implemented at the Al-Hidayah Islamic Boarding School, namely green school, life skills, tahfiz classes, and trauma healing, are also holistically included in social bonds by Hirschi, which help children to return to normal life in society."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Yefta Primasari
"Tugas perkembangan anak usia sekolah berlangsung selama anak berada di tahapan usia 6-12 tahun, pada usia ini anak memasuki tahapan tugas perkembangan psikososial Industry versus inferiority. Anak usia sekolah yang menjadi korban Bullying berdampak pada terganggunya tugas perkembangan psikososial anak. Intervensi yang digunakan adalah Terapi Kelompok Terapeutik anak usia sekolah dan Psikoedukasi Keluarga. Aplikasi TKT anak usia sekolah dan Psikoedukasi Keluarga dapat membantu meningkatkan dan mengoptimalkan tugas perkembangan psikososial anak usia sekolah korban Bullying. Analisa dilakukan pada 30 klien anak usia sekolah korban Bullying. Hasil analisa menunjukkan bahwa terdapat peningkatan tugas perkembangan psikososial anak usia sekolah korban Bullying. Saran dari Karya Ilmiah Akhir ini adalah penerapan terapi kelompok terapeutik (TKT) anak usia sekolah dengan ditambah dengan intervensi lain untuk meningkatkan kemampuan asertif pada perilaku Bullying baik untuk korban Bullying dan pelaku Bullying.

The developmental tasks of school-age children take place during the age stage of 6-12 years, at this age children enter the stage of the psychosocial developmental task of Industry versus inferiority. School-age children who are victims of Bullying have an impact on the disruption of children's psychosocial developmental tasks. The interventions used are Therapeutic Group Therapy for school-age children and Family Psychoeducation. The application of TKT for school-age children and Family Psychoeducation can help improve and optimize the psychosocial developmental tasks of school-age children who are victims of Bullying. Analysis was conducted on 30 school-age child clients who were victims of Bullying. The results of the analysis show that there is an increase in the psychosocial developmental tasks of school-age children who are victims of Bullying. The suggestion of this Final Scientific Work is the application of therapeutic group therapy (TKT) for school- age children coupled with other interventions to improve assertive skills in Bullying behavior for both Bullying victims and Bullying perpetrators."
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Dokumentasi  Universitas Indonesia Library
cover
Intan Permata Sari
"Artikel ini berfokus mengenai kekerasan dalam pacaran di kalangan mahasiswa. Kekerasan pada masa pacaran menarik diungkap, karena mengalami peningkatan setiap tahunnya. Korban kekerasan dalam pacaran cenderung perempuan. Akar permasalahannya, terdapat ketimpangan dalam relasi gender. Pertanyaan utama artikel ini adalah bagaimana proses terjadinya kekerasan dalam hubungan pacaran di kalangan mahasiswa? Serta bagaimana perempuan korban tetap mempertahankan hubungan tersebut? Padahal perempuan tersebut masih memiliki pilihan untuk putus. Berbeda halnya dengan perempuan yang terikat perkawinan. Temuan kualitatif, menunjukan alasan perempuan korban kekerasan dalam pacaran mempertahankan hubungannya tidak hanya dipengaruhi oleh faktor psikologis tetapi juga non-psikologis, termasuk faktor sosiologis, khususnya terkait cost dan benefit dalam relasi pacaran. Perempuan korban cenderung menjadi makhluk irasional dengan mempertahankan relasi pacarannya dengan pertimbangan keuntungan berupa terhindar dari social bullying melalui prestige dari status pacaran, dan terpenuhinya kebutuhan afeksi. Meskipun, harus mengorbankan waktu dan terjebak dalam hubungan kekerasan.

