Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 218 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Martowidjojo, H. Mangil
Jakarta: Grasindo , 2001
320 092 MAR k
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Mochamad Rizky Soe'oed
"Amandemen konstitusi yang berlangsung sejak tahun 1999 hingga 2022 mempertegas bahwa Negara Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensial. Salah satu cara yang sering dibahas untuk meningkatkan efektivitas sistem pemerintahan presidensial adalah dengan melaksanakan pemilu secara serentak dengan menerapkan ambang batas pencalonan presiden yang sekarang diatur dalam pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang memberikan syarat kepada partai politik harus mendapatkan minimal 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional untuk bisa mengusung Calon Presiden dan Wakil Presiden. Dalam praktiknya, ketentuan ini selalu mengundang kontroversi dan sudah berulang kali diuji di Mahkamah Konstitusi. Tulisan ini akan menjelaskan secara detail bagaimana pengaturan ambang batas pencalonan presiden di Indonesia. Kemudian, tulisan ini juga akan menganalisis bagaimana ambang batas pencalonan presiden menurut putusan mahkamah konstitusi tahun 2022-2023. Tulisan ini disusun menggunakan metode penelitian doktrinal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa norma ambang batas pencalonan presiden tidak diatur dalam UUD NRI Tahun 1945, konstitusi hanya mengatur ambang batas kemenangan yang tercantum pada pasal 6 ayat (3). Norma ambang batas pencalonan presiden diatur secara detail pada undang-undang yang mengatur tentang teknis pelaksanaan pemilihan umum seperti UU No.23 Tahun 2003, UU No.42 Tahun 2008, dan UU No.7 Tahun 2017. Mahkamah Konstitusi dalam putusan-putusan nya selalu menegaskan bahwa norma ambang batas pencalonan presiden merupakan kebijakan hukum terbuka dan tidak bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945. Mahkamah Konstitusi menilai bahwa norma ambang batas pencalonan presiden memberikan dampak positif kepada sistem pemerintahan presidensial yang kuat.

The constitutional amendments that took place from 1999 to 2022 emphasized that Indonesia adheres to a presidential system of government. One way that is often discussed to increase the effectiveness of the presidential government system is to hold elections simultaneously by implementing the presidential nomination threshold which is now regulated in article 222 of Law Number 7 of 2017 concerning Elections which provides conditions for political parties to obtain a minimum of 20 percent of DPR seats. or 25 percent of valid national votes to be able to nominate candidates for President and Vice President. In practice, this provision always invites controversy and has been repeatedly tested at the Constitutional Court. This article will explain in detail how the threshold for presidential candidacy is set in Indonesia. Then, this article will also analyze the threshold for presidential candidacy according to the decision of the constitutional court in 2022- 2023. This article was prepared using doctrinal research methods. The research results show that the threshold norms for presidential candidacy are not regulated in the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia, the constitution only regulates the victory threshold as stated in article 6 paragraph (3). The threshold norms for presidential candidacy are regulated in detail in laws that regulate the technical implementation of general elections, such as Law No. 23 of 2003, Law No. 42 of 2008, and Law No. 7 of 2017. The Constitutional Court in its decisions always emphasized that the threshold norm for presidential candidacy is an open legal policy and does not conflict with the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia. The Constitutional Court considered that the threshold norm for presidential candidacy had a positive impact on a strong presidential government system."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fadli
"ABSTRAK
