Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 356 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Agus Cahyono Adi
"ABSTRAK
Energi merupakan faktor utama yang menentukan kelancaran aktifitas ekonomi, akan tetapi sebagian besar pemakaian energi menimbulkan efek negatif terhadap lingkungan. Kompromi antara kedua kepentingan, kelancaran aktifitas ekonomi dan kelestarian lingkungan memerlukan strategi pemilihan jenis energi dan teknologi energi yang ramah lingkungan.
Optimasi dari komposisi jenis dan teknologi energi untuk mengurangi emisi senyawa-senyawa pencemar lingkungan memerlukan biaya yang lebih mahal. Penurunan tingkat emisi pencemar udara setempat (debu, NOx dan SOx) 20% dari skenario dasar mensyaratkan pemakaian peralatan de-nitrifikasi, de-sulfurisasi dan filter debu serta konservasi dan diversifikasi energi. Skenario ini memerlukan tambahan dana sekitar 5% dari kondisi biasa. Sedangkan untuk penurunan emisi pencemar udara global (CO2) 15%, pengendaliannya melalui program konservasi dan diversifikasi memerlukan tambahan dana sekitar 10%.
Gas alam dan tenaga air merupakan alternatif energi primer yang bersih untuk resiko pencemaran udara ini. Batubara merupakan energi primer yang mempunyai kontribusi pencemaran udara yang sangat besar baik untuk pencemaran udara setempat ataupun pencemaran udara global. Sedangkan biomasa mempunyai potensi yang besar untuk pengendalian pencemaran udara global, akan tetapi merupakan kontributor pencemaran udara setempat yang cukup besar khususnya untuk jenis pencemar debu.

ABSTRACT
Energy is the main factor of the success of the economic activities; on the other hand most of the energy utilization have negative impact for environment. Compromise of both areas, i.e. success of economic activities and sustainable environment required strategic planning on chosen of the environmental friendly energy type and technology.
Optimization on the reduction of the emission pollution from the energy mix and energy technology required expensive additional cost. The 20 percent reduction of the local air pollutant emission, i.e. dust, NOx and 5Ox required utilization of de-nitrification, de-sulphurization, and de-dust and also energy conservation and diversification programs. This scenario required 5 percent additional cost compare to the base scenario one. While 15 percent reduction of global air pollution, measured by energy conservation and diversification require 10 percent additional cost than in the base scenario.
Natural gas and hydropower are the cleanest primary energy type alternative for reduction of these two air pollution (local & global). Coal is the dirtiest energy type for both local air pollution and global air pollution. While biomass is the best measurement option for global air pollution but not applicable for local air pollution especially for dust.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kemas Syamsudin
"ABSTRAK
Selama kurun waktu 25 tahun khususnya sepuluh tahun terakhir dari tahun 1985 sampai 1995 pembangunan di berbagai sektor di Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang sangat pesat. Pertumbuhan sektor pembangunan yang pesat diikuti pula oleh pertumbuhan penduduk yang sangat pesat. Pertumbuhan penduduk yang pesat ini umumnya terjadi pada propinsi-propinsi tertentu saja, sehingga propinsi yang sudah padat penduduknya akan menjadi semakin padat.
Propinsi yang kepadatan penduduknya tinggi akan berkorelasi terhadap kualitas lingkungan. Yang menjadi permasalahan di sini adalah sektor pembangunan meningkat, jumlah penduduk rneningkat tetapi kualitas liugkungan khususnya kualitas udara menurun.
Sebaran penduduk yang belum merata ini diduga ada korelasinya dengan penduduk masih terpusat pada daerah-daerah tertentu. Sebaran industri maupun sebaran penduduk yang belum merata, khususnya di daerahdaerah yang sangat padat penduduknya tentu akan berdampak pada kualitas lingkungan khususnya kualitas udara.
Untuk mengetahui apakah sebaran industri manufaktur mempunyai korelasi terhadap sebaran penduduk maupun terhadap kualitas lingkungan, khususnya kualitas udara maka dilakukan studi ini.
Studi ini dilakukan dengan mengolah data sekunder, terutama dan Sensus Ekonomi 1985, Sensus Ekonomi 1995, Supas 1985, Supas 1995 dan Neraca Kependudukan Lingkungan Hidup Daerah 1995.
Manfaat studi ini adalah untuk memberikan masukan pada .suatu pengambilan keputusan dalam perencanaan tata ruang.
Pada studi ini diajukan empat hipotesis yaitu: (i) Penyebaran industri manufaktur mempunyai korelasi yang kuat terhadap penyebaran penduduk di tiap-tiap propinsi di Indonesia, (ii) Sektor usaha jasa (perdagangan besar, eceran, rumah makan, restoran, serta hotel; angkutan, penggudangan, komunikasi; jasa keuangan, asuransi, usaha persewaan, bangunan tanah, jasa prusahaan; jasa kemasyarakatan dan sosial hiburan dan peroraugan) mempunyai korelasi yang lebih kuat dibandingkan dengan sektor industri (pertambangan dan penggalian; manufakur; lisirik, gas, dan air, bangunan dan konstruksi) terhadap penyebaran penduduk di tiap-tiap propinsi di Indonesia, (iii) Sektor industri manufaktur secara umum mempunyai korelasi yang kuat terhadap pertumbuhan sektor-sektor usaha jasa industri lain terutama sektor usaha jasa, (iv) Sebaran industri manufaktur maupun sebaran penduduk mempunyai korelasi yang kuat terhadap kualitas udara.
