Ditemukan 219 dokumen yang sesuai dengan query
Bernardino Rakha Adjie Brata
"
ABSTRACTUndang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) mengatur bahwa kekuasaan dalam menerima duta negara lain berada di tangan Presiden. Akan tetapi, setelah perubahan UUD 1945 itu kekuasaan ini harus dilaksanakan oleh Presiden dengan memerhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Skripsi ini membahas serta menguraikan permasalahan-permasalahan yang timbul dalam keberadaan pengaturan kekuasaan Presiden dalam menerima duta negara lain sebagaimana terdapat dalam Pasal 13 ayat (3) UUD 1945 setelah perubahan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian yuridis normatif dengan melihat pula pada UUD 1945 naskah asli beserta perdebatan-perdebatan yang timbul dalam perumusan ketentuan ini di dalam UUD 1945 naskah asli dan perubahan serta menggunakan 3 (tiga) negara sebagai persandingan data. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat berbagai permasalahan yang dapat diulas sebagai akibat dari terdapatnya ketentuan Pasal 13 ayat (3) UUD 1945 setelah perubahan itu yang selain berkaitan dengan hukum tata negara juga bersinggungan dengan hukum diplomatik. Oleh karenanya, perlu adanya berbagai perbaikan terhadap pemahaman dan pelaksanaan Pasal 13 ayat (3) UUD 1945 ini supaya permasalahan-permasalahan yang ada dapat teratasi dengan baik.
ABSTRACTThe 1945 Constitution stipulates that the power to receive foreign ambassadors in Indonesia belongs to the President. However, after the amendment of said Constitution, this power must be exercised by the President by taking into account the opinion of the Peoples Representative Assembly (DPR). This thesis discusses and elaborates problems which arise from the stipulation on the Article 13 paragraph (3) of the Amended 1945 Constitution. Research method used in this thesis is a normative-juridical method with which also looks at the original version of the 1945 Constitution, the discussions and debates which backgrounds the stipulation in the original and amended version of the 1945 Constitution, and also by looking at the stipulations and practices in 3 (three) other countries as comparison. The result of this research shows that there are several problems that can be discussed as a result of the stipulation on the Article 13 paragraph (3) of the 1945 Constitution which relates to the constitutional law and diplomatic law. Therefore, there is a necessity for revisions on the understanding and implementation of this matter so that the problems can be well-resolved."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Silalahi, Asa Patia
"
ABSTRAKGerakan fundamentalisme Islam adalah suatu gerakan yang bertujuan untuk mendirikan masyarakat dan negara Islam seperti yang pernah terjadi pada masa generasi pertama umat lslam. Demikian pula halnya tujuan dari gerakan fundamentalisme Islam yang terdapat di Mesir yang telah mewarnai perjalanan politik di Mesir semenjak zaman kolonialisme Inggris hingga pada masa sekarang ini. Khususnya semasa pemerintahan Presiden Sadat yang dimulai pada tahun 1970 hingga tahun 1981, gerakan fundamentalisme telah memainkan peranan politik sedemikian rupa sehingga diperhitungkan oleh pemerintah. Peristiwa pembunuhan