Tesis ini adalah hasil analisa resiko konstruksi dan model pengaruh kinerja pelaksanaan proyek konstruksi nasional akibat diberlakukannya Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2003 (Keppres 80/2003) Tentang Pedoman Pelaksana Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah Indonesia. Studi diawali dengan melakukan identifikasi resiko melalui proses studi literatur penyusunan perkiraan daftar resiko. Karena referensi kebanyakan hanya menyajikan talcs peraturan dan beberapa pembahasan mengenai Keppres no. 80 Tabun 2003 secara umum maka selanjutnya dilakukan survei ahli untuk menetapkan daftar resiko. Daftar resiko tersebut akan dijadikan dasar masukan penentuan pertanyaan wawancara selanjutnya dan penyusunan kuesioner yang akan disebarkan pada praktisi jasa konstruksi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor resiko yang paling dominan bagi kontraktor akibat penerapan Keppres 80 Tahun 2003 terhadap kinerja total proyek konstruksi adalah faktor resiko finansial, seperti: kecenderungan terjadinya iklim yang tidak sehat dengan memaksakan harga penawaran dibanting serendah mungkin sehingga cenderung mengganggu cash flow pelaksanaan biaya proyek. Hal tersebut terjadi karena umumnya kontraktor mendapat tekanan besar sebagai akibat penerapan Keppres 80 Tahun 2003 yang cenderung menyebabkan adanya perilaku penawaran harga terlalu rendah, adanya tekanan akibat semakin sedikitnya jumlah proyek semenjak terjadinya krisis moneter/multi dimensi 1998/1999, adanya tekanan akibat kebutuhan menjaga kontinuitas pengalaman perusahaan sesuai tuntutan pada penerapan Keppres 80 Tabun 2003, adanya tekanan perilaku dimungkinkannya kecenderungan banting harga merugikan komunitas industri konstruksi yang didukung oleh penerapan Keppres 80 Tabun 2003, adanya tekanan kebutuhan mendapatkan proyek agar karyawan perusahaan tidak menganggur (idle) (efek multiflikasi dari resiko kejadian krisis moneter/multi dimensi 1998/1999).
Studi dilaksanakan dengan menggunakan pengolahan data metode statistik terhadap kinerja total konstruksi, yang dilakukan berdasarkan hasil studi resiko pemberlakuan Keppres 80/2003. Hasilnya menunjukan bahwa kontraktor di Indonesia kebanyakan mengalami lost financial, berupa kerugian material (peluang nilai keuangan) akibat berbagai tekanan-tekanan yang dialaminya, yang pada gilirannya dapat menimbulkan efek multiflikasi yang dapat menghancurkan industri konstruksi nasional masa ke depan ini.

ABSTRAK
This thesis is a research on risk analysis of the outcome of Presidential Decree number 80 year 2003 [Keppres 80/2003] towards Performance of National construction project between year 2004 to 2006 concerning Guidance on Execution of Procurement in Indonesia for all Government Services and Goods. The research began by identifying risk through literature study compilation process of risk factors. Because reference most only presenting regulation text and some solutions concerning Keppres 8012003 in general, hence hereinafter done by expert survey for specifying risk list. Enlist the risk will be made by input base determination of question of interview hereinafter and compilation of questionnaire which will be propagated at practitioner of role of construction.
Research result indicate that very risk factors dominant for contractor as result of applying of Keppres 80/2003 to total performance of project of construction is risk factor financial, like: trend the happening of indisposed climate by forcing bid price is lambasted as low as possible causing tending to bother cash flow execution of expense of project. The mentioned happened because generally contractor get big pressure as effect of applying of Keppres 80/2003 tending to cause existence of behavior of offer of too low price, existence of pressure as result of progressively at least amount of project of since the happening of monetary crisis and or multi dimension crisis of 193811999, existence of pressure as result of requirement take care of continuity of experience of company of according to demand at applying of Keppres 80/2003, existence of behavior pressure possible by him(it tendency of trading down harm industrial community of construction supported by applying of Keppres 80/2003, existence of requirement pressure get project so that employees of company is not be out of job ( idle) ( effect multiplication from risk of occurrences of crisis monetary/multi dimension of 1998/1999). Study executed by using statistical methods data processing to construction total performance, what is done based on risk study result application of Keppres 80/2003. The result shown that contractor in Indonesia mostly experiences lost financial, in the form of loss of material ( monetary value opportunity) after table various the natural dividing valves, what in turn can generate effect multiplications available for breaking is industrial of national construction a period of to the fore this.
