Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 198 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Graft, G. van der
Oosterbeek: Ravenberg Pers, 1988
BLD 839.36 GRA t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Bosch, Pseudonimus
Amsterdam /Antwerpen: Querido, 2008
BLD 839.313 BOS n
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Zanden, Jan Luiten van
Utrecht: Spectrum, 1989
BLD 914.92 ZAN e
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Israel, Jonathan I
Franeker: Van Wijnen, 1991
BLD 949.2 ISR n
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Gent, L.F. van
Abstrak :
Buku ini dalam bahasa Jawa, berjudul Serat Darmabrata. Isinya adalah kisah tentang seorang tokoh bernama Suraji. Ia adalah seorang serdadu (tentara) di Betawi.
Weltevreden: Boekhandel Visser, 1907
BKL.0802-CL 47
Buku Klasik  Universitas Indonesia Library
cover
Iskandar P. Nugraha
Abstrak :
Gerakan Theosofi merupakan salah satu elemen penting pembangkit kesadaran nasionalisme di kalangan masyarakat bumiputra ( Indonesia ) pada permulaan abad 20. Hal ini dimungkinkan karena organisasi Theosofi menjelma menjadi organisasi transisi yang menjalankan peran sebagai jembatan atau katalisator sebagian kaum intelektual terpelajar Indonesia yang tengah berubah dari masyarakat berpola pikir kolonial dan beridentitas kedaerahan kepada masyarakat baru yang menuju corak dan identitas nasional yang sesungguhnya. Peran ini dimungkinkan karena berpadunya konsep-kon_sep Theosofi dengan gagasan-gagasan asosiasi dalam konteks Politik Etika Pemerintah Hindia Belanda. Melalui konsep itu, pelbagai aktivitas serta kepeloporan tokoh-tokohnya yang sebagian besar kalangan penting dan terpelajar di Hindia-Belanda, organisasi Theosofi menjadi agen bagi terjadinya proses tranformasi ide-ide yang kemudian bermuara pada kesadaran kebangsaan yang kuat di antara masyarakat bumiputra terpelajar. Proses ini berjalan terus, bahkan ketika organisasi Theosofi perlahan pudar pengaruhnya sejak tahun 20-an. Penyebabnya : adanya warisan kalangan asosiasi pengikut Gerakan Theosofi berupa pranata pendidikan (sekolah guru dan sekolah Arjuna), yang tampaknya menjembatani munculnya perasaan-perasaan atau jiwa kebangsaan. Proses tersebut sama sekali tidak dimaksudkan para pelopor dan aktivisnya yang kebanyakan orang Eropa (Belanda) itu. Maka ketika nasionalisme yang sesungguhnya mulai muncul semenjak tahun 20-an, peran sebagai bapak angkat kaum intelektual Indonesia, yang antara lain telah mempengaruhi perkembangan nasionalisme awal, seperti yang tampak dalam organisasi BO, IP, dan Jong Java, tampaknya harus segera berakhir. Organisasi ini harus menyingkir dari kancah pergerakan nasional yang tidak lagi memberi tempat bagi para penganut gagasan asosiasi. Itulah sebabnya posisi Gerakan Theosofi menjadi sulit ditempatkan di tengah-tengah masyarakat yang secara tidak sadar atau tidak sengaja dibesarkan dan didewasakan, lewat kiprahnya yang sangat dinamis pada awal abad ini hingga tahun 1930-an.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iwan Setionegoro
Abstrak :
Tidak seperti halnya bangsa Belanda yang lain yang menjajah bangsa Indonesia yang tidak disenangi, Van Lith mendapat tempat di tengah-tengah masyarakat Jawa, terutama di wilayah Muntilan, Ambarawa, Bedono, Magelang dan Yogyakarta. Sebagai seorang misionaris, Van Lith memang dapat mengambil hati masyarakat Jawa yang pada waktu itu masih hidup miskin. Dan ia tidak segan-segan menolong rakyat yang dalam kesulitan. Sejalan dengan ini, Van Lith juga menyebar_kan agama Katolik di Jawa, terhitung sejak tahun 1396 hingga wafatnya pada tahun 1926. Salah satu peninggalan Van Lith yang sangat berharga adalah, satu lembaga pendidikan yang bernama Sekolah Pendi_dikan Guru bantu di Muntilan yang bernaung di bawah panji Kolese averius. Dari tempat inilah muncul tokoh-tokoh Kato_lik seperti, I.J. Kasimo, F.S. Harjadi yang mempelopori berdirinya partai Katolik, yang pada mulanya khusus untuk orang-orang Jawa dan masih bernaung di bawah I.K.P. Hal ini terjadi pada tahun 1923. Partai ini bernama Perkumpulan Politik Katholik Djawi (FPKD). Pada tahun 1925 PFKD melepaskan diri dari I.K.P. dan berdiri sendiri dengan nama Persatuan Folitik Ka_tolik di Djawa. Puncak dari perkembangan partai ini adalah dengan berdirinya Persatuan Politik Katolik Indonesia yang terdiri dari beberapa partai Katolik di daerah di Indonesia.
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kumambow, Eva Catarina Tresnawaty
Abstrak :
Komik sering dinilai sebagian masyarakat tidak bermutu dan tidak mendidik, karena tidak ada masukan yang diperoleh dari membaca komik. Komik dianggap tidak baik untuk dibaca atau komik dipandang sebagai bacaan orang yang malas.Pada kenyataannya ada banyak hal positif yang dapat ditemui dalam sebuah komik.Dalam skripsi ini dipaparkan segala aspek yang dapat dilihat dalam genre komik, mulai dari sejarah lahirnya genre ini, perkembangannya hingga keberadaannya saat dipaparkan pula aspek yang dapat berkaitan dengan bentuk ragam cerita.Untuk dapat memberikan paparan mengenai genre komik dengan sebaik mungkin, maka digunakan pendekatan sejarah .