This article focuses on the violence in dating college students. Dating violence attract disclosed, since has increased every year. Victims of dating violence tend to be female. Root of the problem, there is inequality in gender relations. The main question of this article is how the process of violence in dating relationships among college students And how women victims still maintain this relationship Though women still have the option to drop out. Unlike the case with the women who tied the marriage. Qualitative findings, indicating the reasons women victims of violence in dating maintain relationships not only influenced by psychological factors but also non psychological, including the sociological factors, in particular related to the costs and benefits in dating relationship. Female victims tend to become irrational creatures to maintain relations with the consideration of the advantage of courtship avoid bullying through social prestige of dating status, and the fulfillment of affection. Though, it must sacrifice time and trapped in violent relationships."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Kumar, Nilotpal
"Farmers suicides have largely been framed through official suicide statistics, and they have been explained in terms of agrarian production-related crisis across geographies. Based on ethnographic work in Anantapur district of Andhra Pradesh, this book offers a qualified challenge to such explanations. First part of the book describes local transformations that are taking place in interconnected domains of production, consumption, and social relationships. The attempted transition from a century-long involvement in rain-fed groundnut cultivation to groundwater-irrigated horticulture, which is being actively promoted by a pro-market state, has aggravated production-related risks in this fragile ecological zone. The book then explains how production risks contribute to causing anomic frictions amongst local small and middle farmers who aspire to adopt refined lifestyles and consumption practices. Emergent ideas of individualism, competitiveness, and status inequality are stressing familial roles and bonds. A key argument advanced here is that these local processes, their subjective experiences, and the manner in which they are acted upon, are all mediated by the local ideology of masculinity. Against the background of new social and economic processes, the second part of the book suggests that officially certified cases of farmers suicides are not always marked by farm-related economic factors in an objective and uniform manner. In other words, the entire process of production of official statistics of suicide is socially organized. The book concludes by suggesting that farm-related suicides relate to the wider field of rural suicides through new ideas and practices around individual and family honour, status inequality, and dignity.
"
Oxford: Oxford University Press, 2017
e20470525
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
"This book presents new research on gender-based violence in Southeast Asia, bringing together varied scholarly work in law, policy, and practice. It enables a greater understanding of violence against women as an international concern, highlighting particular issues that arise in the region. Against a background of international obligations to ensure women's rights through laws and policies that are geared at ending violence against women and girls, this research documents the state failures, individual shame and fear, and societal culture that collectively affects the reporting, investigation, prosecution of perpetrators, and protection of victims. The research explores differing legal mechanisms both internationally, and within nation states, relating to cases of physical and sexual violence. It recognizes the need for functioning mechanisms to ensure women can report their cases safely and be provided with protective and therapeutic services in a way that is systematic, effective, and measurable. Laws and court decisions are analyzed, crisis and safety centers are examined, and in-depth interviews are conducted with actors and NGOs with relevant roles and functions in the mechanism of cases of violence against women. The result is a comprehensive assessment of the incalculable harm it does within Southeast Asian society, and the obstacles it presents for law enforcement. The chapters uncover mechanisms with unique characteristics across Southeast Asia, providing a nuanced understanding of the cultural and social backgrounds, as well as the religious structures, that can both help and hinder suitable frameworks. It is relevant to scholars, policymakers, and practitioners in law, criminology, and gender sociology.
“This is a valuable contribution towards empowering the women of South East Asia out of victimhood to valued equality, involvement in governance and leadership through the elimination of violence and discrimination and an excellent resource not just for those working in this field but for those involved in law making, the media and the people of South East Asia.”
- Professor Felicity Gerry QC, Barrister at Crockett Chambers Melbourne and Libertas Chambers, London, and Professor of Legal Practice at Deakin University and Honorary Professor at Salford University."
Singapore: Springer Singapore, 2022
e20550253
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Damanik, Evelina Debora
"Anastasi dan Urbina (1997) menyatakan bahwa alat ukur psikologi merupakan pengukuran yang obyektif dan tcrstandarisasi dari suatu sampel perilaku. Alat ukur ini digolongkan menjadi tiga kategori yaitu tes inteligensi yang mengukur tingkat intelektual umum, tes yang mengukur kemampuan khusus (misalnya: tes bakat) dan tes kepribadian (misalnya: tes yang mengukur emosi dan motivasi). Saat ini, begitu banyak alat ukur psikologi yang dikembangkan di dunia, khususnya berkaitan dengan tes kepribadian. Salah satu alat ukur tersebut adalah Depression Anxiety Stress Scale (DASS), yang dikembangkan oleh Lovibond dan Lovibond pada tahun 1995.
