Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 67 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hutasoit, Donal
"Pembangunan di Indonesia selama dasawarsa 60-an sampai 90-an merupakan babak penting dalam sejarah pengelolaan sumberdaya alam, karena sumber daya alam dijadikan lokomotif penghela pembangunan dengan komoditi primadona yaitu minyak dan gas, hasil hutan (terutama kayu), serta hasil tambang.
Menurut laporan misi teknis International Topical Timber Organization (1TO) tahun 2001, disebutkan bahwa pada tahun 1967, produksi log dilaporkan sekitar 3.3 juta m3, telah meningkat pesat menjadi 32 m3 diproduksi pada tahun 1988, di mana 96% produksi log berasal dari hutan alam. Pada tahun 2000 dengan meningkatnya industri kehutanan, telah terjadi kesenjangan antara kapasitas terpasang dengan kemampuan pasokan kayu sekitar 50 juta m3/tahun di mana total kebutuhan industri kayu diperkirakan mencapai 72 juta m3.
Pada tahun 2004 kesenjangan kapasitas terpasang dengan pasokan kayu legal dari hutan alam semakin meningkat. Menurut Dirjen PHKA (2004) kapasitas terpasang industri olahan kayu sebesar 74 juta m3 sedangkan penetapan jatah tebangan untuk tahun 2004 hanya 7 juta m3.
Adanya kesenjangan kapasitas terpasang industri dan kegiatan ekspor illegal produk kayu ke luar negeri menyebabkan tekanan terhadap sumberdaya alam hutan semakin meningkat. Kerusakan hutan tropis Indonesia diperkirakan antara 0,6-1,3 juts ha/tahun (Abdullah, 1999), bahkan oleh banyak pihak angka tersebut ditengarai telah mencapai 2,5-3 juta ha/tahun sekarang ini.
Eksploitasi besar-besaran terhadap kawasan hutan bukan hanya terjadi pada hutan produksi tetapi sudah memasuki kawasan suaka alam maupun kawasan pelestarian alam termasuk di dalamnya kawasan taman nasional.
Perubahan dinamika politik juga turut berpengaruh terhadap percepatan kerusakan kawasan hutan dimana tuntutan peningkatan PAD menyebabkan Pemda turut melirik potensi SDA hutan untuk dijadikan sumber dana dengan mengeluarkan perda ataupun perizinan yang sering bermasalah. Salah satu contohnya adalah pemberian izin lokasi pemanfaatan kayu di areal yang tidak potensial untuk diambil kayunya sehingga penebangan terjadi di luar izin yang diberikan, di sisi lain pengawasan masih sangat minim.
Angin reformasi yang bertiup kencang sering diidentikkan dengan kebebasan yang sebebas-bebasnya dan dijadikan alasan untuk melakukan perambahan hutan. Kondisi pendapatan masyarakat yang masih rendah dan jumlah penduduk yang semakin bertambah turut memberi andil dalam memperparah kerusakan hutan.
Kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) seluas 1.375.349 ha, terletak pada bagian tengah rangkaian pengunungan bukit barisan dengan topografi yang didominasi oleh kelas kelerengan > 60% pada sebagian besar kawasannya (± 70%) dari luas kawasan. Pada kawasan ini terdapat hulu-hulu sungai dari Daerah Aliran Sungai (DAS) Batanghari (Jambi), DAS Musi (Sumatera Selatan), DAS Ketaun (Bengkulu) dan DAS Indrapura (Sumbar). Jenis tanah yang mendominasi adalah jenis tanah Podsolik dengan sifat fisik dan sifat tanah yang relatif kurang baik serta relatif mudah tererosi.
Kondisi fisik kawasan TNKS yang demikian menyebabkan kawasan tersebut sangat vital bagi kelangsungan aktifitas ekonomi di daerah sekitar dan di bagian hilirnya yang mata pencaharian pokoknya adalah di sektor pertanian. Di samping itu, kawasan ini juga berperan memelihara fungsi ekologis seperti menjaga stabilitas iklim, mencegah erosi, mengendalikan banjir, melestarikan biodiversity sarana penelitian dan pendidikan, wisata dan fungsi lainnya.
Dari hasil penafsiran citra satelit yang dilakukan ICDP dan Balai TNKS terlihat adanya pengurangan penutupan kawasan hutan dari tahun 1985 sampai tahun 2002 seluas 26.044 ha dan kerusakan tersebut sampai saat ini masih terus berlangsung.
