Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 57 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
cover
Dwi Noryani Christina
"Dalam suatu perkawinan suami istri dapat membuat suatu perjanjian perkawinan. Perjanjian perkawinan ini harus dibuat dalam bentuk tertulis dan selanjutnya disahkan pada pegawai pencatat perkawinan. Perjanjian perkawinan yang dibuat oleh suami istri ini ada yang dicatatkan pada pengadilan negeri bukan pada pegawai pencatat perkawinan. Permasalahan yang dikemukakan pada skripsi ini bagaimana keberlakuan perjanjian perkawinan yang didaftarkan kepada pengadilan negeri setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan. Penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah tipe penelitian yuridis normatif, yaitu penelitian yang dilakukan terhadap hukum tertulis atau kepustakaan. Pokok hasil dari penelitian dalam skripsi ini adalah bahwa perjanjian perkawinan yang dicatatkan pada pengadilan negeri setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tetap berlaku bagi kedua belah pihak yang membuat perjanian perkawinan tersebut namun bagi pihak ketiga perjanjian perkawinan tersebut tidak berlaku dan tidak dapat mengikat pihak ketiga.
In a marriage husband and wife can make a marriage agreement. Marriage agreement must be made in written form and subsequently registered by marriage officer. There are marriage agreement that made by husband and wife that registered on district court but not registered by marriage officer. The main issue in this thesis is what is the law effect of Marriage Agreement Registered on District Court After Act No. 1 year 1974 about Marriage. The research method used in this thesis is a juridical normative research, namely study of written law and literature. The result of this research are the marriage agreement that registered on district court have a legal concequences to husband and wife who made the marriage agreement but the marriage agreement do not have any legal consequences to third party."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
S58000
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadya Nattaya Sampurno
"ABSTRAK
Tesis ini membahas tentang Kasus ? kasus Perdagangan Orang yang terjadi di
Indonesia, terkait dengan penegakan Hak Asasi Manusia. Indonesia dikatakan sebagai
salah satu negara terburuk dalam menangani kasus perdagangan orang. Banyaknya
kasus perdagangan orang yang terjadi di Indonesia membuktikan bahwa negara ini
menjadi salah satu negara yang tidak dapat memberantas perdagangan orang.
Keberadaan Undang ? Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana
Perdagangan Orang belum berarti tindak pidana perdagangan orang yang terjadi di
Indonesia telah efektif diberantas. Tindak pidana perdagangan orang dikategorikan
sebagai salah satu tindakan yang melanggar hak asasi manusia. Oleh sebab itu,
keberadaan Undang ? Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana
Perdagangan Orang juga sudah seharusnya dan sepantasnya mencakup juga tentang
pemenuhan hak asasi korban perdagangan orang. Selain mengacu pada Undang ?
undang tersebut, konsep pemenuhan hak asasi korban perdagangan orang juga dapat
dilihat dari berbagai sumber. Undang ? undang Nomor 26 tahun 2000 tentang Hak
Asasi Manusia menyatakan bahwa korban pelanggaran hak asasi manusia mempunyai
hak untuk memperoleh kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi. Konsep pemenuhan
hak asasi manusia inilah yang menjadi acuan penulis dalam menganalisis kasus ?
kasus perdagangan orang di Indonesia. Di dalam kasus yang terjadi baik di Medan
maupun di Kalabahi, hal yang diperhatikan adalah apakah Majelis Hakim dalam
memutuskan perkaranya sejalan dengan tujuan diberlakukannya Undang ? Undang
Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang dan terlebih
apakah dengan adanya Undang ? Undang tersebut korban perdagangan orang telah
terpenuhi hak asasi manusianya.

