Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 77 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Greenstein, Fred I.
Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall, 1970
324.973 FRE a
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Fritz Edward
"The Constitutional Court of Indonesia plays significant role in securing democracy in Indonesia. In exercising their authorities, including the election result dispute and judicial review, the Court continues to affirm institutional judicial legitimacy and pursue their role to guard 1945 Constitution. The first Chief Justice Jimly Asshiddiqie showed how within five years of the Court?s establishment, he could strategically maximize its momentum and build the Court as a respectful institution. The Chief Justice Mahfud M D was then elected to reduce the judicial activism started by Jimly?s bench. However, against promises and expectations, Mahfud M D brought the Court to a level far beyond the imagination of the Constitution drafters. Parliament and President tried to limit the Court?s authority, not ones, and the Court was able to overcome those constrain. Current various available studies observed only how the Court issued their decisions and solely focus to the impact of the decisions. Scholars slightly ignore other constitutional actors in studying about the Court. In fact, political environment where the Court operated is one of the most important aspects which strengthen the Court?s institutional legitimacy. This paper attempts to discover the rise of the Court from political environment view outside the court. Political parties? maturity and political constraint are the key factors that support the development of the Court?s institutional power.

Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (Mahkamah) memerankan peran yang signifikan dalam mengawal demokrasi di Indonesia. Dalam menjalankan kewenangannya, termasuk di dalamnya penyelesaian sengketa tentang hasil pemilihan umum dan pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Mahkamah terus membangun legitimasi institutisinya dalam menjalankan peran sebagai pengawal Konstitusi 1945. Ketua Mahkamah yang pertama, Jimly Asshiddiqie, menunjukkan bagaimana dalam jangka waktu lima tahun dari pendirian Mahkamah, beliau dapat secara strategis memaksimalkan momentum pendirian ini dan membangun Mahkamah sebagai institusi yang dihormati. Kemudian Mahfud M D dipilih sebagai Ketua Mahkamah, dengan maksud untuk mengurangi kegiatan yudisial yang dimulai oleh Jimly dan jajarannya. Namun demikian, berlawanan dengan janji-janji dan harapan-harapan, Mahfud M D justu membawa Mahkamah ke tingkat yang jauh lebih tinggi dari yang semula dibayangkan oleh para pencetus pendirian Mahkamah. Perwakilan Rakyat dan Presiden kemudian mencoba untuk membatasi kewenangan Mahkamah, namun Mahkamah berhasil mengatasi hambatan-hambatan tersebut. Berbagai studi atas Mahkamah saat ini hanya meneliti bagaimana Mahkamah mengeluarkan putusan-putusan dan hanya berfokus pada dampak putusan-putusan tersebut serta acap kali mengesampingkan aktor-aktor konstitusional lainnya. Faktanya, situasi politik di mana Mahkamah berada saat itu merupakan salah satu hal yang terpenting yang dapat memperkuat legitimasi insitusional Mahkamah. Artikel ini mencoba untuk menemukan kebangkitan Mahkamah dari sudut pandang situasi politik di luar Mahkamah. Kedewasaan partai-partai politik dan kendala politis merupakan kunci yang mendukung perkembangan kewenangan institusional Mahkamah."
Depok: Faculty of Law University of Indonesia, 2015
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Candra Nur Imamah
"Tesis ini membahas kaderisasi politik yang dilakukan Dewan Pengurus Pusat Partai Kebangkitan Bangsa Periode 2009-2014 dengan organisasi keagamaan Nahdlatul Ulama NU sebagai basis massanya dalam rangka menyiapkan calon-calon pemimpin tingkat nasional. Ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologis deskriptif, dengan informan sebanyak sepuluh orang yang berasal dari PKB dan NU, serta pakar politik. Kesimpulan dari penelitian ini adalah kaderisasi politik PKB yang mengalami stagnasi, sementara dalam hubungan kaderisasi politik PKB dengan NU memberi keuntungan bagi PKB. Sedangkan dalam penyiapan pemimpin nasional, PKB memiliki blueprint dengan tiga belas agenda politik tentang kemandirian dan kedaulatan bangsa yang salah satu isinya adalah tentang kepemimpinan nasional. Hasil penelitian menyarankan bahwa PKB ke depan harus melakukan kaderisasi lebih serius, dan untuk menjadi partai terbuka, PKB harus keluar dari zona aman dengan mengembangkan basis massanya yang selama ini masih berkutat dengan warga NU. PKB juga harus menyiapkan calon-calon Pemimpin Nasional masa depan dengan perencanaan yang sistematis dan terstruktur.

