Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 25 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Debby Astari
"Anak luar kawin adalah anak yang dilahirkan di luar perkawinan yang sah. Anak luar kawin berbeda kedudukannya dengan anak sah di mata hukum menurut Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Kitab Undang Undang Hukum Perdata. Penelitian yang dilakukan dalam penulisan tesis ini dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan dan metode penelitian lapangan, sedangkan tipe penelitian ini dari bentuknya menggunakan penelitian diagnostik, selanjutnya dalam menganalisis data digunakan metode kualitatif. Dalam kenyataannya dimana status anak luar kawin hanya mempunyai hubungan hukum atau hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya. Usaha perlindungan terhadap anak luar kawin ini diperlukan adanya suatu pengakuan dari ayah atau ibu. Maka perlu kiranya di Indonesia dibuat semacam lembaga pengakuan terhadap anak luar kawin serta dibuatnya undang-undang atau peraturan yang mengatur mengenai anak luar kawin secara lengkap dan menyeluruh sehingga kedudukan anak luar kawin akan sama dimata hukum tanpa ada perbedaan dengan anak lain. Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, maka kita telah mempunyai suatu unifikasi hukum di bidang hukum perkawinan, tetapi yang diatur dalam Undang-undang ini hanyalah berupa ketentuan-ketentuan pokok saja, sehingga perlu diatur dengan Peraturan Pemerintah sebagaimana yang dimaksud oleh Pasal 67 Undang-undang tersebut. Karena masalah perkawinan sangat penting dalam masyarakat maka isi Pasal 67 ini hendaknya segera menjadi kenyataan."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T16272
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Isis Ihkwansyah
Bandung: Keni Media, 2012
346.078 ISI h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Farhan Achmad Chandra
"

Penulisan skripsi ini bertujuan untuk menjelaskan mengenai pengaturan pengangkatan anak (adopsi) di Indonesia dan Australia, serta untuk menemukan persamaan dan perbedaan dari pengaturan di kedua negara tersebut. selain itu juga, pembahasannya akan menitikberatkan pada akses terhadap informasi asal-usul anak angkat. Bentuk penelitain dalam skripsi ini bersifat yuridis normatif dan menggunakan metode pendekatan perbandingan peraturan perundang-undangan, yaitu dengan membandingkan hukum di dua negara yang berbeda. Di Australia khususnya di Australian Capital Territory (ACT), dalam undang-undangnya yaitu, Adoption Act 1993, telah diatur secara detail mengenai akses terhadap informasi asal-usul anak angkat, mulai dari instansi apa yang dapat memberikan pelayanan apabila terdapat permohonan informasi asal-usul anak angkat, informasi apa saja yang dapat diperoleh, pada umur berapa informasi tersebut dapat diakses, dan bagaimana prosedur dalam mendapatkan informasi tersebut. Di Indonesia, walaupun dalam PP 54/2007 dan Permensos 110/2009 telah mewajibkan orang tua angkat untuk memberitahukan kepada anak angkatnya mengenai asal-usulnya dan orang tua kandungnya, akan tetapi belum terdapat aturan lanjutan mengenai hal ini.

Dari hasil penelitian ini, ditemukan persamaan dan perbedaan dari pengaturan di kedua negara tersebut, akan tetapi dalam pengaturan pengangkatan anak di Indonesia belum diatur secara mendetail mengenai akses terhadap informasi asal-usul anak angkat. Padahal hal ini penting agar dapat dimungkinkan reunifikasi antara anak angkat dengan orang tua kandungnya. Sehingga dapat diminimalisir kasus-kasus dimana seorang anak merasa tidak utuh karena tidak mengetahui siapa orang tua kandungnya, yang tentunya hal ini bertentangan dengan tujuan utama dari pengangkatan anak yaitu kepentingan terbaik bagi anak (best interest of the child).

 


This research was aimed to explain the child adoption regulation in Indonesia and Australia, and also to find the similarities and differences between the regulation in both countries. this research was emphasized on the access to information about adopted children identities. The research form is normative and uses comparative approach based on the applicable law in Indonesia and Australia. In Australia, especially in the Australian Capital Territory (ACT), Adoption Act 1993, has been regulated in detail about access to information about adopted children identities, from what the institution can provide the services when there is a request for the information, what information can be obtain, when the information can be obtain and how the procedures to obtaining the information. In Indonesia, although in PP 54/2007 and Permensos 110/2009 have obligated the adoptive parents to inform their adopted children about their origins and biological parents, but there is no further regulation on this matter. The results of this research, found similarities and differences between regulation in both countries, but the regulation of child adoption in Indonesia has not been regulated in detail yet regarding access to information about adopted children identities. Which is important to be able to reunification between adopted children and their biological parents. So it can be minimized cases where a child feels confuse and empty because he/she does not know who their biological parent is, which certainly is contrary to the main purpose of the child adoption the best interest of the child.