ABSTRACT
This thesis discusses the cases of trafficking that occurred in Indonesia , related to the
enforcement of human rights . Indonesia is said to be one of the worst countries in dealing with trafficking cases. The number of trafficking cases that occurred in Indonesia proves that the country is becoming one of the country that could not
combat human trafficking . The existence of Law Number 21 Year 2007 concerningthe Crime of Trafficking in Persons does not mean the human trafficking crime that
occurred in Indonesia has been effectively eradicated . Human trafficking crime is
categorized as one of the crime that violate human rights . Therefore , the existence of
Law Number 21 Year 2007 concerning the Crime of Trafficking in Persons should
and rightly include also on the fulfillment of human rights of victims of trafficking.
In addition to referring to the Act - the law , the concept of the fulfillment of human
rights of victims of trafficking can also be viewed from a variety of sources. Law No. 26 of 2000 concerning Human Rights states that victims of human rights violations have the right to compensation , restitution and rehabilitation . The concept of the
fulfillment of human rights is the author reference in analyzing the cases of human
trafficking in Indonesia . In the case both in Medan and in Kalabahi , things to look
for is whether the judges in deciding the case is in line with the objective of
enactment - Law Number 21 Year 2007 concerning the Crime of Trafficking in
Persons and especially whether the presence of the law of human trafficking have
fulfilled the victim?s human rights"
2016
T46141
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Panji Sahid
"Sebelum diundangkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, Menjadi Hukum, Institusi
persiapannya belum diatur dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Namun, melalui analisis yang penulis lakukan dengan metode studi pustaka beberapa putusan di tingkat Pengadilan Negeri, yaitu Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur No.1270 / Pid.Sus / 2013 / PN.JKT.TIM; Keputusan Pengadilan Distrik Jakarta Utara No.311 / Pid.Sus / 2015 / PN.Jkt.Utr; dan Keputusan Pengadilan Distrik Jakarta Barat Nomor 178 / Pid.Sus / 2018 / PN.Jkt.Brt; serta wawancara bersama sumber dari Kejaksaan Republik Indonesia diketahui bahwa hukuman untuk serangkaian tindakan yang termasuk dalam kategori tindakan persiapan sudah dilakukan. Keberadaan implementasi lembaga ini bisa dilihat dalam bentuk tafsir ekstensif maupun implementasi nyata dari institusi lembaga konspirasi dan / atau pengadilan dalam menegakkan kasus selesai. Untuk alasan ini, pelaksanaan kursus dan ketentuan tambahan untuk dibutuhkan aparat penegak hukum terkait lembaga ini.

Prior to the promulgation of Law Number 5 of 2018 concerning Amendments to Law Number 15 of 2003 concerning Stipulation Government Regulation in Lieu of Law Number 1 of 2002 concerning the Eradication of Criminal Acts of Terrorism, Becoming Law, Institution the preparations have not been regulated in the laws and regulations in Indonesia. However, through the analysis by the author using the literature study method, several decisions at the District Court level, namely the East Jakarta District Court Decision No.1270 / Pid.Sus / 2013 / PN.JKT.TIM; North Jakarta District Court Decree No.311 / Pid.Sus / 2015 / PN.Jkt.Utr; and West Jakarta District Court Decree Number 178 / Pid.Sus / 2018 / PN.Jkt.Brt; as well as an interview with a source from the Republic of Indonesia Prosecutor's Office, it is known that the sentences for a series of actions that fall under the category of preparatory action have been taken. The existence of the implementation of this institution can be seen in the form of extensive interpretations as well as actual implementations of institutions conspiracy agencies and / or courts in enforcing cases done. For this reason, the implementation of additional courses and provisions is required by law enforcement officials related to this institution."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simon Reinaldo Marlin
