Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 76 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hanta Yuda AR
"Penelitian ini dilatarbelakangi penurunan perolehan suara Partai Golkar di Pemilu 2009 yang cukup signifikan (7,13 persen), yaitu dari 21,58 persen di 2004 menjadi 14,45 persen di 2009. Padahal Partai Golkar di Pemilu 2009 juga mewarisi infrastruktur dan jaringan organisasi yang sangat kuat seperti pada pemilu sebelumnya (Pemilu 2004). Potensi-potensi itu mestinya dapat menjadi modal dasar bagi Partai Golkar di Pemilu 2009 untuk mempertahankan kemenangan 2004. Karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mencari jawaban mengapa perolehan suara Golkar menurun signifikan di Pemilu 2009, kendatipun mewarisi jaringan infrastruktur organisasi yang kuat dan tingkat institusionalisasi yang baik, dan faktor-faktor apa yang menyebabkan penurunan itu.
Untuk menganalisa penyebab penurunan perolehan suara Golkar tnt, menggunakan teori institusionalisasi partai dari Vicky Randall dan Lars Svasand; faksionalisme partai menurut Paul G Lewis, Belloni dan Andrew Nathan; teori oligarki Robert Michels, partai terkartelisasi dari Kartz dan Mair, serta teori kepemimpinan dari Andrew Hedrewood. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, sedangkan teknik pengumpulan data melalui kajian literatur, analisis dokumen resmi organisasi Partai Golkar dan hasil survei lembaga independen, serta wawancara mendalam dengan sembilan narasumber dari internal dan ekstemal Partai Golkar yang mengetahui dan memahami dinamika internal Golkar. Sementara teknik analisis data menggunakan deskriptif analitis.
Temuan dari penelitian ini menunjukkan tingkat institusionalisasi Partai Golkar diukur dari empat dimensi Randall dan Svasand cukup baik dan relatif kuat. Kekuatan Golkar dalam beberapa dimensi institusionalisasi yang selama ini diyakini menjadi faktor penyebab kemenangan Golkar di Pemilu 2004, ternyata gagal mengantarkan Golkar sebagai pemenang di Pemilu 2009, dan justru mengalami penurunan suara cukup siginifikan. Hasil penelitian ini menunjukkan ada empat faktor internal penyebab penurunan perolehan suara Partai Golkar itu: (1) kegagalan Partai Golkar mengelola faksionalisme internal; (2) problem kaderisasi dan penyimpangan dalam rekrutmen internal; (3) kepemimpinan internal yang kurang mengakar ke bawah dan dampak kekeliruan komunikasi politik; serta (4) krisis identitas ideologi partai. Keempat faktor internal inilah menjadi penyebab utamanya. Selain itu juga dipengaruhi faktor ekstemal yang gagal diantisipasi Golkar: (1) rasionalitas dan persepsi publik yang merugikan posisi politik Golkar sebagai bagian dari pemerintahan; (2) efek strategi politik pencitraan yang massif dilakukan Partai Demokrat; (3) kehadiran Gerindra dan Hanura sebagai partai pecahan Golkar; serta (4) sistem suara terbanyak yang gagal diantisipasi Golkar.
Implikasi teoretis menunjukkan bahwa tingkat institusionalisasi yang baik menurut Randall dan Svasand memang mendukung daya tahan suatu partai untuk tetap hidup dalam jangka panjang, tetapi dalam konteks jangka pendek tidak otomatis menjadi faktor penentu kinerja elektoral dan kemenangan suatu partai di pemilu, jika partai tersebut gagal mengelolanya. Dinamika dan karakteristik faksionalisme di Golkar, serta dampaknya terhadap soliditas internal berimplikasi pada penurunan perolehan suara di Pemilu 2009 mengokohkan teori Paul G Lewis, Belloni, dan Andrew J. Nathan tentang faksionalisme.

The background of this particular research was that the decline in the number of votes secured by the Golkar Party in the 2009 elections was quite significant (7.13 percent), from 21.58 percent in 2004 to 14.45 percent in 2009, even though the Golkar Party in the 2009 elections also inherited the organizational infrastructure and network that were still very strong as in the previous elections (the 2004 elections). The Golkar Party actually had the potential to capitalize on these to retain the 2004 victory. There upon, this research was conducted to seek answers as to why Golkar's number of votes significantly dropped in the 2009 elections, despite the fact that it inherited the organizational infrastructure and network that were strong and it had a good level of institutionalization. The research was conducted to find what factors that had caused the downturn.
