Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 14 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Reza Wicaksana Dwinanta
"Masalah permodalan dalam suatu usaha menjadi pertimbangan utama dalam bentuk usaha manapun. Koperasi yang menjadi seharusnya menjadi pilar utama ekonomi Indonesia kian lama semakin tersingkir oleh karena persaingan bidang usaha lainnya. Pasar Modal merupakan salah satu sarana yang sangat memberikan potensial besar bagi Koperasi untuk mencari modal pinjaman agar usaha Koperasi dapat menjadi besar. Namun, kenyataanya hingga saat ini belum ada Koperasi yang secara langsung melakukan transaksi di Pasar Modal khususnya melakukan penjualan Obligasi. Padahal menurut ketentuan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku Koperasi dimaksudkan untuk ikut serta dalam transaksi Pasar Modal untuk memberikan beban moral kepada ekonomi Indonesia.

Capital issues in an effort to be a major consideration in any business. Co-Operatives which should be the main pillar of Indonesia's economy more and more marginalized by the other business sectors because of competition. Capital Markets is one of the very means of providing great potential for cooperation in order to seek capital loans can be great cooperative effort. However, the fact until now there is no direct Co-Operative transactions, especially in the Capital Market to sell bonds. Yet according to the provisions of Rule Legislation which applies Co-Operative intended to participate in capital market transactions to provide a moral burden to the economy of Indonesia."
Depok: Universitas Indonesia, 2012
S43628
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
"Krisis moneter yang terjadi di Indonesia mengakibatkan banyak perusahaan melakukan restrukturisasi. Salah satu dampaknya adalah turunnya harga pasar saham-saham di bursa efek bahkan hingga dibawah nilai nominalnya. Karena perseroan terbuka tidak boleh menerbitkan saham baru dengan harga di bawah nilai nominalnya, maka PT Bank Lippo Tbk memprakarsai penerbitan saham kelas baru yang memiliki nilai nominal di bawah nilai nominal saham lama. Dengan demikian PT Bank Lippo Tbk dapat melakukan right issue dengan harga penawaran di bawah nilai nominal saham lama. Saham baru ini memiliki kedudukan yang sama dan sederajat dengan saham lama sehingga dengan demikian memiliki hak yang sama dengan saham lama. Hal ini menimbulkan kontroversi karena Undang-undang Perseroan Terbatas/UUPT dan Undang-undang Pasar Modal/UUPM belum mengatur mengenai hal ini. Pokok permasalahan yang diteliti adalah sejauh mana peraturan perundang-undangan di bidang perseroan terbatas dan pasar modal mengatur mengenai hal ini dan bagaimana perlindungan hukum bagi pemegang saham. Penelitian dilakukan dengan metode penelitian hukum normatif dan sumber data sekunder. Kesimpulan penelitian ini adalah UUPM maupun peraturan Bapepam (Badan Pengawas Pasar Modal) tidak mengatur mengenai hal tersebut, dengan demikian harus mengacu pada UUPT. UUPT mengenal adanya klasifikasi saham lain (klasifikasi saham selain saham biasa) ke dalam kelas-kelas yang lebih kecil. Dengan demikian klasifikasi saham biasa dapat pula diklasifikasikan ke dalam kelas-kelas yang lebih kecil. UUPT tidak mengatur hubungan nilai nominal saham dengan hak pemegang saham. Dengan demikian saham dengan nilai nominal berbeda dapat memiliki hak yang sama maupun berbeda. Pemegang saham lama terlindungi dengan diwajibkannya persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham untuk efektifnya Right Issue. Ketentuan hukum belum memberikan perlidungan bagi pemegang saham baru, namun Bapepam mengatakan bahwa pemegang saham lama tidak dapat mengkonversikan sahamnya menjadi saham baru berdasarkan nilai nominal."
Jakarta: Balai Penelitian dan Pengembangan Agama RI, {s.a.}
PNMAS 23(1-3) 2010;PNMAS 23(1-3) 2010
Majalah, Jurnal, Buletin  Universitas Indonesia Library
cover
Yanuar Riansyah Effendi
"ABSTRAK
Tesis ini membahas tentang pengembalian agunan di dalam Lembaga Kliring dan
Penjaminan yang dikaitkan dengan permasalahan yang terjadi pada Perusahaan
Sekuritas PT. X yang berstatus anggota kliring di Kliring Penjaminan Efek
Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pentahapan pengembalian
agunan serta perlindungan hukum terhadap agunan anggota kliring yang diberikan
oleh Kliring Penjaminan Efek Indonesia dalam hal Perusahaan Efek yang
bersangkutan tidak terlacak dikarenakan telah bubar terlebih dahulu. Tesis ini
termasuk ranah penelitian yuridis normatif dengan menggunakan sumber data
berupa data sekunder. Hasil penelitian diperoleh bahwa terdapat 6 (enam) tahapan
pengembalian agunan yang dilakukan oleh Kliring Penjaminan Efek Indonesia,
dimana salah satu tahapannya merupakan tahapan penyelesaian jika terdapat
Perusahaan Efek yang tidak terlacak seperti dalam kasus PT. X. Perlindungan
hukum terhadap agunan anggota kliring dalam hal Perusahaan Efek tidak terlacak
diberikan secara preventif yang dituangkan secara konkrit dalam Perjanjian
Pemberian Jasa Kliring dan Penjaminan Penyelesaian Transaksi Bursa Tanpa
Warkat. Tesis ini menyarankan kepada Kliring Penjaminan Efek Indonesia untuk
membuat aturan khusus perihal pengembalian agunan dengan berdasar kepada
Undang-Undang yang sebelumnya dan diharapkan lebih menekankan kepada
penyelesaian pengembalian agunan apabila subyek hukumnya tidak terlacak.