Dari hasil analisis data dengan menggunakan persarnaan regresi dan korelasi melalui Program Statistika 5 maka dapat disimpulkan bnhwa hipotesis 1, 2, 3, dan 4 dapat diterima. Dalam hal korelasi antara penyebaran industri, penyebaran penduduk dan kualitas lingkungan, khususnya kualitas udara dapat dikatakan bahwa :
Semakin padat industri manufaktur di suatu daerah maka semakin padat penduduknya, demikian juga pencemaran udaranya akan semakin meningkat. Bahan pencemar udara yang berkorelasi dengan meningkatnya kepadatan industri manufaktur adalah debu, NOx, HC, CO, dan CO2, sedangkan bahan pencemar udara yang berkorelasi laugsung dengan uktivitas kepadatan penduduk adalah debu, CO, dan CO2 ini menunjukkan bahwa sebaran industri manufaktur dan sebaran penduduk mempunyai korelasi yang kuat terhadap kualitas lingkungan khususnya kualitas udara. Semakin padat industri manufaktur di suatu propinsi, maka semakin padat penduduknya sedangkan kualitas udaranya menjadi semakin rendah.

ABSTRACT
During the last quarter of a century, especially the last decade, from 1985 to 1995, development in every sector in Indonesia has shown a rapid ,growth_ The rapid growth was followed by an increase in population too. The growth of this population, generally, occurs in certain provinces. Hence, these provinces that are already crowded became even more crowded. Provinces which have a huge population will correlate with environmental quality. The problem here is that development. and population increased but environmental quality, especially air quality, decreased.
Unbalanced population distribution pattern may be due to the distribution are of manufacturing firms. The distribution of both manufacturing firms and population focussed in a certain region. Both these unbalanced distributions will certainly influence environmental quality.
To find out whether or not the distribution of manufacturing firms correlate closely with population distribution, and environmental quality, especially air quality, therefore this research was undertaken.
This research was conducted by processing secondary data, mostly from the economic census 1985, economic census 1995, Supas 1985, Supas 1995 and NKLU 1995.
This research is useful inproviding input for making decisions for site plan. This research proposed four hypotheses as follows:
1. The distribution of manufacturing firms have strong correlations with population distribution in each province in Indonesia
2. Services sectors (big trade, retail, restaurants and hotels, transport, finance services, insurance. rentals, real estates, services company, community social and personal services) have stronger correlations compared to industry sectors (mining and quarrying, manufacturing, electricity, gas and water supply, construction) towards population distribution in every province in Indonesia
3. Manufacturing, generally, has strong correlations towards the growth of service establishment or other industry, especially service establishment.
4. Manufacturing industry distribution as well as population distribution has strong correlations towards air quality.
Results of data analyses by using regression equation and correlation through Statistic Program 5, it could be concluded that hypothesis 1, 2, 3, and 4 can be accepted. Correlations between industry distribution, population distribution and air quality it could be stated that:
The more crowded the manufacturing industries in one region, the more dense population will be; the same is true with air pollution.
The air pollutant that have correlations with increasing manufacturing industries were dust, NOx, HC, CO, and C02. Whilst air pollutants that have correlations with population were dust, CO, and C02. These indicate that the Beater the population in one region, the lower the environmental quality will be, especially air quality.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meri Suhartini
"ABSTRAK
Karet tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia saat ini dan yang akan datang. Barang yang berbahan dasar karat diperlukan di seluruh negara di dunia baik untuk kehidupan sehari-hari, maupun keperluan khusus yang berkaitan dengan teknologi tinggi. Penggunaan karet alam untuk berbagai keperluan yang semakin meningkat seiring dengan kemajuan industri, di sisi lain menimbulkan dampak negatif berupa pencemaran. Salah satu dampak negatif tersebut adalah menumpuknya/tidak terolahnya limbah padat karet alam. Limbah padat karat alam adalah produk jadi atau setengah jadi berbahan baku karet alam, yang telah kadaluwarsa, cacat atau tidak dipergunakan lagi karena tidak dikehendaki.
Beberapa akibat merugikan yang disebabkan oleh adanya limbah produk karet alam adalah : 1. Gangguan terhadap kesehatan; 2. Gangguan terhadap kehidupan biotik; 3. Gangguan terhadap keindahan dan kenyamanan.
Limbah padat ini karena tidak dapat didaur-ulang, maka biasanya dibiarkan menumpuk begitu saja, ditimbun atau dibakar. Hal ini disebabkan karena karat alam merupakan bahan polimer yang bersifat termoset atau bahan polimer yang tidak dapat diolah kembali dengan cara pemanasan dan pengepresan. Selain itu karat alam juga merupakan bahan polimer yang sulit terdegradasi dialam, sehingga limbah karet alam tersebut akan menumpuk di permukaan bumi.
Dalam mengatasi limbah produk karat alam, beberapa upaya telah dilakukan antara lain pembakaran ataupun penimbunan, di mana hat ini menimbulkan masalah baru karena dengan pembakaran (insenerasi) selain biayanya cukup mahal juga menghasilkan asap hitam yang mengganggu pernafasan dan mengganggu kenyamanan. Sedangkan bila ditimbun di dalam tanah, akan mengganggu masuknya unsur hara dan menghambat resapan air kedalam tanah.
Untuk mengantisipasi semakin menumpuknya limbah karat, saat ini sedang dikembangkan bermacam-macam penelitian untuk menanggulangl limbah tersebut sesuai dengan kebijakan pemerintah yang tertuang dalam Pedoman Minimisasi Limbah (BAPEDAL,1992). Di antaranya yang penulis lakukan yaitu studi pendaur-ulangan produk dan limbah karat alam (Moditikasi dengan cara ''blending" polietilen dalam karet alam stiren). Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen yang dilakukan di laboratorium Bidang Proses Radiasi, Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi, BATAN, jl. Cinere Pasar Jumat.