"Proses peralihan hak kepemilikan dari penjual kepada pembeli menurut Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UU No. 5 Tahun 1960) mewajibkan diadakannya pendaftaran tanah/pencatatan peralihan hak seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia oleh pemerintah untuk menjamin kepastian hukum untuk para pemegang hak. Namun dalam praktiknya terdapat beberapa hal yang menyebabkan peralihan hak atas tanah tidak dapat dijalankan. Rumusan masalah dalam penelitian ini ialah prosedur pencatatan peralihan hak atas tanah sertipikat hak milik yang dilakukan oleh pembeli secara sepihak dalam jual beli tanah berdasarkan putusan nomor 799/Pdt.G/2020/PN. Sby serta bagaimana kekuatan hukum atas kuitansi jual beli kepemilikan hak atas tanah sebagai alat bukti di pengadilan berdasarkan putusan nomor 799/Pdt.G/2020/PN. Sby. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan metode deskriptif analitif. Pengumpulan data juga dilakukan secara studi kepustakaan. Kesimpulan yang didapatkan ialah prosedur pencatatan kepemilikan atas Sertipikat Hak Milik Nomor 278/Ampel yang dilakukan di bawah tangan, yaitu setelah adanya Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 799/Pdt.G/2020/Pn Sby bersifat Inkracht/ berkekuatan hukum tetap, Pengurusan Akta Jual Beli di PPAT harus segera dilakukan dimana PPAT wajib melakukan pengecekan PBB, validasi BPHTB. Selain itu dengan adanya Putusan Pengadilan pembeli dapat meminta Berita Acara Eksekusi kepada Pengadilan guna mendaftarkan sendiri peralihan haknya di Kantor Badan Pertanahan tanpa melalui PPAT. Kuitansi dalam transaksi jual beli tanah dan bangunan telah sesuai dengan Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang dalam pelaksanaan jual beli tersebut telah memenuhi unsur hukum adat dimana jual beli dilangsungkan secara terang, tunai, dan rill. Terjadinya kesepakatan antara para pihak yang lahir dari jual beli dengan bukti kuitansi tersebut merupakan implementasi dari syarat sah perjanjian sebagaimana tertuang pada Pasal 1320 KUHPerdata. Kuitansi bermaterai yang merupakan surat di bawah tangan dan menjadi kunci utama dari Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 799/Pdt.G/2020/Pn Sby memiliki kekuatan pembuktian yang sah, karena tidak ada pihak yang menyangkalnya walaupun tidak sesempurna bukti autentik.

The process of transferring ownership rights from the seller to the buyer according to Law Number 5 of 1960 concerning Basic Agrarian Regulations (Law No. 5 of 1960) requires the government to hold land registration/registration of transfer of rights throughout the territory of the Unitary State of the Republic of Indonesia to ensure certainty. law for rights holders. However, in practice there are several things that cause the transfer of land rights cannot be carried out. The formulation of the problem in this study is the procedure for recording the transfer of land rights to a certificate of ownership that is carried out by the buyer unilaterally in the sale and purchase of land based on decision number 799/Pdt.G/2020/PN. Sby and how the legal force of the sale and purchase receipt of land rights as evidence in court based on decision number 799/Pdt.G/2020/PN. Sby. The research method used in this research is descriptive analytical method. Data collection was also carried out by means of a literature study. The conclusion obtained is the procedure for recording ownership of the Certificate of Ownership Number 278/Ampel which is carried out under the hands, namely after the Surabaya District Court Decision Number 799/Pdt.G/2020/Pn Sby is Inkracht / has permanent legal force, Management of the Sale and Purchase Deed in PPAT must be carried out immediately where PPAT is obliged to check PBB, validate BPHTB. In addition, with the Court's Decision, the buyer can request the Minutes of Execution to the Court to register the transfer of his rights at the Land Agency Office without going through PPAT. Receipts in the sale and purchase of land and buildings are in accordance with the Civil Code which in the implementation of the sale and purchase has fulfilled the elements of customary law where the sale and purchase is carried out in an open, cash, and real manner. The occurrence of an agreement between the parties born from the sale and purchase with the receipt is an implementation of the legal terms of the agreement as stated in Article 1320 of the Civil Code. A stamped receipt which is an underhand letter and is the main key to the Surabaya District Court Decision Number 799/Pdt.G/2020/Pn Sby has valid evidentiary power, because no party denies it even though it is not as perfect as authentic evidence."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Qadli Iyaldi