"
2007
T17497
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pasaribu, Alboin
"Tesis ini membahas tentang kekuatan hukum dekrit presiden yang pernah diberlakukan di Indonesia sebagai produk keputusan presiden dalam keadaan darurat. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa efektivitas dekrit yang dikeluarkan oleh presiden akan sangat ditentukan oleh dukungan berbagai kalangan dalam pelaksanaannya, sekalipun tidak ditemukan landasan pengaturannya dalam konstitusi. Di masa yang akan datang, presiden seharusnya tetap tunduk pada ketentuan konstitusi dan segala tindakan yang diambil dalam masa pemberlakuan keadaan darurat harus dapat diuji oleh lembaga peradilan.

The focus study of this thesis is the legal force of presidential decree in Indonesia as a product of the president's decision in the state of emergency. This thesis is a normative research. Result of this research indicates that the effectiveness of the implementation of a decree will be determined by the acceptance of various groups, even though it can not found the constitutional basis. The researcher suggest that the president should remain subject to the provisions of the constitution and all actions taken during the state of emergency must be reviewed by the courts in the future.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T36087
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indra Wahyu Herdana, auhtor
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk memahami kewenangan pemimpin negara, yaitu Presiden dalam mengambil suatu tindakan atau keputusan. Rumusan permasalahan dalam penelitian ini yaitu, ldquo;Mengapa Pemerintah Indonesia menunda eksekusi mati Mary Jane Veloso pada tahun 2015? rdquo; Penelitian ini menyoroti alasan di balik penundaan eksekusi mati terhadap terpidana mati kasus narkoba Mary Jane Veloso pada tahun 2015 lalu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kewenangan presiden dalam mengambil keputusan dapat dipengaruhi oleh faktor - faktor yang dari luar maupun dalam negeri. Dalam hal ini, faktor dari luar yaitu adanya permintaan dari Presiden Filipina agar Mary Jane tetap hidup karena dibutuhkan sebagai saksi terkait proses hukum di Filipina. Sedangkan faktor dari dalam negeri yaitu adanya tuntutan dari aktivis kemanusiaan untuk membatalkan hukuman mati. Menanggapi kedua hal tersebut, Pemerintah Indonesia melalui presiden akhirnya mengeluarkan keputusan untuk menunda eksekusi mati terhadap Mary Jane Veloso. Alasannya yaitu untuk menghormati proses hukum yang sedang berlangsung di Filipina dan juga karena presiden mendengar suara aktivis kemanusiaan. Penundaan melalui alasan tersebut diinterpretasikan sebagai bentuk kewenangan prerogatif presiden yang di satu sisi menjunjung tinggi konstitusi namun di sisi lain dapat mengambil keputusan atau tindakan di luar konstitusi itu sendiri.

ABSTRACT
This study aimed to understand the authority of the chief of state, namely the president in taking an action or decision. The problem of this study was ldquo Why did the Government of Indonesia delay the execution of Mary Jane Veloso in 2015 rdquo This study highlighted the reasons behind the postponement in execution of death row convict from drug cases Mary Jane Veloso in 2015. The result shows that the authority of the president 39 s decisions can be influenced by both external and internal factors. In this case, the external factor was the request of the President of the Philippines for Mary Jane to be alive because she is needed as a witness related to the legal process in the Philippines. While the internal factor was the demands of the human rights activists to cancel the death penalty. In response to both factors, the Government of Indonesia through the president finally issued a decision to postpone the execution of Mary Jane Veloso. The reasons were the president respected the ongoing legal process in the Philippines and the president heard the voice of human rights activists. The postponement through the reasons is interpreted as a form of presidential prerogative authority which upholds the constitution, yet allows decisions or acts beyond the constitution itself to be taken."
2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Nurhalimah
"ABSTRAK
Tesis ini menganalisis hambatan calon presiden perseorangan di Indonesia. Alasan yang melatar belakangi ialah Mahkamah Konstitusi menolak judicial review terkait calon presiden perseorangan padahal sebelumnya mengabulkan judicial review calon kepala daerah perseorangan. Mahkamah Konstitusi menolak dengan pertimbangan kehendak awal (original intent), calon presiden perseorangan tidak dikehendaki oleh MPR. Dengan menggunakan pendekatan sejarah dan perbandingan hukum, telah berhasil ditemukan dua jenis hambatan, hambatan normatif dan hambatan empiris. Hambatan normatif calon presiden perseorangan (independen) ialah, original intent tidak menolak secara tegas calon perseorangan hanya diam tenggelam dengan isu lainnya. Sedangkan hambatan empiris, terdiri atas 3 bentuk: hambatan dukungan minimal, hambatan kampanye, dan hambatan pasca pemerintahan terbentuk. Hambatan yang paling dikhawatirkan dari keseluruhan ini ialah hambatan pasca pemerintahan terbentuk yang menciptakan divided government. Setelah melakukan perbandingan dengan 12 negara Amerika Latin, dapat disimpulkan hambatan divided government sebenarnya dapat dicegah dengan cara membangun koalisi kohesif.