To analyze the causes of this decline in the number of Golkar's votes, the author utilizes the theories of party institutionalization by Vicky Randall and Lars Svasand; of party factionalism by Paul G Lewis, Belloni and Andrew Nathan; of party oligarchy by Robert Michels; of party cartel by Kartz and Mair, and of leadership from Andrew Hedrewood . This research applied qualitative methods. Data collections were conducted through a literature review, the analysis on official documents of the Golkar Party and independent surveys, as well as inĀ­ depth interviews with nine internal and external resource persons who know and understand the internal dynamics of the Golkar Party. The data analysis technique was descriptive analysis.
The findings of this study indicate the level of institutionalization of the Golkar Party that was measured using the four dimensions introduced by Randall and Svasand. The institutionalization was well and relatively strong. The Golkar's strength in some dimensions of institutionalization was believed to have been a victorious factor in the 2004 elections, but it had failed to deliver Golkar as the winner in the 2009 elections. It had even experienced a significant decline in the number of votes. The results of this study indicate that there were four internal factors causing a decrease in number of votes garnered by the Golkar Party: (1) the failure of the Golkar Party to manage internal factionalism, (2) the problems of caderization and internal recruitment, (3) the internal leadership that was less rooted at the grassroots level stemming from the impact of erronious political communications; and (4) the ideological identity crisis within the party. The four internal factors were the main causes. The decline in the number of votes was also influenced by sundry external factors that were failed to be anticipated by Golkar: ( 1) rationality and public perception that the Golkar Party was part of the ruling government, (2) the effect of the massive strategy of political imaging by the Democratic Party, (3) the presence of Gerindra and Hanura as Golkar's splinter parties, and (4) the most number of votes system that was failed to be anticipates by Golkar.
The theoretical implications indicate that the level of institutionalization according to both Randall and Svasand will indeed support the durability of a party to survive in the long run, but in the context of the short term it will not automatically become the deciding factor of electoral performance and the victorious factor of a party in elections, if the party fails to manage it. The dynamics and characteristics of factionalism in the Golkar party had an impact on the internal solidity, thereby causing the decline in the number of votes in the 2009 elections. This fact confirmed the theory of Paul G Lewis, Belloni, and Andrew J. Nathan about party factionalism."
Depok: Universitas Indonesia, 2011
T44144
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Notes: The authors look beyond party cohesion and discipline in parliamentary democracies to take a broader view, assuming a diversity of preferences among party members and then exploring the incentives that give rise to coordinated party behaviour at the electoral, legislative and executive levels. The chapters in this book share a common analytical framework, confronting theoretical models of government formation with empirical data, some drawn from cross-national analyses and others from theoretically structured case studies. A distinctive feature of the book is that it explores the impact of intra-party politics at different levels of government: national, local and EU. This offers the opportunity to investigate existing theories of coalition formation in new political settings. Finally, the book offers a range of innovative methods for investigating intra-party politics which, for example, creates a need to estimate the policy positions of individual politicians inside political parties.
"
London ; New York: Routledge Taylor & Francis Group, 2016
324.209 4 INT
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Yuri Ashari
"Studi ini dilatarbelakangi dengan keberhasilan PDIP memenangkan Pemilu perolehan suara 19,33%. Keberhasilah PDIP di Pemilu 2019 ini juga menjadikannya sebagai partai pertama yang berhasil memenangkan pemilu secara berturut-turut di era Post-Soeharto. Kemenangan di Pemilu 2019 ini dicapai ditengah semakin banyaknya partai beraliran nasionalis seperti PDIP yang ikut pemilu. Dalam konteks latar demikianlah selanjutnya penelitian ini dilakukan. Penelitian ini akan mencari jawaban mengapa PDIP kembali memenangkan Pemilu 2019.
Dalam melakukan analisis, penelitian ini akan menggunakan teori institusionalisasi partai dan teori marketing politik. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, sedangkan teknik pengumpulan data melalui metode wawancara mendalam dengan narasumber internal partai serta studi terhadap data-data sekunder yang berasal dari berbagai referensi seperti buku, dokumen partai, serta penelusuran situs-situs yang memuat hasil riset, dan kinerja partai yang menjadi objek kajian.
Temua studi ini ni menunjukkan kemenangan PDIP di Pemilu 2019 merupakan kombinasi dari faktor institusionalisasi partai dan kemampuan dalam merespon dinamika eksternal partai. Dilihat dari institusionalisasi partai, beberapa aspek menujukkan tingkat institusionalisasi PDIP relatif baik seperti aspek pengakaran di masayarakat dan organisasi. Tingkat institusionalisasi yang relatif baik ini menjadi modal penting internal patai dalam berkontestasi di Pemilu 2019. Sementara dilihat dari aspek eksternal PDIP berhasil memanfaatkan dinamika eksternal dengan baik seperti, positioning politik, ketokohan Jokowi, strategi marketing politik yang tepat, masalah internal yang menimpa kompetitor dan juga isu kampanye pada Pemilu 2019.
