Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 59 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Marika Dewi Santania
"Lukisan gua/ceruk merupakan salah satu data arkeologi yang diperkirakan berasal dari masa berburu dan mengumpulkan makanan. Di Indonesia, lukisan gua/ceruk kebanyakan ditemukan di wilayah Indonesia bagian timur yaitu Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku, Papua Barat, Kepulauan Kai, Timor Leste dan Flores (NTT). Namun pada awal tahun 1990-an ditemukan lukisan gua/ceruk di wilayah Indonesia bagian barat, yaitu di wilayah Kalimantan. Salah satunya adalah Situs Batucap. Situs Batucap ditemukan di Dusun Sedahan, Desa Benawai Agung, Kecamatan Sukadana, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat. Situs ini berbentuk ceruk dengan lukisan yang terdapat pada tiga bongkahan batu yang Membentuk dinding ceruk. Lukisan ini terletak pada dinding sebelah selatan, utara dan barat, dengan bagian depan ceruk yang menghadap ke timur. Dilihat dari ukurannya, ceruk ini diperkirakan tidak digunakan sebagai tempat hunian. Hal ini diperkuat dengan tidak adanya temuan-temuan lain di dalam ceruk ini baik yang berupa ekofak, artefak ataupun temuan lainnya yang dapat memberikan bukti bahwa ceruk ini pernah dihuni. Secara keseluruhan, lukisan yang ada pada ceruk ini didominasi dengan lukisan geometris, yang diikuti dengan lukisan manusia, abstrak, binatang, matahari, dan potion hayat. Seluruh lukisan tersebut dibuat dengan menggunakan teknik sapuan kuas, baik sapuan kecil, sapuan besar maupun kombinasi dari keduanya. Secara umum, lukisan gua/ceruk di Indonesia terdiri dari lukisan manusia, binatang, tumbuhan, banda budaya, matahari, perahu, bentuk geometris dan abstrak. Dalam bentuk penggambarannya, lukisan-lukisan ini memiliki beberapa persamaan dan perbedaan. Untuk teknik pembuatannya, lukisan gua/ceruk di Indoensia kebanyakan dibuat dengan cara dilukis dengan menggunakan warna dominan merah, namun ada juga yang menggunakan warna hitam, putih, kuning, coklat, dan hijau. Ada juga yang dibuat dengan cara dipahat atau digores, seperti di Flores (NTT), Sambas (Kalimantan Barat), dan Sungai Tala (Maluku)."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2003
S11948
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kinanti Ayu Dwi Putri
"Galeri Nasional Indonesia (GNI) sebagai sebuah museum seni rupa kontemporer bertanggung jawab dalam melaksanakan fungsi dan tugas museum yaitu mengkomunikasikan koleksi pada masyarakat melalui pameran, salah satunya adalah pameran tetap berjudul “Monumen Ingatan: Modernitas Indonesia dan Dinamikanya dalam Koleksi Seni Rupa Galeri Nasional Indonesia”. Penelitian ini ditulis untuk mengkaji nilai penting koleksi pada pameran tetap tersebut dan upaya yang dilakukan oleh konservator GNI dalam melestarikan koleksinya melalui kegiatan konservasi dengan menggunakan metode penelitian oleh Pearson dan Sullivan. Hasil dari penelitian ini memperlihatkan bahwa lima koleksi lukisan yang mewakili lima periodisasi perkembangan seni rupa di Indonesia memiliki nilai penting dalam bidang sejarah dan ilmu pengetahun. Proses pelestarian koleksi lukisan tersebut dilakukan melalui upaya pencegahan dengan pembersihan umum, mengatur suhu dan kelembapan relatif, kontrol bangunan, pengecekan fisik lukisan, dan pengaturan intensitas cahaya. Sedangkan upaya perbaikan melalui restorasi yang sebagai contoh dilakukan terhadap lukisan “Jacqueline en robe de taffetas” (1926) karya Albert Andre dibahas melalui teori restorasi oleh Cesare Brandi.