ABSTRACT
This thesis analyses the barriers of independent presidential candidates in Indonesia. The reason behind this is that the Constitutional Court rejected judicial review related to independent presidential candidates even though previously it granted judicial review of independent candidates for regional heads. The Constitutional Court refused with consideration of the original intent, the independent presidential candidate was not wanted by the MPR. Using a historical and legal comparison approach, two types of obstacles; normative obstacles and empirical obstacles have been found. The normative obstacle of independent presidential candidates is that the original intent did not expressly reject independent candidates which it drowned out other issues. While empirical barriers consist of 3 forms: minimal support barriers, campaign barriers, and post-government barriers are formed. The most worrying obstacle of this whole is the post-government obstacle which creates divided government. After making comparisons with 12 Latin American countries, it can be concluded that the obstacles to divided government can actually be prevented by building a cohesive coalition.
"
2019
T52668
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dirgahayu Miswar
"Selain dipengaruhi oleh keunggulan maupun kekurangan dari pembiayaan syariah, penggunaan pembiayaan syariah juga mungkin berhubungan dengan nilai-nilai pribadi yang dimiliki oleh seorang presiden direktur dalam suatu perusahaan dan hal ini didukung oleh teori eselon atas. Nilai-nilai pribadi dapat berasal dari agama atau kepercayaan seseorang. Penelitian tentang preferensi muslim sebagai presiden direktur terhadap penggunaan pembiayaan syariah di Indonesia masih tergolong jarang dibahas sehingga belum banyak dipahami oleh penduduk Indonesia. Oleh karena itu, penelitian ini menganalisis pengaruh presiden direktur muslim terhadap kemungkinan perusahaan untuk menggunakan pembiayaan syariah di Indonesia berdasarkan data dari 460 perusahaan terbuka yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2020. Hubungan antara presiden direktur muslim terhadap kemungkinan menggunakan pembiayaan syariah dianalisis menggunakan model probit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa presiden direktur muslim memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kemungkinan penggunaan pembiayaan syariah. Terdapat peluang yang lebih tinggi terhadap kehadiran pembiayaan syariah sebagai bagian dari struktur modal perusahaan saat perusahaan dipimpin oleh presiden direktur muslim, bahkan lebih tinggi untuk perusahaan terbuka dengan total aset yang lebih besar. Dengan demikian, hasil penelitian ini bersesuaian dengan teori eselon atas.

