Ditemukan 44 dokumen yang sesuai dengan query
Evy Trisulo
"Tesis ini membahas tentang konfigurasi lembaga-lembaga penunjang atau State Auxiliary Bodies (SAB) dimana mencakup bagaimana status dan kedudukan lembaga SAB tersebut yang meliputi dasar hukum pembentukan lembaga SAB, nomenklatur dari lembaga dimaksud, korelasi dan tanggung jawab atas lembaga SAB yang mencakup koordinasi di antara lembaga SAB dan koordinasi dengan kementerian terkait, efektifitas keberadaan lembaga SAB serta akuntabilitas lembaga SAB. Penelitian ini adalah penelitian Deskriptif ? Normatif yang difokuskan terhadap lembaga Komisi dan Dewan.
Hasil penelitian ini menyarankan tentang perlunya disusun peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang SAB/Lembaga Penunjang, pembatasan Presiden dalam mengangkat dan membentuk lembaga penasehat, kajian mengenai kejelasan dasar penentuan nomenklatur SAB di masa yang akan datang, pengintegrasian bagi SAB yang memiliki potensi tumpang tindih dalam menjalankan tugas fungsinya, baik ke Kementerian ataupun ke SAB yang lebih efektif, serta perlunya pemahaman yang komprehensif bagi pembuat kebijakan mengenai efektifitas dan efisiensi akibat dibentuknya suatu SAB dari konsekuensi peraturan perundang-undangan.
The thesis discusses supporting bodies or State Auxiliary Bodies (SAB) coveringfirstly, the status and position of these bodies including the legal basis of the establishment and their nomenclatures; secondly, the correlation and responsibilities of the bodies including the coordination among themselves and the concerned ministries, the effectiveness of their existence, and their accountability. The research is normative descriptive, which focuses on the State Auxiliary Bodies in the forms of Commissions and Boards. The results show that there is an urgent need to formulate a number of regulations on SAB/supporting bodies and the limitation of The President rights in assigning and setting up new advisory bodies. The results suggest that some research on the clarity of legal basis are urgently required for the nomenclatures of SAB in the future. The study also suggests to integrate those SAB which are potentially-overlapping in implementing their tasks and functions to the parent ministries or a more effective SAB, and to develop a more comprehensive understanding for the policy makers on effectiveness and efficiencies of establishing an SAB as a result of a regulation."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T30298
UI - Tesis Open Universitas Indonesia Library
Jakarta: Biro Hukum dan Humas, Depdagri, 1974
352.02 IND p
Buku Teks Universitas Indonesia Library
Fitra Arsil
Depok: Rajawali Pers, 2017
320.9 FIT t
Buku Teks SO Universitas Indonesia Library
Muhammad Aditya Putra
"
ABSTRAKSetiap lembaga negara memiliki seorang pejabat yang bertugas memimpin lembaga tersebut. DPR selaku pemegang fungsi pengawasan terlibat didalam pengisian jabatan-jabatan publik tersebut. Skripsi ini membahas bagaimana sistem pengisian jabatan publik sesuai dengan hukum positif di Indonesia yang menganut sistem pemerintahan presidensial dan membahas keterlibatan DPR selaku lembaga parlemen di Indonesia yang memegang fungsi pengawasan terhadap sistem pengisian jabatan publik. Metode penelitian dalam skripsi ini adalah metode deskriptif dengan menjelaskan sistem pengisian jabatan publik sesuai dengan undang-undang. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa keterlibatan DPR dalamm pengisian jabatan publik adalah untuk pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang. Namun dibutuhkan beberapa perubahan peraturan agar tercipta sistem pengisian jabatan publik yang selaran dengan Undang-Undang Dasar yang menganut sistem pemerintahan presidensial.