Kerusakan TNKS terutama disebabkan oleh aktifitas illegal logging dan perambahan hutan yang masih tinggi. Di samping itu, juga disebabkan oleh kebakaran hutan pencurian hasil hutan bukan kayu, perburuan liar, penambangan liar dll.
Dampak dari kerusakan TNKS secara langsung mulai dirasakan dengan seringnya banjir dan longsor di sekitar kawasan yang menimbulkan kerugian material dan moril yang sangat besar terhadap masyarakat sekitar, terganggunya aktifitas ekonomi misalnya di sektor pertanian (sawah tergenang), transportasi (baik air maupun darat) dan sektor lainnya.
Bertolak belakang dari kenyataan tersebut di atas maka penelitian ini bertujuan sebagai berikut :
1. Menganalisa faktor-faktor yang berkaitan pengelolaan INKS baik dari sisi intern maupun ekstern berupa kekuatan, kelemahan, kesempatan dan ancaman yang dihadapi institusi pengelola yaitu Balai TNKS, Departemen Kehutanan dalam rangka mengurangi laju kerusakan hutan di INKS.
2. Merumuskan strategi-strategi kebijakan dalam rangka mengurangi laju kerusakan hutan di TNKS.
3. Memilih prioritas strategi yang ada berdasarkari kriteria-kriteria yang ditentukan.
Dari hasil analisa SWOT terhadap faktor internal dan eksternal Balai INKS sebagai pengelola kawasan maka diperoleh alternatif strategi kebijakan dalam rangka mengurangi laju kerusakan hutan di INKS berupa strategi WT (Weakness-Threat) dengan bobot 4,78 kemudian strategi ST (Strength-Threat) dengan bobot 3,77 disusul strategi WO (Weakness opportunity) dengan bobot 3,16 dan selanjutnya strategi SO (Strength-Opportunity) dengan bobot 2,15.
Hasil analisa altematif-alternatif kebijakan dari strategi terpilih yaitu Weakness-Threat (atasi kelemahan untuk menghadapi ancaman) adalah sebagai berikut :
- Peningkatan organisasi/kelembagaan BTNKS, penyempurnaan sarana prasarana, perbaikan tata batas kawasan dalam rangka meningkatkan kemampuan menghadapi ancaman/gangguan kawasan serta melakukan pemantauan terhadap upaya peningkatan PAD secara tidak terkendaii.
Mengupayakan penambahan jumlah SDM BTNKS dan peningkatan kemampuan petugas dalam mengantisipasi gangguan kawasan terhadap aktifitas pemenuhan bahan baku industri secara ilegal.
Dukungan dana operasional yang memadai dan teratur dalam rangka mengantisipasi/menanggulangi gangguan kawasan dan meningkatkan partisipasi masyarakat dengan pengembangan masyarakat di daerah penyangga.
Strategi kebijakan yang didapat dari hasil analisa SWOT tersebut belum tentu seluruhnya dapat dilaksanakan secara simultan karena keterbatasan sumber daya dan yang lainnya sehingga perlu dilakukan penentuan prioritas. Dengan menggunakan The Analityc Hierarchy Process (AHP), dilakukan pemilihan prioritas kebijakan dengan hasil sebagai berikut :
1. Peningkatan jumlah SDM BTNKS dan kemampuan petugas dalam mengantisipasi gangguan kawasan terhadap aktifitas pemenuhan bahan baku industri secara illegal dengan bobot 0,483
2. Dukungan dana operasional yang memadai dan teratur dalam rangka mengantisipasi/penanggulangan gangguan kawasan INKS dan meningkatkan partisipasi masyarakat dengan pengembangan masyarakat di daerah penyangga dengan bobot 0,309
3. Peningkatan organisasi/kelembagaan, penyempurnaan sarana prasarana BTNKS, perbaikan tata batas kawasan dalam rangka meningkatkan kemampuan menghadapi ancaman/gangguan kawasan serta melakukan pemantauan terhadap upaya peningkatan PAD secara tidak terkendali dengan bobot 0,208.
Penentuan prioritas strategi kebijakan dalam rangka mengurangi laju kerusakan hutan TNKS, bukan berarti menyatakan bahwa yang pertama perlu dan yang lain tidak perlu tetapi penentuan prioritas ini hanya sebagai bantuan untuk menentukan kebijakan yang perlu didahulukan apabila untuk melakukan seluruh kebijakan secara simultan mengalami kendala. Pelaksanaan seluruh kebijakan secara simultan akan menghasilkan pencapaian tujuan yang lebih optimal.