The National Gallery of Indonesia (GNI) as a contemporary art museum plays a responsible role in carrying out the functions and duties of the museum, namely communicating the collection to the public through exhibitions, one of which is the permanent exhibition entitled "Monuments of Memory: Indonesian Modernity and its Dynamics in the Fine Arts Collection of the National Gallery of Indonesia” . This research was written to examine the important values of the collection at the permanent exhibition and the efforts made by GNI conservators to preserve the collection through conservation activities using research methods by Pearson and Sullivan. The results of this research show that five painting collections representing five periodizations of the development of fine arts in Indonesia have important value in the fields of history and science. The process of preserving the painting collection is carried out through preventative efforts by general cleaning, regulating temperature and relative humidity, controlling buildings, physically checking paintings, and regulating light intensity. Meanwhile, efforts to repair through restoration, for example carried out on the painting "Jacqueline en robe de taffetas" (1926) by Albert Andre, are discussed through restoration theory by Cesare Brandi."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1992
S7515
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Inda Citraninda Noerhadi
Depok : Komunitas Bambu, 2012
346.598 IND s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Made Rahayu Saptari Dewi
"Dalam budaya Cina, puisi seringkali dikaitkan dengan lukisan. Lukisan dan puisi menjadi bagian karya seni dan sastra yang banyak dihasilkan oleh seniman Cina, khususnya pada masa kedinastian. Keduanya tidak jarang ditemukan secara bersamaan, karena dalam karya lukis Cina klasik dapat ditemui guratan aksara berbentuk puisi. Pada awal masa Dinasti Qing (1644-1912), salah satu seniman yang menghasilkan karya lukis dengan guratan puisi didalamnya ialah Shi Tao (石涛). Meskipun demikian, tidak banyak referensi lukisan-lukisan klasik Shitao yang dapat ditemukan. Akan tetapi, penelitian ini berhasil memperoleh beberapa referensi lukisannya melalui pencarian pustaka di perpustakaan, bahkan melalui koleksi buku di kelenteng. Dari tiga lukisan karya Shitao yang diperoleh, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui makna puisi yang terdapat dalam beberapa lukisan karya Shi Tao serta bagaimana Shi Tao merepresentasikan karya seni dengan gaya lukis impresionismenya.

In Chinese culture, poetry is often associated with painting. Paintings and poems are part of works of art and literature that are produced by many Chinese artists, especially in the days of certainty. Both are not uncommon to be found simultaneously, because in classical Chinese painting we can find stylized characters in the form of poetry. At the beginning of the Qing Dynasty (1644-1912), one of the artists who produced paintings with poetry strokes in it was Shi Tao (石涛). However, there are not many references to Shitaos classic paintings that can be found. Nevertheless, this study succeeded in obtaining several references to his paintings through library searches in the library, even through book collections in temples. From the three paintings by Shitao obtained, this study aims to determine the meaning of poetry that contained in several paintings by Shi Tao as well as how Shi Tao represented his impressionistic artwork."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Deborah Amor Priscilla Nahak
"Para seniman Indonesia dapat mengekspresikan kebudayaan dengan berbagai macam cara, salah satunya melalui lukisan nudis. Namun, unsur nudisme dalam sebuah seni dapat dianggap menjadi hal asusila di Indonesia. Pasal 50 Undang-Undang Hak Cipta juga melarang adanya ciptaan yang melanggar kesusilaan. Namun, lukisan nudis yang diciptakan bukan untuk melanggar kesusilaan, tetapi terdapat latar belakang yang membawa unsur tersebut pada sebuah lukisan. Menjadi sebuah pertanyaan apakah para seniman yang memiliki lukisan nudis dapat mendapatkan hak cipta bagi karyanya apabila terdapat unsur tersebut. Penelitian ini akan membahas mengenai konsep asusila sesuai dengan norma yang berlaku di Indonesia sehingga kita dapat menilai lukisan nudis mana yang memang melanggar kesusilaan dan mana yang murni sebuah seni. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis-normatif dengan pendekatan metode deskriptif Hasil dari penelitian ini memperoleh kesimpulan bahwa lukisan nudis dapat dilindungi oleh Undang-Undang Hak Cipta apabila tidak mengarah ke lukisan erotis dan pornografi. Untuk dapat membedakan antara lukisan nudis, lukisan erotis, dan pornografi, harus dilakukan penelitian terhadap unsur-unsurnya oleh para ahli kesenian dan ahli Bahasa.

