Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 137 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Eric Gunawan
"ABSTRAK
Revolusi Oktober 1917 bercita-cita mengubah masyarakat Rusia dari agrikultural menjadi industrial. Diperlukan media untuk mengedukasi rakyatnya, media itu adalah film. Sinema edukasi ini dipahami sebagai bentuk propaganda Uni Soviet. Semua sinema yang diproduksi pada saat itu mendapat cap propaganda, tidak terkecuali teori dan karya Eisenstein. Tetapi, setelah Soviet runtuh, publikasi sejumlah esei Eisenstein yang pernah dilarang pada masa Soviet mempertanyakan kembali kesahihan cap propaganda pada karya Eisenstein. Tesis ini bertujuan untuk menjernihkan perspektif demikian dengan mengacuh pada esei Eisenstein, On the Stucture of Things. Tektologi Bogadanov akan digunakan untuk memahami hubungan ideologi dan karya Eisenstein, sedangkan teori Bordieu akan digunakan untuk memahami hubungan struktur dan kebebasan individu

ABSTRACT
October Revolution 1917 has its objective for transforming Russian from
agricultural to industrial society. This objective required a medium for educating people. Cinema answered those needs. Because of that, cinema was considered as a propaganda tool of Soviet government. All films produced during that time with no exception are called propaganda. The claim makes no differences for theory and works of Sergei Mikhailovitch Eisenstein. However, the collapsed of Soviet Union followed by publishing the unpublished of Eisenstein's writings reveals the truth about what he really claims. The aim of this thesis is to make clear what Eisenstein really did and said. His essay On the Structure of Things will be read as the main source. In the light of Bogdanov's tectology and Bourdieu's theory the final claim of this thesis will investigate human freedom in term of ideology and structure."
2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sudarmodjo
"ABSTRAK
Kehadiran kekuatan militer Uni Soviet di kawasan Asia Pasifik khususnya Asia Timur, sejak dasawarsa 1970-an hingga awal dasawarsa 1980-an, telah berlangsung dengan pesat. Kehadiran kekuatan militer Uni Soviet ini digerakkan oleh motivasi tertentu yang merupakan dasar dari pelaksanaan kebijaksanaan politik luar negeri Uni Soviet, terutama dalam segi militer. Rupanya peningkatan kekuatan militer Uni Soviet yang berjalan secara terus-menerus dan berkesinambungan ini, membawa dampak serius terhadap keamanan Jepang. Kehadiran kekuatan militer Uni Soviet yang sewakin meningkat frekuensinya telah menjurus ke arah provokasi: yang dapat membahayakan keamanan dan kestabilan Jepang.
Sejak berakhirnya Perang Dunia II terutama setelah terjalinnya Perjanjian Keamanan dengan AS pada tahun 1951, Jepang mengandalkan perlindungan AS sebagai sekutunya dalam menjamin keamanan negaranya. Akan tetapi tampaknya terjadi pergeseran di dalam perimbangan kekuatan antara AS dan US, karena adanya penurunan kekuatan miiiter di pihak AS dibanding dengan US yang sebaliknya meningkat.
Akibat yang dirasakan oleh Jepang dari keadaan seperti ini adalah terjadinya ketidakpastian di dalam sistem keamanannya, karena kekuatan militer AS yang berpangkalan di Jepang tidak dapat sepenuhnya diandalkan. Keadaan demikian memaksa Jepang untuk membenahi sistem keamanannya.
Disebabkan adanya kendala-kendala yang mempengaruhi perumusan kebijaksanaan pertahanan di dalam negeri Jepang, mengakibatkan Jepang tidak dapat meningkatkan kekuatan militernya secara besar-besaran begitu saja. Harus dicari mekanisme sedemikian rupa sebagai jalan tengah, sehingga Jepang tidak kembali ke militerisme, tetapi mampu menghadapi setiap ancaman dari luar. Untuk itu Jepang berusaha meningkatkan daya guna strategi penangkalan yang telah lama dijalankan, meskipun tidak dinyatakan secara terang-terangan, sebagai usaha dalam menghadapi ancaman US.