Aside from the advantages and disadvantages of Islamic financing, the usage of Islamic financing may be related to the personal values of the company’s president director and this is supported by upper echelons theory. Personal values may come from religions or beliefs. Study on the preferences of Muslim president directors towards Islamic financing in Indonesia is still relatively rare to be discussed so it is not widely understood by Indonesia’s population. Therefore, this study examines the influence of Muslim president director on the probability of Islamic financing’s presence in the capital structure based on data from 460 listed companies on the Indonesia Stock Exchange (IDX) in 2020. The relationship between Muslim president director towards the probability of Islamic financing’s presence in the capital structure was analyzed through probit model. We find that Muslim president director has a positive and significant effect towards the probability of Islamic financing’s presence in the capital structure. Islamic financing has a higher probability to be a part of the company’s capital structure when the company is led by a Muslim president director, even higher for listed companies with bigger total assets. This implies that our findings support the upper echelons theory"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Ali Farhan
"Dalam system presidensial pemerintahan secara langsung dijalankan oleh Presiden dan Wakil Presiden dengan dibantu oleh menteri-menteri, dalam menjalankan kekuasaannya presiden dan wakil presiden harus berpegang teguh terhadap Konstitusi dan Undang-Undang, sehingga dalam menjalankan kekuasaannya Presiden dan Wakil Presiden tidaklah menggunakan kekuasaannya secara semena-mena, di Indonesia masa jabatan presiden pada mulanya tidak mengenal adanya pembatasan terhadap masa jabatan, namun sejak dilakukannya amandemen UUD 1945 masa jabatan presiden pun dibatasi yang secara tegas dalam Amandemen Pasal 7 Undang- Undang Dasar 1945, dalam substansi pasal 7 Undang-Undang Dasar 1945 tersebut secara tegas membatasi presiden dalam menduduki jabatannya untuk ketiga kalinya. Oleh karena itu Presiden yang telah menjabat selama dua kali secara konstitusional harus berakhir dan tidak dapat mencalonkan Kembali sebagai presiden untuk masa selanjutnya, sehingga apabila presiden yang mempunyai Sejarah dan kredibilitas yang baik dan disukai oleh masyarakat harus berhenti diakhir masa jabatannya karena alasan pembatasan oleh konstitusi, padahal presiden sendiri merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dari demokrasi yang berarti pilihan rakyat, sehingga melarang kemungkinan pemilihan Kembali untuk kesekian kalinya juga berarti membatasi pilihan rakyat sebagai sumber legitimasi terhadap kekuasaan atau demokrasi itu sendiri.

In the presidential syetem the government is directly run by president and vice president with the assistance of ministers, in exercising their powers the president must adhere to the constitution and law, so that in exercising their powers the president and vice president do not use their powers arbitrarily, in Indonesia the presidential term of office initially did not recognize any rectrictions of on the term of office,but since the amendment of the 1945 constitution the presidential term of office has been limited which is expressly in amendment to article 7 of the 1945 constitution, in the substance of article 7 of the 1945 constitution expressly limits the president in occupying his position for the third time, therefore, the president who has served for two times constitutionally must end. And cannot re-nominate as president for the next term, so that president who has good history and credibility and is favored by the public must stop at the end of his term of office for reasons of limitation by the constitution, even though the president himself is an inseparable entity from democracy which means the choice of the people, so that prohibiting of the possibility of reelection for the umpteenth time also means limiting the people choices, as a source of legitimacy to power or democracy itself."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anna Erliyana
"ABSTRAK
UUD 3945 Pasal 4 ayat (i) menyebutkan bahwa Presiden Repuhblilc
Indonesia memegang Kekuasaan pemerintahan menurut Undang-
Undang Dasar. Ditinjau dari teori pembagian kekuasan, yang dimaksud kekuasaan pemerintahan adalah kekuasaan eksekutif. Sebagai kekuasaan
eksekutif, penyelenggaraan pemerintahan yang dilaksanakan Presiden dapat dibedakan antara kekuasaan penyelenggaran pemerintahan yang
bersifat umum dan khusus. Tujuan utuma dari Hukum Administrasi ada-
iah menjaga agar wewenang pemerintah berada dalam batas-bartasnya, sehingga warga masyarakat terlindung dari penyimpangan mereka. Tindakan pemerintah yang tidak berdasarkan hukum sama halnya dengan melampaui wewenang, atau menyalahi hukum. Keputusan Presiden Republik
