Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 225 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Febryani Angelica
"Personil merupakan salah satu bagian dari CDOB yang harus memenuhi kualifikasi yang dipersyaratkan dengan mengikuti pelatihan dan memiliki kompetensi sebelum memulai tugas, terutama personil yang menangani obat atau bahan obat yang memerlukan persyaratan yang lebih ketat seperti narkotika dan psikotropika. Tujuan dari tugas khusus ini adalah adalah memberikan materi dan pelatihan kepada personil di KFTD Tangerang tentang prosedur operasi standar narkotika dan psikotropika. Metode yang digunakan dalam memberikan pelatihan adalah pemberian materi, tanya jawab, dan test. Test diberikan kepada personil sebelum dan sesudah materi diberikan. Materi yang digunakan bersumber dari SOP KFTD Tangerang yang telah disesuaikan berdasarkan CDOB. Pelatihan prosedur operasi kerja terkait narkotika dan psikotropika meliputi penerimaan, penyimpanan, penyaluran dan penanganan produk rusak, kadaluarsa dan tidak layak.

Personnel are a part of CDOB who must meet the required qualifications by training and should have competency before starting their task, especially personnel who handle drugs or raw materials that need more specified condition such as narcotics and psychotropics. The purpose of this study is to provide materials and training to personnel at KFTD Tangerang regarding to standard operating procedures about narcotics and psychrotropics. The method used in providing training is study material, question and answer, and tests. Tests were gave to personnel before and after the material is given. The materials used are sourced from KFTD Tangerang’s SOP which has been adjusted based on CDOB. SOP training about narcotics and psychotropics are included in receiving, storing, distributing and handling damaged, expired, and inappropriate products."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ela Bestia
"Banyaknya penyalahguna narkotika yang ditempatkan di Lapas menjadi tantangan sendiri bagi Badan Narkotika Nasional (BNN) dengan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) dalam memenuhi kebutuhan rehabilitasi bagi mereka. BNN sebagai leading sektor pelaksanaan P4GN dan Kemenkumham sebagai instansi pelaksana perlu bersinergi dalam upaya rehabilitasi penyalahguna narkotika di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) agar dapat menekan laju prevalensi penyalahgunaan narkotika nasional. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana sinergi yang terjalin antara BNN dan Kemenkumham dalam upaya rehabilitasi narapidana narkotika di Lapas, dan bagaimana kendala sinergi dan penyelenggaraan layanan rehabilitasi di Lapas. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, teknik pengambilan data melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi. Peneliti menggunakan sejumlah teori dan konsep dalam penelitian ini, yaitu teori sinergi, konsep pemasyarakatan, dan rehabilitasi.
Hasil dari penelitian ini ditemukan bahwa sinergi antara BNN dengan Kemenkumham dalam upaya rehabilitasi narkotika di Lapas sudah terjalin sejak lama, namun bersifat dinamis. Adapun faktor yang mempengaruhi sinergi tersebut adalah anggaran, kebijakan pimpinan, dan kebijakan pemerintah. Pada awalnya BNN dan Kemenkumham bekerja sama menginisiasi program rehabilitasi di Lapas namun sejak BNN menghentikan dukungan anggaran ke Lapas, Kemenkumham berinisiatif melanjutkan program tersebut dengan menggunakan anggaran sendiri. Sinergi masih banyak bersifat prosedural dan administratif namun terbatas dalam hal implementasinya sehingga dibutuhkan kebijakan yang mengakomodasi sinergi tersebut, dukungan anggaran, sarana prasarana, peningkatan kemampuan petugas rehabilitasi, supervisi, monitor dan evaluasi yang dapat mengoptimalkan penyelenggaraan rehabilitasi narkotika di Lapas.

The large number of narcotics abusers placed in prisons is a challenge for the National Narcotics Agency (BNN) and the Ministry of Law and Human Rights (Kemenkumham) in meeting their rehabilitation needs. BNN as the leading sector in the implementation of P4GN and the Ministry of Law and Human Rights as the implementing agency need to synergize in efforts to rehabilitate narcotics abusers in prisons to reduce the prevalence of narcotics abuse nationwide. The purpose of this study was to find out the synergy that exists between BNN and the Ministry of Law and Human Rights in the rehabilitation of narcotics prisoners in prisons, the obstacles to synergy and the implementation of rehabilitation services in prisons. This study uses qualitative methods, data collection techniques through interviews, observation, and documentation. Researchers used several theories and concepts in this study, namely the theory of synergy, the concept of correctional, and rehabilitation.