This thesis discusses about the political cadres who carried out the Central Board of Partai Kebangkitan Bangsa Period 2009 2014 with religious organizations Nahdlatul Ulama NU as its mass base in order to prepare candidates for national level leaders. It is a qualitative research with descriptive phenomenological approach, the informant as many as ten people from PKB and NU, and political experts. The conclusion from this research is that PKB political cadres stagnated, while in a political cadres relationship PKB with NU provides benefits to PKB. Whereas in the preparation of a national leader, PKB has thirteen blueprint with the political plan of the independence and sovereignty of the nation is one of the contents is about national leadership. Results of the study suggest that in the future PKB must do more serious about the political cadres, and to be open party, PKB had to get out of the comfort zone to develop a mass base, which is still struggling with the NU community. PKB also have to prepare candidates for future national leaders with a systematic and structured planning.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tzu-chen Cheng
"ABSTRAK
World War II, the political system of Japan was characterized by the dominance of Liberal Democratic Party (LDP) in past several decades. Therefore, LDP, which has accumulated abundant of assets and developed a close and extensive relationship with business complex, has been won elections under competitive campaigns. This result aroused the accusation for unfair competition among political parties. However, the implementation of Political Parties Law (PPL) would like to influence the freedom of party politics, people's thought and assembly and association. This article tries to explore the purpose and motivation of making the Political Parties Law in Japan through perspective of comparative politics. Through analyzing the version of PPL proposed by political parties and interest groups, it reveals that the real motivation of Japanese parties is to standardize the management rules of parties and to promote the oligopoly of parties for maximizing the political power. On the other hand, interest groups are focusing on the convention and subsidies of parties. Consequently, the party politics of Japan will fall into the competition of oligarchy and bring politics as a serving role of business complex. That is, the expected effecet of PPL as a new institution is to continually promote the benefits of big parties, and interest groups tend to follow the path of market nules in their political development. Currently, the decline of Political Funds Control Acts has triggered the advocate of PPL as a good idea, but is also provides an opportunity for those actors to sponsor institutional arrangements which are favorable ther intereset, However, the implementation of PPLK will reduce the number of political parties, siden the gap between big and small parties, and raise subsidies for big parties because of the exclusion of small parties from participation."
Taipei: Taiwan Foundation for Democracy, 2017
059 TDQ 14:4 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Primus Wawo
"Ketika pemimpin rezim Orde Baru, Soeharto, dijatuhkan oleh gerakan reformasi rakyat Indonesia pada bulan Mei 1998 harapan berlangsungnya sebuah pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur yang demokratis menjadi keinginan semua pihak. Semua pihak tentunya tidak ingin lagi melihat adanya berbagai bentuk intervensi dan pemerintah pusat yang berlebihan di luar aturan hukum yang ada, seperti yang tampak pada praktek pemilihan di era Orde Baru. Namun kenyataan justru tidak menunjukkan sebuah perubahan yang signifikan. Bahkan konflik muncul akibat bentuk intervensi seperti di era Orde Baru terlepas dilakukan secara langsung ataupun tidak langsung. Studi ini berfokus pada konflik Internal PDI-P antara Megawati (DPP) dan Tarmidi Suhardjo (DPD) dalam pemilihan Gubernur DKI Jakarta Periode Tahun 2002-2007.
Metode penelitian yang digunakan studi ini meliputi empat aspek. Pertama, pendekatan kualitatif. Kedua, tipe penelitian deskriptif analitis. Ketiga, teknik pengumpulan data primer melalui wawancara mendalam (interview indepth), data sekunder dengan studi kepustakaan. Keempat, teknik analisis dengan kualitatif.
Adapun temuan-temuan yang dihasilkan dari studi ini dengan menggunakan metodologi di atas meliputi;
Legitimasi hukum yang telah diperoleh oleh Sutiyoso berupa ketetapan DPRD DKI Jakarta tentang mengakuan oleh DPRD DKI Jakarta sebagai Gubernur DKI Jakarta Periode Tahun 2002-2007, dan penetapan atau pelantikan oleh Presiden RI setelah sebelumnya dipilih secara sah oleh sebagian anggota DPRD DKI Jakarta menunjukkan bahwa secara hukum Sutiyoso adalah Gubernur DKI Jakarta Periode Tahun 2002-2007.
Meskipun Sutiyoso terpilih sesuai mekanisme perundang-undangan yang berlaku, namun munculnya berbagai kelompok kepentingan (interest group) dan kelompok penekan (pressure group) yang menolaknya sebagai Gubernur DKI Jakarta merupakan indikasi tidak maksimalnya legitimasi politik yang diperolehnya, Bahkan dukungan yang diberikan oleh Megawati (DPP) terhadap Sutiyoso tidak memperkuat legitimasi politik tersebut, karena Megawati (DPP) melakukannya di luar prinsip-prinsip demokrasi yang berlaku secara umum.