Tujuan dari penelitian MI adalah untuk mendapatkan bahan karet yang dapat didaur-ulang guna mengurangi pencemaran lingkungan yang disebabkan penumpukan limbah karat alam. Sedangkan manfaat dari penelitian inl adalah sebagai bahan informasi penunjang bags penelitian lanjutan tentang bagaimana memperoleh karat atam yang dapat didaur ulang.
Sampel berupa lateks karet alam berasal dari Perkebunan karat Pasir Waringin Jawa Barat (PTP XI). Prinsip dasar dari penelitian ini adalah mengubah sifat karat yang semula bersifat elastomer termoset menjadi elastomer termoplastis dengan cara menambahkan stiren (monomer) dan polietilen (LDPE), dengan adanya penambahan tersebut diharapkan bahan karat modifikasi yang dihasiikan dapat didaur-ilang dengan cara sederhana. Penambahan stiren dilakukan setelah iradiasi dengan dosis 2 Mrad, di mana setelah ditambah stiren lateks kembali diiradiasi dengan dosis 1 Mrad, sefanjutnya dikeringkan dan di?blending?dengan polietilen. Data hasil percobaan dianalisis secara deskriptif menggunakan grafik, selain untuk mendapatkan kondisi optimal dan konsentrasi optimal dari polletilen yang ditambahkan, juga untuk mengetahui dapat tidaknya karet hasil modifikasi didaur-ulang. Hasil eksperimen dapat disimpulkan sebagal berikut Bahan karat modifikasi yaltu ?blending? karat alam stiren dan polietilen dapat didaur ulang dengan penurunan kekuatan tarik sebesar rata-rata 3,71%; perpanjangan putus 2,13%; rasio pengembangan volume 0,74% dan kekerasan 6,06% pada daur ulang langsung tanpa proses pengusangan. Sedangkan pada daur ulang yang dilakukan setelah proses pengusangan terjadi penurunan kekuatan tarik sebesar rata-rata 26,11%, perpanjangan putus 14,91%, rasio pengembangan volume 36,03% dan kekerasan 13,64%. Campuran karet alam stiren dan 20 psk polietilen merupakan komposisi campuran yang optimal, karena pada komposisi campuran tersebut sifat fisik mencapai maksimum dengan kekuatan tarik 110,62 kg/cm2; perpanjangan putus 416,7%; rasio pengembangan volume 4,07 dan kekerasan 66 shore. Sedangkan kondisi operasi optimum dicapai pada jumlah mastikasi sebanyak 60 kali dengan suhu 140°C, dan pada tekanan pengepresan 200kg/cm2 dengan suhu 160 °C selama 5 menit.
Dengan diperolehnya karat alam modifikasi yang dapat didaur ulang, akan memberikan banyak keuntungan di antaranya mengurangi limbah karet bekas pakai yang selama ini pengolahannya hanya dibakar, ditumpuk dan ditimbun begitu saja. Selain itu akan membuka lapangan usaha baru bagi pengusaha kecil, karena pendaur-ulangan bahan karet modifikasi dapat dilakukan dengan mudah.

ABSTRACT
Product Modification and Waste Recycle of Natural RubberNatural Rubber had been used in many purposes. It was increased every year following the development of industrial technology. One of by product of increasing natural rubber usage was increasing solid waste. It was due to natural rubber as an termoset elastomer polymer material, it could not be recycled by heating and pressing, besides that it is not a degradable polymer material. Therefore, used natural rubber became solid waste that accumulate on the earth.
To anticipate solid waste as by product from natural rubber use, many efforts have been done, for examples are incineration or ground pilling.
But this solution makes new pollution. The by product of incineration is black gas that may cause environmental pollution. This kind of pollution is causing health disturbance. If it were piled in the ground it will disturb important element and water cannot through the ground. Based on that reason, recently some experiment have been done to tackle the problems.
Study of product modification and waste recycle of natural rubber, was an experimental research, done in radiation processing laboratory (Polymer group), Center for the Application of Isotopes and Radiation, jl. Cinere, Pasar Jumat, South Jakarta, Indonesia.
Natural rubber latex concentrate was obtained from PTP Xl Pasir Waringin, West Java. Basic principal of the experiment was modification natural rubber latex that have thermoset elastomer characteristic to thermoplastic elastomer characteristic by blending polyethylene (Low Density Polyethylene) in styrene natural rubber. it was expected new rubber material that have such characteristic can be recycle.
Styrene was added after the first irradiation (dose 2 Mrad) and then continued irradiated for the second lime (dose 1 Mrad). After irradiation, latex styrene was dried and then blended with low density polyethylene.
The data from the experiment was analysed in a description manner using graph. This method, besides to carry out optimal condition and optimal concentration from added polyethylene is to understand whether the modification rubber can or cannot be recycled.
Conclusion of the experiment and analysed : Modification rubber material by blending polyethylene (Low Density Polyethylene) In styrene natural rubber can result in rubber that has elastomer thermoplastic characteristic. This makes the material can be recycled, with decrease in Tensile Strength average of 3.71%; in Elongation at break average of 2.13%; In Swelling ratio average of 0.74%; in Hardness average of 6.06% for direct recycle, and decrease In Tensile Strength average of 26.11%; Elongation at break average of 14.91%; Swelling ratio average of 36.03%; Hardness average of 13.64% for recycle after drying process.