ABSTRACTEvery institutions have an officials that hold leadership function for those institutions. House of Representative (DPR) which has oversight function are involved on process of public officials? appointment. This thesis discuss on the system of public officials appointment according to Indonesian law system which is based on presidential system, and discuss on DPR involvement as a parliament body in Indonesia which has hold an oversight function on public officials appointment. The method of this writings based on descriptive method which describes the system of public officials? appointment based on the acts. The results of this researches are that DPR involvements on public officials? appointment is for the oversight of executive actions based on the acts. However there are need plenty of changes on the acts in order to make consistent system based on the Constitution of Indonesia which is based on presidential system.;"
2016
S64845
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Supriati
"Republik Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensial yang menggabungkan fungsi kepala negara dan kepala pemerintahan sekaligus kepada presiden dan wakil presiden. Karena dwi fungsi ini menyebabkan presiden dan wakil presiden tidak terlibat terlalu mendetail dalam urusan-urusan operasional pemerintahan sehari-hari. Bahkan untuk kepentingan koordinasi terbukti masih diperlukan Menteri Koordinator. Penelitian ini membahas mengenai kedudukan dan kewenangan Kementerian Koordinator dalam sistem pemerintahan. metode penulisan dalam penelitian ini adalah normatif dengan menggunakan pendekatan terhadap peraturan perundang-undangan dan pendekatan perbandingan Menteri Koordinator yang ada di Singapura, Republik Demokratik Timor Leste, dan Ekuador yang memiliki sistem pemerintahan yang berbeda-beda. Afrika Selatan tidak memiliki Menteri Koordinator tetapi dalam konstitusinya disebutkan bahwa pemerintahan diselenggarakan dengan prinsip cooperative government. Kedudukan dan kewenangan Kementerian Koordinator dalam sistem pemerintahan Republik Indonesia akan berbeda bila dilihat dari UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, UU No. 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, dan Inpres No. 7 Tahun 2017 tentang Pengambilan, Pengawasan, dan Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan di Tingkat Kementerian Negara dan Lembaga Pemerintah. Hasil tesis ini menyarankan agar kedudukan dan kewenangan Kementerian Koordinator perlu diperkuat mengingat berdasarkan faktor sejarah Kementerian Koordinator sudah ada sejak Tahun 1948 dengan nama Menteri Koordinator Keamanan Dalam Negeri bahkan dalam faktor Kebutuhan Nasional sejak tahun 1962 Kementerian Koordinator tidak pernah dihapuskan.
The Republic of Indonesia adheres to a presidential government system that combines the functions of the head of state and head of government as well as the president and vice president. Because this dual function has caused the president and vice president not to be too involved in the operational matters of daily government. Even for coordination purposes it is proven that a Coordinating Minister is still needed. This study discusses the position and authority of the Coordinating Ministry in the government system. the method of writing in this study is normative using an approach to legislation and a comparative approach of the Coordinating Ministers in Singapore, the Democratic Republic of East Timor, and Ecuador who have different government systems. South Africa does not have a Coordinating Minister, but in its constitution it is stated that governance is carried out with the principle of cooperative government. The position and authority of the Coordinating Ministry in the government system of the Republic of Indonesia will be different if seen from the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia, Law No. 39 of 2008 concerning the State Ministry, and Presidential Instruction No. 7 of 2017 concerning Taking, Supervision and Control of Policy Implementation at the Level of State Ministries and Government Agencies. The results of this thesis suggest that the position and authority of the Coordinating Ministry need to be strengthened considering that based on historical factors the Coordinating Ministry has existed since 1948 with the name of the Coordinating Minister for Homeland Security even in the National Needs factor since 1962 The Coordinating Ministry was never abolished."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T53947
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Bagir Manan
Depok: Rajawali Press, 2023
342 BAG h
Buku Teks SO Universitas Indonesia Library
Saldi Isra
"Buku ini membahas tentang pergulatan perkembangan sistem pemerintahan Indonesia sejak awal kemerdekaan hingga pasca perubahan. UUD Tahun 1945 sebagai buah dari reformasi konstitusi 1999-2002. Perbedaan dengan karya lain yang memilih tema sejenis, buku ini mengemukakan perdebatan dan mengolaborasi sistem pemerintahan model "sistem sendiri" yang dihasilkan oleh perumus konstitusi dalam UUD 1945. Selanjutnya, dibahas bagaimana desain "sistem sendiri" tersebut dipraktikan pada tahun-tahun pertama setelah kemerdekaan."
Depok: Rajawali Press, 2020
320.959 8 SAL s
Buku Teks SO Universitas Indonesia Library
Fitra Arsil
Depok: Rajawali Pers, 2019
320.9 FIT t
Buku Teks SO Universitas Indonesia Library
Dimas Bagus Dwilaksono
"Tesis ini membahas mengenai maturity level sistem pemerintahan berbasis elektronik (SPBE) pada Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti). Penelitian ini berangkat dari permasalahan dimana Kemenristekdikti menempati peringkat terakhir dalam penilaian e-Government Indonesia (PeGI) yang dilakukan oleh Kemkominfo pada tahun 2016. Padahal seharusnya Kemenristekdikti menjadi motor utama dan acuan bagi lembaga kementerian lain dalam pelaksanaan e-Government (SPBE) di Indonesia sehingga tentu dapat dilihat bahwa SPBE belum menjadi prioritas utama. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan keadaan maturity level SPBE berdasarkan indikator pada five level maturity level model menurut UN/ASPA (2002) dan faktor-faktor menurut Yong (2003). Penelitian ini menggunakan pendekatan postpositivism dengan pengumpulan data melalui wawancara secara mendalam, pengisian kuesioner, dan studi dokumentasi terhadap literatur terkait. Hasil penelitian menunjukkan bahwa maturity level SPBE pada Kemenristekdikti masih berada pada tahap ketiga yaitu interactive dimana terdapat lima faktor di dalamnya yaitu support, capacity, value, leadership, dan organization. Terakhir, penulis memberikan rekomendasi yang relevan dengan hasil penelitian ini.
