Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 177 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Suatu arus perubahan besar yang terjadi sejak awal dekade 1990-an telah meninggalkan otokrasi politik dan mengisolasinyabagaikan para pelaut yang berada di bagian bawah dari gelombang air pasang. Walaupun tidak begitukencang, angin perubahan itu juga sempat bertiup di Indonesia . hal ini tercermin dalam isi Pidato Kenegaraan Presiden Soeharto pada tanggal 6 Januari 1990. Diskursus mengenai bertiupnya angin perubahan kemudian mengarah kepada masaah keterbukaan. Adanya keterbukaan ini kemudian memberikan petunjuk, bahwa hak-hak rakyat belum sepenuhnya dilaksanakan pada era Orde Baru ini. Padahal perlindungan hak-hak rakyat tersebut merupakan salah satu indikator penting bagi suatu negara tetap eksis di era keterbukaan ini."
Hukum dan pembangunan; Vol.27 No.1 Februari 1997: 5-14, 1997
Hupe-27-1-Feb1997-5
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Adi Surya Culla
"Hubungan antara Walhi-YLBHI dan negara tidaklah sesederhana di permukaan. Konstalasi politik, interaksi antar-aktor individu dan institusi telah ?menyembunyikan rahasia? di balik dinamika itu yang mungkin tidak bisa dipahami hanya dengan semata melihatnya sebagai konflik atau hubungan dikhotomis antara masyarakat sipil dan niagara. Interaksi yang berlangsung justru ternyata saling terkait, dibangun secara rasional di antara pelaku yang terlibat, tidak hanya antara aktor ornop dan pemerintah, juga sektor internasional dan masyarakat sendiri dalam hubungan kompleks itu. Konteks itulah yang mempengaruhi tumbuhnya Walhi dan YLBHI sebagai masyarakat sipil.
Berdasarkan konteks tersebut, sludi ini mengungkapkan beberapa temuan teoritis. Pertama, berkaitan dengan teori hubungan antara masyarakat sipil dengan ncgara. Menurut teori yang ada, masyarakat sipil dikonstruksi sebagai: (1) organisasi yang dibentuk oleh masyarakat di Iuar sektor negara", dan (2) ?domainnya terpisah dari atau di luar domain niagara. " Konstruksi ini temyata tidak sesuai dengan konteks kasus Walhi dan YLBHI, sehingga perlu dimodifikasi bahwa (1) ?masyarakat sipil merupakan kelompok yang dibentuk masyarakat sendiri atau masyarakat bersama negara dan (2) "domainnya terbentuk dan berkembang karena interaksinya dengan domain negara".
Dengan modifikasi tersebut, studi ini melihat bahwa ?niagara dapat berperan positif dalam pembentukan masyarakat sipil", sedangkan teori yang ada cenderung mengkonstruksi ?peranan negara tidak sebagai faktor positif dan menentukan dalam pembentukam masyarakat sipil."
Kedua, berkaitan dengan karakteristik masyarakat sipil, meliputi: autonomy, self supporting dan say generating Hasil studi ini mengungkapkan berdasarkan kasus spesifik Walhi dan YLBHI, karakteristik aranomy tampakrnya dapat diwujudkan, berbeda dcngan seff supporting dan self generating. Namun demikian, berkembangnya kriteria-kriteria tersebut tampaknya dipengaruhi oleh konstalasi interaksi antara; (1) unsur-unsur negara; (2) lembaga-lembaga intemasional; dan (3) masyarakat sendiri.