Tes DASS ini terdiri dari 42 item yang mengukur general psychological distress seperti depresi, kecemasan dan stress. Tes ini terdiri dari tiga skala yang masing-masing terdiri dari 14 item, yang selanjutnya terbagi menjadi beberapa sub-skala yang terdiri dari 2 sampai 5 item yang diperkirakan mengukur hal yang sama. Jawaban tes DASS ini terdiri dari 4 pilihan yang disusun dalam bentuk skala Likert dan subyek diminta untuk menilai pada tingkat manakah mereka mengalami setiap kondisi yang disebutkan tersebut dalam satu minggu terakhir. Selanjutnya, skor dari setiap sub-skala tersebut dijumlahkan dan dibandingkan dengan norma yang ada untuk mengetahui gambaran mengenai tingkat depresi, kecemasan dan stress individu tersebut.
Sejauh ini, di Australia dan United Kingdom telah dilakukan beberapa penelitian untuk melakukan pengujian validitas dan reliabilitas tes ini. Karena validitas dan reliabilitasnya yang tinggi, baik pada sampel nonklinis maupun sampel klinis, maka saat ini tes DASS sering digunakan baik dalam setting klinis maupun non-klinis dan diadministrasikan baik secara individual maupun kelompok. Selain itu, juga telah disusun norma tes ini berdasarkan penelitian pada 1771 prang dewasa di Australia.
Meski sudah sekitar 11 tahun sejak pertama kali dirampungkan, tes DASS ini belum dapat digunakan di Indonesia karena belum ada norma untuk populasi masyarakat Indonesia. Hal inilah yang mendorong peneliti untuk melakukan adaptasi terhadap tes ini. Dalam pengadaptasian peneliti memilih dua kelompok sampel sebagai subyek penelitian yaitu kelompok sampel Yogyakarta dan Bantu' yang mengalami peristiwa traumatik bencana `gempa bumi' dan kelompok sampel Jakarta dan sekitarnya yang tidak mengalami gempa bumi. Sebelum dilakukan penyusunan norma, tentunya perlu dilakukan uji validitas, reliabilitas dan analisis item terhadap alat ukur ini.
Berdasarkan basil pengujian ref iabilitas dengan menggunakan formula cronbach's alpha ditemukan bahwa tes ini reliabel (a = .9483). Selanjutnya berdasarkan pengujian valid itas dengan menggunakan teknik validitas internal ditemukan 41 item valid dan 1 item tidak valid. Hal ini berarti terdapat 41 item yang mengukur konstruk general psychological distress dan dapat membedakan antara subyek yang memiliki tingkat general psychological distress tinggi dan rendah. Sedangkan norma dibuat berdasarkan T score yang dibagi menjadi lima kategori yaitu Normal. Mild, Moderate, Severe dan Extremely Severe. Selain ditakukan pengkategorian subyek berdasarkan total skor ketiga skala tersebut (general psychological distress), juga dilakukan pengkategorian berdasarkan skor total masingmasing skala (depression, anxiety dan stress). Selanjutnya, untuk melihat profit DASS pada kedua kelompok sampet yang diteliti, dilakukan juga pembandingan terhadap data demogratis subyek yang berupa tempat tinggal, jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan terakhir dan pekerjaan.
Selain kesimpulan dari penelitian ini, di bagian akhir penulisan hasil penelitian ini juga dilakukan diskusi serta dipaparkan beberapa saran yang berkaitan dengan saran pengembangan penelitian dan saran praktis."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2006
T17892
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   2 3 4 5 6 7 8   >>