Begitu pula tampilnya elemen kekuatan politik masyarakat baik kelompok kepentingan (interest group) maupun kelompok penekan (pressure group) dalam pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur yang memperjuangkan aspirasi dan calonnya masing-masing harus dipandang sebagai sebuah bentuk partisipasi politik masyarakat Jakarta yang memberi kontribusi terhadap proses demokrasi terutama pada mekanisme pencalonan dan pemilihan. Karena itu adanya penilaian bahwa sejumlah aksi atau demonstrasi tidak murni atau ditunggangi tentu tidak relevan lagi dibicarakan dalam kaitannya dengan proses-proses politik yang terkait dengan kekuasaan dan kepentingan.
Selanjutnya, adanya pengakuan anggota DPRD DKI Jakarta terutama anggota DPRD dari Fraksi PDI-P bahwa diantara mereka tidak diperintah memilih Sutiyoso dapat dianggap sebagai salah satu bentuk kebohongan publik. Sebab munculnya rekomendasi Megawati (DPP) Nomor: 94911NIDPPIVII12002 tanggal 15 Juli 2002 yang memerintahkan agar Fraksi PDI-P DPRD DKI Jakarta memilih Sutiyoso setidaknya membuktikan adanya penyimpangan dalam proses politik. Dan penyimpangan itulah yang menjadi hakekat dari sumber konflik internal PDI-P antara Megawati (DPP) dan Tarmidi (DPD).
Konflik muncul karena Megawati (DPP) tidak menjunjung tinggi prinsip-prinsip demokratisasi, yang berarti pula telah melanggar pokok-pokok pikirannya sendiri yang pernah dilontarkan ke publik sebelum menjadi Ketua Umum PDI-P. Dan sebagai dampak dari penyimpangan ini tidak hanya membuat Tarmidi Suhardjo dipecat sesuai Surat Nomor: 205/DPP/KPTSI/X/2002 tanggal 8 Oktober 2002 dan keluar dari PDI-P, tetapi akan mempengaruhi perolehan suara PDI-P pada pemilu 2004.
Dukungan Megawati sebagai Ketua Umum DPP PDI-P dan sebagai Presiden terhadap Sutiyoso merupakan bukti bahwa penguasa cenderung mempertahankan kekuasaannya. Karena itu dukungan Megawati terhadap Sutiyoso dalam pemilihan Gubennir/Wakil Gubernur DKI Jakarta Periode Tahun 2002-2007 tidak lepas dari kepentingan jangka pendek dan jangka panjang Megawati (DPP). Kepentingan jangka pendek Megawati berupa kepentingan ekonorni dan jaminan stabilitas sisa masa jabatannya. Sedangkan untuk jangka panjang kepentingan Megawati (DPP) berupa naiknya kembali elit PDI-P dipanggung politik nasional setelah memenangi permilu 2004.
Karena itu terpilihnya Sutiyoso yang sangat ditentukan oleh adanya kekuatan politik DPP PDI-P harus dilihat sebagai bagian dari proses tawar menawar politik (bargaining) antara kepentingan Sutiyoso yang ingin terpilih kembali sebagai Gubernur DKI Jakarta Periode Tahun 2002-2007 dan kepentingan Megawati yang ingin agar masa kekuasaannya yang tanggal beberapa bulan lagi dapat bertahan, serta kepentingan PDI-P untuk pemenangan pemilu 2004.