Strategi penangkalan ini semakin ditingkatkan pada awal dasawarsa 1980-an terutama pada periode pemerintahan Perdana Menteri Nakasone, yang mendukung sepenuhnya peningkatan pertahanan Jepang. Peningkatan ini tidak dilakukan secara beriebihan, melainkan secara terbatas dan proporsional, sekedar untuk menetralisasi ancaman dari luar dengan mengarah kepada perimbangan kekuatan militer dengan US.
Strategi penangkalan Jepang ini tentu saja masih di dalam rangka keriasama dan koordinasi dalam bidang keamanan dengan sekutu utamanya, AS. Dengan demikian keamanan dan kestabilan Jepang menjadi lebih terjamin dan sesuai dengan keinginan bersama Jepang-AS di dalam usaha memecahkan masalah keamanan.

"
1990
S13877
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Purba, Sem Sahala
"Manusia berkomunikasi dengan sesamanya menggunakan tanda-tanda. Untuk menyampaikan tanda-tanda itu, digunakan berbagai media - salah satunya poster, yaitu media visual pengumuman yang dicetak dan dipasang di tempat publik untuk memperkenalkan produk, acara, atau sentimen. Partai Komunis Uni Soviet menggunakan poster untuk menyampaikan informasi dalam bentuk propaganda. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kebijakan-kebijakan yang disampaikan oleh PKUS dengan mengidentifikasi tanda-tanda dan fungsi bahasa apa raja yang terdapat dalam desain poster. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analisis dengan pendekatan teori semiotik Peirce, yaitu sintaktika, semantika, dan pragmatika dan fungsi bahasa menurut Roman Jakobson. Penelitian dilakukan dengan menganalisis data berupa 33 poster propaganda Uni Soviet periode 1980-1990. Dan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa dalam poster propaganda ditemukan tanda verbal berupa teks, tanda nonverbal berupa gambar, dan fungsi bahasa yang membentuk satu kesatuan wacana informasi dalam bentuk propaganda pemerintah."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2003
S14463
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fadli Zon
"
ABSTRAK
Etnonasionalisme merupakan suatu nasionalisme yang berbentuk kelompok solidaritas atau rasa komunitas yang berdasarkan etnisitas, merujuk pada perasaan subyektif yang memisahkan satu kelompok tertentu dari kelompok-kelompok lain, Faktor etnonasionalisme mempunyai peran penting dalam sejarah Rusia dan Uni Soviet. Sejarah menunjukkan bahwa Uni Soviet merupakan wujud ekspansi dan kolonisasi Rusia yang panjang selama berabad-abad, Heterogenitas budaya etnis itu tidak mendapatkan posisi yang wajar dalam konfigurasi Uni Soviet, sementara budaya Rusia terlalu dominan karena proses rusifikasi.
Kebijakan etnonasionalisme dari Lenin hingga Gorbachev menunjukkan pendekatan yang berbeda-beda. Lenin memberikan fondasi penyatuan bangsa-bangsa itu dengan konsep sliyanie (fusi) dan sblizhenie (pengerucutan) dalam kerangka tujuan jangka panjang sosialisme. Sikap Lenin sendiri berubah-ubah sebelum dan setelah Revolusi yang akhirnya menunjukkan pendekatan yang pragmatis. Kebijakan etnonasional Stalin cenderung tidak memberi ruang bagi pengembangan budaya etnis, sebaliknya Rusia sentris.
Gorbachev yang lahir pasca Revolusi, tidak mempunyai perhatian yang dalam terhadap faktor etnonasionalisme sehingga tidak mempunyai visi terhadap penanganan etnonasional Uni Soviet. Reformasi Gorbachev yaitu perestroika dan glastnost lebih merupakan impian ketimbang agenda yang sistematis. Keberhasilan glastnost dan kegagalan perestroika telah membawa Uni Soviet pada fase krisis berikutnya yaitu semakin melemahnya pusat dan semakin meningkatnya tuntutan--tuntutan merdeka dan pemisahan diri. Secara khusus, glastnost telah membangunkan raksasa etnonasionalisme yang tidur sehingga menjelma dalam bentuk gerakan-_gerakan etnonasionalis di hampir seluruh republik. Setelah bubarnya Partai Komunis Uni Soviet, organ yang selama ini menjaga integritas Uni Soviet, maka kebangkitan gerakan-gerakan etnonasionalis semakin tidak dapat dibendung. Konflik-konflik etnik horizontal pun semakin membesar. Semua dinamika itu akhirnya membawa Uni Soviet pada disintegrasi karena tidak ada kekuatan yang mampu membendung gerakan-_gerakan etnonasionalis menuntut pemisahan diri dan merdeka.