"Skripsi ini bertujuan untuk menganalisis penentuan kompetensi relatif pengadilan negeri dalam mengadili permohonan praperadilan. KUHAP beserta peraturan turunan dan perluasannya terkait dengan praperadilan, baik di dalam peraturan pemerintah, PERMA, serta dalam Putusan Mahkamah Konstitusi terkait dengan KUHAP tidak mengatur mengenai kompetensi relatif pengadilan negeri dalam mengadili permohonan praperadilan. Tiadanya suatu kriteria yang dapat menjadi pedoman untuk menentukan kompetensi relatif dari pengadilan negeri dalam mengadili permohonan praperadilan menyebabkan timbulnya perbedaan pendapat dalam menentukannya. Skripsi ini menggunakan metode penelitian yuridis- normatif yang bertujuan untuk menganalisis mengenai kesesuaian antara paradigma hukum, asas-asas, dan dasar falsafah hukum positif dengan realitanya. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, penulis menyimpulkan bahwa penentuan kompetensi relatif permohonan praperadilan berdasarkan pada ruang lingkup kewenangan dan tujuan dari lembaga praperadilan sebagai bentuk pengawasan horizontal terhadap tindakan penyidik maupun penuntut umum dalam tahap pemeriksaan pendahuluan, sehingga penentuan kompetensi relatif ini berdasarkan pada tempat penyidik dan penuntut umum melakukan kewenangannya yang termasuk dalam ruang lingkup objek pemeriksaan praperadilan. Penulis menyarankan dalam penelitian ini kepada Mahkamah Agung untuk mengeluarkan produk hukum berupa Peraturan Mahkamah Agung atau PERMA mengenai acara pemeriksaan praperadilan, khususnya terkait dengan pengaturan kompetensi relatif pengadilan negeri dalam mengadili permohonan praperadilan. Hal tersebut bertujuan untuk menciptakan adanya kepastian hukum dalam menentukan kompetensi relatif pengadilan negeri dalam mengadili permohonan praperadilan.

This thesis aims to analyze the determination of the relative competence of district courts in adjudicating pretrial applications. KUHAP and its derivative and extended regulations related to pretrial, both in government regulations, PERMA, as well as in the Constitutional Court Decision related to KUHAP does not regulate the relative competence of district courts in adjudicating pretrial applications. The absence any criterion that can serve as a guide for to determine the relative competence of district courts in adjudicating pretrial applications has led to differences of opinion in determining them. This thesis uses a juridical-normative research method that aims to analyze the suitability of the legal paradigm, principles, and philosophical foundations of positive law with reality. Based on the research that has been done, the author conclude that the determination of the relative competence of pretrial applications must be based on the scope of authority and objectives of the pretrial institution as a form of horizontal supervision of the actions of investigators and public prosecutors in the preliminary examination stage, so that the determination of relative competence is based on the location of the investigator and the public prosecutor exercises his authority which is included in the scope of the object of pretrial examination. The author suggests in this study to the Supreme Court to issue a legal product in the form of a Supreme Court Regulation or PERMA regarding pretrial examination procedures, particularly related to the regulation of the relative competence of district courts in adjudicating pretrial applications. It aims to create legal certainty in determining the relative competence of district courts in adjudicating pretrial applications."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fauzan Aziman Alhamidy