Berkurangnya laju kerusakan hutan di INKS merupakan langkah panting untuk mempertahankan fungsi kawasan baik yang tangible maupun intangible yang sangat dibutuhkan masyarakat sekitar untuk mempertahan-kan dan meningkatkan kesejahteraannya."
Depok: Program Pascasarjana Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T15299
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Gunda ochracea walkr (Lepidoptera : Bombycidae) in this report , has been recorded for the first time from Gunung Halimun - salak National Park..."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Punta Yoga Astoni
"

Pengelolaan Taman Nasional mempunyai fungsi ekologis dan fungsi pemanfaatan yang mempunyai nilai ekonomi. Hal tersebut menimbulkan potensi konflik yang berkepanjangan antara negara dan masyarakat lokal. Adanya kompleksitas permasalahan tersebut maka pada tesis ini berfokus pada pokok penelitian kedudukan hukum dan pelaksanaan kearifan lokal dalam sistem pengelolaan taman nasional di Indonesia dalam kegiatan wisata alam berbasis ekowisata. Dalam penelitian ini menggunakan tipe penelitian normatif empiris. Metode yang digunakan penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Hasil dari penelitian ini terkait kedudukan hukum pada kegiatan ekowisata pada taman nasional dasarnya memiliki hubungan kolaboratif dengan masyarakat lokal. Adanya interaksi antara wisatawan, masyarakat setempat, pemerintah, dan pengusaha merupakan mata rantai yang tak terpisahkan. Maka model pengelolaan taman nasional harus memperhatikan dinamika ekosistem di wilayah sekitarnya. Pengelolaan taman nasional ini guna penguatan/pemberdayaan masyarakat sekitar. Popularitas wisata di kawasan Gunung Bromo dan sekitarnya serta keunikan Gunung Semeru sebagai gunung tertinggi di jawa menjadikan taman nasional ini sebagai tujuan wisata baik domestik maupun internasional. Upaya yang dilakukan oleh Taman Nasional melakukan zonasi yang adaptif, pemenuhan sarana dan prasarana ekowisata serta upaya pembinaan masyarakat lokal (Adat Tengger) agar mereka mendapatkan keadilan ekonomi dan menjalankan partisipasi publik pada pembentukan kebijakan pemanfaatan kegiatan ekowisata secara kolaboratif.


Management system’s function of national park is ecological and beneficial with economical value. This matter raise prolonged conflict possibilities between the nation and local people. With said problem’s complexity, this Thesis would focus on core research of law’s standing and implementation of local wisdom within Indonesian national parks’ management system on ecotourism based natural tourism activities. This research uses empirical normative. Applied methods are field and literature researches. Research’s analytical results correlated with how basically law’s standing on ecotourism activities in national park and local community has collaborative relationship. Interaction between tourists, local community, government, and business owners is the link unseparable link from tourism activities. Hence, management model of national parks needs to pay attention to surrounding areas’ecosystem dynamics. Management of national parks are done for surrounding community’s empowerment. Tourism popularity in Bromo Mountain, its surrounding area and the unique tallest mountain in Java, Semeru, makes this national park a good international or domestic destination. Efforts are done by the national park by implementing adaptive zones, fulfilment of facilities, infrastructures and coach the development of local communities (Adat Tengger) to obtain economical justice and have public participation within establishing collaborative ecotourism utilization activities policy.

"
2018
T52403
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maikel Simbiak
"Telah dilakukan suatu studi etnoekologi untuk mengungkap hubungan suku asli di sekitar
kawasan Taman Nasional Wasur (TNW) dengan lanskap budaya mereka melalui tiga
sumbu pendekatan etnoekologi yaitu kosmos (sistem kepercayaan), corpus (pengetahuan
ekologis), dan praxis (pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya). Data dalam penelitian
ini diperoleh melalui kombinasi metode ekologi, antropologi, dan linguistik.