Implikasi teoritik menunjukkan tingkat institusionalisasi yang baik menjadi faktor penting kinerja elektoral partai. Keberhasilan mengelola institusionalisasi menjadi modal penting partai untuk memenangkan pemilu. Selain institusionalisasi, kemampuan partai memanfaatkan dimanima eksternal partai yang berkaitan dengan poistioning, marketing politik, figur serta isu juga terbukti memberikan peranan besar terhadap kemenangan partai politik di pemilu.

This study was motivated by the success of the PDIP in winning the election vote of 19.33%. The success of the PDIP in the 2019 Election also made it the first party to succeed in winning consecutive elections in the Post-Suharto era. This victory in the 2019 Election was achieved amid an increasing number of nationalist parties such as the PDIP which participated in the election. In the context of this setting, this research was then carried out. This research will look for answers to why PDIP won the 2019 Election again.
In conducting the analysis, this study will use the theory of party institutionalization and political marketing theory. This study uses qualitative methods, while the technique of collecting data through in-depth interviews with internal party sources and studies of secondary data derived from various references such as books, party documents, and searches for sites that contain research results, and party performance. become the object of study.
This study shows that the victory of PDIP in the 2019 Election is a combination of the factors of party institutionalization and ability to respond to the party's external dynamics. Judging from the institutionalization of the party, several aspects show the level of institutionalization of PDIP is relatively good, such as aspects of rooting in the community and organization. This relatively good level of institutionalization has become an important internal capital for Patai in contesting the 2019 Election. Meanwhile, from the external aspect PDIP has successfully utilized external dynamics such as political positioning, Jokowi's character, appropriate political marketing strategies, internal problems affecting competitors and also campaign issues in the 2019 Election.
Theoretical implications show that a good level of institutionalization is an important factor in party electoral performance. The success of managing institutionalization is an important capital for the party to win the election. In addition to institutionalization, the ability of the party to utilize external parties in relation to policy, political marketing, figures and issues also proved to provide a major role in the victory of political parties in the elections.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
T53461
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Susanti
"Kewenangan besar DPRD dalam memilih bupati sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 membawa konsekuensi menguatnya peran DPRD. Konflik dalam kehidupan politik timbul berkaitan dengan kelangkaan posisi, padahal dalam hirarki sosial posisi bupati sifatnya tunggal.
Permasalahan utama dalam penelitian ini adalah mengapa timbul konflik pada pemilihan bupati Banjarnegara tahun 2001.
Penelitian ini berusaha menjawab permasalahan dengan menggunakan metode kualitatif, sedangkan teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara : (1) studi kepustakaan, dan (2) studi lapangan dengan melakukan wawancara mendalam (indepth-interview) dengan informan yang dipilih secara purposive dan pengamatan tidak terlibat (non participant observation).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa konflik pada pemilihan bupati Banjarnegara tahun 2001 terjadi karena :
1. Adanya friksi dalam tubuh PDIP. Friksi ini semata-mata tidak disebabkan ketidakharmonisan hubungan partai dan fraksi atau benturan kepentingan dalam partai, tetapi persaingan elit yang dimanfaatkan oleh pihak ketiga untuk menanamkan pengaruh.
2. Adanya pertarungan kepentingan fraksi. Pertarungan terjadi manakala elit merasakan ada ancaman terhadap kepentingan kelompok atau kepentingan pragmatis elit itu sendiri yang dikemas seolah-olah demi kepentingan kekuasaan. Dengan demikian tidak satu fraksi pun yang benar-benar memperjuangkan kepentingan aspirasi konstituen.
3. Adanya campur tangan pengusaha atau kapitalisme ekonomi dalam membiayai calon dukungannya, dengan tujuan agar kebijakan politik yang dikeluarkan dapat mengamankan kepentingan bisnis pengusaha di Banjarnegara."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T7101
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dicky M. Doorradi
"Salah satu indikator positif dari perkembangan demokrasi di Indonesia adalah berhasilnya Indonesia mengadakan rangkaian Pemilu yang demokratis, dimana di tahun 2004 lalu pertama kali melakukan pemilihan secara langsung presiden dan diikuti di tahun selanjutnya dengan pemilihan kepala daerah secara langsung pula.