Presiden Sadat pada tanggal 6 Oktober 1981 oleh sekelompok orang anggota gerakan fundamentalisme Islam membuktikan akan keampuhan dari gerakan ini keseriusan terhadap usaha mencapai tujuan dari gerakan mereka. Adapun penyebab-penyebab timbulnya gerakan fundamentalisme Islam, yaitu akibat berbagai faktor-faktor obyektif dan subyektif yang hidup di dalam masyarakat. Khususnya semasa pemerintahan Presiden Sadat, faktor-faktor tersebut antara lain faktor modernisasi di dalam masyarakat, perbedaan ideologi antara kelompok masyarakat, kebijaksanaan pemerintah dan pengaruh dari luar negeri. Faktor-faktor ini serta hubungannya dengan gerakan fundamentalisme Islam semasa Sadat dapat dilihat dari berbagai kasus seperti peristiwa pembunuhan terhadap Presiden Sadat itu sendiri, masalah masalah pengangguran, militansi sekolompok masyarakat dan
sebaqainya. Dalam skripsi ini akan dibahas faktor-faktor yang menyebabkan dan medorong timbulnya gerakan fundamentalisme. Islam di Mesir dengan mengambil fokus waktu antara tahun 1970 hingga tahun 1981."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Rosmerry
1986
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Moningka, G. Paskalina
1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Delila Stefanya Pusparani
"Pengaturan mengenai pemilihan kembali re-election jabatan presiden diatur di dalam konstitusi berbagai negara, khususnya negara-negara yang menganut sistem pemerintahan presidensial. Dalam sistem pemerintahan presidensial, presiden memiliki kekuasaan yang besar dan ekstensif, sehingga pengaturan mengenai re-election dijadikan instrumen untuk mengontrol kekuasaan lembaga eksekutif. Di Indonesia, pengaturan mengenai pembatasan masa jabatan presiden diatur dalam Pasal 7 Undang-Undang Dasar UUD 1945 setelah perubahan. Melalui pendekatan historis dan komparatif, penelitian berbentuk yuridis-normatif ini dilakukan untuk mencari sinkornisasi peraturan terkait metode pemilihan kembali jabatan presiden di Indonesia, serta penelitian ini dilakukan untuk mencari metode pemilihan kembali jabatan presiden yang tepat untuk Indonesia. Perumus Pasal pembatasan masa jabatan presiden di UUD 1945 menghendaki seseorang hanya dua kali dapat dipilih baik secara beruturut-turut, maupun tidak immediate reelection.
Berdasarkan alasan menjaga hubungan antara presiden dan rakyat, pencegahan adanya akumulasi kekuasaan dan pendorong adanya regenerasi pejabat publik ndash; yaitu dalam hal ini Presiden Republik Indonesia, metode immediate reelection merupakan metode pemilihan kembali jabatan presiden yang tepat untuk Indonesia. Walau begitu, beberapa komponen dari pengaturan pemilihan kembali jabatan presiden di Indonesia masih memiliki kekurangan, yaitu tidak sesuai dengan materi muatannya. Pengaturan di UU Pemilihan Umum Nomor 7 Tahun 2017 terkait kapan seseorang yang menggantikan jabatan presiden secara permanen dihitung telah menjabat selama satu periode masih sebatas penjelasan dalam norma Pasal 169 huruf n, dan pengaturannya belum menggunakan asas proporsional. Pengubahan UUD untuk membuat pengaturan yang lebih rinci dan jelas terkait pembatasan masa jabatan presiden diperlukan agar tercapai esensi dari pengimplementasian sistem pemerintahan presidensial di Indonesia.