The results of this study found that the synergy between BNN and the Ministry of Law and Human Rights in narcotics rehabilitation efforts in prisons has existed for a long time, but the policies are dynamic. The factors that influence the synergy are the budget, leadership policies, and government policies. At first BNN and Kemenkumham worked together to initiate rehabilitation in prisons, but since BNN stopped budget support to prisons, Kemenkumham has taken the initiative to continue the program with its own budget. Synergies are still mostly procedural and administrative in nature but limited in terms of implementation. Policies needed to accommodate these synergies are budget support, infrastructure, capacity building for rehabilitation officers, supervision, monitoring and evaluation that can optimize the implementation of rehabilitation in prisons.
"
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aisyah Dwivania Gesty A.
"Saat dilakukan praktik kedokteran, dimungkinkan ada keadaan dimana dokter menemukan pasien yang menyalahgunakan narkotika. Bila hal tersebut terjadi, akan ada dua kewajiban yang dihadapkan terhadap dokter, yaitu kewajiban untuk menjaga rahasia kedokteran dan kewajiban melaporkan pasien tersebut berdasarkan pasal 131 UU Narkotika. Karena hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaturan di Indonesia terkait pembukaan rahasia kedokteran oleh dokter bila dokter menemukan pasien yang menyalahgunakan narkotika menurut Permenkes No. 36 Tahun 2012, UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dan peraturan perundang-undangan lain yang relevan. Bentuk penelitian ini adalah yuridis normatif dan dilakukan menggunakan tipe penelitian deskriptif untuk mencari tahu dan memberikan berbagai data yang ditemukan dari peraturan perundang-undangan dan sumber literatur yang lain mengenai bagaimana pengaturan terkait pembukaan rahasia kedokteran pasien yang menyalahgunakan narkotika. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, diperoleh hasil yaitu dokter harus mengutamakan kewajiban untuk melaporkan pasien yang menyalahgunakan narkotika dan karena itu ia dapat membuka rahasia kedokteran pasien yang menyalahgunakan narkotika dikarenakan adanya kepentingan yang lebih diutamakan untuk diselamatkan dari bahaya narkotika yaitu kepentingan umum. Dengan dilakukannya pelaporan tersebut, dokter akan terhindar dari ancaman sanksi pidana pada pasal 131 UU Narkotika. Oleh karena itu, sebaiknya dokter melaporkan penyalah guna tersebut kepada Badan Narkotika Nasional agar dapat dilakukan rehabilitasi terhadap pasien.

When doctors doing their practice, it is possible for doctors to find patients who abuse narcotics. If this happens, there will be two obligations of the doctor, the obligation to keep medical secrets, dan the obligation to report the patient based on article 131 of the Narcotics Law. Because of that, this research aims to find out how the regulations in Indonesia regarding the disclosure of medical secrets by doctors if doctors find patients who abuse narcotics according to Minister of Health Regulation Number 36 of 2012, Law number 35 of 2009 about Narcotics, and also supported by other laws and regulations. The form of this research is normative juridical and is using a descriptive type of research to find out and provide various data found from regulation in Indonesia and other literature sources regarding how to regulate the disclosure of medical secrets of patients who abuse narcotics. Based on the research conducted, the results are that the doctors must prioritize the obligation to report the patients who abuse narcotics and thus he can reveal the medical secrets of patients who abuse narcotics because there are interests that need to be prioritized to be saved from the dangers of narcotics, which is the public interest. When the doctors report the patient, doctors can avoid the threat of criminal sanctions in article 131 of the Narcotics Law. Therefore, the doctor should report the drug abuser to the Badan Narkotika Nasional (BNN) so that the patient can be rehabilitated."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Janitra Jaya Negara, Author
"Penggunaan hukum pidana untuk mengatasi kejahatan, termasuk penyalahgunaan narkotika, mendapat perhatian dan kontroversi. Dalam penelitian ini, alternatif di luar sistem peradilan pidana juga penting. Penggunaan hukum pidana sebaiknya dihindari jika ada sarana lain yang lebih efektif. Kejahatan adalah masalah kemanusiaan, dan hukum pidana sendiri bisa menyebabkan penderitaan. Oleh karena itu, penggunaan hukum pidana harus digabungkan dengan instrumen di luar sistem peradilan. Dalam penanggulangan penyalahgunaan narkotika oleh anak, pengalihan proses dari yustisial ke non-yustisial adalah upaya untuk menghindari penerapan hukum pidana pada anak-anak. Diversi juga memiliki tujuan agar anak-anak terhindar dari dampak negatif pidana dan dapat tumbuh dan berkembang dengan baik secara fisik dan mental. Hal ini relevan