Ada perbedaan cara berkampanye dan cara para kontestan berupaya memikat pendukung dan pemilih dalam pemilihan-pemilihan tersebut. Dimana penggunaan teknik political marketing mulai diadopsi oleh banyak partai. Dilain sisi, fenomena konflik internal dan perseturuan ditubuh partai juga menggejala. Gejala ini melahirkan pertanyaan besar lentang kondisi demokrasi internal didalam partai politik itu sendiri.
Penelitian ini berupaya untuk menjelaskan kondisi penerapan political marketing serta hubungannya dengan kondisi demokrasi internal partai politik. Penelitian yang dilakukan di 3 provinsi dan melibatkan 15 kantor partai ditingkat provinsi dan 24 kantor partai ditingkat kabupaten ini dilakukan diawal tahun 2006. Penelitian ini mewawancarai pimpinan maupun pengurus senior partai politik guna mengukur dan meneliti hubungan diantara adopsi penerapan political marketing dengan tingkat demokrasi internal partai politik.
Penelitian ini menunjukkan perbedaan tingkat penerapan political marketing diantara kantor partai demikian pula tingkat demokrasi internalnya. Penelitian berhasil rnembuktikan bahwa terdapat hubungan positif namun lemah antara kondisi demokrasi internal sebuah partai dengan tingkat penerapan political marketing yang telah dilakukan partai tersebut.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T22105
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pipit R. Kartawidjaja
"Criticism on electoral zone in the general election system of Indonesia."
Jakarta: USAID, 2007
324.6 PIP a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Tim Peneliti Perludem
Jakarta: USAID, 2007
324.6 TIM e
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Dyna Laura
"Penunjukan Mulan Jameela menjadi Anggota DPR RI pada pemilu 2019 menjadi
kontroversi tersendiri di tubuh Partai Gerindra. Dalam prosesnya masih ada permasalahan
yang belum terselesaikan. Terlepas dari penunjukan Mulan Jameela fenomena keterlibatan
selebritis di dalam dunia politik khususnya di partai politik sudah berlangsung sejak era
reformasi. Kesadaran selebritis mulai berubah dari sekedar hanya sebagai penghibur politik
tetapi sudah mulai ikut lebih dalam yaitu melaksanakan peran politik entah itu sebagai
legislatif maupun eksekutif. Hal ini, pula yang merubah faktor-faktor terjadinya selebritis
terlibat dalam partai politik. Penunjukan Mulan Jameela menjadi Anggota DPR RI tidak
terlepas juga dari partai politik yang menaunginya. Polemik yang terjadi juga berimbas
pada calon lainnya yang seharusnya menjadi Anggota DPR RI. Permasalahan ini yang pada
akhirnya menyebabkan permasalahan di tubuh Partai Gerindra sendiri. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui faktor apa yang menyebabkan penunjukan Mulan Jameela
sebagai anggota DPR RI oleh Partai Gerindra dan juga bagaimana proses penunjukan
Mulan Jameela sebagai anggota DPR RI oleh Partai Gerindra tahun 2019-2024. Peneliti
mengambil lokasi penelitian di Provinsi DKI Jakarta dengan beberapa lokasi yakni DPP
Partai Gerindra dan Komisi Pemilihan Umum. Dalam penelitian ini menggunakan
penelitian pendekatan kualitatif.

The appointment of Mulan Jameela to become a Member of the Indonesian Parliament in
the 2019 elections has become a controversy in the Gerindra Party. In the process, there
are still unresolved problems. Apart from the appointment of Mulan Jameela, the
phenomenon of celebrity involvement in politics, especially in political parties, has been
going on since the reform era. Celebrity awareness has begun to change from just being a
political entertainer to become deeper, namely carrying out political roles whether it is as
a legislative or executive. This, too, changes the factors for celebrities to become involved
in political parties. The appointment of Mulan Jameela to become a member of the
Indonesian Parliament was also inseparable from her political party. The polemic that
occurred also had an impact on other candidates who should have become a member of
the DPR RI. This problem ultimately is caused by the problems within the Gerindra Party
itself. This study aims to determine what factors led to the appointment of Mulan Jameela
as a member of the Indonesian Parliament by the Gerindra Party and also how the process
of appointing Mulan Jameela as a member of the Indonesian Parliament by the Gerindra
Party in 2019-2024. The research took the research location in DKI Jakarta Province with
several locations, namely the Gerindra Party DPP and the General Election Commission.
In this study using a qualitative research approach"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jimly Asshiddiqie, 1956-
Jakarta: Konstitusi Press, 2005
342 JIM k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8   >>