"Sertipikat Hak atas Tanah merupakan tanda bukti yang kuat untuk kepemilikan atas tanah. Setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria bukti kepemilikan tanah di Indonesia harus didaftarkan sehingga memperoleh sertipikat. Girik hanya menjadi bukti pembayaran pajak atas tanah bukan bukti kepemilikan hak atas tanah. Untuk menjadi bukti kepemilikan atas tanah Girik tersebut harus ditingkatkan terlebih dahulu menjadi Sertipikat Hak atas Tanah. Girik yang tidak ditingkatkan berpotensi akan adanya sengketa kepemilikan, seperti yang terjadi pada kasus dalam Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat Nomor 386/Pdt.G/2019/PN.JKT.BRT., dimana terjadi sengketa atas tanah yang melibatkan pemilik Sertipikat Hak atas Tanah dengan pemilik girik. Dalam putusannya hakim menyatakan bahwa Sertipikat Hak Pakai Nomor 248/Kebon Jeruk tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sejak semula. Penelitian ini menganalisis bagaimana pertimbangan hakim dan kewenangan Pengadilan Negeri dalam menyatakan Sertipikat Hak atas Tanah tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sejak semula. Metode penelitian yang digunakan adalah metode doktrinal. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa Sertipikat Hak Pakai Nomor 248/Kebon Jeruk milik Direktorat Jenderal Pajak adalah sah menurut hukum karena dikeluarkan oleh badan yang berwenang yaitu badan pertanahan nasional serta menjadi bukti kepemilikan atas tanah sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang mengatur mengenai masa keberatan atas dikeluarkannya Sertipikat Hak atas Tanah memiliki jangka waktu hingga 5 (lima) tahun. Dalam kasus ini gugatan dari pemilik Girik diajukan setelah 28 (dua puluh delapan) tahun dari penerbitan sertipikat. Peradilan umum tidak berwenang untuk menyatakan bahwa Sertipikat Hak atas Tanah tidak memiliki kekuatan hukum tetap sejak semula sebagaimana diatur dalam Pasal 11 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2019 tentang Pedoman Penyelesaian Sengketa Tindakan Pemerintah dan Kewenangan Mengadili Perbuatan Melawan Hukum oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang mana kewenangan menyelesaikan sengketa tanah yang melibatkan Badan Pertanahan Nasional selaku penerbit sertipikat berada pada Pengadilan Tata Usaha Negara.

A land title certificate is a strong proof of land ownership. After the enactment of Law Number 5 of 1960 concerning Basic Agrarian Principles Regulations, proof of land ownership in Indonesia must be registered in order to obtain a certificate. Girik is only proof of payment of tax on land, not proof of ownership of land rights. To become proof of ownership of the Girik land, it must first be upgraded to a land title certificate. Girik that is not upgraded has the potential for ownership disputes, as happened in the case in the West Jakarta District Court Decision Number 386/Pdt.G/2019/PN.JKT.BRT., where there was a dispute over land involving the owner of the land title certificate and girik owner. In his decision the judge stated that the Right to Use Certificate Number 248/Kebon Jeruk had no binding legal force from the beginning. This research analyzes how the judge's considerations and the authority of the District Court in declaring land title certificates do not have binding legal force from the start. The research method used is the doctrinal method. The results of the research show that the Right to Use certificate Number 248/Kebon Jeruk belonging to the Directorate General of Taxes is valid according to law because it was issued by the authorized body, namely the national land agency and is proof of land ownership in accordance with Government Regulation Number 24 of 1997 concerning Land Registration which regulates regarding the objection period for the issuance of a Certificate of Land Rights, it has a period of up to 5 (five) years. In this case the lawsuit from the owner of Girik was filed after 28 (twenty-eight) years from the issuance of the certificate. General courts do not have the authority to declare that certificates of land rights do not have permanent legal force from the beginning as regulated in Article 11 of the Supreme Court Regulation Number 2 of 2019 concerning Guidelines for Settlement of Disputes on Government Actions and the Authority to Adjudicate Unlawful Acts by Government Agencies and/or Officials. where the authority to resolve land disputes involving the National Land Agency as the certificate issuer rests with the State Administrative Court."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Retnaning Dyah Satyawati
Universitas Indonesia, 1987
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6   >>