Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7533 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Teguh Prasetyo
Depok: Rajawali Press, 2023
340 TEG p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Andrea Ata Ujan, 1951-
Yogyakarta: Kanisius, 2009
340.01 AND f
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional, Kementerian Hukum dan HAM R.I., 2018
341.44 LAP
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Amirizal
"Semenjak diperkenankannya modal asing masuk kembali ke Indonesia, yakni antara lain dengan berlakunya UU No. 1 Th. 1967, maka terbentuklah embrio ekonomi Indonesia yang tumbuh berkembang ke arah sistem perekonomian yang terbuka dengan membentuk ekonomi pasar, serta kegiatan bisnis yang cenderung liberal. Perkembangan ini, lebih dimungkinkan dengan diterbitkannya berbagai tindakan deregulasi di bidang perekonomian yang sudah dilakukan sejak dasa warsa tahun 1960-an, walaupun istilah deregulasi sendiri baru mulai dikenal secara populer sejak tahun 1983. Dan ternyata bahwa kebijaksanaan deregulasi mempunyai dampak terhadap perkembangan hukum bisnis, yaitu misalnya dengan berubahnya ketentuan-ketentuan tentang joint venture ke arah yang lebih menguntungkan bagi PMA, seperti hapusnya diskriminasi kepemilikan modal antara PMA dan PMDN. Namun demikian, kebijaksanaan-kebijaksanaan tersebut, khususnya perubahan ketentuan joint venture tadi, banyak mendapat kritikan dari para pakar hukum dan ekonomi berkenaan dengan segi-segi hukumnya, antara lain karena dianggap inkonsisten, dan karena kebijaksanaan tingkat bawahan dapat pula merevisi suatu UU yang lebih tinggi hirarkinya, sehingga kurang menjamin adanya kepastian hukum."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R. Abdussalam
"Polisi di semua negara dalam melaksanakan penegakan hukum di lapangan adalah sama wewenangnya. Selain mengadakan tindakan berdasarkan hukum peraturan perundang-undangan, juga dapat secara leluasa memakai peraturan sendiri dan pengalaman pribadi dalam memutuskan apa yang harus dilakukan dan bagaimana menangani penegakan hukum serta situasi dalam memelihara ketertiban yang polisi temui dalam melaksanakan tugasnya. Polisi tidak perlu mempunyai bukti cukup untuk menangkap orang dan dimintai keterangan. Walaupun tanpa dibekali atau didukung surat perintah sepotong pun, cukup mengenalkan identitasnya saja. Wewenang tersebut di semua negara terutama Amerika Serikat dan Inggris, dikenal dengan istilah Police Discretion. Dan Indonesia menyebut dengan istilah diskresi, terutama para perwira dan senior Polri. Padahal dalam Undang-undang No. 8 tahun 1981 tentang hukum acara pidana pada Pasal 5 ayat (1) huruf a angka 4 terdapat wewenang mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab dan dalam penjelasan disebutkan untuk kepentingan penyelidikan dengan 5 (lima) persyaratan. Menurut penulis, wewenang tersebut sama dengan wewenang yang dilaksanakan di semua negara yang dikenal dengan istilah Police Discretion.
Kenyataan di lapangan polisi yang berada di tengah-tengah, berbaur dan bersentuhan langsung dengan masyarakat serta yang berhadapan langsung dengan para pelanggar hukum dan pelaku kejahatan adalah polisi yang paling rendah pangkatnya yaitu Tamtama dan Bintara. Oleh karena itulah pangkat Tamtama dan Bintaralah yang paling dominan dalam melaksanakan wewenang mengadakan tindakan lain daripada wewenang lainnya yang telah dirinci pasal demi pasal dalam UUHAP. Dalam mengadakan tindakan lain tersebut tidak harus lebih dahulu membuat laporan polisi, Surat perintah penangkapan, surat perintah penggeledahan dan penyitaan, surat izin dari ketua pengadilan negeri setempat. Polisi dapat langsung melakukan tindakan tersebut cukup hanya berdasarkan kecurigaan dan laporan informasi masyarakat yang dapat dipercaya maupun didapat sendiri baik secara individu, dua atau lebih, maupun satuan antara lain mengadakan razia dan operasi khusus kepolisian terhadap orang-orang yang termasuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) dan barang-barang yang termasuk Daftar Pencarian Barang (DPB).
Tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab sangat efektif dan efisien dalam penegakan hukum di lapangan, karena Polri selalu dihadapkan dengan meluasnya dan tidak fleksibelnya undang-undang pidana. Undang-Undang yang mendua arti dan samar atau tidak jelas. Undang-undang yang usang dan kuno yang tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat, keterbatasan anggaran, sarana, dan prasarana penegakan hukum, adanya kelambatan-kelambatan untuk menyesuaikan peraturan perundang-undangan dengan perkembangan di dalam masyarakat, berbedanya struktur, kebudayaan dan harapan masyarakat. Pendapat intern baik individu, satuan maupun atasan, waktu dan tempat kejadian serta faktor-faktor lain. Adanya kasus-kasus individual yang memerlukan penanganan secara khusus dan sebagai kebijakan penegakan hukum dalam pencegahan kejahatan maupun dalam melaksanakan fungsi hukum untuk mencapai tujuan hukum.
Mengingat sangat pentingnya wewenang mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab dalam penegakan hukum di lapangan sebagai kebijakan penegakan hukum dalarn pencegahan kejahatan, maka perlu diatur dalam peraturan pemerintah atau dimasukkan dalam RUU Polri dan dibuatkan petunjuk teknis sama dengan wewenang lainnya yang telah dirinci pasal demi pasal dalam UUHAP guna pedoman bagi Polri di lapangan serta dilakukan pemasyarakatan pada semua lapisan terutama seluruh anggota Polri atau ABRI, para pakar dan semua mahasiswa universitas dalam upaya untuk meningkatkan kadar kesadaran hukum serta dalam usaha mengembangkan sistem keamanan dan ketertiban masyarakat yang bersifat swakarsa."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1995
T463
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gandhi, L.M. author
"