Optimal blending concentration of styrene natural rubber and polyethylene (Low Density polyethylene) was reached on polyethylene concentration of 20 91100 g rubber styrene, ft has physical quality as tensile strength of 110.62 kg/ cm2; Elongation at break of 416.7%; swelling ratio of 4.07; hardness of 66 shore. Optimal operation condition was reached on mastication number of 60 times and temperature of 140°C, pressing at 200 kg/cm2 and temperature of 160 °C for 5 minutes.
Some benefit can be obtained with modification of natural rubber, besides can be recycle, It has a good price of about 3 to 5 times from before modification.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Moh. Saleh
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Susiani
"Kasus sengketa lingkungan hidup pada umumnya diselesaikan melalui pengadilan, baik secara perdata, maupun secara pidana yang diatur diadalam Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 22 Undang-undang Nomor : 4/1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (UULH). Namun jarang sekali kasus sengketa lingkungan hidup yang menang di pengadilan. Penyelesaian sengketa lingkungan hidup melalui Pengadilan memerlukan waktu yang tidak sedikit, sementara itu pencemaran terus berlangsung. Penyelesaian sengketa lingkungan hidup diluar proses sidang pengadilan relatif lebih menguntungkan, karena waktu yang diperlukan lebih singkat, para pihak dapat bermusyawarah dan bermufakat sehingga dapat menghasilkan keputusan yang bersifat win-win dalam arti tidak ada pihak yang menang ataupun yang kalah. UULH tidak mengatur tentang penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar proses sidang pengadilan. Namun di dalam Rancangan Undang-Undang Lingkungan Hidup (RUULH) yang akan datang diatur tentang penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar proses sidang pengadilan. Bahkan RUULH secara tegas membuka peluang bagi tumbuh dan berkembangnya mediator swasta disamping mediator yang berasal dari aparat pemerintah. Hal itu tercermin dalam Pasal 28 RUULH. Sebagai alternatif penyelesaian sengketa lingkungan, arbitrase banyak mempunyai kelebihan yaitu, cepat, murah dan efektif. Pada umumnya arbitrase dipakai dalam penyelesaian sengketa komersial (perdagangan) baik dalam negeri maupun luar negeri. Arbitrase karena sifatnya yang menjurus kepada privatisasi penyelesaian sengketa dapat mengarah kepada situasi win-win dan bukan win-lose. Meskipun lebih menguntungkan penyelesaian sengketa lingkungan hidup melalui arbitrase masih kalah populer dibandingkan dengan penyelesaian sengketa melalui mediasi. Hal ini terbukti belum satu pun sengketa lingkungan hidup yang diselesaikan melalui Arbitrase. Kurang populernya penyelesaian sengketa lingkungan hidup melalui arbitrase, karena kurang dikenalnya lembaga tersebut di dalam negeri sendiri."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eko Hendarto
"Peternakan sapi perah, merupakan salah satu usaha peternakan dengan tujuan untuk memberikan peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani peternak. Peternakan sapi perah, juga merupakan introduksi teknologi dari luar negeri, kegiatannya berpotensi menimbulkan pencemaran.
Pencemaran pada usaha peternakan, menurut kegiatannya, dapat dibagi dalam 2 (dua) macam, yaitu pencemaran di sekitar tempat usaha peternakan dan pada hasil ternak berupa susu. Agar potensi timbulnya pencemaran dapat ditekan, diperlukan upaya pengendalian.
Peternak sebagai pengelola usaha peternakan, dituntut untuk melakukan upaya pengendalian pencemaran, yang dalam bidang peternakan, dipengaruhi oleh latar belakang atau karakteristiknya yakni umur, mata pencaharian, tingkat pendidikan, lama beternak, jumlah ternak yang dipelihara, pendapatan, keterlibatan peternak dalam lembaga sosial dan tipe usaha peternakan.
Penelitian dilakukan pada peternakan sapi perah rakyat di Kabupaten Banyumas, Propinsi Jawa Tengah yang mendapat bantuan ternak dari Proyek Pengembangan Sapi Perah Baturraden bantuan Pemerintah dengan sistem Sumba Kontrak.
Tujuan penelitian untuk mengetahui peran serta peternak dalam upaya pengendalian pencemaran dan hubungan antara variabel karakteristik peternak dengan variabel upaya pengendalian pencemaran.
Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode survei. Penelitian bersifat diskriptif analisis. Teknik sampling yang digunakan adalah Multi Stage Purposive Random Sampling menurut petunjuk Sutrisno (1981), hingga didapat 15 desa sampel dan 133 responden (17,8 persen populasi peternak). Variabel bebas dalam penelitian adalah karakteristik peternak yang diasumsikan memberi pengaruh dalam upaya pengendalian pencemaran, sedangkan variabel terikatnya adalah upaya pengendalian pencemaran di sekitar tempat usaha peternakan dan hasil ternak berupa susu.
Dalam usaha mengkuantitatifkan kondisi kualitatif, digunakan bentang 1-5 dari kondisi sangat kurang sampai sangat baik. Untuk mengetahui pengaruh antar variabel, digunakan rumus koefisien korelasi Pearson dan Uji t, sedangkan untuk mengetahui besarnya pengaruh, digunakan Uji Koefisien Determinasi.