dengan konsep tujuan pemidanaan, yang melibatkan perlindungan masyarakat dan individu. Restorative Justice di Indonesia, terdapat mekanisme penyelesaian hukum berdasarkan kearifan lokal. Sila Keempat Pancasila memungkinkan penerapan keadilan restoratif karena mengedepankan musyawarah dan kebaikan bersama. Implementasi keadilan restoratif terutama untuk kasus anak tidak sulit jika mengacu pada filosofi bangsa dan menghormati hukum adat sebagai hukum dasar nasional. Selain itu terdapat pengalihan perkara anak dari proses pidana formal ke penyelesaian damai antara pelaku dan korban yang difasilitasi oleh keluarga, masyarakat, dan penegak hukum. Proses diversi harus dilakukan dalam 30 hari untuk mencapai kesepakatan. Hal ini dilatarbelakangi oleh asumsi bahwa penanganan anak melalui sistem peradilan anak lebih berpotensi negatif dari pada positif dalam perkembangan anak. Masalah yang muncul dalam penanganan anak penyalahguna narkotika adalah stigma yang melekat pada mereka setelah proses peradilan selesai. Tingginya kasus penyalahgunaan narkotika oleh anak mendorong upaya penanggulangan pidana anak dalam bidang hukum, baik secara formal maupun materiil. Penanggulangan kejahatan, termasuk penyalahgunaan narkotika, adalah usaha rasional masyarakat dalam menangani kejahatan dan harus dilakukan dengan diagnosis yang tepat.

The use of criminal law to deal with crime, including narcotics abuse, has received attention and controversy. In this research, alternatives outside the criminal justice system are also important. The use of criminal law should be avoided if there are other more effective means. Crime is a humanitarian problem, and criminal law itself can cause suffering. Therefore, the use of criminal law must be combined with instruments outside the justice system. In dealing with narcotics abuse by children, transferring the process from judicial to non-judicial is an effort to avoid the application of criminal law to children. Diversion also has the aim of ensuring that children avoid the negative impacts of crime and can grow and develop well physically and mentally. This is relevant to the concept of the purpose of punishment, which involves the protection of society and individuals. Restorative Justice in Indonesia, there is a legal settlement mechanism based on local wisdom. The Fourth Principle of Pancasila allows the implementation of restorative justice because it prioritizes deliberation and the common good. Implementing restorative justice, especially in cases of children, is not difficult if it refers to the nation's philosophy and respects customary law as the basic national law. Apart from that, there is a transfer of children's cases from the formal criminal process to a peaceful resolution between the perpetrator and the victim which is facilitated by the family, community and law enforcement. The diversion process must be carried out within 30 days to reach an agreement. This is motivated by the assumption that handling children through the juvenile justice system has the potential to be more negative than positive in children's development. The problem that arises in handling children who abuse drugs is the stigma attached to them after the judicial process is completed. The high number of cases of narcotics abuse by children has encouraged efforts to overcome child crime in the legal field, both formally and materially. Crime prevention, including narcotics abuse, is society's rational effort to deal with crime and must be carried out with the right diagnosis."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pangeran Baron
"Penelitian ini menjelaskan tentang strategi intelijen dalam mengidentifikasi jaringan peredaran narkotika di masyarakat dan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan penggalangan pada terduga tindak pidana narkotika dalam upaya perang melawan narkotika. Penelitian ini didasarkan pada Pasal 3 dalam Undang-Undang Intelijen Negara (UUIN) Nomor 17 Tahun 2011 pada fungsi Penggalangan. Kejahatan narkotika merupakan Victimless Crime karena pelaku kejahatan sekaligus menjadi korban kejahatan itu sendiri. Masalah yang diteliti dalam penelitian ini adalah bagaimana strategi intelijen dalam mengidentifikasi penyalahgunaan narkotika di masyarakat dengan menggunakan Teori Analisis Jaringan dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi keberhasilan penggalangan Terduga tindak pidana narkotika. Tujuan dari penelitian ini adalah menjelaskan fungsi penggalangan intelijen untuk melakukan Operasi Balik terhadap upaya pemberantasan tindak pidana narkotika. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan referensi dalam pengembangan kajian disiplin ilmu intelijen yang memiliki kesamaan pembahasan, serta dapat menjadi referensi bagi para penyelenggara negara pembentuk undang-undang dan pelibatan komponen masyarakat sipil yang memiliki irisan dengan intelijen dengan segala aktifitasnya agar tercapai stabilitas nasional guna memperkuat konsep Ketahanan Nasional.