Pengumpulan data diperoleh melalui wawancara semi-struktural, diskusi kelompok
terfokus (DKT), metode distribusi kerikil, dan survei lapangan dengan teknik walktransect
and free-listing serta observasi bebas. Hasil studi mengungkapkan bahwa suku
asli di sekitar kawasan TNW memiliki dasar penguasaan lanskap budaya yang diinisiasi
oleh kosmos yang juga mempengaruhi corpus serta praxis. Corpus suku asli di sekitar
kawasan TNW tentang etnoekotop (satuan-satuan lanskap utama) menunjukan kesamaan
konsep berdasarkan fisiografi kawasan yang sama dari dataran rendah aluvial yang secara
musiman dipengaruhi genangan air. Corpus suku asli tentang asosiasi vegetasi dengan
masing-masing etnoekotop diidentifikasi secara perseptual berdasarkan persepsi budaya
dan alamiah berdasarkan indikator spesies. Praxis suku asli dipengaruhi oleh kosmos
melalui hubungan Dema-totem-klan yaitu suatu struktur dasar komunitas suku asli yang
berhubungan dengan mitologi asal-usul yang mengatur pengelolaan dan pemanfaatan
sumber daya hayati sehingga terbentuk suatu tatanan kehidupan yang harmonis. Praxis
suku asli juga dipengaruhi kosmos dengan adanya penentuan areal-areal sakral, sistem
sasi (sar), dan aktivitas budidaya tumbuhan simbolik. Dalam hubungan budaya dengan
lingkungan, aktivitas subsisten suku asli tidak secara mutlak dipengaruhi oleh
lingkungan. Mereka mampu mengembangkan teknologi adaptasi melalui pengetahuan
yang diperoleh dari pemahaman tentang alam lingkungan mereka
An ethnoecological study has been carried out to reveal the relationship of indigenous
tribes around the Wasur National Park (WNP) area with their cultural landscape through
three axes of an ethnoecological approach, namely kosmos (belief system), corpus
(ecological knowledge), and praxis (resource management and utilization). The data in
this study were obtained through a combination of ecological, anthropological, and
linguistic methods. Data collection was obtained through semi-structural interviews,
focus group discussions (FGD), pebble distribution methods (PDM), and field surveys
using walk-transect and free-listing techniques as well as free observation. The results of
the study reveal that the indigenous tribes around the WNP area have a basic mastery of
the cultural landscape initiated by the kosmos which also affects the corpus and praxis.
The corpus of indigenous tribes around the WNP area regarding ethnoecotopes (main
landscape units) shows a similarity in concept based on the physiography of the same area
of the alluvial lowlands which are seasonally influenced by waterlogging. Indigenous
corpus about vegetation association with each ethnoecotope identified perceptually based
on cultural and natural perceptions based on species indicators. Indigenous Praxis is
influenced by the kosmos through the Dema-totem-clan relationship, which is a basic
structure of indigenous tribal communities associated with the mythology of origins
which regulates the management and use of biological resources so as to form a
harmonious life order. Indigenous praxis is also influenced by the kosmos by determining
sacred areas, the sasi system (sar), and symbolic plant cultivation activities. In the
relationship between culture and environment, the subsistence activities of indigenous
people are not absolutely influenced by the environment. They are able to develop
adaptation technologies through knowledge gained from an understanding of their natural
environment."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jatna Supriatna
Jakara: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2014
363.68 JAT b
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Gustina Erlianti
"Informasi menduduki peranan penting dalam kehidupan manusia karena sangat dibutuhkan dalam pengambilan keputusan di kemudian hari. Dalam memenuhi kebutuhan informasi, setiap orang mempunyai perilaku pencarian yang berbeda-beda sesuai dengan kemampuannya. Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana perilaku pencarian informasi masyarakat rimba Makekal Hulu di Taman Nasional Bukit Dua Belas Jambi. Metode yang digunakan penulis dalam makalah ini adalah studi dokumentasi di mana penulis mengumpulkan beberapa hasil penelitian dan teori-teori yang berkaitan dengan perilaku pencarian informasi kemudian menganalis teori mana yang cocok digunakan untuk masyarakat rimba Makekal Hulu Taman Nasional Bukit Dua Belas Jambi. Dari hasil analisis, temyata perilaku pencarian informasi masyarakat rimba Makekal Hulu Taman Nasional Bukit Dua Belas Jambi masih menggunakan pertolongan atau bantuan dari orang lain yang disebut dengan jenang. Setelah mendapatkan informasi barulah masyarakat rimba ini mengolah informasi terse but apakah sesuai dengan kebutuhannya atau tidak. Setelah mendapatkan semua informasi yang dibutuhkan, barulah mereka mengakhiri proses pencarian informasi."
Jakarta: Pusat jasa Perpustakaan dan Informasi ( Perpustakaan Nasional RI), 2015
020 VIS 17:3 (2015) (2)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Semiarto Aji Purwanto
"The management of natural resources is authorized with local regulations when dealing with forest community and legal law including some parties from outside of particular forest area. The two contrasts between the local and national regulations have frequently taken place as result of conflict of interest. Therefore some questions arise: how is the development of such conservation areas meet with the local regulation or adat? Is the activity to make use of the resources by the community remains possible? To response to the question the writer would like to argue that assessment of how a national park management interact with local regulations and hak ulayat or communal rights, one should aware of the contexts of their interaction as well as the following aspects: historical, adat law, economical, institutional and the dynamic of local politics. These have to be emphasized since the national park policy in Indonesia can be seen as the manifestation of state territorialization which results in the marginalization of adat community. All parties' interests in natural resources are consider as national citizen and legally authorized to manage or exploit the resources inside the country's territory. Cases from the four national parks observed concluded that even when they live in around the parkas indigenous, they are not automatically awarded their traditional rights or access to make use of the parks."