Namun bagaimanapun juga intervensi Megawati (DPP) dalam pemilihan Gubernur DKI Jakarta dengan mendukung Sutiyoso yang bukan kader PDI-P patut disesalkan oleh kader dan massa PDI-P, karena Megawati selaku Ketua Umum Partai dalam mengeluarkan rekomendasi dalam mendukung Sutiyoso tidak didahului dengan menjelaskan ke seluruh massa pendukungnya bahwa dukungannya terhadap Sutiyoso adalah demi kepentingan kekuasaannya dan kepentingan PDI-P."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13855
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Rezza Naufal
"Tesis ini membahas tentang Keanggotaan DPD terkait Larangan dari Partai Politik, dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana keanggotaan DPD terkait larangan dari partai politik, problematika yang timbul dari keanggotaan DPD dari partai politik dan mengetahui keanggotaan DPD yang ideal untuk mewujudkan checks and balances dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif, melalui studi kepustakaan, dengan tipologi penelitian preskriptif yaitu melakukan pendekatan secara intensif, mendalam dan mendetail serta komprehensif untuk menggali secara mendalam mengenai masalah penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keanggotaan DPD dari partai politik terkait larangan diatur pertama kali oleh Pasal 63 UU No. 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD bahwa calon anggota DPD tidak menjadi pengurus partai politik sekurang-kurangnya 4 (empat) tahun yang dihitung sampai dengan tanggal pengajuan calon. Kemudian syarat tersebut dihilangkan pada undang-undang selanjutnya. Kemudian diatur kembali dalam Putusan MK No. 30/PUU/XVI/2018. MK menafsirkan makna “pekerjaan lain” dalam Pasal 182 huruf l UU 7/2017 tentang Pemilihan Umum termasuk sebagai pengurus Partai Politik mulai dari tingkat pusat sampai tingkat paling rendah sesuai dengan struktur organisasi partai politik yang bersangkutan. Problematika yang timbul dari keanggotaan DPD dari partai politik ini adalah dapat menimbulkan konflik kepentingan antara DPD dengan partai politik dan merubah original intent DPD sebagai pembawa aspirasi daerah dan kekuatan penyeimbang antara politik dan daerah.

This thesis discusses about DPD membership related to the Prohibition of Political Parties, with the aim to find out how the DPD membership is related to the prohibition of political parties, problems arising from the DPD membership of political parties and to find out the ideal DPD membership to realize checks and balances in the Indonesian constitutional system. This research was conducted using normative legal research methods, through library research, with prescriptive research typologies that are conducting intensive, profound, detailed and comprehensive to explore deeply about research issues. The results showed that the membership of the DPD from political parties related to the ban was first regulated by Article 63 of Law No. 12 of 2003 concerning the General Election of Members of the DPR, DPD, and DPRD that the DPD candidate members do not become administrators of political parties for at least 4 (four) years as of the nomination date. Then these conditions are removed in the next law. Then rearranged in the Constitutional Court Decision No. 30 / PUU / XVI / 2018. The Constitutional Court interprets the meaning of 'other work' in Article 182 letter l of Law No. 7/2017 regarding General Elections including being an administrator of a Political Party starting from the central level to the lowest level in accordance with the organizational structure of the political party concerned. The problems that arise from the DPD membership of political parties are that it can lead to conflicts of interest between the DPD and political parties and change the DPD's original intent as a carrier of regional aspirations and a balancing force between politics and the region.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T55349
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aminuddin Kasdi
Yogyakarta: Jendela, 2001
324.2 AMI k
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Salman Fachry
"ABSTRAK
Penelitian ini didasarkan pada proses dan mekanisme pemberhentian
antarwaktu dan penggantian antarwaktu yang diatur dalam UU No. 27 Tahun
2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD dan UU No. 2 Tahun 2008 tentang
Partai Politik beserta UU perubahannya yaitu UU No. 2 Tahun 2011. Penelitian
ini membahas dua permasalahan utama. Pertama, kewenangan yang dimiliki oleh
partai politik dalam mengusulkan pemberhentian antarwaktu dan penggantian
antarwaktu anggotanya yang duduk di DPR. Kedua, mekanisme ideal
pemberhentian antarwaktu dan penggantian antarwaktu yang diatur oleh uu dan
peraturan terkait. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis
normatif yang menggunakan data sekunder. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kewenangan partai politik dalam mengusulkan pemberhentian antarwaktu dan
penggantian antarwaktu ini masih terus diperdebatkan oleh pihak-pihak tertentu.
Kewenangan tersebut telah diajukan kepada Mahkamah Konstitusi untuk
dilakukan pengujian. Hasil dari pengujian tersebut adalah hak recall yang dimiliki
poleh partai politik ini tidak bertentangan dengan pelaksanaan demokrasi
perwakilan, dan anggota legislatif yang telah keluar dari keanggotaanya dari partai
politik tidak serta merta dinyatakan berhenti dari keanggotaan legislatif, tidak
seperti pada keputusan MK sebelumnya. Disamping itu, dari data yang penulis
dapatkan, ternyata masih terdapat ketidaksesuaian antara pelaksanaan proses
pemberhentian antarwaktu dengan mekanisme yang diatur oleh undang-undang
dan amanat kedaulatan rakyat yang ada dalam konstitusi negara Indonesia.