ABSTRACT
The thesis emphasises the repayment of collateral in Clearing and Guarantee
Institution that appends with issues occuring on PT. X Securities Company whose
hold the status as a member of Indonesian Clearing and Guarantee Corporation.
The research was intended to analyze the repayment of collateral and legal
protection against collateral for clearing member, given by Indonesian Clearing
and Guarantee Corporation in terms of the Security Company become untracked as
a result of early closes. The thesis is comprises at normative jurisdiction field for
using secondary data as a source. The research shows that there are 6 (six) steps of
repayment of collateral done by Indonesian Clearing and Guarantee Corporation,
whereas one of the step is the step of resolution if the Security Company untracked
as in the case of PT. X. Legal protection against collateral clearing member when
Security Company in terms of untracked given in preventive that poured in concrete
in the Agreement Granting Services of Clearing and Guarantee Settlement of
Exchange Transactions Without Clearance. The thesis suggest to Indonesian
Clearing and Guarantee Corporation to make particular policy about repayment of
collateral that refers to the previous laws and is expected to put more emphasis
upon the completion about repayment of collateral when the subject of the law is
untracked."
2018
T49452
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indra Setiawan
"Sejak diberlakukannya Undang-undang No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (UU OJK) fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal beralih dari Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam dan LK) kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Berdasarkan Pasal 70 UU OJK dinyatakan bahwa Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UUPM) tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti berdasarkan UU OJK. Dengan demikian, kewenangan OJK dalam penegakan hukum terhadap dugaan pelanggaran tindak Pidana di bidang Pasar Modal, masih diatur berdasarkan ketentuan pada Pasal 101 UUPM di mana Pasal tersebut memberikan kewenangan kepada OJK untuk melakukan proses penyidikan bahkan kewenangan untuk melanjutkan atau tidak melanjutkan dugaan pelanggaran tindak Pidana di bidang Pasar Modal ke tahap penyidikan. Kemudian, sejak diundangkannya UU OJK, penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil yang berasal dari pegawai Bapepam dan LK tidak dapat lagi menjadi penyidik di OJK mengingat dalam UU OJK disebutkan bahwa penyidik OJK berasal dari Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Pejabat Pegawai Negeri Sipil yang ditugaskan di OJK. Berkaitan dengan hal-hal tersebut, terdapat tantangan dalam penegakan hukum terhadap dugaan pelanggaran tindak Pidana di bidang Pasar Modal yang dilaksanakan oleh OJK, diantaranya terkait dengan kriteria terhadap kewenangan OJK dalam melanjutkan dugaan pelanggaran tindak Pidana di bidang Pasar Modal sebagaimana diatur pada Pasal 101 UUPM dan penjelasannya, serta penegakan hukum dalam proses penyidikan oleh penyidik OJK yang berasal dari Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Pejabat Pegawai Negeri Sipil yang ditugaskan di OJK. Menarik untuk diteliti lebih lanjut dengan menggunakan studi kasus sebagai contoh permasalahan yang terjadi dengan beralihnya kewenangan pengaturan dan pengawasan sektor Pasar Modal dari Bapepam dan LK kepada OJK terutama dalam hal penegakan hukum terhadap tindak Pidana di bidang Pasar Modal
......Since the enactment of UU No. 21 Year 2011 on the Financial Services Authority (OJK Law Act), the functions, duties, and authority of the regulatory and supervisory activities of financial services in the Capital Market sector switching from Capital Market Supervisory Agency and Financial Institution (Bapepam dan LK) to the Financial Services Authority (OJK). Pursuant to Article 70 of OJK Law Act stated that Law Act No. 8 of 1995 concerning Capital Market (Capital Market Law Act) remains valid as long as not contrary to and have not been replaced by the OJK Law Act. Thus, the authority of the OJK in the enforcement of the law against the alleged offense of Criminal in the capital market, is still governed by the provisions of Article 101 of Capital Market Law Act in which that article grants the authority to the OJK to carry out the investigation process even the authority to continue or not to continue the alleged offense Criminal Capital Market to the investigation stage. Then, since the enactment of OJK Law Act, investigators civil servants coming from Bapepam dan LK employees can no longer be given the investigator in the OJK Law Act noted that the OJK investigation came from the Indonesian National Police investigators and civil servants assigned to the OJK. Relating to such matters, there are challenges in the enforcement of the law against the alleged offense of Criminal in the capital market were carried out by the OJK, which were related to the criteria of the authority of the OJK in continuing the alleged offense of Criminal in the capital market as provided for in Article 101 of Capital Market Law Act and explanation, as well as law enforcement in the investigation by the OJK investigators originating from the Indonesian National Police and civil servants assigned to the OJK. Interesting to be further investigated using a case study as an example of the problems that occur with the shift of regulatory and supervisory authority of the Capital Markets sector of Bapepam-LK to the OJK, especially in terms of law enforcement against criminal acts in the capital market"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 >>