Berdasarkan uji di atas dapat disimpulkan bahwa :
1. Upaya pengendalian pencemaran yang dilakukan peternak sapi perah di sekitar tempat usaha peternakan, terdapat pada tingkat cukup berperanserta, sedangkan upaya pengendalian pencemaran terhadap hasil ternak berupa susu, pada tingkat baik peransertanya. Hal tersebut ditunjukkan dengan usaha peternakan sapi perah yang sebagian besar (52,53 persen) terdapat di tengah-tengah permukiman penduduk dengan potensi menimbulkan pencemaran, walaupun kondisi tersebut masih dapat diterima oleh masyarakat. Untuk hasil ternak berupa susu, ditunjukkan dengan tingkat pemahaman yang telah baik dalam hal hasil susu dapat berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat, walaupun pada kondsisi termotivasi oleh persyaratan penerimaan kualitas susu.
2. Terdapat hubungan antara umur, tingkat pendidikan, jumlah ternak yang dipelihara, pendapatan peternak, keterlibatan peternak dalam lembaga sosial dan tipologi usaha peternakan dengan upaya pengendalian pencemaran di sekitar tempat usaha peternakan dan pengaruh terbesarnya adalah variabel tingkat pendidikan sebesar 12,25 persen. Hal tersebut ditunjukkan pada kenyataan bahwa mayoritas peternak berpendidikan rendah.
3. Terdapat hubungan antara mata pencaharian, tingkat pendidikan, lama beternak, jumlah ternak yang dipelihara, keterlibatan peternak dalam lembaga sosial dan tipologi usaha peternakan dengan upaya pengendalian pencemaran terhadap hasil ternak berupa susu, dan pengaruh terbesarnya adalah variabel jumlah ternak sebesar 34,81 persen. Hal tersebut ditunjukkan pada kenyataan bahwa mayoritas peternak jumlah pemilikan ternaknya, sedikit.
Dattar Kepustakaan : 63 (1957-1995).
Jumlah halaman permulaan xx, jumlah dalam isi 167, Tabel 22, Gambar 3, dan Lampiran 11

Dairy cattle production is one of animal production. It has purposes for increasing the income and enhancing the prosperity of farmers. Culturally, dairy cattle is merely introduced technology from Western countries.
In fact, dairy cattle production has a potency to make pollution, caused by this activity itself. Pollution on dairy cattle, from their activity can be divided into two kinds i.e. pollution around the farm and pollution on the product of milk. In order to eliminate the potency of the pollution, then, the effort to control it is urgently needed.
To control pollution in their farm. The success of the effort is influenced by their background or their characteristic i.e. age, mean of livelihood, level of education, the duration in conducting animal production activity, number of animal, income of farmers, participation of farmers on social institution and type of animal production.
The research was conducted in Banyumas Regency, Central Java Province, and was on animal production held by the farmers who obtained the aid from the Development Dairy Cattle Paturraden Project from the Government, by Sumba Contract system.
The aim of the research was to uncover participation farmers on pollution control and correlation between the farmers characteristics and the effort of pollution control.
Survey method and descriptive analysis were used in this research. 133 respondents from 15 samples villages were collected by Multi Stage Purposive Random Sampling from Sutrisno (1501). The independent variables of this research was characteristic of the farmers with an assumption that it would have been influencing the effort of pollution control. Meanwhile, the dependent variable was the effort of pollution control around the farm and the product of milk.
Coefficient of Correlation by Pearson and the t test were exploited to uncover the influence between the variables. In the meantime, the determination Coefficient Test was used to meansure the degree of the influences.
Based on the analysis, it was found that :
1. In general, the participation of the farmers on the efforts to control pollution around the farm was in the level of "fair" (since the score was 3.15 from the maximum of 5). In the meantime, the effort to control pollution on the product of milk was in the level of "good" for the score was 4.3B.
These results were sustained by the fact that the majority the farm (52.63 percent) were located in the middle of public settlement, which have a potency to create pollution. In the meantime the farmers understanding about the effects of milk on public health was in level "good".
2. There was a correlation between age, level of education, number of animal, income of farmers, participation of farmers in social institution, and type of animal production with effort of pollution control around the farm. The lighest effect was the level of education i.e. 12.25 percent. This result was supported by the fact that the majority of farmers had a law education level.
3. There was a correlation between mean of live hood, level of education, duration in conducting animal production activity, number of animal, participation of farmers in social institution, and type of animal production with effort of pollution control on product of milk. The highest effect was the number of animal i.e. 34,81 percent. This result was supported by the fact that the majority of farmers had raised only a little number of animals.
Number of References s 63 (1957-1995).
Number of pages m Number of initial pages xx, Number of Content pages 167, Tables 22, Figures 3, Enclosures 11.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yulia Muliati Harun
"Pembangunan di Indonesia terus berlangsung dari Pelita ke Pelita, sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Di samping manfaat yang diperoleh dari pembangunan berbagai industri, bagi kesejahteraan masyarakat, risiko yang ditimbulkan berupa dampak atau pencemaran lingkungan pada air, tanah dan udara sangat mengganggu, bahkan merusak lingkungan hidup. Lebih jauh, akibat pencemaran industri atau pabrik dapat merugikan kesehatan manusia dalam bentuk gangguan kesehatan sebagai akibat dampak udara yang tidak sehat, seperti radang, saluran pernapasan, gangguan pada mata, kulit, dan sebagainya.
Namun dalam upaya menghadapi dampak pencemaran lingkungan dalam hal ini pencemaran udara, perilaku manusia dipengaruhi oleh persepsinya terhadap lingkungannya. Dalam hal ini persepsi masyarakat menjadi penting karena merupakan langkah awal dalam mencari strategi dan upaya-upaya pengelolaan lingkungan hidup. Sebagai langkah dini, penelitian ini dilaksanakan dengan memakai pendekatan-pendekatan kualitatif melalui wawancara (interview), Focus Group Discussion (FGD) untuk memutuskan variabel-variabel yang secara kolektif akan menggambarkan profit sosial ekonomi-budaya penduduk seperti: umur, status sosial ekonomi, pendidikan, jarak dengan sumber pencemaran, adat istiadat/kebiasaan, kelembagaan sosial, lama tinggal.