Dengan konstruksi tersebut, maka hasil studi ini menambahkan sesuatu yang baru pada teori masyarakat sipil yang ada, bahwa ?(1) kebijakan politik akomodatif negara, (2) keterlibatan Iembaga-Iembaga internasional, dan (3) partisipasi masyarakat sendiri dari segi sumber daya - merupakan faktor faktor yang menentukan bagi proses terwujudnya karakteristik autonomy, self supparting, dan self generating masyarakat sipil?. Temuan ini memodifikasi teori masyarakat sipil yang ada yang cenderung "mengkonstruksi perwujudan ketiga karakteristik maayarakar sipil tersebut berdasarkan pada penekanan kemampuan potensial entitas masyarakat sipil sendiri, tidak melihat urgensi dukungan peranan sektor negara, internasional, dan masyarakat sendiri". "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
D816
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Pusat Data dan Analisis TEMPO,
959 TEI
Majalah, Jurnal, Buletin  Universitas Indonesia Library
cover
Kurnia Aditama Nugroho
"ABSTRACT
Skripsi ini membahas tentang peranan kesenian wayang, terutama wayang kulit sebagai alat dalam membawa pesan-pesan Orde Baru pada tahun 1969-1984. Pada masa Orde Baru, sektor-sektor penting seperti pertanian dan sosial menduduki prioritas yang tinggi. Dalam hal ini, Soeharto sebagai Presiden dan manusia jawa melihat satu kesempatan yaitu kesenian wayang yang dapat dijadikan sebagai perpanjangan tangan dari pemerintah. Sifat kesenian wayang yang pragmatis dan peran dalang sendiri yang sudah dianggap sebagai tokoh di masyarakat membuat kesenian ini sebagai satu objek yang menjanjikan dalam menyampaikan program-program pembangunan. Di bawah Departemen Penerangan, kesenian wayang mendapatkan pengawasan sekaligus bantuan atas perintah langsung dari Soeharto. Dimulai dari REPELITA I hingga Repelita III mendapat peran besar dalam menyampaikan program-program pemerintah seperti Keluarga Berencana, P4 Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila, Pembangunan Ekonomi, Pertanian, Bersih Desa, dan lain sebagainya. Bagian isi Skripsi ini dibagi kedalam dua bab. Pertama, menjelaskan mengapa kesenian wayang digunakan sebagai salah satu media penyampaian pesan-pesan Orde Baru. Kedua, menjelaskan penggunaan dan pelaksanaan digunakannya kesenian wayang sebagai media/alat pembawa pesan-pesan Orde Baru. Penyampaian pesan-pesan dilakukan dalam lakon dan adegan tertentu, tergantung dari ki dalang sendiri dalam sebagai katalisator. Skripsi ini menggunakan metode penelitian sejarah dan kaidah penulisan ilmiah dengan sumber-sumber primer dokumen sejarah, surat kabar, wawancara, dll. serta sumber sekunder buku, jurnal, majalah, dll.

ABSTRACT
This thesis discusses about the role of wayang art, especially wayang kulit as a tool in bringing the New Order messages from 1969 to 1984. During the New Order period, important sectors such as agriculture and social have high priority. In this case, Suharto as President and Javanese man saw an opportunity that is puppet art that can be used as an extension of the government. The pragmatic nature of puppet art and the role of puppeteer himself who has been regarded as a figure in society makes this art as a promising object in conveying development programs. Under the Ministry of Information, puppet art received both oversight and assistance on the direct orders of Suharto. Starting from REPELITA Five Year Plan I to REPELITA III, it has a big role in delivering government programs such as Family Planning KB, P4 Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila, Economy Development, Agriculture, Clean Village, and so forth. The content of this thesis is divided into two chapters. First, explains why wayang art is used as one of the mediums of delivering New Order messages. Second, explains the use and implementation of the art of wayang as a medium messenger of New Order messages. Submission of messages is done in certain plays and scenes, depending on the master 39 s dalang own mastermind as a catalyst. This thesis uses historical research methods and scientific writing rules with primary sources historical documents, newspapers, interviews, etc. as well as secondary sources books, journals, magazines, etc. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Buku ini membahas perkembangan reformasi intelijen di Indonesia pada periode Reformasi (1998-sekarang). Apa saja perubahan yang berlangsung dalam komunitas telik sandi pada era pasca Orde Baru? Bagaimanakah dinamika politik memengaruhi proses reformasi intelijen? Mengapa praktik penyalahgunaan kekuasaan dan politisasi terus berlangsung dalam badan intelijen meski demokratisasi telah berlangsung selama dua dekade lebih? Buku ini berupaya menjawab pelbagai pertanyaan penting tersebut dengan membahas tiga aspek strategis reformasi intelijen, yaitu: relasi presiden dan kepala badan intelijen negara; politisasi serta depolitisasi intelijen, dan; operasi intelijen Indonesia di luar negeri. Karya ini penting untuk dibaca oleh kalangan akademisi, peneliti, pengambil kebijakan, mahasiswa, dan masyarakat umum yang memiliki perhatian terhadap masa depan demokrasi di Indonesia."
Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2022
355.34 MEM
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Mochtar Pabottinggi
"Empasis pada sejarah dalam hitungan sinkronik berkaitan erat dengan tujuan utama studi ini, yaitu untuk lebih kuat menangkap dua hal sentral. Pertama adalah substansi karakter nasionalisme dan egalitarianisme yang tumbuh di sepanjang kurun telaah. Kedua adalah masalah-masalah diskontinuitas dalam rangkaian wacana dan praktik-praktik politik dalam kaitan dengan perkembangan nasionalisme dan egalitarianisme tersebut. Dengan demikian perhatian ditujukan tidak terutama pada kronologi peristiwa maupun pada pengutamaan aliran-aliran budaya dan ekonomi tertentu, melainkan pada lapis-lapis sinkronik dari dialektika politik, dan emansipasi rangkaian akal budi politik di dalamnya, berkat transformasi-transformasi historis di ranah politik, sosial, ekonomi, dan kebudayaan pada masyarakat Nusantara/Indonesia."
Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2023
320.54 MOC n
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Mallarangeng, Rizal, 1964- author
Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2010
070.045 RIZ p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Nursyahbani Katjasungkana
Yogjakarta: Pusat studi Wanita , 2001
305.4 POT
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
A. Bakir Ihsan
"Tesis ini menelaah tentang hubungan Islam dan militer di Indonesia. Fenomena yang diambil sebagai studi kasus adalah peristiwa yang berlangsung selama masa tahun 1990-1998. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa pada masa tersebut berlangsung perubahan hubungan yang lebih baik di antara keduanya di bandingkan dengan masa sebelumnya. Adanya perubahan tersebut terlihat dari pola interaksi di antara kedunya dan wacana yang berkembang pada masa tersebut.
Model analisa yang dipakai dalam penelitian ini adalah bersifat analitis-kritis terhadap berbagai perspektif atau teori tentang hubungan agama (Islam) dengan militer di Indonesia. Data-data yang diperoleh dijelaskan secara dekonstruktif (genetic explanation) dengan berusaha menelusuri latar belakang munculnya suatu gejala. Oleh sebab itu, penjelasan ini menggunakan cara melacak masalah yang sedang diteliti dimulai dari akar sejarahnya, di samping variabel-variabel yang mempengaruhi (independent variable) hubungan di antara keduanya sebagai tolak ukur bagi hubungan tersebut. Dengan cara ini terbangun sebuah analisa yang komprehensif tentang realitas hubungan yang sesungguhnya antara Islam dan militer.
Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Prosedur penelitian ini menghendaki adanya analisa-analisa terhadap data-data yang terkumpul dari berbagai sumber, baik primer maupun sekunder. Bahan primer meliputi naskah-naskah, baik berupa buku, makalah, maupun karya-karya ilmiah lainnya, serta laporan jurnalistik yang terkait dengan masalah Islam dan militer di Indonesia. Wawancara juga dilakukan untuk menambah eksplorasi dan elaborasi terhadap penelitian ini.
Di samping itu, digunakan pula bahan-bahan lain, sebagai bahan sekunder, yang diperoleh melalui data lapangan (field research) dan wawancara (interview) dengan tokoh-tokoh yang dianggap representatif dan berkompeten dengan masalah yang diangkat dalam penelitian ini, baik dari kalangan militer maupun dari kelompok Islam, serta pengamat.