This article describes the intelligence strategy for identifying drug trafficking networks in the community and the factors that influence the success of conditioning suspected drug offenders in the fight against drugs. This research is based on Article 3 in the State Intelligence Law (UUIN) Number: 17/2011 on the conditioning function. Narcotics crime is a Victimless Crime because the perpetrator of the crime is also the victim of the crime itself. The problem examined in this study is how the intelligence strategy in identifying drug abuse in the community using Structure Network Analytic and what factors affect the success of conditioning suspected drug crimes. The purpose of this study is to explain the function of conditioning intelligence to conduct Reverse Operations against efforts to eradicate narcotics crimes. This research is expected to be an input and reference in the development of intelligence discipline studies that have similar discussions and can be a reference for state administrators who form laws and involve civil society components that have intersections with intelligence with all its activities in order to achieve national stability to strengthen the concept of National Resilience."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
362.29 PEN
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Suci Mustikarini
"Penelitian ini meneliti tentang motivasi ex-user untuk tetap bersih dari narkoba. Jumlah subyek pada penelitian ini adalah empat orang. Kriteria subyek adalah seorang ex-user yang sudah menjalani minimal 5 tahun bersih total dari narkoba, hal ini berdasarkan metode tehnik purposive sampling yang digunakan penelitian ini. Tehnik pengambilan data dilakukan dengan interview dan digali lebih dalam dengan probing. Tinjauan pustaka yang dilakukan penelitian ini mencakup teori-teori dan penelitian-penelitian tentang persepsi, motivasi dan goal setting. Hasil dari penelitian ini adalah, pengenalan masalah yang dihadapi pada periode masih tergantung pada narkoba waktu dulu dapat merubah persepsi subyek tentang narkoba dan persepsi diri. Kondisi tersebut meningkatkan motivasi mereka untuk menjaga diri tetap clean dari narkoba. Perubahan persepsi yang terjadi pada ex-user dapat membantu mereka untuk menetapkan dan memantapkan tujuan yang mereka ingin capai, hal ini memotivasi diri mereka untuk tetap bersih total dari narkoba.