The regulation of presidency re election is governed in the constitutions of various countries, especially those that embrace presidential government systems. In a presidential system of government, the president has great and extensive powers, so the arrangement of re election is used as an instrument to control the power of the executive. In Indonesia, the regulation on the limitation of the term in office of the president is stipulated in Article 7 of the Amendment of 1945 Constitution. Through historical and comparative approach, this juridical normative research is conducted to find the synchronization of regulation related to the method of presidency re election in Indonesia, and this research is done to find the appropriate method of presidency re election for Indonesia. The framers of Article 7 concerning limitation of president tenure in office in the Amendment of 1945 Constitution requires a person to maximumly be elected twice either consecutively or not immediate reelection. Based on the reasons to maintain the relationship between the president and the people, to prevent the accumulation of power, and to encourage the regeneration of public officials in this case the President of the Republic of Indonesia, the immediate reelection method is the appropriate method of presidency re election for Indonesia. However, some components of the provisions of presidency re election in Indonesia still have shortcomings, which are not in accordance with the material content. The regulation in the Law of the General Election No. 7 of 2017 concerning when a person who replaces the presidency permanently counted has held office for one period is still stipulated in the explanation of the norm of Article 169 letter n, and the arrangement does not use the proportional principle. It is expected that Indonesia has a more detail and clear arrangements in the constitution related to the limitation of presidential term in order to achieve the essence of the implementation of presidential government system in Indonesia. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Huda
"
ABSTRAKPenelitian ini membahas mengenai kisah eksil Indonesia di Belanda secara kronologis dengan memaparkan latar belakang pengiriman mahasiswa Indonesia ke luar negeri pada tahun 1956 mdash;1964 oleh Presiden Sukarno. Mereka dikirim ke sebagian besar negara-negara di Eropa Timur untuk mempelajari bidang pengetahuan masing-masing dan diharuskan kembali lagi ke Indonesia setelah masa studi untuk mengabdi. Pada kurun waktu 1965 mdash;1966, mereka harus berhadapan dengan perubahan kondisi politik yang curam. Sebagai konsekuensi dari kondisi politik tersebut, sebagian besar dari mereka dengan latar belakang politik yang beragam dicabut paspornya dan kehilangan identitasnya sebagai Warga Negara Indonesia. Seluruhnya harus berpindah dari satu negara ke negara lainnya untuk mencari suaka sementara hingga akhirnya sampai ke Belanda untuk menetap sebagai suaka akhir. Skripsi ini menggunakan metode sejarah dengan mengumpulkan studi literatur, berita-berita sezaman, serta sumber lisan sebagai penunjang utama penelitian.
ABSTRACTThis research chronologically discusses about Indonesian exiles in the Netherlands with precedent explanation about historical background of sending Indonesian students abroad in 1956 1964 by President Sukarno. They were sent to most of Eastern Europe countries to deepen their respective subject and were obligated to come home to serve the country, Indonesia, upon completing their study. In 1965 1966, they were faced by Indonesian political transition. As a consequence, most of Indonesian students rsquo passport living abroad with a distinct political background were revoked and lost their citizenship. They might seek for asylum to support their living, moved from one to another country and stop at the Netherlands as the last place to seek for asylum. This research used historical methods by collecting data, including primary and oral resources as supporting data. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Muhamad Nabhan Amin
"Menurut Pasal 1 UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum yang demokratis. Penegasan oleh Pasal 1 UUD ini membawa berbagai macam konskuensi dalam bernegara. Salah satu nya adalah pembagian kekuasaan dalam negara kepada tiga fungsi, yaitu legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Walaupun terdapat pembagian kekuasaan tersebut, UUD 1945 memberikan kekuasaan legislasi kepada Presiden sebagai eksekutif untuk mengeluarkan peraturan pemerintah yang dapat mengikat secara umum. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui mengenai konsep pemisahan kekuasaan di Indonesia, dan (2) mengetahui mengenai kedudukan, fungsi, dan karakteristik peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan Presiden berdasarkan kewenangan atribusi UUD 1945 pada keadaan normal dengan peraturan yang dikeluarkan dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa. Untuk mencapai tujuan tersebut, penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif yaitu penelitian yang bertujuan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah dalam hukum positif, termasuk juga studi kepustakaan yang terkait dengan objek penelitian. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa peraturan pemerintah yang dikeluarkan dalam keadaan normal berlaku untuk menjalankan undang-undang, sehingga berkedudukan di bawah undang-undang serta memiliki karakteristik sebagaimana peraturan di bawah undang-undang. Sedangkan peraturan pemerintah yang dikeluarkan dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa berfungsi untuk menggantikan undang-undang secara sementara sehingga disejajarkan dengan undang-undang. Selain itu, peraturan pemerintah yang dikeluarkan dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa memiliki dua alasan pembentukan yang tidak saling terikat, yaitu karena adanya kegentingan internal atau adanya kegentingan yang berasal dari luar pemerintahan. Dengan ditemukannya dua alasan pembentukan tersebut dalam penelitian ini, maka perlu dilakukan kajian lebih mendalam mengenai peraturan pemerintah jenis kedua, yaitu yang dibentuk dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa.