Indonesia adalah pernyataaan kehendak di bidang ketata negaraan dan tata pemerintahan, yang dapat berisi peraturan umum (regeling) dan
keputusan (heschikking). Walaupun ada kemungkinan cakupan Keputusan
Presiden lebih luas, tetapi harus dibatasi pada lingkup administrasi
negara. Pembedaan antara Keputusan Presiden yang bersumber dari wewenang delegasi dengan Keputusan Presiden yang berdasarkan pada ketentuan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 penting, karena
Keputusan Presiden yang berdasarkan Pasal 4 ayat (1) UUD 1945 ber-
bentuk beleid mengandung kerancuan dengan adanya kewenangan dis-
kresi. Keputusan Presiden yang terbit selama kurun waktu 12 tahun (Januari 1987- Mei 1998) berjumlah 890 (delapan ratus sembilan puluh). Dari jumlah tersebut penerbitan Keputusan Presiden menurut wewenang administrasi khusus sejumlah 23O (dua ratus tiga puluh) atau 25.84% dan wewenang administrasi umum sejumlah 660 (enam ratus enam puluh)
atau 74,i6%. Keputusan Presiden yang terbit berdasarkan wewenang
administrasi umum yang dimuat dalam Lembaran Negara sejumlah 50
(7.58%). Seiebihnya, yaitu 610 (92,42%) Keputusan Presiden yang tidak
dimuat dalam Lembaran Negara. Keputusan Presiden yang terbit
berdasarkan wewenang administrasi umum dengan kriteria sebagai
peraturan umum (regeling) sejumlah 401 atau 60,76%), keputusan
(beschikking) sejumlah 18 aiau 2,7% dan peraturan kebijakan
(heleidsregel, policy rules) sejumlah 241 atau 36,51%. Keputusan
Presiden yang melanggar asas larangan melampaui wewenang terjadi
baik dalam Keputusan Presiden sebagai peraturan umum (regeling),
maupun peraturam kebijakan (heleidsregel, policy rules). Dalam pener-
bitan keputusan Presiden sebagai peraturan umum (regeling) yang
berjumlah 401 (empat ratus satu) tetapi tidak dimuat dalam Lembaran
Negara, diperoleh sejumlah 13 (3.24%) yang melanggar asas larangan
melampaui wewenang. Pada penerbitan sejumlah Keputusan Presiden
sebagai peraturan kebijakan (heleidsregel, policy rules), ditemukan
sejumlah 56 (23,24%) Keputusan Presiden yang melanggar asas Iarangan
melampaui wewenang."
2004
D1048
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bernardino Rakha Adjie Brata
"ABSTRACT
Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) mengatur bahwa kekuasaan dalam menerima duta negara lain berada di tangan Presiden. Akan tetapi, setelah perubahan UUD 1945 itu kekuasaan ini harus dilaksanakan oleh Presiden dengan memerhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Skripsi ini membahas serta menguraikan permasalahan-permasalahan yang timbul dalam keberadaan pengaturan kekuasaan Presiden dalam menerima duta negara lain sebagaimana terdapat dalam Pasal 13 ayat (3) UUD 1945 setelah perubahan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian yuridis normatif dengan melihat pula pada UUD 1945 naskah asli beserta perdebatan-perdebatan yang timbul dalam perumusan ketentuan ini di dalam UUD 1945 naskah asli dan perubahan serta menggunakan 3 (tiga) negara sebagai persandingan data. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat berbagai permasalahan yang dapat diulas sebagai akibat dari terdapatnya ketentuan Pasal 13 ayat (3) UUD 1945 setelah perubahan itu yang selain berkaitan dengan hukum tata negara juga bersinggungan dengan hukum diplomatik. Oleh karenanya, perlu adanya berbagai perbaikan terhadap pemahaman dan pelaksanaan Pasal 13 ayat (3) UUD 1945 ini supaya permasalahan-permasalahan yang ada dapat teratasi dengan baik.

ABSTRACT
The 1945 Constitution stipulates that the power to receive foreign ambassadors in Indonesia belongs to the President. However, after the amendment of said Constitution, this power must be exercised by the President by taking into account the opinion of the Peoples Representative Assembly (DPR). This thesis discusses and elaborates problems which arise from the stipulation on the Article 13 paragraph (3) of the Amended 1945 Constitution. Research method used in this thesis is a normative-juridical method with which also looks at the original version of the 1945 Constitution, the discussions and debates which backgrounds the stipulation in the original and amended version of the 1945 Constitution, and also by looking at the stipulations and practices in 3 (three) other countries as comparison. The result of this research shows that there are several problems that can be discussed as a result of the stipulation on the Article 13 paragraph (3) of the 1945 Constitution which relates to the constitutional law and diplomatic law. Therefore, there is a necessity for revisions on the understanding and implementation of this matter so that the problems can be well-resolved."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   3 4 5 6 7 8 9 10 11 12   >>