Suatu fakta yang dapat kita amati dewasa ini adalah makin meningkatnya unjuk rasa kecewa terhadap keadilan dalam masyarakat, khususnya di kalangan "pencari keadilan".

Bagi masyarakat Indonesia istilah "pencari keadilan" sudah tidak asing, dan wajarlah jika masyarakat mengharapkan para fungsionaris, aparat dan penegak hukum mencari dan menemukan keadilan bagi pencari keadilan. Namun dalam rangka mencari, menemukan dan memberikan jawaban kepada pencari keadilan ini, kalangan penekun ilmu hukum tentu mengetahui bahwa yang dikembangkan ilmu hukum (setidak-tidaknya di Indonesia) adalah bukan teori menemukan keadilan tetapi teori menemukan hokum (rechtsvinding-theorie). Teori yang lahir lebih dari seabad lalu memang berasumsi bahwa hukum yang ditemukan adalah adil. Mungkin saja para penekun Ilmu Hukum dan para pelaksana hukum merasa sudah memenuhi keadilan jika puas dengan keadilan formal. Di samping itu, tentu ada saja orang yang menganggap hukum dan keadilan sebagai komoditi yang dapat diperjualbelikan. Konsep hukum dan keadilan, sudah sejak zaman Plato, bahkan sebelumnya diteliti, ditulis, didiskusikan tanpa henti-hentinya dan tanpa hasil yang memuaskan.

Luijpen malahan mengemukakan bahwa terasa sinis untuk menulis mengenai keadilan dewasa ini, jika diingat bahwa 18% umat manusia menguasai dan mengendalikan 3/4 kekayaan dunia. Ditambahkannya bahwa kita semua bertanggung jawab (Luijpen, 1979 : 392). Data di Indonesia menunjukkan angka di bawah 18%. Oleh karena itu perlu dipertanyakan seberapa jauh hukum di Indonesia setelah setengah abad diproklamasikan menjamin keadilan bagi rakyatnya.

Dalam rangka mencari bahan dan data mengenai Hukum dan Keadilan dalam kondisi Indonesia, saya temukan Hasil Pertemuan para pakar hukum (Badan Pembinaan Hukum Nasional disingkat BPHN, Januari 1995: 11), yang antara lain berkesimpulan bahwa:

  1. Komponen-komponen Sistem Hukum Nasional, yang terdiri dari budaya hukum, substansi hukum, Lembaga dan Aparatur Hukum tennasuk Proses, Prosedur dan Mekanisme Hukum serta Sarana dan Prasarana Hukum, yang dalam sinergismenya pada waktu ini belum mampu memenuhi fungsinya yaitu belum memberi kepastian hukum, belum memberj pengayoman (perlindungan), belum memberi keadilan.
  2. Oleh sebab itu perlu diadakan aksi kombinasi (combined action) menuju pada perkembangan bahwa Sistem Hukum Nasional akan lebih memberi kepastian hukum, lebih memberi pengayoman dan lebih memberi keadilan.
  3. Aksi kombinasi ini menjadi masukan (input) bagi proses harmonisasi hukum di dalam kegiatan pembentukan hukum, penegakan hukum, penelitian hukum dan pendidikan hukum. Proses inilah yang akan melahirkan budaya, struktur dan substansi (materi) hukum nasional kita, yang pada gilirannya akan menemukan masukan (input) bagi proses harmonisasi selanjutnya.
  4. Setiap sistem hukum, terutama Sistem Hukum Nasional merupakan suatu sistem "in the making", sesuatu yang terus mengalami perubahan. Karena itu Sistem Hukum Nasional kita juga merupakan hasil proses harmonisasi antara sejumlah unsur dan faktor yang diolah berdasarkan dan memegang teguh paradigma, asas-asas norma dan metode hukum yang pasti, sebagaimana disepakati sebelumnya.

"
Jakarta: UI-Press, 1995
PGB Pdf
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
Topo Santoso
Jakarta: UI-Press, 2014
PGB 0298
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
Soerjono Soekanto
Jakarta: UI-Press, 2015
340.072 SOE p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), {s.a.}
340 JJH
Majalah, Jurnal, Buletin  Universitas Indonesia Library
cover
"disampaikan pada seminar tentang badan hukum pendidikan (BHP) sebagai penyelenggara pendidikan, diselenggarakan oleh BPHN di yogyakarta 13 juli 2005"
300 MHN 1:2 2006
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>