Indonesian artists can express culture in various ways, one of which is through nudist paintings. However, elements of nudism in art can be considered immoral in Indonesia. Article 50 of the Copyright Law also prohibits creations that violate immorality. However, nudist paintings were created not to violate immorality, but there is a background that brings these elements to a painting. It becomes a question whether artists who own nudist paintings can obtain copyrights for their works if these elements are present. This research will discuss the concept of immorality according to the prevailing norms in Indonesia so that we can judge which nudist paintings violate decency and which are purely art. The research method used in this study was a juridical-normative method with a descriptive method approach. The results of this study concluded that nudist paintings can be protected by the Copyright Act if they do not lead to erotic and pornographic paintings. To be able to distinguish between nudist paintings, erotic paintings, and pornography, art experts and linguists must conduct research on their elements."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Gusti Ngurah Arya Suryawan Putra
"Tulisan ini mengeksplorasi metode perancangan arsitektur kontradiktif berdasarkan identifikasi unsur-unsur lukisan Batuan sebagai lukisan lokal Bali. Eksplorasi seni lukis menjadi salah satu alternatif dalam mengembangkan metode desain seperti yang dieksplorasi oleh beberapa arsitek, seperti Zaha Hadid, Van Doesburg, dan Gerrit Thomas Rietveld. Pendekatan tersebut menawarkan wawasan yang berbeda dalam memperkaya proses desain dengan menciptakan pemrograman arsitektur yang memiliki hubungan tertentu dengan konteks. Studi ini mengeksplorasi lukisan lokal Batuan yang erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari masyarakat Bali sebagai upaya untuk menghubungkan arsitektur dengan lokalitas dan identitas budaya sebagai bagian dari proses desain. Observasi dilakukan untuk mengidentifikasi unsur-unsur, komposisi, dan aspek penting yang selalu hadir dalam lukisan Batuan. Penelitian ini mengungkapkan bahwa ada tiga unsur seni lukis Batuan yang esensial dalam metode perancangan, yaitu heterogenitas, hierarki, dan teknik lukis lokal (ngabur). Unsur-unsur tersebut dikembangkan secara khusus oleh para pelukis dari Desa Batuan untuk merepresentasikan keseharian masyarakat setempat terhadap filosofi lokal Rwa Bhineda. Filosofi tersebut bermakna kontradiksi terkait klasifikasi spasial kegiatan lokal dan hubungan yang melekat antara manusia, manusia dengan alam, dan manusia dengan Tuhan. Berdasarkan unsur-unsur tersebut, tesis ini mengembangkan program arsitektur kontradiktif dengan pengaturan tatanan formal dan spasial serta kualitas spasial yang bermakna secara budaya dan konteks.

This paper explores contradictive architectural design methods based on an investigation of the elements of Batuan painting, a local Balinese painting. The explorations of painting has become an alternative in developing design methods as explored by some architects, such as Zaha Hadid, Van Doesburg, and Gerrit Thomas Rietveld. Arguably, such approaches offer different insights into programming architecture and further enrich the design process by creating particular relations with the context, instead of producing a generic and contextless architecture. In this study, the local Batuan painting that is related closely to the daily life of the Balinese community and local philosophy is explored as an attempt to construct a form of architecture with appreciation of locality and cultural identity as part of its design process. This study reveals that there are three elements from Batuan painting that are essential for the development of design, namely heterogeneity, hierarchy, and the particular local painting techniques of ngabur. Such elements were particularly developed by the painters from Batuan Village to represent the everydayness of the local society, particularly with regards to Rwa Bhineda philosophy. Rwa Bhineda is defined as contradiction within the spatial classifications of local activities and the embedded relationship between humans, humans with nature, and humans with God. Based on these elements, the thesis further develop contradictive architectural program with the formal and spatial arrangements as well as spatial qualities that are more culturally meaningful and contextually situated."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aprillia Ramadhina
"ABSTRAK
Penulisan ini berupaya menjelaskan hasrat perempuan dalam lukisan IGAK Murniasih
melalui perspektif Luce Irigaray. Bagi Irigaray, perempuan seharusnya mempunyai bahasa
mereka sendiri dan menggunakannya. Bahasa dalam artian di sini dimaknai sebagai sesuatu
yang plural, yakni bahasa yang terkandung dalam lukisan. Lukisan dapat menjadi sebuah ajang
pengeluaran ide mengenai realitas, sarana bagi seniman perempuan, untuk ?berbicara? dan
membahasakan bahasanya sendiri, di samping hasil dari sebuah proses kreatif. Terdapat kaitan
antara pembahasaan terhadap tubuh perempuan dengan wacana berbicara ?sebagai? perempuan
dalam konteks pelukis perempuan. Lukisan sebagai pelepasan hasrat mampu merepresentasikan
realitas ketertekanan perempuan dan memotret relasi seksualitas antara laki-laki dan perempuan.
Rezim bahasa patriarki telah mereduksi kapasitas perempuan untuk mampu berbicara. Di sinilah
diperlukan usaha yang lebih dari perempuan untuk mampu membahasakan bahasanya sendiri,
salah satunya dengan melukis.

Abstract
This writing tries to explain about woman?s desire in IGAK Murniasih?s painting trough the
Luce Irigaray?s perspective. According to Irigaray, woman should have their own language and
use it. Language in this term is interpreted as something plural, which is the language that in
painting. Painting could become an instrument to improve the idea of the reality, medium for
woman artist, to ?speaking?, create and invent their own language, beside product from creative
process. There is a relation between language that come from women body with discourse of
speaking ?as? woman. Painting as redemption of desire represent the repression woman reality
and show the sexual relation between man and woman. Language rezime of patriarchy has been
reduce woman?s capacity for speaking. Then it needs the more effort from woman to create and
invent her own language, and one of this way is to painting.
"
2011
S42432
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Chu, Yong-ha, 1962-
Kyonggi-do Paju-si : Sagyejol, 2005
KOR 951.950 1 CHU k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 >>