Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 35 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Joshua Indra Cantona
"ABSTRAK
Dengan perkmebangan dalam bidang hukum dan bisnis, saat ini perkembangan tersebut terlihat dari banyak bermunculan jenis perjanjian-perjanjian baru dalam bidang hukum. Perjanjian third party litigation funding merupakan salah satu jenis perjanjian yang baru dikenal dalam dunia hukum internasional. Indonesia sebagai Negara dengan sistem hukum civil law tidak mengenal perjanjian ini dalam KUHPerdata Indonesia. Penelitian ini akan membahas bagaimana hukum perdata Indonesia melihat praktek perjanjian TPLF yang diadili dalam forum Indonesia dengan menggunakan teori Hukum Perdata Internasional Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian yuridis normatif. Melalui penelitian ini dapat diketahui bahwa bagaimana hukum perdata Indonesia dan ketertiban umum Indonesia melihat praktek perjanjian TPLF yang diadili di forum Indonesia dengan hukum Indonesia.

ABSTRACT
With legal and business development, it shows from the emergence of new types of agreement in the field of law. The third party litigation funding agreement is one of the newly recognized agreement in the world of international law. Indonesia as a State with a civil law legal system does not recognize this agreement in the Indonesian Civil Code. This research will discuss how Indonesian civil law sees the TPLF agreement practices prosecuted in an Indonesian forum using the theory of Indonesian Private International Law. The research method used is normative juridical research method. Through this research it can be seen how the civil law of Indonesia and the Indonesian public order see the practice of TPLF agreement which is tried in Indonesia forum with Indonesian law."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marion Mutiara Matauch
"Menjelang 100 tahun kemerdekaan negara ini, nyatanya banyak penyelesaian permasalahan hukum yang masih berpedoman pada produk legislasi era Pemerintahan Hindia Belanda seperti Herzienne Indonesisch Reglement (HIR)–S. 1941 No. 44 dan Rechtsreglement Buitengeweten (RBg)–S. 1927 No. 277 yang masih dianggap berlaku. Salah satunya adalah Pasal 118 HIR yang tidak mewajibkan para pihak untuk mewakilkan penyelesaian perkaranya kepada orang lain. Alhasil, pasal tersebut menjadi sebuah alasan bagi hakim-hakim di pengadilan untuk menolak gugatan yang memintakan agar pihak lawan menanggung ganti kerugian berupa biaya honorarium advokat yang telah dikeluarkan. Padahal dengan dapat dipulihkannya baya honorarium advokat melalui mekanisme ganti kerugian, maka diharapkan kedepannya fenomena gugatan sembrono (vexatious litigation) akan menurun dikemudian hari. Alasannya karena penggugat akan lebih mempertimbangkan langkahnya sebelum mengajukan gugatan, sebab dia kemungkinan akan menanggung biaya honorarium advokat pihak lawannya sebagai kerugian apabila gugatan tersebut terbukti sebagai gugatan sembrono (vexatious litigation). Pemulihan biaya honorarium advokat di Inggris sendiri sudah lebih lama berlaku melalui doktrin pengalihan biaya (cost shifting), atau pecundang membayar (loser pays), atau follow the event. Secara umum prinsip tersebut mewajibkan pihak yang gagal memenangkan perkara untuk membayar biaya pihak yang memenangkan perkara. Prinsip tersebut juga telah memperoleh payung hukum berupa Hukum Acara Perdata (Civil Procedure Rules) (CPR) tahun 1998, (Costs Practice Direction atau CPD), Civil Supreme Court Practice (SCP) atau Rule of the Supreme Court (RSC). Melihat dari perbandingan pengaturan pengalihan biaya honorarium advokat dengan Inggris dapat menghantarkan kita pada sebuah pandangan bahwa pemikiran atau pandangan hukum progresif dalam penggunaan konsep kerugian tampaknya belum sepenuhnya melandasi pembentukan hukum di Indonesia

Approaching the 100th anniversary of this country's independence, many legal dispute resolutions are still to this day guided by legislative products from the Dutch East Indies era such as the Herzienne Indonesisch Regulation (HIR)–S. 1941 No. 44 and Rechtsreglement Buitengeweten (RBg)–S. 1927 No. 277. One of such archaic regulations can be found on Article 118 HIR which does not oblige the parties to be represented in the settlement of their cases by an advocate, which is still in power. As a result, the article becomes an excuse for the judges at the court to reject a lawsuit requesting that the opposing party bear compensation in the form of an attorney's fee that has been issued. With