Penelitian ini bertujuan untuk mencari tahu rasional pengembang dalam membangun perumahan tapak model Gated Community di Jakarta dan sekitarnya. Penelitian - penelitian sebelumnya mengenai perumahan Gated Community atau komunitas tergerbang lebih menekankan permasalahannya pada aspek sosial ekonomi masyarakat perkotaan dan aspek spasial pembangunan perkotaan. Belum ada penelitian yang secara spesifik melihat aspek ekonomi sisi penyedianya sebagai suatu mekanisme yang mendorong tren penggerbangan pada proyek perumahan. Strategi penelitian ini menggunakan studi kasus tunggal yang terpancang (embedded). Metode penelitian yang dilakukan bersifat campuran dengan unit analisis ganda. Metode kualitatif menggunakan teknik wawancara dengan pertanyaan terbuka yang disusun terstruktur dan rasional terhadap 7 narasumber pihak pengembang yang terlibat membangun perumahan model tergerbang di kawasan Jakarta dan sekitarnya. Metode kuantitatif menggunakan instrumen perhitungan nilai indikatif lahan berdasarkan metode penilaian properti pada area objek studi kasus yang diteliti. Simulasi penilaian dilakukan dengan membandingkan 1 unit rumah dalam lingkungan perumahan model tergerbang sebagai unit analisis dengan unit pembanding rumah diluar gerbang yang terpilih. Temuan awal penelitian ini menyatakan pengembang mampu meningkatkan nilai lahan fungsi hunian dengan menerapkan konsep perumahan tergerbang setidaknya 1,56 kali lipat hingga 3,2 kali lipat lebih besar dari nilai lahan sebelumnya. Besaran nilai lahan tersebut diambil sebagai keuntungan pengembang yang sesuai dengan konsep penangkapan nilai dalam teori Value Capture. Beberapa penelitian sebelumnya menyatakan harga perumahan buatan pengembang dinilai konsumen hunian terlalu mahal di kawasan Jakarta Metropolitan. Mekanisme yang dapat memperlihatkan peningkatan nilai lahan hunian lebih terukur dapat membantu pengelolaan nilai lahan di perkotaan yang lebih jelas dan lebih terkendali. Informasi dalam penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pembuat kebijakan dan aktor penyedia perumahan dalam mempertimbangkan pengunaan lahan dengan model tergerbang untuk mengelola lahan kota.
This research aims to explore developers’ rationale in developing Gated Community landed housing in Jakarta and surrounding areas. Previous studies on gated community housing emphasized issues on urban social economic aspect and urban spatial aspect. There are no research that specificially look at the economic aspect on the suppliers side as a mechanism that driven the gating trend on landed housing projects. This research strategy used an embedded single study case. We conducted a mix methods research with multiple unit of analysis. The qualitative method operated with interview to 7 developers whose build GC housing with open questions that compiled. The quantitative method operated with a property valuation instrument which able to seek land indicative value on the study case object area with purposive sampling. We conducted a simulation that compare one house inside gated housing as unit of analysis with one house outside the gate as comparison unit selected. This early result argued that developers managed on gating development to increase the residential land value up to 1,56 or 3,2 times more than its existing value. The land value taken as the developers advantage in accordance with the Value Capture theory. Previous studies on housing markets indicated that consument protest on housing prices made by developers are tend to be overpriced in Jakarta Metropolitan area. We hope this initial research helps to control the residential urban land value by shed some light on mechanism that shown more measureable land value uplifted by gating trend on low rise projects. The information is substantially useful to help policy makers and housing suppliers to put on land use gated development model as a consideration on managed urban land properly.
"
Kenaikan harga properti menyebabkan milenial sulit memiliki tempat tinggal. Milenial yang saat ini mendominasi struktur demografi Indonesia, diprediksikan akan tidak sanggup membeli rumah. Dalam menanggulangi isu tersebut, pemerintah akan membangun 14,500 unit hunian susun sederhana sebagi bagian dari program rumah susun 1000 tower yang diperuntukan untuk Milenial. Disisi lain, semakin banyaknya hunian susun di perkotaan akan menyebabkan distribusi yang tidak merata antar kelompok masyarakat sehingga menciptakan segregasi urban dari gated community. Penulisan ini melihat kebutuhan dan keefektifan hunian susun terhadap Milenial, dan segregasi yang terlihat pada lingkungan hunian susun berdasarkan studi kasus pada Kalibata City dan Menteng Square di Jakarta. Terlihat bahwa segregasi sangat terlihat pada hunian susun sederhana terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar, namun bagi Milenial segregasi ditentukan oleh adanya visual separation yang menyebabkan terbentuknya personal space dan kurangnya interaksi pada ruang publik. Untuk mencapai dwelling yang tepat dan mengurangi segregasi spasial bagi Milenial, hunian susun sederhana perlu membentuk social space dengan memberikan ruang untuk berkolaborasi dan bersosialisasi
"