ABSTRACT
This research is based on the processes and the mechanism of the
intertemporal dismissal and the replacement or usually named as recall which are
regulated in Act No.27/ 2009 regarding MPR, DPR, DPD and DPRD and Act
No. 2/2008 regarding Political Parties Act and its amendments, Act No. 2/2011. In
this paper, there are two main issues. First, the political parties’s authority to
proposed the dismissal and replacement of their members in the parliament
(DPR). The second is to describe about the ideal mechanism of the recall process
based in Indonesia for further. The method used in this study is a yuridis normatif
by using the secondary data. The results showed that the political parties in
Indonesia have the authority to propose the recall process for their members that
registered in DPR. There are several people that disagree about this recall
authority which is own by the political parties. This recall by political parties’s
proposed has been tested by the constitutional court (Mahkamah Konstitusi) and
the results showed that this authority to recall their members in the parliament is
not contradict with the implementation of the representative democracy. Not only
those, in 2013 Constitutional Court made a decision that escape from political
party does not mean followed by resign from legislative member. In addition, in
the case studies that is included in this matters, it turns out that there is still an
incompatibality between the implementation of the recall process according to the
mechanism that regulated by the law."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T38882
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dardir Abdullah
"Keberadaan partai politik lokal di Nanggroe Aceh Darussalam merupakan salah satu terobosan yang signifikan dalam upaya memperkuat partisipasi masyarakat dalam berpolitik dan berdemokrasi. Partai politik lokal bisa menjadi salah satu alternatif pemecahan masalah kebuntuan politik yang dialami masyarakat, pembangunan dan penguatan potensi politik di tingkat lokal. Oleh karena itu "Keberadaan Partai Politik Lokal Dalam Meraih Dukungan Masyarakat di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD)" diharapkan dapat menjadi pintu solusi ketika negara dirasakan belum atau tidak mampu memberikan rasa keadilan secara merata, artinya pembangunan belum berhasil menyentuh keseluruh wilayah. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tanggapan dan sambutan masyarakat terhadap keberadaan partai politik lokal di propinsi Nanggroe Aceh Darussalam, serta komitmennya dalam rangka membangun dan meningkatkan kesejahteraan rakyat di propinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Metode penelitian yang di gunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Partai politik lokal adalah sebuah organisasi politik yang dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia yang berdomisili di Aceh secara sukarela atas dasar persamaan kehendak dan citacita yang sama untuk memperjuangkan dan mewujudkan kepentingan anggota, masyarakat, bangsa, dan negara melalui pemilihan umum secara damai, sejahtera, adil dan makmur dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Partai politik lokal merupakan harapan baru rakyat Aceh, dan merupakan salah satu alternatif pilihan politik masyarakat dalam menyalurkan segala aspirasinya. Masyarakat Aceh saat ini bebas memilih dan menentukan pemimpinnya. Walaupun umurnya masih masih tergolong baru, Dukungan masyarakat Aceh terhadap keberadaan partai politik lokal sangat besar. Kehadiran partai politik lokal di Aceh sebagai salah satu kekuatan baru dalam rangka memperkokoh dan meningkatkan rasa Nasionalisme, memperkuat integrasi dan Ketahanan Nasional, dalam menghadapi dan mengatasi segala ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan yang datang dari dalam dan luar, secara langsung maupun tidak langsung membahayakan integritas, identitas, kelangsungan hidup bangsa dan negara serta perjuangan bangsa mencapai tujuan nasional.

The existence of local political parties in Aceh is one of the significant breakthrough in efforts to strengthen public participation in politics and democracy. Local political parties could be one of the alternative solutions to problems experienced by the people of political deadlock, the development and strengthening of the political potential at the local level. Therefore, 'The existence of Local Political Parties In Achieving Community Support in the province Nanggroe Aceh Darussalam (NAD)" is expected to be a door solution when the country felt not to or are unable to provide a sense of justice evenly, meaning that the development has not managed to touch throughout the region. This study aimed to describe the response and public response to the existence of a local political party in the province of Aceh, and its commitment in order to build and improve the welfare of the people in the province of Nanggroe Aceh Darussalam. The research method used in this study is qualitative.
From the results of this study concluded that local political party is a political organization formed by a group of Indonesian citizens who reside in Aceh will voluntarily on the basis of equality and the same ideals to strive for and realize the interests of its members, the community, the nation, and the state through general elections were peaceful, prosperous, just and prosperous in the frame of the Republic of Indonesia. Local political parties are the new hope of the people of Aceh, and is one of the alternative options in channeling all their political aspirations. The people of Aceh is now free to choose and determine their leaders. Although age is still relatively new, the people of Aceh to support the existence of a local political party is very large. The presence of local political parties in Aceh as one of the new powers in order to strengthen and increase the sense of nationalism, strengthen integration and National Security, in the face and overcome all threats, harassment, obstacles and challenges that come from inside and outside, directly or indirectly harm integrity, identity, survival of the nation and the state and the nation's struggle to achieve national goals.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   2 3 4 5 6 7 8   >>