the restoration of an advocate's honorarium through a compensation mechanism, it is hoped that in the future the phenomenon of reckless litigation will decrease significantly. This should cause the plaintiff to be more considerate before filing in a lawsuit, because he is likely to bear the cost of the opposing party's advocate’s honorarium as a loss if the lawsuit is proven to be a reckless lawsuit (vexatious litigation). The recovery of advocate’s honorarium in England itself has been in effect for a long time through the doctrine of cost shifting, or loser pays, or follow the event principle. In general, this principle obliges the party who fails to win the case to pay the costs of the party who won the case. This principle has also obtained a legal umbrella in the form of Civil Procedure Rules (CPR) of 1998, (Costs Practice Direction or CPD), Civil Supreme Court Practice (SCP) or Rule of the Supreme Court (RSC). Judging from the comparison of the regulation of the recovery of the cost of an advocate’s honorarium with the UK, it can lead us to a view that progressive legal ideas or views in the use of the concept of loss do not seem to fully underlie the formation of law in Indonesia. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gregorius Bramantyo Adhinugraha
"Setelah sekian lama Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dibentuk sebagai suatu organ penegakan Hukum Persaingan Usaha melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia No.75 Tahun 1999, KPPU masih mengalami berbagai kendala dalam menjalankan tugas dan fungsinya, terutama ketika akan melakukan eksekusi putusan. Untuk itu skripsi ini bertujuan untuk mengetahui mengenai prosedur pelaksanaan putusan (eksekusi) dalam Hukum Persaingan Usaha, serta menemukan penyelesaian terhadap permasalahan eksekusi putusan yang dihadapi KPPU dalam melakukan penegakan Hukum Persaingan Usaha. Secara khusus skripsi ini membahas mengenai permasalahan eksekusi dalam kasus persekongkolan tender yang telah berkekuatan hukum tetap dan diajukan upaya hukum namun putusannya tidak dapat dilakukan eksekusi/ non-eksekutabel.

After many years The Indonesian Commission for the Supervision of Business Competition (KPPU) has been established under Presidential Decree No. 75 of 1999, KPPU still facing many obstacles when performing its task and function, especially when they try to enforce their ruling. Therefore, this essay will explain about enforcement procedure on Indonesian Competition Law ruling, and aims to find the solutions that faced by KPPU to enforce their administrative ruling and court ruling on the Law of Business Competition. In particular, this essay discusses the issue of execution in the cases of a bid rigging conspiracy that has been legally binding and court appeal has been filed but cannot be enforced.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Daly Erni
"Penelitian "Kajian Dokumen Tentang Peran Lembaga Swadaya Masyarakat Dalam Penegakan Hukum Lingkungan", bertujuan untuk mendapatkan deskripsi analitis mengenai ketentuan beracara dalam perkara perdata yang berkaitan dengan lingkungan hidup dimana LSM bertindak sebagai penggugat, selain itu juga mendapatkan data dan informasi mengenai peran LSM dalam penegakan hukum lingkungan beserta hambatannya. Dalam hukum acara perdata dikenal istilah point d'interet point d 'action, dimana hanya pihak-pihak yang berkepentingan sajalah yang berhak mengajukan gugatan perdata lingkungan berdasarkan perbuatan melawan hukum. Pihak-pihak tersebut adalah pihak-pihak yang secara langsung menderita kerugian dalam kaitannya dengan perkara lingkungan akibat perusakan dan pencemaran lingkungan yang terjadi. Dalam hukum acara perdata juga terdapat asas bahwa siapa yang mendalilkan sesuatu wajib membuktikan kebenaran dalil-dalilnya. Hal ini tentunya perlu diteliti lebih jauh mengenai peranan LSM dalam mengajukan gugatan perdata lingkungan dan asas bahwa penggugatlah yang harus membuktikan kebenaran dalil-dalil yang diajukan di persidangan.
Metodologi penelitian ini adalah penelitian ini merupakan penelitian normatif dengan pendekatan kualitatif. Langkah awal ialah dengan melakukan persiapan penelitian termasuk didalamnya studi literatur. Langkah berikutnya menyusun format pedoman pertanyaan yang diperlukan untuk wawancara dengan narasumber. Berkanaan dengan terbatasnya dana dan waktu, penelitian ini berupa pengamatan terhadap berbagai dokumen yang ada sehubungan dengan kasus-kasus yang pernah diajukan di dalam sidang pengadilan pada umumnya.