Kecamatan Palimanan terdiri atas 18 desa. Dari 18 Desa tersebut, ditentukan desa Palimanan Barat sebagai lokasi penelitian. Desa Palimanan Barat, yang terdiri dari 15 dusun, dipilih atas dasar pertimbangan bahwa desa tersebut paling memenuhi kriteria sebagai lokasi penelitian, karena keberadaan pabrik-pabrik kapur, semen dan peleburan aki bekas, yang diperkirakan sebagai penyebab utama pencemaran udara.
Jumlah responden semula adalah 170, yaitu 2,1% darijumlah populasi desa, sebanyak 8192 KK. Responden adalah kepala keluarga atau anggota keluarga, dipilih secara \
Dari 170 Kuesioner, ternyata sebanyak 24 (0,3%) kuesioner cacat, sehingga tak dapat diolah. Karena itu analisis data didasarkan atas 146 kuesioner (1.8%). Pengertian persepsi terhadap lingkungan adalah bagaimana individu memandang dan memahami lingkungannya, persepsi terbentuk karena proses penerimaan sejumlah sensasi melalui bekerjanya sistem saraf, sehingga kita dapat mengenal dan menyusun suatu pola.
Latar belakang masyarakat seperti lama tinggal, umur, pendidikan dan kemampuan ekonomi ikut menentukan persepsi. Hasil analisis data menunjukkan bahwa umumnya masyarakat mempersepsikan lingkungannya semakin kotor, namun mereka tak mempunyai daya upaya untuk menghindar dari kejadian pencemaran udara lebih jauh mereka berperilaku acuh tak acuh, dan bahkan cenderung pasrah.
Lingkungan yang dipersepsikan sebagai di luar batas-batas toleransi individu menimbulkan stress dan individu yang bersangkutan akan berusaha melakukan penyesuaian diri (coping) dan beradaptasi.
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
-Ada hubungan antara persepsi tentang pencemaran udara dengan perilaku penduduk terhadap kondisi lingkungan hidupnya dengan alternatif tidak ada hubungan.
Perbedaan persepsi terhadap pencemaran udara yang disebabkan oleh pabrik kapur dan pabrik semen serta peleburan aki bekas, dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial ekonomi, seperti mata pencaharian dan kesempatan kerja, serta jarak tempat tinggal dengan keberadaan pabrik.

The national development goes on from one to further stages of Repelita, in line with the development of science and technology. Beside the many positive yields gained from various industrial developments in the frame of increasing people's welfare, various risks stemming from the activities in the form of land, water and air pollutions are in fact very disturbing, even degrading the quality of the living environment. Previous observations revealed that industrial plants pollutions are increasingly giving adverse impact on human health in the form of physical disturbances resulting from foul and dirty air such as bronchitis, eye irritation, throat ache, skin allergy, etc.
In practice, in his efforts to face environmental pollution, in this respect air pollution, human behavior is mainly influenced by his own perception on his environment. Hence people's perception is very important to be dealt with, as it serves as a critical step in the finding of strategy and efforts in the field of environmental management.
In the first step, a preliminary survey was carried out using qualitative approach, visualizing focus group discussion and interview, in order to determine certain variables which will collectively give people's socio-economic profile such as age, economic status, education, distance from pollution sources, custom/tradition, local institutions, and length of stay.
The second step of the research was carried out through primary data collection through interviews with the help of questionnaires and depth interviews with selected resource persons, supported by observation. Relevant secondary data were obtained at the level of district, Sub-district, village, and sub-village.
The sub-district of Palimanan constitutes of 18 villages. Out of the 18 villages, the West Palimanan was purposively selected as area of study. This village, consisting of 15 sub-villages was selected on the basis that it meets the criteria of research area, i.e. the existences of limestone?s quarries and plants, cement plants, and used batteries melting plants, which were assumed as the major sources of the local air pollution. A number of 170 respondents, consisting of head and member of households were proportionally and randomly selected out of the whole population of the 15 sub-villages. But post to questionnaires selection, it was found out that 24 questionnaires were invalid to be included in the data procession, so that data analysis was carried out based on 146 questionnaires.
The whole research was guided by a single hypothesis: there is correlation between people's perception on air pollution with their attitude and behavior toward their environment, with alternative no correlation.
Theoretically, man's perception on his environment refers to how he views and understands his environment. Perception is then built through the process of receipt of a number of sensations by the operation of the nerves system, enabling him identifies and constructs a certain pattern. People's distinguished background such as age, education, culture, length of stay, and economic capacity help his perception construction.
Data analysis collectively revealed that in general people perceive that their air environment has been increasingly polluted with the existence of the above-mentioned industrial activities. Nevertheless they show no further efforts to stay away from the pollution events, many of them even tend to succumb themselves to the situation. Environmental air pollution, which is perceived as beyond the limits of individual tolerance, accumulatively create stresses, and as has been proved in the research, people voluntarily cope with and adapt himself to the situation.
Different perception on air pollution events generated by the limestone?s and cement plants and the used batteries melting plants were proved to have been influenced by socio-economic factors such as occupation, employment opportunities and access to employment, length of stay, distance from the plants. In the context of environmental management, it was concluded that efforts to overcome and manage the situation can be approached from the aspects of spatial and land use planning, community participation, strict law enforcement, and regional/local institutions.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dedi Priadi
"Tinjauan Dari Aspek Teknologi.