2005
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Lestari
"Studi ini dilakukan pada bulan Juni-Juli 2012 untuk mengetahui sebaran terbaru Rafflesia zolingeriana dan struktur populasinya di Taman Nasional Meru Betiri. R. zolingeriana yang ditemukan sebanyak 19 populasi yang terdiri atas 26 koloni dan 152 individu. Populasi R. zolingeriana dominan ditemukan di lereng bukit, jauh dari pantai. Beberapa populasi berada di dekat pemukiman (kantong) dan di zona hutan dekat zona rehabilitasi. Dari 19 populasi yang telah diamati, sembilan merupakn distribusi baru yang belum pernah didokumentasikan dan satu di antaranya berada di luar kawasan TNMB. Populasi tersebut terdiri atas bunga mekar (7,89%), kuncup hidu (63,16%) dan kuncup mati (28,95%). Kuncup hidup dengan diameter 0,1-5 cm mendominasi populasi (50%), sedangkan kuncup yang siap mekar (diameter lebih dari 15 cm) hanya 0,42%. Tingkat keberhasilan kuncup untuk mekar diperkirakan rendah, sehingga kebelanjutan populasi R.zolingeriana terancam dan perlu dilestarikan, beik secara in situ maupun ex situ disampaikan dalam makalah ini."
Bogor: Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor-LIPI, 2014
580 BKR 17:2 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Lestari
"ABSTRAK
Studi ini dilakukan pada bulan Juni-Juli 2012 untuk mengetahui sebaran terbaru Rafflesia zollingeriana dan struktur populasinya di Taman Nasional Meru Betiri. R. zollingeriana yang ditemukan sebanyak 19 populasi yang terdiri atas 26 koloni 152 individu. populasi R.zollingeriana dominan ditemukan di lereng bukit, jauh dari pantai. beberapa populasi berbeda di dekat pemukinan (kantong) dan di zona hutan dikat zona rehabilitasi. dari 19 populasi yang telah diamati, sembilan merupakan distribusi baru yang belum pernah didokumentasikan dan satu antaranya berada di luar kawasan TNMB . populasi tersebut terdiri atas bunga mekar ( 7,89%), kuncup hidup (63,16%) dan kuncup mati ( 28,95%). kuncup hidup dengan diameter 0,1-5 cm mendominasi populasi (50%), sedangkan kuncup yang siap mekar (diameter lebih dari 15 cm) hanya 0,42%. tingkat keberhasilan kuncup untuk mekar diperkirakan rendah, sehingga keberlanjutan populasi R. zollingeriana terancam dan perlu dilstarikan, baik secara in situ maupun ex situ. saran konservasi, baik secara in situ maupun ex situ disampaikan dalam makalah ini. "
Bogor: Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor-LIPI, 2014
580 BKR 15:1 (2012)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Edi Mirmanto
"kajian permudaan alami di kawasan hutan Taman Nasional Gunung Halimun-Salak, Jawa Barat telah dilakukan dengan tujuan untuk mengungkap pola dan proses ekologi serta suksesi hutan. sebanyak 27 petak (10 m x 10 m ) telah di dan pada setiap petak dilakukan pengukuran terhadap anakan pohon ( diameter 2-5 cm), yang meliputi diameter setinggi 20 cm di atas tanah, tinggi dan posisi di dalam setiap petak. setiap jenis yang tercatat dibuat spesimen bukti ekologi, untuk identifikasi jenis. dalam 27 petak tercatat sebagai jenis dominan 73 jenis anak pohon , yang terdiri atas 51 marga dan 29 suku. macaranga triloba tercatat sebagai jenis dominan hanya pada 9 petak, sedangkan 4 jenis lainnya kurang dari 5 petak. ini menunjukan danya penyebarann jenis tertentu pada habitat tertentu pula, menunjukan adanya ketertarikan antara keberadaan suatu jenis dengan habitattertentu. ketinggian tempat dan penutupan kanopi diduga sangat berpengaruh terhadap terbentuknya tipe komunitas."
Bogor: Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor-LIPI, 2014
580 BKR 17:2 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7   >>