 

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Essanda Gunawan
"Skripsi ini membahas mengenai perbandingan pengaturan mengenai pengangkatan anak atau adopsi antara Indonesia dan Korea Selatan, yang mana pembahasannya menitikberatkan pada jenis, akibat hukum, dan syarat pembatalan serta pengakhiran pengangkatan anak. Bentuk penelitian ini bersifat yuridis normatif. Penelitian ini juga menggunakan metode pendekatan perbandingan peraturan perundang-undangan, yang mendasarkan pada metode perbandingan hukum terhadap dua negara yang berbeda, yaitu Indonesia dan Korea Selatan. Di Korea Selatan, pengangkatan anak diatur dalam Civil Act dan Act on Special Cases Concerning Adoption.
Sementara itu, di Indonesia belum terdapat undangundang khusus yang mengatur secara komprehensif mengenai pelaksanaan pengangkatan anak, terutama mengenai syarat pembatalan dan/atau pengakhiran pengangkatan anak. Dalam undang-undangnya, Korea Selatan mengatur hal tersebut, yang mana ketentuan tersebut memberikan pedoman bagi hakim dalam memutus perkara pembatalan atau pengakhiran pengangkatan anak. Oleh karenanya, terdapat urgensi untuk membentuk undang-undang khusus terkait pengangkatan anak di Indonesia. Selain itu, pengawasan yang lebih ketat terhadap praktik pengangkatan anak di kedua negara juga diperlukan, mengingat adanya permasalahan di antara para pihak yang dapat menyebabkan dibatalkan atau diakhirinya pengangkatan anak.

The purpose of this research is to analyze the comparation of the regulations about adoptions between Indonesia and South Korea. The analysis emphasizes on the types, legal effect of adoption, and the requirements to annul and dissolve the adoption. The form of this research is normative. This research also uses comparative approach based on the applicable law in Indonesia and South Korea. In South Korea, the adoption is regulated in Civil Act and Act on Special Cases Concerning Adoption.
Meanwhile in Indonesia, there is no special act to comprehensively regulate the adoption, especially about the requirements to annul or dissolve the adoption. In South Korea, the acts regulate the matter, for the court rsquo s guidance in making decision for the annulment or dissolution of adoption. Therefore, there is an urgency to regulate special act of adoption in Indonesia. Moreover, it is necessary to strengthen the supervision of the implementation of adoption in both country due to the existence of problems between the parties that can cause the annulment or dissolution of adoption."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
S69070
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Meisya Andriani
"Pengakuan terhadap perkawinan dan perceraian yang dilaksanakan Warga Negara Indonesia di luar negeri adalah hal yang penting untuk diteliti. Kasus yang diteliti pada tesis ini adalah Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor 707/PDT/2020/PT.DKI dan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 536/Pdt.G/2018/PN.Jkt.Pst. Pokok permasalahan yang akan dibahas dalam tesis ini yakni mengenai status perkawinan FKS dan EFS ketika melaporkan pencatatan perkawinannya di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Daerah Khusus Ibukota Jakarta dan dampak dari pelaporan pencatatan perkawinan tersebut terhadap pihak ketiga. Penelitian ini bersifat eksplanatoris dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif dan menggunakan teknik pengumpulan data berupa studi pustaka dan wawancara. Keabsahan perkawinan yang dilangsungkan di luar negeri haruslah mengacu pada Pasal 56 ayat (1) UUPerkawinan yang mengandung dua asas Hukum Perdata Internasional, yakni asas nasionalitas dan asas lex loci celebrationis. Sifat dari akta perkawinan FKS dan ESS yang berbentuk declaratoir menyebabkan akta tersebut dapat serta merta diakui di Indonesia. Putusan cerai pengadilan asing tidak termasuk dalam lingkup pasal 436 Rv karena hanya bersifat konstitutif sehingga putusan perceraian antara FKS dan ESS dapat diakui di Indonesia. Dampak yang ditimbulkan dari status cerai FKS dan ESS adalah tidak adanya legal standing FKS untuk menandatangani spousal consent pada perjanjian-perjanjian yang dibuat oleh ESS.

Recognition of marriages and divorces carried out by Indonesian citizens abroad is an important matter to be investigated. The cases studied in this thesis are the DKI Jakarta High Court Decision Number 707/PDT/2020/PT.DKI and the Central Jakarta District Court Decision Number 536/Pdt.G/2018/PN.Jkt.Pst. The main issues that will be discussed in this thesis are regarding the marital status of FKS and EFS when reporting their marriage registration at the Population and Civil Registration Office of DKI Jakarta  and the impact to third parties. This research is explanatory by using normative legal research methods and using data collection techniques in the form of literature studies and interviews. The validity of marriages held abroad must refer to Article 56 paragraph (1) of the Marriage Law which contains two principles of International Civil Law, namely the principle of nationality and the principle of lex loci celebrationis. The nature of the marriage certificate of FKS and ESS in the form of a declaratoir causes the deed can be recognized in Indonesia immediately. Divorce decisions of foreign courts are not included in the scope of article 436 Rv because they are only constitutive so divorce decisions between FKS and ESS can be recognized in Indonesia. The impact of the divorce status of FKS and ESS is that there is no legal standing for FKS to sign the spousal consent on the agreements made by ESS."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 >>