Kegiatan, industri yang merupakan pendukung utama pembangunan, serngkali mengeluarkan berbagai jenis limbah, baik limbah cair, padat maupun gas. Limbah industri umumnya mengandung berbagai jenis limbah, termasuk limbah bahan berbabaya, sehingga berpotensi besar dalam pencemaran lingkungan. Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengatasi masalah pencemaran akibat limbah industri, namun seringkali upaya tersebut menimbulkan masalah baru yang berupa pemindahan pencemar antar media.
Jurusan Teknik Gas dan Petrokimia Fakultas Teknik Universitas Indonesia telah melakukan berbagai penelitian tentang penanganan limbah industri, antara lain yang berkaitan dengan limbah industri yang mengandung amonia dan fenol beserta turunannya. Beberapa penelitian yang dilakukan memanfaatkan zeolit alam yang terdapat melimpah di bumi Indonesia, antara lain yang merupakan Proyek Riset Unggulan Terpadu (RUT) IV, V, VI.
Dengan tujuan mendapatkan hasil yang maksimal dan berdaya guna, Fakultas Tehnik Universitas Indonesia akan menyelenggarakan Seminar Ilmiah Sehari dengan topik "Masatah dan Penanganan Limbah Industri : Tinjauan dari Aspek Teknologi. Seminar tersebut merupakan hasil penelitian dari Kelompok Peneliti "Pengendalian Pencemaran dari Industri" dan Kelompok Peneliti "Perancangan Reaktor Kimia." yang ada di Jurusan Teknik Gas dan Petrokimia, FTUI. Seminar tersebut diharapkan merupakan forum pertukaran informasi antara dunia pendidikan, lembaga penelitian, dunia industri, serta Pengelola lingkungan."
Universitas Indonesia, 1997
Prosiding - Seminar  Universitas Indonesia Library
cover
Baroto Setyono
"Kota Depok tidak dipersiapkan sebagai kota yang mandiri melainkan direncanakan bagi pengembangan pemukiman penduduk yang bekerja di DKI Jakarta. Muncul akumulasi perumahan baru (pemukiman tertata) yang dibangun oleh pengembang dengan prasarana lingkungan baik, mempunyai akses baik menuju Jakarta serta fasilitas-fasilitas lainnya seperti pusat perbelanjaan, pertokoan dan perkantoran. Sejak dibangunnya perumahan pertama oleh Perum Perumnas pada tahun 1976 yang dikenal dengan nama Perumnas Depok I, Depok dengan luas wilayah 6.794, 902 Ha pemukiman mulai berkembang dan tingkat mobilitas masyarakamya semakin meningkat. Maraknya pembangunan perumahan tersebut di satu sisi telah membawa dampak positif terhadap peningkatan perekonomian dan kualitas hidup penduduk kota Depok. Namun di sisi yang lainnya akan menimbulkan sumber bangkitan perjalanan baru yang apabila tidak diantisipasi, dikelola dan disalurkan fengan baik, maka akan menimbulkan masalah lalu lintas yaitu kemacetan lalu lintas. Pada gilirannya, hal ini akan meningkatkan pencemaran udara sehingga menurunkan kualitas hidup penduduk khususnya yang tinggal di sekitar wilayah kemacetan lalu lintas tersebut. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan kemacetan lalu lintas, mengetahui pengaruh kemacetan lalu lintas terhadap kualitas hidup penduduk di sekitar wilayah kemacetan lalu lintas dan mengetahui upaya-upaya yang harus dilakukan untuk mengatasi kemacetan lalu lintas.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Lokasi penelitian dipilih pada lokasi-lokasi yang rawan terhadap kemacetan lalu lintas di Kota Depok. Lokasi terpilih (wilayah kemacetan lalu lintas) yaitu Jalan Arif Rahman Hakim dipilih berdasarkan lamanya kendaraan berhenti dan lamanya kemacetan lalu lintas terjadi, sedangkan lokasi tidak mengalami kemacetan lalu lintas adalah Jalan Raya Sawangan. Penduduk yang diteliti kualitas hidupnya adalah keluarga yang tinggal atau menetap di sekitar lokasi penelitian. Tingkat kualitas hidup penduduk diukur berdasarkan indikator kesehatan akibat pencemaran udara oleh kemacetan lalu lintas, yaitu dengan variabel gangguan kesehatan, biaya pengobatan dan waktu tidak penuh kerja. Untuk melihat hubungan kualitas hidup penduduk dengan kemacetan lalu lintas digunakan perhitungan statistik Chi-Square.