According to article 1 of the 1945 Constitution, the Unitary State of the Republic of Indonesia is a democratic rule of law. This clear statement brings various kinds of consequences in the state. One of which is to distribute power within the state into the legislative, executive, and judiciary. Although there is a distribution of powers, the 1945 Constitution provides legislation power for the President to issue government regulation that can bind legal subjects in the country. This study aims to find out (1) about the concept of distribution of power in Indonesia, (2) knowing about the position, function and characteristics of the regulations that is formed based on President's attribution authority within normal conditions and in a matter of coercive emergency. To achieve this goal, this study uses normative juridical methods, namely research that aims to examine the application of the rules in positive law, including literature studies related to the object of research. The results of this study indicate that government regulations which issued in a normal circumstances are applied to carry out the law, so it is placed under the law and has characteristics as it should be under the law. Whereas, the government regulation which issued in the case of coercive emergency is forced to function to replace the law on a temporary basis so that it is aligned with the law. In addition, government regulations which issued regarding the issue of coercive emergency have two reasons for its establishment that are not bound to one another, it is because of an internal concern or it is because a concern originating from outside the government. With the discovery of the two reasons for this establishment in this research, it is necessary to do a more in-depth study of the second type of government regulation, which is formed in the case of a matter of emergency."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Mayang Devi Azhara
"Kewenangan Presiden dalam hal menetapkan suatu Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) merupakan haknya dalam kekuasaan legislasi. Kewenangan tersebut diberikan secara langsung oleh Konstitusi dalam hal terjadi keadaan genting yang memaksa. Adanya kewenangan tersebut ditakutkan melampaui kewenangan Lembaga Legislatif sebagai lembaga utama yang memiliki kekuasaan legislasi. Mengenai hal tersebut, diperlukan suatu batasan bagi Presiden dalam hal menetapkan sebuah Perppu. Limitasi tersebut dapat berupa materi muatan dengan disandarkan pada 3 syarat parameter kegentingan yang memaksa dalam Putusan MK Nomor 138/PUU-VII/2009, yaitu: adanya keadaan hukum mendesak; kekosongan hukum; dan proses legislasi biasa memakan waktu yang lama. Dengan demikian, diperlukan suatu perubahan dalam Konstitusi ataupun Undang-Undang yang mengatur mengenai kewenangan tersebut. Tulisan ini bersifat evaluatif yang menilai pengaturan mengenai kewenangan Presiden dalam menetapkan Perppu dengan melakukan perbandingan pengaturan mengenai Constitutional Decree Authority dengan beberapa negara, yakni Brazil, Argentina, Ekuador, Filipina, dan Turki.
The President's authority in determining a Government Regulation in Lieu of Law (Perppu) is his right in the legislative power. This authority is granted directly by the Constitution in the event of a compelling emergency. The existence of such authority is feared to exceed the authority of the Legislative Institution as the main institution that has legislative power. Regarding this, a limit is needed for the President in terms of enacting a Perppu. The limitation can be in the form of the content of the Perppu based on the 3 conditions of the compelling urgency parameter in the Constitutional Court Decision Number 138/PUU-VII/2009, namely: urgent legal situation; legal vacuum; and the usual legislative process takes a long time. Thus, it is necessary to make a change in the Constitution or the Law that regulates this authority. This paper is evaluative the regulation regarding the President's authority in stipulating a Perppu by comparing the regulations regarding the Constitutional Decree Authority with Brazil, Argentina, Ecuador, the Philippines, and Turkey."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Bandung : Mizan, 1999
923.159 8 GUS
Buku Teks Universitas Indonesia Library
Ahmad Muhsin
Jakarta : Golden Terayon Press, 1994
923.159 8 AHM p
Buku Teks Universitas Indonesia Library