The aim of the study was to investigate ex-users? motivation due to keep their self clean from drugs relapses. Ex-users? perception and goal setting had been tested regarding their motivation in facing drugs? addiction and craving after their processed 5 years life clean without drugs. The study categorized as qualitative study, used purposive sampling method and interview collected data. They were 4 participants in the study. Perception, motivation and goal setting research had been reviewed from previous study. The study found that perceptions change toward drugs influence and enhance participants? goal setting. These were increase participants? motivation. These were also increase participants? health care behavior in maintaining self motivation and goal setting to keep them self clean forever from drugs."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
S2428
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Baihaqi
"Berbagai mekanisme dilakukan untuk mencegah penyelundupan barang ilegal. Sebagai garda terdepan dalam hal pengawasan barang yang berasal dari luar dan dalam negeri, Direktorat Jenderal Bea Cukai memiliki fungsi yang penting, salah satunya dalam pencegahan penyelundupan Narkotika, Psikotropika dan Prekursor. Seiring dengan berjalannya waktu, penyelundupan mengalami beberapa perkembangan, salah satunya modus operandi. Oleh sebab itu, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menggunakan sistem yang disebut Passanger Analysis Unit (PAU). Melalui sistem yang terintegrasi dalam PAU, analis intelijen dapat memberikan proposisi dasar penangkapan yang mampu menyelundupkan narkoba ke negara. Namun, sejak PAU digunakan, belum ada penilaian mengenai sistem PAU itu sendiri dan penggunaannya yang masih membutuhkan keahlian dari analis intelijen. Mengenai masalah tersebut, peneliti membahas terkait Pemanfaatan Unit Analisis Penumpang (PAU) dalam pencegahan penyelundupan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan Sistem PAU untuk mencegah kejahatan Narkotika dan Psikotropika yang digunakan di Indonesia. Penelitian kualitatif ini menggunakan wawancara mendalam dan studi pustaka dalam pembahasannya dengan menggunakan standarisasi dari WCO dan teori pencegahan kejahatan situasional Clarke (1995). Berdasarkan temuan di lapangan, menunjukkan bahwa sistem PAU tidak seperti yang diharapkan. Oleh karena itu, kualitas sistem PAU perlu ditingkatkan untuk mencegah terjadinya kejahatan Narkotika dan Psikotropika.

Various mechanisms are carried out to prevent the smuggling of illegal goods. As the front guard in terms of controlling goods from outside and within the country, the Directorate General of Customs and Excise has an important function, one of which is the prevention of the smuggling of Narcotics, Psychotropic and Precursors. As time went on, smuggling experienced several developments, one of which was the modus operandi. Therefore, the Directorate General of Customs and Excise uses a system called the Passanger Analysis Unit (PAU). Through a system integrated in PAU, intelligence analysts can provide basic arrest propositions capable of smuggling drugs into the country. However, since the PAU was used, there has been no assessment of the PAU system itself and its use which still requires expertise from intelligence analysts. Regarding the problem, the researchers discussed the use of the Passenger Analysis Unit (PAU) in preventing the smuggling of Narcotics, Psychotropics and Precursors.
The purpose of this study is to describe the PAU System to prevent Narcotics and Psychotropic crimes used in Indonesia. This qualitative study uses in-depth interviews and literature studies in its discussion using standardization from WCO and Clarke (1995) situational crime prevention theory. Based on the findings in the field, it shows that the PAU system is not as expected. Therefore, the quality of the PAU system needs to be improved to prevent the occurrence of Narcotics and Psychotropic crimes.
"
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 2007
364.15 PER
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sihotang, Johan Parulian
"ABSTRAK
Penggunaan narkotika dan psikotropika dapat menimbulkan berbagai dampak
buruk secara psikologis baik intra maupun interpersonal, penurunan kualitas kesehatan
tubuh dan pelanggaran hukum. Meskipun dapat menimbulkan berbagai dampak buruk
akan tetapi sejak tahun 1998 terjadi peningkatan besar jumlah pengguna narkotika dan
psikotropika yang cukup besar di Indonesia. Saat ini diperkirakan terdapat sekitar
500.000 sampai 1.350.000 penderita ketergantungan narkotika dan psikotropika di
Indonesia (UNDCCP, 2000).
Pertanyaan dibalik permasalahan diatas adalah mengapa seorang pecandu
narkotika yang telah menyadari efek negatif dari pemakaian narkotika masih terus
melanjutkan penggunaannya? Jawaban dari pertanyaan tersebut bisa kita dapatkan
dengan melihat dari karakteristik ketergantungan narkotika dan psikotropika.
Ketergantungan narkotika dapat mencakup keterganungan secara fisik dan psikologis.
Ketergantungan secara fisik ditandai dengan hadirnya gejala putus obat yang sangat
menyakitkan dan dapat menyebabkan kematian.