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1996
S15851
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tutty Kartawidjaja
Abstrak :
Judul dan masalah pokok skripsi diambil dari buku karangan Theodore Roszak berjudul : The Making of A Counterculture dengan anak judul : Reflections on the Technocratic Society and Its Youthful Opposition. Dalam buku tersebut Roszak rnemperkenalkan istilah Counterculture yang oleh penulis diberi padanan dalam bahasa Indonesia Kebudayaan Tandingan. Roszak dalam karangannya tersebut mengemukakan bahwa dalam kebudayaan teknokratis yang melanda dunia secara dahsyat setelah Perang Dunia II, dalam tahun 1960-an ada kelompok kecil, suatu minoritas yang terutama terdiri dari kalangan muda yang berani menyuarakan ketidakpuasan mereka dengan disertai tindakan. Mereka merasa terasing dari generasi, orangtua mereka dan masyarakat sekelilingnya. Mereka sendiri tidak tahu apa yang ingin mereka capai. Mereka merupakan barisan orang muda yang tidak puas dengan tatanan mayarakat yang ada. Mereka muncul di berbagai pelosok negara bagian Arnerika Serikat dan negara maju lainnya sebagai barisan yang tidak terorganisir yang ingin berontak terhadap Cara hidup orangtua mereka. Mereka menunjukkan gejala kebudayaan tandingan sebab mereka menganut nilai-nilai yang berbeda secara radikal dari apa yang berlaku dalam masyarakat mapan, yang dewasa kini dikuasai teknokrasi. Menurut Roszak teknokrasi yang menguasai dunia itu ternyata hanya mampu mengurangi ketegangan yang ada dalam hidup bermasyarakat termasuk kesengsaraan dan ketidakadilan. Teknokrasi tidak mampu mengatasi atau melenyapkannya. Para pemuda ini menolak apa yang ditawarkan teknokrasi dam oleh orangtua dan masyarakat sekeliling mereka dan berpaling kepada nilai-nilai dunia Timur, termasuk agama dan mistik. Mereka juga menggunakan psikedelika dalam upaya mencari kebenaran dan mengadakan eksperimen mencari bentuk-bentuk baru atas Cara hidup komunal. Roszak berpendapat bahwa walaupun para pemuda itu merupakan suatu minoritas dan tempat berpijak mereka masih sangat goyah untuk menimbulkan suatu Umwentlung, mereka merupakan barisan depan suatu gelombang pembaharuan, skripsi juga mengetengahkan pemikiran Prof. Pr. C. A. van Peursen dalam buku berjudul Cultuur in Stroomversnelling een geheel bewerkte uitgave van Strategic van de Cultuur, terbit dalam tahun 1970 di negeri Belanda, dan Alvin Toffler dalam buku karangannya berjudul Future Shock yang terbit di Amerika Serikat dalam tahun 1970 sebagai bahan pembanding. Penulis berpendapat bahwa gejala Kebudayaan Tandingan terdapat pada setiap kebudayaan manapun dan merupakan hal yang relevan juga untuk Indonesia yang kini dalam tahap pembangunan.
Depok: Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Taty Sunarti
Abstrak :
Dari seluruh bahasan dapatlah ditampilkan pokok-pokok pikiran van Peursen sebagai berikut. Pokok pertama adalah bahwa kebudayaan itu bertahap tiga, yaitu tahap mitis, ontologis, dan fungsional, yang paralel, bukan vertikal. Maksudnya adalah bahwa tahap yang satu bukan berarti lebih tinggi dari pada tahap yang lain, melainkan samalah derajatnya, hanya bentuknya sajalah yang berbeda. Pokok pikiran kedua adalah bahwa dilihat dari segi fungsinya, kebudayaan itu mencari relasi-relasi. Sesuatu itu berarti dalam hubungannya dengan sesuatu yang lain. Kata gungsi selalu menunjukkan kepada pengaruh terhadap sesuatu yang lain. Apa yang kita namakan fungsional tidak berarti sendiri, tetapi justru dalam suatu hubungan tertentu ia memperoleh arti dan maknanya. Dengan demikian, pemikiran fungsional menyangkut hubungan pertautan, dan reIasi. Pokok pikiran ketiga adalah bahwa kebudayaan itu harus dipandang sebagai kata kerja, bukan kata benda. Bahwa kebudayaan itu adalah bukan barang-barang koleksi belaka, melainkan sebagai kegiatan dan tindakan manusia. Pokok pikiran keempat adalah bahwa apabila dipandang dari segi fungsi kebudayaan maka yang lebih penting adalah bukan apa-nya, melainkan bagaimananya. Bukan itu ada atau apa itu, melainkan bagaimana itu ada. Pokok pikiran kelima adalah bahwa kebudayaan itu merupakan suatu strategi atau masterplan, yaitu suatu rencana yang diarahkan ke masa depan, suatu posisi dan kondisi untuk menyelenggarakan kebudayaan yang baru. Pokok pikiran terakhir adalah bahwa kebudayaan mempunyai hubungan yang erat dengan ilmu, teknologi dan etika. Satu sama lain saling mempengaruhi dan menentukan.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1987
S16038
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library