Dari penelitian ini diperoleh penjelasan bahwa sejak awal tahun 1990-an terjadi perubahan hubungan yang lebih baik antara umat Islam dengan militer. Pada masa itu, hubungan kedua kekuatan (Islam dan militer) tersebut mengalami kelenturan. Ketegangan hubungan yang berlangsung sejak awal tahun 1970-an terlihat mulai mencair. Ada kedekatan-kedekatan hubungan, khususnya antara jajaran elit militer dengan elit umat Islam.
Kedekatan tersebut disebabkan oleh banyak faktor. Secara umum factor-faktor tersebut dapat diklasifikasikan dalam dua kategori, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang mendorong terjadinya perubahan hubungan antara umat Islam dengan militer adalah adanya transformasi orientasi yang berlangsung baik di dalam kelompok Islam maupun militer. Di kalangan umat Islam berlangsung perubahan orientasi politik dari legalistik-formalistik, yaitu orientasi yang ingin menegakkan Islam secara legal (konstitusional) dan formal (institusional) dalam tatanan kehidupan bernegara yang pluralistik ini, ke orientasi substansialistik, yaitu orientasi yang meletakkan Islam sebagai ajaran universal yang harus disosialisasikan melalui sikap dan perilaku (budaya) seluruh lapisan masyarakat, seperti keadilan, persamaan, dan musyawarah.
Perubahan orientasi ini menjadi peretas bagi keinginan sebagian umat Islam untuk menampilkan Islam secara legal-formal yang tidak disukai oleh militer. Mereka yang mempermasalahkan secara terang-terangan terhadap asas tunggal Pancasila mulai berkurang. Lebih dari itu, muncul wacana yang melihat adanya korelasi antara ajaran Islam dengan Pancasila. Oleh sebab itu, munculnya perilaku politik yang lebih substantif itu menjadi perekat relasi militer dengan umat Islam.
Begitu juga di kalangan militer muncul perubahan persepsi tentang Islam yang radikal, anti integrasi, dan ancaman bagi stabilitas negara. Hal ini terjadi terutama disebabkan oleh naiknya militer yang memiliki latar belakang pemahaman keislaman yang baik yang kemudian dikenal dengan istilah militer santri. Para militer muslim ini memandang Islam sebagai bagian dari Saptamarga yang harus diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari.
Sementara yang menjadi faktor eksternal bagi terjadinya perubahan hubungan umat Islam dengan militer adalah adanya kebijakan negara (political will) yang akomodatif baik terhadap umat Islam maupun terhadap militer yang memiliki latar belakang keislaman yang baik. Kepentingan politik negara (penguasa) terhadap umat Islam dan militer muslim ini telah memungkinkan munculnya titik temu antara umat Islam dengan militer.
Di samping itu, tuntutan global yang menghendaki adanya proses demokratisasi dan penghargaan terhadap hak asasi manusia di berbagai negara juga ikut menjadi faktor pendorong bagi perubahan politik yang berlangsung di Indonesia. Berbagai peristiwa pelanggaran hak asasi manusia dan perilaku represif militer yang terjadi di Indonesia menjadi soratan dunia internasional. Tidak jarang berbagai pelanggaran itu mengundang ancaman terhadap kelangsungan kerjasama Indonesia dengan dunia internasional. Kenyataan ini telah memaksa negara untuk memperhatikan dan membiarkan proses demokratisasi itu berjalan di negeri ini.
Berbagai faktor itulah yang mempertemukan umat Islam dengan militer, khususnya sejak awal tahun 1990-an. Secara politik, keduanya dipertautkan oleh kepentingan penguasa, sementara secara kultural mereka dipertemukan oleh adanya pemahaman yang sama tentang Islam. Tidak berlebihan apabila seorang Indonesianis, Harold Crouch menggambarkan semarak keagamaan yang muncul di lingkungan militer pada awal tahun 1990-an sebagai fenomena baru yang belum terlihat pada masa sebelumnya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T3032
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Priyanto Wibowo
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2002
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>