Setelah menggunakan narkotika selama beberapa waktu, seorang pengguna juga
dapat mengalami perubahan pola kognitif (Beck et al, 1993). Beberapa waktu setelah
penghentian penggunaan narkotika dan psikotropika maka gejala putus obat pun mulai
menghilang. Akan tetapi, penggunaan narkotika dan psikotropika dalam jangka waktu
yang lama dapat menghilangkan kemampuan seseorang untuk menghilangkan
kemampuan seseorang dalam menghadapi masalah yang ditemuinya secara normal tanpa
bantuan narkotika dan psikotropika. Kondisi ini menunjukkan adanya ketergantungan
psikologiis pada penggunaan narkotika dan psikotropika. Pada tahun 1996, T. Gorsky
mengembangkan suatu program tahapan penyembuhan terhadap ketergantungan
narkotika (Developmentdl Model of Recovery). Developmental Model of Recovery ini
mencakup enam tahapan yang memiliki karakteristiknya masing-masing di setiap tahap,
dan seorang pecandu harus dapat melewati setiap tahap satu-persatu.
Pada hasil penelitian di masa lampau oleh Sunders, AUsop (1987), ditemukan
bahwa pengguna heroin, nikotin, dan alkohol memiliki kecenderungan yang tinggi untuk
embali menggunakan narkotika setelah berada dalam kondisi putus obat selama beberapa
waktu (relapse). Para peneliti ini menemukan bahwa dua pertiga dari para pemakai narkotika yang telah mendapatkan perawatan, mengalami relapse dalam kurun waktu tiga
bulan (Sunders & Allsop, 1987; Vailant, 1983). . Pada tahun 1993 Beck et al (1993)
mengembangkan suatu teori tentang pola kognitif yang mendasari proses relapse pada
seorang pecandu narkotika dan psikotropika. Pola kognitif dari relapse ini sendiri
berisikan proses perjalanan dan perkembangan kognitif seseorang, yang akhirnya memicu
untuk terjadinya relapse.
Penelitian ini dilakukan terhadap empat orang penderita ketergantungan narkotika
dan psikotropika. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif.
Merujuk pada kata proses dalam tujuan penelitian ini maka deskripsi motivasi
penggunaan narkotika dan psikotropika dilakakan pada tahap-tahap proses kognitif
relapse penggunaan narkotika yang dikemukakan oleh Beck (1993).
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa setiap subyek mengalami relapse
minimal sebanyak satu kali saat mereka sedang mengalami ketergantungan kompulsif
terhadap narkotika dan psikotropika. Permasalahan-permasalahan yang bermunculan
membuktikan suatu dinamika yang terjadi pada proses penyembuhan ketergantungan
terhadap narkotika dan psikotropika. Permasalahan yang ada dapat mencakup terjadinya
proses jatuh bangun atau yang biasa disebut dengan slip, lapse dan relapse. Sesuai dengan
teori pola kognitif relapse yang dikembangkan oleh Beck et al (1993), sebelum akhirnya
mengalami relapse, setiap subyek memiliki pola kognitif yang hampir sama. Pola kognitif
yang mereka miliki selalu dimulai dengan adanya high risk stimuli baik yang bersifat
internal maupun external, yang akan memicu munculnya basic drug beliefs yang telah
dimiliki sebelumnya. Para subyek juga telah mengalami perkembangan dalam proses
penyembuhannya. Kemajuan dalam proses penyembuhan yang mereka jalani dapat
terlihat dari perbedaan pola kognitif yang mereka miliki saat ini. Perkembangan proses
penyembuhan didasari atas tahapan penyembuhan dalam Developmental Model of
Recovery (T.Gorsky, 1996).
Penelitian ini juga menunjukkan bahwa hampir semua subyek peneltian tidak
menyadari akan pola kognitif yang mereka miliki saat mereka akan mengalami slip. Oleh
karena itu mereka juga mengalami kesulitan saat mencoba berhenti dari proses
ketergantungan mereka. Hal ini sangat berbahaya sebab individu yang terus mengalami
kegagalan akan merasa frustasi dan berfikir bahwa dirinya tidak akan pernah sembuh.
Sehubungan dengan hasil peneltian ini disarankan agar lembaga penyembuhan, dokter,
psikolog atau seorang psikiater yang memberikan terapi penyembuhan ketergantungan
sebaiknya juga memberikan perhatian yang lebih pada perubahan pola kognitif relapse."
2004
S3470
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   4 5 6 7 8 9 10 11 12 13   >>