Penyebab kemacetan yang terjadi di Jalan Arif Rahman Hakim adalah pengoperasian Terminal Bus Depok yang melebihi kapasitas pelayanan terminal tersebut, persimpangan sebidang antara Jalan Arif Rahman Hakim dan rel kereta api dan kurangnya sistem pengawasan dari manajemen lalu lintas. Adanya hubungan kemacetan lalu lintas terhadap kualitas hidup penduduk diketahui melaui derajat hubungan yang kuat (C=0,433) antara variabel kemacetan lalu lintas yaitu kualitas udara dengan gangguan kesehatan, derajat hubungan yang cukup kuat (C=0,365) antara kualitas udara dengan biaya pengobatan, dan derajat hubungan yang cukup kuat (C=0,316) antara kualitas udara dengan waktu tidak penuh kerja. Hal ini berarti menjawab hipotesis penelitian, yaitu terdapat hubungan antara kemacetan lalu lintas dan kualitas hidup penduduk. Upaya-upaya yang harus dilakukan untuk mengatasi atau paling tidak mengurangi kemacetan lalu lintas yang terjadi di Jalan Arif Rahman Hakim adalah (i) Merubah status fungsi pelayanan terminal Kota Depok dari tipe C ke tipe A, atau Terminal Bus Kota Depok tetap dengan status fungsi tipe C dan membuat terminal baru di lokasi lain dengan status pelayanan tipe A. (ii) Membuat persimpangan tidak sebidang antara rel kereta api dengan Jalan Arif Rahman Hakim, baik berupa fly over atau under pass dan (iii) memperbaiki kualitas pengawasan manajemen lalu lintas dengan meningkatkan penegakkan hukum oleh aparat pengawas.

The Relationship Between The Quality Of Life Of Urban Settlers And The Traffic Jam: A Case Study in Depok CityDepok was not planned as a self-contained town, but planned for dormitory town. The merging new housing accumulation built by developers with good environment, has a good access to Jakarta and also other amenities such as shopping center, shops and offices. When it was developed and built as the first housing development of Perum Perumnas in 1976, it has been known as Perumas Depok I, Regional Depok with a wide of 6.794, 902 Ha, it expands and accelerates the social mobility progressively. The accumulation of housing development, on one side, has brought about positive impact on the economics and the quality of life for urban settlers in Depok; on the other side, it generates the source of disadvantageous situation due to traffic jam which is unexpected, anticipated and ill managed. The traffic jam, in turns will deteriorate the air, so that degradation of the quality of life for the residents especially who live around the region. The objective of the research is to identity the factors causing traffic jam and the influence of traffic jams on the quality of life for urban settlers around the region and also the efforts, which must be conducted to overcome the problem.
The research used a descriptive method. The location was selected at the location which gristle to traffic jams in Depok. The chosen location (traffic jam region) Jl. Arif Rahman Hakim was on the basis of duration vehicle desist and duration of traffic jam occurred; while the location which is not having a traffic jam is Jl. Sawangan Raya. Chosen population for quality of life were those families who live around the research area. The quality of life was measured by pursuant to health indicator anticipated by the effect of contaminated air by traffic jam, is variable of health problem, medication expenses and incomplied with timework. To support the findings of the relationship the quality of life for urban settler and traffic jam, it was used a statistical method of Chi-Square.
The cause of traffic jam occurred at Jl.. Arif Rahman Hakim is due to in efficient service function from bus terminal of Depok, an intersection between Jl. Arif Rahman Hakim and train track, and lack of management and control system. The existence of traffic jam influencing the quality of life for urban settler is indicated by a strong relationship with the level of C = 0,433 between variable of traffic jam that is air quality and the health problem, degree of relationship which is relatively strong (C=0,365) between air quality and the medication expenses, and degree of relation which is strong enough (C=0,316) between air quality and uncomplied with time work. This is evidence that, there is a relationship between traffic jam and the quality of life for urban settler. Efforts should be done to overcome or at least to leisure the traffic jam that occurred in J1. Arif Rahman Hakim is optimal returns the function of service bus terminal for Depok, if possible it chants to a status of function service bus terminal for Depok from type C to A, or the bus terminal remains to the status function is type C and it is making a new bus terminal in the other location with the status of type A. It makes two pieces of intersection between train track and Jl. Arif Rahman Hakim, good in the font of fly over or under pass. And it may improve the quality control of traffic management.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T14795
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Robby Yusac
"Pengelolaan limpasan hujan yang baik adalah pengelolaan yang tidak hanya memperhatikan faktor kuantitasnya saja, melainkan juga faktor kualitas yang semakin lama semakin memburuk. Kondisi sistem drainase yang ada di Indonesia banyak yang belum memisahkan antara saluran limbah greywater (sewer) dengan saluran drainase air hujan (drainage). Hal ini menyebabkan sering tercampurnya air hujan yang mengalir pada saluran drainase dengan air limbah terutama yang tergolong air limbah domestik Sarana biodrainase adalah salah satu solusi yang ditawarkan untuk mengatasi masalah tersebut disamping juga dapat memberi tambahan nilai keindahan/estetika. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti efisiensi pengurangan (efficiency removal) parameter yang menunjukkan kadar pencemar/polutan yang masuk ke dalam sarana biodrainase. Sarana ini ditujukan untuk memperbaiki kualitas air dari suatu tempat atau wilayah (dalam hal ini kavling rumah tinggal atau permukiman pada umumnya), yang pada akhimya (outlet) keluar di saluran drainase umum ataupun komponen LID lainnya seperti sarana sumur resapan dan sebagainya. Jenis-jenis parameter yang diteliti adalah BOD, COD, besi (Fe), fosfat, kekeruhan dan bakteri coli. Sedangkan tanaman yang digunakan adalah jenis kana atau bunga tasbih (Canna indika) atau garut (Canna glauca). Simulasi dilakukan selama 5 hari berturut-turut dengan membandingkan kondisi yang berbeda, yaitu kondisi tak jenuh dan jenuh pada masing-masing komponen media biodrainase. Hasilnya didapat pengurangan parameter kekeruhan dan orthofosfat merupakan parameter yang dapat dikurangi secara baik dan relatif konstan. Sedangkan untuk parameter lainnya seperti BOD, COD, besi dan bakteri coil hasilnya berfluktuatif dalam kurun waktu yang ditetapkan sebelumnya."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2005
T16060
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library