This thesis discusses the maturity level of an electronic-based government system (SPBE) at the Ministry of Research, Technology and Higher Education (Kemenristekdikti). This research departs from the problem where the Ministry of Research, Technology and Higher Education last ranked in the assessment of e-Government Indonesia (PeGI) conducted by the Ministry of Communication and Information in 2016. Eventhough, Kemenristekdikti should be the main motor and reference for other ministry agencies in implementing e-Government (SPBE) in Indonesia so it can be seen that SPBE has not been a top priority. This study aims to describe the state of SPBE maturity level based on indicators at the five level maturity level model according to UN/ASPA (2002) and factors according to Yong (2003). This study uses a postpositivism approach by collecting data through in-depth interviews, filling out questionnaires, and studying documentation on related literature. The results of the study indicate that the SPBE maturity level in Kemenristekdikti is still in the third stage, namely interactive where there are five factors in it, namely support, capacity, value, leadership, and organization. Finally, the authors provide recommendations that are relevant to the results of this study."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Muhamad Dian Manunggal
"Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) mempengaruhi berbagai aspek kehidupan termasuk aktivitas pemerintahan. Pemerintah berupaya menyediakan layanan berkualitas yang selalu tersedia serta dapat diakses kapan dan dimana saja melalui optimalisasi TIK. Upaya tersebut dikenal dengan e-government atau sistem pemerintahan berbasis elektronik (SPBE). Direktorat Jenderal Perhubungan Udara menerapkan e-government untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi. Organisasi berharap mengetahui maturitas e-government yang telah dikembangkan dan mendapat rekomendasi guna meningkatkan e-government serta pertimbangan menentukan kebijakan dan strategi TIK. Namun, e-government belum pernah dievaluasi sehingga menimbulkan kekhawatiran berdampak pada ketidaktepatan dalam menentukan kebijakan dan strategi. Penelitian menganalisis maturitas e-government (kapabilitas proses dan layanan) menggunakan Pedoman Pemantauan dan Evaluasi SPBE yang disesuaikan. Kuesioner digunakan sebagai instrumen penelitian, pendekatan kuantitatif untuk mendapat nilai indeks, dan pendekatan kualitatif untuk menyusun rekomendasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa indeks maturitas e-government adalah sebesar 2,35 dengan predikat “Cukup”. Capaian tersebut dipengaruhi oleh maturitas domain yang merepresentasikan kapabilitas masing-masing. Domain “Layanan SPBE” sebagai representasi kapabilitas layanan memenuhi target dan memiliki maturitas lebih tinggi dibanding domain yang merepresentasikan kapabilitas proses, artinya kemampuan pada aspek teknis lebih dominan dari pada aspek proses bisnis. Secara umum e-government mampu menjalankan operasi dari berberapa sumber daya dalam satu transaksi tetapi belum didukung oleh kebijakan internal sebagai landasan tata kelola dan manajemen. Rekomendasi disusun pada domain-domain yang belum memenuhi target, yaitu “Kebijakan Internal SPBE”, “Tata Kelola SPBE” dan “Manajemen SPBE” yang direfleksikan dengan analisis e-government saat ini dan studi literatur agar terwujud keterpaduan.
The development of information and communication technology (ICT) has affected various aspects of life including government activities. The government strives to provide quality services that are available and accessed anytime and anywhere by optimizing ICT. This effort is known as e-government or electronic-based government system (SPBE). The organization has implemented e-government to increase effectiveness and efficiency. The organization expects to analyze the maturity of e-government and obtain recommendations for improving e-government and considerations in determining ICT policies and strategies. However, there has never been an evaluation of e-government which raises concerns about inaccuracies in determining ICT policies and strategies. This research analyzes the maturity of e-government on process and service capability using the assessment structure of Pedoman Pemantauan dan Evaluasi SPBE with adjustments. A questionnaire is used as an instrument, a quantitative approach to obtain a maturity level index, and a qualitative approach to formulating recommendations. The results show e-government maturity index is 2.35 (index scale of 1 to 5). This achievement is influenced by domain maturity that represents capabilities. Domain “Service” which represents service capability has reached target expectation and has a higher index than the domains which represent process capability, which means the technical aspect is more dominant than the business process aspect. In general, e-government can carry out operations from several resources in one transaction but is not supported by internal policies as a basis for governance and management. Recommendations are formulated to improve e-government for domains that have not met expectations, namely “Internal Policies”, “Governance”, and “Management” which are reflected by an analysis of current implementation and literature studies to realize integration"
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library