Selain itu penelitian ini juga menggali berbagai sumber tulisan atau dokumen yang pernah ada. Dengan demikian penelitian ini melakukan kajian ke berbagai instansi atau institusi yang terkait dengan permasalahan lingkungan seperti: Bapedal, LSM yang pernah menggugat, dan pengadilan. Setelah memperoleh data yang cukup, data tersebut diolah dan dianalisis guna pembuatan laporan. Perolehan hasil studi bahwa setelah tahun 1989 berdasarkan praktek pengadilan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak dibidang pelestarian lingkungan hidup dianggap cakap dan memiliki kewenangan hadir sebagai penggugat di muka pengadilan di istilahkan dengan Standing to Sue in Conversation atau Standing to Sue in Environmental Litigation. Hal ini dikuatkan dengan diundangkannya UU No 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup pasal 38.
Sedangkan mengenai asas pembuktian dalam praktek perkara perdata lingkungan dikenal asas Strict Liability atau tanggung jawab mutlak dimana dalam kasus pencemaran lingkungan tidak lagi didasarkan atas kesalahan (liability based on fault) dimana penggugat bare akan memperoleh ganti rugi apabila berhasil membuktikan adanya kesalahan. Asas ini juga dianut dalam UU No 23 tahun 1997 pasal 35 meskipun tidak secara penuh hanya bagi usaha dan kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan panting terhadap lingkungan hidup, yang menggunakan bahan berbahaya dan beracun, dan atau menghasilkan limbah bahan berbahaya dan beracun."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2001
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Mulyadi Noto Soetardjo
"Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki keberadaan konservatisme pada negara-negara Asia Pasifik, ditinjau dari aspek determinan dan aspek dampak. Pada aspek determinan, penelitian ini menguji pengaruh faktor-faktor determinan atas unconditional conservatism dan conditional conservatism. Pada aspek dampak, penelitian ini menguji pengaruh unconditional conservatism dan conditional conservatism atas kualitas informasi akuntansi: relevansi dan reliabilitas. Sebagai sebuah studi antar negara, penelitian ini juga menguji pengaruh faktor-faktor tingkat negara dalam kedua aspek dari konservatisme tersebut.
Berdasarkan hasil pengujian aspek determinan, contracting, litigation, regulation dan taxation terbukti memicu dan menekan keberadaan unconditional conservatism dan conditional conservatism. Hubungan negatif di antara kedua tipe konservatisme juga dapat dibuktikan. Dengan demikian, dari aspek determinan penelitian ini dapat memberikan justifikasi keberadaan konservatisme pada negara-negara Asia Pasifik. Sementara itu, dari aspek dampak penelitian ini kurang dapat memberikan bukti kebutuhan konservatisme. Hasil pengujian menunjukkan hanya unconditional conservatism yang memberikan dampak positif pada relevansi informasi akuntansi, sementara unconditional conservatism memberi dampak negatif pada reliabilitas informasi akuntansi dan conditional conservatism memberikan dampak negatif pada relevansi dan reliabilitas informasi akuntansi.
Faktor-faktor tingkat negara (status adopsi IFRS, sistem judicial/legal, sistem hukum sekuritas dan sistem ekonomi politik) terbukti memiliki pengaruh langsung pada konservatisme dan kualitas informasi akuntansi. Penelitian ini juga menyodorkan bukti bahwa secara umum faktor-faktor tingkat negara memiliki pengaruh moderasi terhadap hubungan faktor determinan dan konservatisme (aspek determinan) dan hubungan konservatisme dan kualitas informasi akuntansi (aspek dampak).

The purpose of this study is to examine the existence of conservatism at Asia Pacific countries, viewed from its determinant aspect and its impact aspect. Regarding the determinant aspect, this study examines the influence of determining factors on unconditional conservatism and conditional conservatism. Meanwhile for the impact aspect, this study examines the influence of unconditional conservatism and conditional conservatism on accounting information quality: relevance and reliability. As a cross country study, this study also examines the influence of country level factors in the both aspects of conservatism.
According to the test results for the determinant aspect, contracting, litigation, regulation and taxation are proved to trigger as well as to surpress the existence of unconditional conservatism and conditional conservatism. The negative relartionship between the two types of conservatism is also supported. Therefore, from the determinant aspect this study may provide justification for the existence of conservatism at Asia Pacific countries. Meanwhile, from the impact aspect this study tends to provide less evidence for the need of conservatism existence. The test results show that only unconditional conservatism provides a positive impact on relevance of accounting information, meanwhile unconditional conservatism provides a negative impact on reliability of accounting information and conditional conservatism provides negative impacts on both relevance and reliability of accounting information.
Country level factors (IFRS adoption status, judicial/legal systems, secutiry laws systems and political economic systems) are proved to have direct influences on conservatism and accounting information quality. This study also provides evidences that, in general, country level factors have moderating influences on the relationship between determining factors and conservatism (determinant aspect) and the relationship between conservatism and accounting information quality (impact aspect)."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
D2570
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 >>