Faktor etnonasionalisme menjadi faktor yang penting dalam menelaah proses disintegrasi Uni Soviet. Pernyataan kedaulatan negara-negara bagian bekas Uni Soviet menjadi negara merdeka menunjukan sentimen etnonasionalis yang kental yang tidak sanggup lagi ditahan pemerintahan pusat (Moskow) sehingga puncaknya terjadi disintegrasi. Gerakan etnonasionalis itu merupakan puncak dari ekspresi kultural republik-republik yang tertindas.
"
1997
S14914
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1984
S5527
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1985
S7751
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harnoto
"ABSTRAK
Sudah menjadi kodrat Uni Soviet dan Amerika Serikat bahwa mereka terlibat dalam berbagai kadar campur tangan dan jenis keterlibatan yang berbeda-beda di kawasan dunia. Begitu pula halnya di Afrika terutama Afrika bagian Selatan yang merupakan kawasan yang kaya akan bahan-bahan mineral strategis berguna untuk kelangsungan hidup industri negara-negara maju. Setelah kurang lebih satu dasa warsa, benua Afrika dan tentünya juga Afrika bagian Selatan, menjadi kawasan yang nyaris tidak diperhitungkan (untuk tidak mengatakan dilupakan) dalam percaturan politik internasional khususnya oleh kedua negara adikuasa. Keadaan ini beralih kepada situasi dan kondisi kawasan yang memanas dan problematikanya bersifat kompleks. Ini dikarenakan adanya peristiwa-peristiwa politik di luar kawasan tersebut yang terdampak pada peta politik Afrika bagian Selatan yakni pecahnya perang Arab-Israel tahun 1973 dan peristiwa kudeta tanggal 25 April 1974 di Lisabon, Portugal. Kedua peristiwa politik tersebut telah menyebabkan pula berubahnya kebijaksanaan luar negeri Uni Soviet dan Amerika Serikat. Untuk lebih memperhatikan perkembangan peta politik di Afrika bagian Selatan. Surutnya kekuasaan kolonial Portugal di Angola kemudian disusul pecahnya perang saudara di wilayah tersebut ini sangat dimanfaatkan dengan baik dan cermat oleh Uni Soviet sebagai suatu kesempatan menancapkan pengaruh dan kepentingannya di kawasan Afrika bagian Selatan. Tentunya untuk tujuan strategi globalnya dalam rangka mengimbangi pengaruh dan kepentingan Amerika Serikat yang telah terlebih dahulu tertanam di kawasan tersebut khususnya di Afrika Selatan. Sebaliknya, Amerika Serikat berusaha untuk melakukan pembendungan atas perluasan pengaruh dan kepentingan Uni Soviet di Angola maupun di luar Angola yakni di negara-negara atau wilayah sekitar Angola seperti Rhodesia (Selatan) atau Zimbabwe dan Namibia. Kehadiran Uni Soviet dan Amerika Serikat di Angola ini dimungkinkan karena adanya gerakan pembebasan nasional Yang berpihak ke pada kepentingan-kepentingan Uni Soviet dan Amerika Serikat itu sendiri yang meliputi kepentingan ekonomi, politik (ideologi) dan pertahanan militer. Karena adanya kepentingan-kepentingan tersebut maka boleh jadi menyebabkan situasi di Angola baik semasa perang saudara masih berkecamuk maupun hingga saat ini belum juga reda dari adanya perlawanan yang sekarang ini antara UNITA dan rejim Marxis Angola."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Buddhiman
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1986
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rosmita
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   2 3 4 5 6 7 8 9 10 11   >>